Pendahuluan
A. Latar Belakang
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas
otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing mempunyai bentuk
akut dan kronis. Pada beberapa penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media yaitu 25%
pada anak-anak. Infeksi umumnya terjadi dua tahun pertama kehidupan dan puncaknya
pada tahun pertama masa sekolah. Radang telinga tengah menahun atau otitis media
supuratif kronik (OMSK), yang biasa disebut congek adalah radang kronis telinga
tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan
riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus
menerus atau hilang timbul. Secret mungkin serous, mucous atau purulent. Penyakit ini
biasa di iikuti oleh penurunan pendengaran.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui bagaimana fungsi koklea pada otitis media supuratif kronis
BAB II
Tinjauan Pustaka
1. Telinga
A. Definisi Telinga
1
Telinga merupakan organ yang berfungsi sebagai indera pendengaran dan
fungsi keseimbangan tubuh
B. Telinga sebagai indera pendengar terdiri dari tiga bagian yaitu telinga luar, telinga
tengah dan telinga dalam. Struktur anatomi telinga seperti diperlihatkan pada
gambar 1.
2
Membran timpani berfungsi sebagai penerima gelombang bunyi. Setiap
ada gelombang bunyi yang memasuki lorong telinga akan mengenai
membrantimpani, selanjutnya membran timpani akan menggelembung ke
arah dalam menuju ke telinga tengah dan akan menyentuh tulang-tulang
pendengaran yaitu maleus, inkus dan stapes. Tulang-tulang pendengaran akan
meneruskan gelombang bunyi tersebut ke telinga bagian dalam. Stuktur
membrane timpani di tampilkan pada gambar 2
b. Tulang-tulang pendengaran
Tulang-tulang pendengaran yang terdiri atas maleus (tulang martil),
incus (tulang landasan) dan stapes (tulang sanggurdi). Ketiga tulang tersebut
membentuk rangkaian tulang yang melintang pada telinga tengah dan menyatu
dengan membran timpani. Susunan tulang telinga ditampilkan pada gambar 3.
3
semisirkularis dan koklea. Koklea Terletak didepan vestibulum menyerupai rumah
siput dengan panjang 30 35 mm. Koklea membentuk 2 - 2 kali putaran
dengan sumbunya yang disebut modiolus yang berisi berkas saraf dan suplai darah
dari arteri vertebralis.8,10 Kemudian serabut saraf ini berjalan ke lamina spiralis
ossea untuk mencapai sel-sel sensorik organ Corti. Koklea bagian tulang dibagi dua
oleh suatu sekat. Bagian dalam sekat ini adalah lamina spiralis ossea dan bagian
luarnya adalah lamina spiralis membranasea, sehingga ruang yang mengandung
perilimfe terbagi 2 yaitu skala vestibuli dan skala timpani. Kedua skala ini bertemu
pada ujung koklea yang disebut helikotrema. Skala vestibuli berawal pada foramen
ovale dan skala timpani berakhir pada foramen rotundum. Pertemuan antara lamina
spiralis ossea dan membranasea kearah perifer membentuk suatu membran yang tipis
yang disebut membran Reissner yang memisahkan skala vestibuli dengan skala media
( duktus koklearis ). Duktus koklearis berbentuk segitiga, dihubungkan dengan labirin
tulang oleh jaringan ikat penyambung periosteal dan mengandung end organ dari N.
koklearis dan organ Corti. Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan
perantaraan duktus Reuniens. Organ Corti terletak diatas membran basilaris yang
mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran
Organ Corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam yang berisi kira-kira 3000 sel dan
3 baris sel rambut luar yang berisi kira-kira 12.000 sel. Sel-sel ini menggantung lewat
lubang-lubang lengan horizontal dari suatu jungkat-jungkit yang dibentuk oleh sel-sel
penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut.
Pada permukaan sel rambut terdapat strereosilia yang melekat pada suatu selubung
yang cenderung datar yang dikenal sebagai membran tektoria. Membran tektoria
disekresi dan disokong oleh limbus. Di dalam koklea inilah terdapat organ Corti
yang berfungsi untuk mengubah getaran mekanik gelombang bunyi menjadi
impuls listrik yang akan dihantarkan ke pusat pendengaran.3, 4 Telinga dalam terdiri
dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler
yang terdiri dari 3 buah kanalis semi-sirkularis. Ujung atau puncak koklea
disebut helikotrema, menghubungkan skala timpani dengan skala vestibuli.3,
4Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
4
lingkaran yang tidak lengkap. Koklea atau rumah siput merupakan saluran spiral
dua setengah lingkaran yang menyerupai rumah siput.
Koklea terbagi atas tiga bagian yaitu:
a. Skala vestibuli terletak di bagian dorsal
b. Skala media terletak di bagian tengah
c. Skala timpani terletak di bagian ventral
Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfe, sedangkan skala media
berisi endolimfe. Ion dan garam yang terdapat di perilimfe berbeda dengan
endolimfe. Hal ini penting untuk proses pendengaran.Antara skala satu dengan skala
yang lain dipisahkan oleh suatu membran.
5
OMSK saja, tidak ada data yang tersedia. Otitis media kronis merupakan penyakit
THT yang paling banyak di negara sedang berkembang. Di negara maju seperti
Inggris sekitar 0, 9% dan di Israel hanya 0, 0039%. Di negara berkembang dan negara
maju prevalensi OMSK berkisar antara 1-46%, dengan prevalensi tertinggi terjadi
pada populasi di Eskimo (12-46%), sedangkan prevalensi terendah terdapat pada
populasi di Amerika dan Inggeris kurang dari 1% (Lasminingrum L, 2000).Menurut
survei yang dilakukan pada 7 propinsi di Indonesia pada tahun 1996 ditemukan
insidens Otitis Media Supuratif Kronik (atau yang oleh awam sebagai congek)
sebesar 3% dari penduduk Indonesia. Dengan kata lain dari 220 juta penduduk
Indonesia diperkirakan terdapat 6, 6 juta penderita OMSK. Di Indonesia menurut
Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran, Depkes tahun 1993-1996
prevalensi OMSK adalah 3, 1%-5 20% populasi. Usia terbanyak penderita infeksi
telinga tengah adalah usia 7-18 tahun, dan penyakit telinga tengah terbanyak adalah
OMSK. Prevalensi OMSK di RS Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun 1989
sebesar 15, 21%. Di RS Hasan Sadikin Bandung dilaporkan prevalensi OMSKselama
periode 1988 1990 sebesar 15,7% dan pada tahun 1991 dilaporkan prevelensi
OMSK sebesar 10,96%. Prevalensi penderita OMSK di RS Dr Sardjito Yogyakarta
pada tahun 1997 sebesar 8, 2%(Paparella MM, 2001).
C. Etiologi
Kejadian OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,
jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring
(adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba
Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi
yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan downs syndrom. Faktor host yang
berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immun
sistemik.Penyebab OMSK antara lain:
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi
mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi,
dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi
sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum,
diet, tempat tinggal yang padat.
2. Genetik
6
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah
insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai
faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis
media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.
7
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu:
1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa
dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa
faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius,
infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada
pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, di samping itu campuran bakteri
aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder
dari epitel skuamous. Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:
i) Penyakit aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului
oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah
berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi
dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dan jarang
ditemukan polip yang besar pada liang telinga luas. Perluasan infeksi ke sel-
sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang
menetap harus dicurigai bila tindakan konservatif gagal untuk mengontrol
infeksi.
ii) Penyakit tidak aktif
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering
denganmukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli
konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus, and atau
suatu rasa penuh dalam telinga
2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit
atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya
kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan
kolesteatom. Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega,
berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrotis.
Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yait ukolesteatom kongenital dan
kolesteatom didapat.
a. Kolesteatom kongenital.
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital adalah:
1. Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.
8
2. Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
3. Pada mulanya dari jaringa n embrional dari epitel skua mous atau dari
epitel undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama
perkembangan. Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada
telinga tengah atau tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat
menyebabkan fasialis parese, tuli saraf berat unilateral, dan gangguan
keseimbangan.
b. Kolesteatom didapat.
1. Primary acquired cholesteatoma. Koelsteatom yang terjadi pada daerah
atik atau pars flasida
2. Secondary acquired cholesteatoma.
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-
superior, kadang-kadang sub total.
9
Gambar 5 (Perforasi Sentral)
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus
fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi
total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan
kolesteatom
10
ii. Otitis media nekrotikans sangat jarang ditemukan sejak digunakannya antibiotik.
Penulis (DFA) hanya menemukan kurang dari selusin kasus dalam 25 tahun
terakhir. Di pihak lain, kejadian penyakit telinga kronis tidak berkurang dalam
periode tersebut.
iii. Pasien dengan penyakit telinga kronis tidak mempunyai riwayat otitis akut pada
permulaannya, melainkan lebih sering berlangsung tanpa gejala dan bertambah
secara bertahap, sampai diperlukan pertolongan beberapa tahun kemudian setelah
pasien menyadari adanya masalah
F. Gejala Klinis
1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas
kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan
yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi
iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi.
Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat
disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar
setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya
sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi
kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil,
berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret
telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas.
Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan
polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu
sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya
di jumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan
pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena
daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif
ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20
db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan
11
fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih
dari 30 db
3. Otalgia (nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan
suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya
drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan
pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau
ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin
oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang
komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus
lateralis.
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat
erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat
perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif
keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang
akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu.
Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo.
Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum
G. Pemereksaan Penunjang
Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai berikut:
i) Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli
konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian
tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan
mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah. Paparela, Brady dan Hoel
(1970) melaporkan pada penderita OMSK ditemukan tuli sensorineural yang
dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam skala timpani melalui
membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan penurunan ambang hantaran
tulang secara temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung
basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran
dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian total,
tergantung dari hasil pemeriksaan (audiometri atau test berbisik). Derajat ketulian
12
ditentukan dengan membandingkan rata-rata kehilangan intensitas pendengaran
pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO 1964 yang ekivalen dengan skala
ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut ISO 1964
dan ANSI 1969. Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran:
Normal: -10 dB sampai 26 dB
Tuli ringan: 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang: 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedang berat: 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat: 71 dB sampai 90 dB
Tuli total: lebih dari 90 dB.
Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi
kohlea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan
tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat
diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah
untuk perbaikan pendengaran. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut
bias membantu:
1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20
dB
2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif
30-50 dB apabila disertai perforasi.
3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran di belakang membran yang
masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun
keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah. Pemeriksaan
audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian pendengaran dengan
menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur dengan masking
adalah dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli campur
ii) Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai
diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri.
Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik,
lebih kecil dengan pneumatisasi leb ih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya
atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan
kolesteatom Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah:
1. Proyeksi Schuller,
13
yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan
atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus
lateral dan tegmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi
ini sangat membantu ahli bedah untukmenghindari dura atau sinus lateral.
2. Proyeksi Mayer atau Owen,
diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran
tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah
kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.
3. Proyeksi Stenver,
memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih
jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis
semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang
sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibat kolesteatom.
4. Proyeksi Chause III,
memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat
memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau
CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom,
ada atau tidak tulang-tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula
pada kanalis semisirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi
jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada keadaan tertentu
seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior menunjukan
adanyapenyakit mastoid.
iii) Bakteriologi
Walapun perkembangan dari OMSK merupakan lanjutan dari mulainya
infeksi akut, bakteriologi yang ditemukan pada sekret yang kronis berbeda dengan
yang ditemukan pada otitis media supuratif akut. Bakteri yang sering dijumpai
pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Stafilokokus aureus dan Proteus.
Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus pneumonie, H. influensa, dan
Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada OMSK E. Coli, Difteroid,
Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp. Infeksi telinga biasanya
masuk melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus parasanal, adenoid atau faring.
Dalam hal ini penyebab biasanya adalah pneumokokus, streptokokus, atau
hemofilius influenza. Tetapi pada OMSK keadaan ini agak berbeda. Karena
14
adanya perforasi membran timpani, infeksi lebih sering berasal dari luar yang
masuk melalui perforasi tadi
H. Penatalaksanaan
Penyebab penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada faktorfaktor
penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Bila didiagnosis kolesteatom, maka
mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan untuk
mengontrol infeksi sebelum operasi. Prinsip pengobatan tergantung dari jenis
penyakit dan luasnya infeksi, di mana pengobatan dapat dibagi atas:
1. Konservatif
2. Operasi
OMSK BENIGNA TENANG
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan
mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan
segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan
sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (Miringoplasti, timpanoplasti) untuk
mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.OMSK BENIGNA AKTIF
Prinsip pengobatan OMSK adalah pembersihan liang telinga dan kavum timpani serta
pemberian antibiotika.
1. Pembersihan liang telinga dan kavum timpan (toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik
bagi perkembangan mikroorganisme.
Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga):
1. Toilet telinga secara kering (dry mopping).
2. Toilet telinga secara basah (syringing).
3. Toilet telinga dengan pengisapan (suction toilet)
2. Pemberian antibiotik topical
Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK
aktif yang dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun
dewasa. Neomisin dapat melawan kuman Proteus dan Stafilokokus aureus tetapi
tidak aktif melawan gram negatif anaerob dan mempunyai kerja yang terbatas
melawan Pseudomonas karena meningkatnya resistensi. Polimiksin efektif
melawan Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram negatif tetapi tidak efektif
melawan organisme gram positif. Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi
neomisin, polimiksin dan hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat
15
digunakan sulfanilaid-steroid tetes mata. Kloramfenikol tetes telinga tersedia
dalam acid carrier dan telinga akan sakit bila diteteskan. Kloramfenikol aktif
melawan basil gram positif dan gram negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa,
tetapi juga efektif melawan kuman anaerob, khususnya B. fragilis Pemakaian
jangka panjang lama obat tetes telinga yang mengandung aminoglikosida akan
merusak foramen rotundum, yang akan menyebabkan ototoksik. Antibiotika
topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah Polimiksin B atau
polimiksin E, Neomisin dan Kloramfenikol. Polimiksin B atau polimiksin E
bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Koli Klebeilla,
Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus dan.B.fragilis. Ia
bersifat toksik terhadap ginjal dan susunan saraf. Neomisin merupakan obat
bakterisid pada kuman gram positif dan negatif serta menyebabkan toksik
terhadap ginjal dan telinga.
3. Pemberian antibiotik sistemik
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan
kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan
harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu
diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut. Dalam
pengunaan antimikroba, sedikitnya perlu diketahui daya bunuhnya terhadap
masing- masing jenis kuman penyebab, kadar hambat minimal terhadap masing-
masing kuman penyebab, daya penetrasi antimikroba di masing jaringan tubuh,
toksisitas obat terhadap kondisi tubuhnya. Peninggian dosis tidak menambah daya
bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.
OMSK MALIGNA
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum
dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses
sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada
beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK
dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lainmastoidektomi
sederhana (simple mastoidectomy), mastoidektomi radikal, mastoidektomi radikal
dengan modifikasi, miringo plasti, timpanoplasti dan pendekatan ganda timpanoplasti
16
(Combined approach tympanoplasty). Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi
secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah
terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta
memperbaiki pendengaran
17
BAB III
Kesimpulan
Otitis media supuratif kronis adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang
(perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari
telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Secret mungkin serous,
mucous atau purulent.
Kejadian OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang
dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis,
rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang
abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan
downs syndrom. Faktor host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah
defisiensi immun sistemik.
pada penderita OMSK ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi
produk toksin ke dalam skala timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga
18
menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada fase
awal terbatas pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea. Gangguan
pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian total,
tergantung dari hasil pemeriksaan (audiometri atau test berbisik). Evaluasi audimetri penting
untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi kohlea. Dengan menggunakan audiometri nada
murni pada hantaran udara dan tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang
pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah
untuk perbaikan pendengaran.
DAFTAR PUSTAKA
Taliyah. Analysis of Pepsin Level in the Ear Discharge between Adult and Children with Active
Type of Chronic Suppurative Otitis Media Using ELISA. Bagian Ilmu Kesehatan T
elinga Hidung T enggorok-Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin, Makassar; 2012
19
Abel, Sound localization with an army helmet worn in combination with an in-
ear advanced communications system. Noise and Health; 2009
Liston L, Duvall AJ. Embriologi, anatomi dan fisiologi telinga. In: Adams GL,
Boies LR, Higler PA, editors. Buku ajar penyakit THT. Penterjemah:
Wiyaja C. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997
Andrina, Gangguan pendengaran akibat bising. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit
Telinga Hidung Tenggorokan Universitas Sumatera Utara; 2003
Nungki, Gambaran Pasien Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) di RSUP H. Adam Malik
Medan. E-Journal FK Universitas Sumatra Utara; 2013
Wiranita,H. Hubungan antara otitis media supuratif kronis dengan terjadinya vertigo di RSUD
DR. Moewardi Surakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta;
2010
Rukmini,dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi, Bagian Ilmu Penyakit Hidung Telinga dan
Tenggorok, Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya; 2005
Efiati, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2012
20