Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia adalah mahluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, dengan kata lain memerlukan
orang lain untuk melengkapi kehidupannya. Maka daripada itulah manusia hidup berkelompok
dalam berbagai macam suku yang memiliki budaya, adat istiadat ataupun kebiasaan daerahnya
masing-masing. Yang mana kebuadayaanya itu adalah hasil turun temurun dari nenek moyang
mereka untuk menjaga adat kebudayaannya agar tetap utuh.
Budaya-budaya yang dianut, tentunya diyakini oleh segolongan manusia dan mendarah
daging dalam kehidupannya untuk selalu melaksanakan apa yang dimiliki oleh kebudayaannya
sendiri. Dan tentu saja di dalam kebuadayaan itu terdapat sebuah adat istiadat yang mengatur
kehidupan manusia, baik itu adalah sebuah larangan, perintah dan kebolehan terhadap sesuatu.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang Hukum Adat Delik, yang mana mencakup sebuah
adat yang di dalamnya terkandung beberapa macam unsur yang mengarah kepada larangan untuk
melakukan sesuatu dalam suatu adat yang menganut hukum yang diyakininya.

1.2 Rumusan Masalah


Meninjau lebih lanjut dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah dapat diuraikan
sebagai berikut :
1. Bagaimana pengertian dan lahirnya delik adat?
2. Bagaimana sifat-sifat pelanggaran hukum adat dan kedudukan individu dalam
masyarakat?
3. Siapa petugas hukum untuk perkara adat?
4. Apakah perbedaan pokok aliran antara sistem hukum pidana dengan sistem hukum adat
delik
5. Kewajiban hukum petugas adat dalam hukum Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN

1
Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup, karena ia menjelmakan perasaan hukum yang
nyata dari rakyat. Sesuai dengan sifatnya ini, maka hukum adat terus-menerus dalam keadaan
tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri.

Pengertian Delik Adat

Ter Haar mengartikan suatu delik itu sebagai tiap-tiap gangguan dari keseimbangan, tiap-tiap
gangguan pada barang-barang materiil dan immaterial milik hidup seorang atau kesatuan
(persatuan ) orang-orang, yang menyebabkan timbulnya suatu reaksi adat; dengan reaksi adat ini
keseimbangan akan dan harus dapat dipulihkan kembali. Macam serta besarnya rekasi ditentukan
oleh hukum adat yang bersangkuta ; lazimnya ujud reaksi tertentu adalah suatu pembayaran delik
dalam uang atau barang. Secara singkatnya Ter Haar mengatakan untuk dapat disebut delik
perbuatan itu harus mengakibatkan kegoncangan dalam neraca keseimbangan masyarakat. Dan
kegoncangan ini tidak hanya terdapat apabila peraturan-peraturan hukum dalam suatu
masyarakat dilanggar, melainkan juga apabila norma-norma kesusilaan, keagamaan dan sopan
santun dalam masyarakat dilanggar.

Delik adat merupakan tindakan melanggar hukum. Tapi tidak semua pelanggaran hukum
merupakan perbuatan pidana ( delik ). Perbuatan yang dapat dipidana hanyalah pelanggaran
hukum yang diancam dengan suatu pidana oleh Undang-Undang.

MSoerojo Wignjodipoero berpendapat delik adalah suatu tindakan yang melanggar


perasaan keadilan dan kepatutan yang hidup dalam masyarakat, sehingga menyebabkan
terganggunya ketentraman serta keseimbangan masyarakat guna memulihkan kembali, maka
terjadi reaksi-reaksi adat. Jadi, hukum delik adat adalah keseluruhan hukum tidak tertulis yang
menentukan adanya perbuatan-perbuatan pelanggaran adat beserta segala upaya untuk
memulihkan kembali keadaan keseimbangan yang terganggu oleh perbuatan tersebut. Menurut
Van Vollenhoven, delik Adat adalah perbuatan yang tidak boleh dilakukan walaupun dalam
kenyataannya peristiwa atau perbuatan itu hanya merupakan kesalahan yang kecil saja.

Dari pendapat-pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa Delik adat merupakan
tindakan melanggar hukum, tapi tidak semua pelanggaran hukum merupakan perbuatan pidana
( delik ). Merupakan perbuatan yang tidak boleh dilakukan walaupun dalam kenyataannya

2
peristiwa atau perbuatan itu hanya merupakan kesalahan yang kecil saja. Melanggar perasaan
keadilan dan kepatutan yang hidup dalam masyarakat, sehingga menyebabkan terganggunya
ketentraman serta keseimbangan masyarakat guna memulihkan kembali, maka terjadi reaksi-
reaksi adat.

Reaksi adat yang timbul bermaksud mengembalikan ketentraman magis yang diganggu dan
meniadakan atau menetralisasikan suatu keadaan sial yang ditimbulkan oleh suatu pelanggaran
adat.

Lahirnya Delik Adat

Lahirnya delik adat itu tidak berbeda dengan lahirnya tiap peraturan hukum yang tidak tertulis.
Suatu peraturan mengenai tingkah laku manusia pada suatu waktu mendapat sifat hukum, apabila
suatu ketika petugas hukum yang bersangkutan mempetahankannya terhadap orang yang
melanggar peraturan itu atau pada suatu ketika petugas hukum yang bersangkutan bertindak
untuk mencegah pelanggaran itu. Bersamaan dengan saat peraturan itu memperoleh sifat hukum,
maka pelanggaranya menjadi pelanggaran hukum adat serta pencegahanya menjadi penjegahan
pelanggaran hukum adat. Dan dengan timbulnya pelanggaran hakum adat itu, lahirlah sekaligus
juga delik adat, sehingga pencegahanya menjadi pencegahan delik adat.

Berdasarkan teori beslissingen teer (ajaran keputusan) bahwa suatu peraturan mengenai tingkah
laku manusia akan bersifat hukum manakala diputuskan & dipertahan-kan oleh petugas hukum.
Karena manusia itu melakukan sebuah tindakan yang dianggap salah, maka dibuatlah hukuman
bagi orang yang melakukan tindakan itu. Maka dari pada itulah lahirnya sebuah delik
(Pelanggaran) adat adalah bersamaan dengan lahirnya hukum adat.

Hukum delik adat bersifat tidak statis (dinamis) artinya suatu perbuatan yang tadinya bukan delik
pada suatu waktu dapat dianggap delik oleh hakim (kepala adat) karena menentang tata tertib
masyarakat sehingga perlu ada reaksi (upaya) adat untuk memulihkan kembali. Maka daripada
itulah hukum delik adat akan timbul, seiring berkembang dan lenyap dengan menyesuaikan diri
dengan perasaan keadilan masyarakat.

3
Sifat Pelanggaran Hukum Adat

Hukum adat tidak mengadakan perpisahan antara pelanggaran hukum yang


mewajibkan tuntutan memperbaiki kembali hukum di dalam lapangan hukum pidana dan
pelanggaran hukum yang hanya dapat dituntut di lapangan perdata, maka petugas hukum (kepala
adat) mengambil tindakan yang konkrit (reaksi adat) guna membetulkan hukum yang dilanggar
itu.

Pembetulan hukum yang dilanggar sehingga dapat memulihkan kembali keseimbangan


yang semula ada itu, dapat berupa sebuah tindakan saja terjadi kadang-kadang mengingat
sifatnya pelanggaran perlu diambil beberapa tindakan. Contohnya :

a. Mengganti kerugian kepada orang yang terkena (korban)

b. Membayar uang adat atau korban kepada persekutua hukum yang bersangkutan.

Dimaksudkan agar masyarakat menjadi bersih dan suci kembali atau agar
mengembalikan keseimbangan yang telah terganggu tadi. Ukuran yang dipakai oleh hukum adat
untuk menentukan dalam hal manakah para petugas hukum harus bertindak atas inisiatif sendiri
dan dalam hal mana mereka hanya akan bertindak atas permintaan orang yang bersangkutan,
tidak selalu sama dengan ukuran hukum Barat.

Lapangan Berlakunya Hukum Adat Delik

Lebih dahulu harus diketahui, bahwa perkara delik adat itu dapat bersifat :

1. Melulu delik adat misalnya pelanggaran peraturan-peraturan exogami, pelanggaran


perturan panjer atau perturan-peraturan khusus adat lainya.

2. Disamping delik adat, juga bersifat selik menurut KUHP misalnya delik-delik terhadap
harta kekayaan seseorang, menghina seseorang dan lain sebagainya.

4
Delik adat ini lambat laun mendapat sifat yang tetap, apabila setelah ada putusan pertama
dari petugas hukum tersebut, berturut-turut terjadi perbuatan yang serupa serta perbuatan-
perbuatan itu menyebabkan diambilnya putusan-putusan yang serupa juga dari pihak petugas
hukum yang bersangkutan.

Tiap perbuatan atau tiap peristiwa dalam system adat dinilai dan dipertimbangkan berdasar
atas tata susunan persekutuan yang berlaku pada saat terjadinya perbuatan atau peristiwa itu.
Pada saat itu perbuatan atau peristiwa tersebut dapat dianggap melanggar hukum, meskipun tidak
ada norma hukum yang prae-existent.

Gambaran Kits van Heijningen tentang perkembangan reaksi adat itu adalah jika rekasi adat
itu yang semula merupakan balas dendam semata-mata, akhirnya berkembang menjadi suatu
system hukuman yang dijatuhkan oleh para petugas hukum. Menurut para ahli Barat bahwa
pekembangan hukum adat delik di Indonesia (Timur) sejarahnya akan sama dengan
perkembangan hukum pidana di Eropa Barat. Namun pada dasarnya bahwa perkambangan
hukum yang bersangkutan adalah sangat berbeda. Mungkin jika dilihat berdasarkan bentuk
lahirnya reaksi adat itu sama dengan hukuman pidana Barat, tetapi landasan pikiran yang
mendukung wujud tindakan yang secara lahiriah sama itu, adalah jelas berbeda.

Beberapa reaksi adat yang ada di Indonesia lebih mengarah berlakunya hukum adat delik itu
adalah jauh lebih luas daripada hukum kriminil Barat.

Petugas Hukum Untuk Perkara Adat

Dalam menyelesaikan delik adat, tidak ada perbedaan antara hukum perdata maupun pidana.
Semua ditangani dengan cara yang sama dan oleh hakim yang sama. Hal ini berbeda dengan
hukum barat yang membedakan antara peradilan pidana dan perdata.Penyelesaian delik adat juga
tidak mengenal adanya asas legalitas sebagaimana Pasal 1 Ayat 1 KUHP, dimana menurut asas
tersebut suatu hukum diputuskan jika ada undang-undang yang mengatur.Dalam hukum adat,
keputusan dapat diambil dengan pertimbangan tertua /Pemimpin adat, tanpa harus ada aturan
sebelumnya.Hal ini menunjukkan bahwa hukum adat bersifat terbuka, bukan seperti hukum
baratyang bersifat tertutup.Selain itu, hukum adat lebih bersifat luwes, tidak paten seperti hukum
barat sebagaimanatermaktub dalam pasal-pasalnya. Dalam hukum adat, seseorang akan dijatuhi

5
sanksi tergantung latar belakang (Sengaja, Tidak sengaja, Terpaksa) dan akibat dari perbuatannya
(Merugikan, Sangat Merugikan).
Memang hal ini secara praktik ada di hukum perdata barat, namun keluwesannya tidak
sebagaimana hukum adat yang sangat kental mempertimbangkan latar belakang pelanggaran

Menurut Undang-Undang Darurat No. 1/1951 yang mempertahankan ketentuan-


ketentuan dalam Ordonansi tanggal 9 Maret 1935 Ataatblad No.102 tahun 1955, Statblad No.
102/1945 maka hakim perdamaian desa diakui berwenang memeriksa segala perkara adat,
termasuk juga perkara delik adat. Delik-delik adat yang juga merupakan delik menurut KUH
Pidana, rakyat desa lambat laun telah menerima dan menganggap sebagai suatu yang wajar bila
yang bersalah itu diadili serta dijatuhi hukuman oleh hakim pengadilan Negeri dengan pidana
yang ditentukan oleh KUH Pidana.

Rakyat desa sendiri menuntut supaya usaha-usaha yang diharuskan oleh hukum adat
dijalankan juga untuk memulihkan kembali perimbangan masyarakat adat. Dalam hal ini, hakim
perdamaian desa berwenang, juga sesudah Pengadilan Negeri menjatuhkan hukuman kepada
orang yang bersalah, menghukum orang itu untuk menyelenggarakan usaha-usaha adatyang
diwajibkan, seperti meminta maaf secara adat, selamatkan guna pembersihan dusun dari kotoran
batin yang disebabkan oleh perbuatanya dan lain sebagainya. Upaya-upaya adat guna
memulihkan keseimbangan masyarakat ini adalah bukan pidana.

Hakim menetapkan bahwa sesuatu perbuatan adalah bertentangan dengan hukum adat,
dinatakan dalama Pasal 26 ayat 3 dari ordonansi Inheemsche recht spraak Staatsblad 1932 No.
80 menyatakan, bahwa siapa pun tidak boleh dihukum terhadap perbuatan yang pada waktu
perbuatan itu dilakukan, tidak diancam dengan pidana oleh hukum adat atau oleh peraturan
undang-undang. Dimaksudkan dalam pasal tersebut bahawa hakum pengadilan adat tidak boleh
menghukum suatu perbuatan, yang pada saat perbuatan itu dilakukan tidak ada anggapan rakyat,
bahwa perbuatan itu menentang hukum.

Jadi, menurut Ragawino, dengan adanya hukum pidana dan perdata barat sejatinya
meringankan tugas hakim perdamaian adat, dimana masyarakat rela jika permasalahan yang
terjadi diselesaikan dalam undang-undang tersebut, namun hal ini mengurangi substansi dari

6
Undang-Undang Darurat No. 1/1951 yang mempertahankan ketentuan-ketentuan dalam
Ordonansi tanggal 9 Maret 1935 Ataatblad No. 102 tahun 1955, Statblad No. 102/1945 maka
hakim perdamaian desa diakui berwenang memeriksa segala perkara adat, termasuk juga perkara
delik adat.

Mengenai kewajiban petugas hukum adat, hakim tidak boleh mengadili melulu menurut
perasaan, ia adalah terikat kepada nilai-nilai yang berlaku secara obyektif di dalam masyarakat.
Hakim juga terikat kepada keputusanya sendiri, artinya dalam hal-hal yang serupa ia harus
memberi keputusan yang serupa pula. Tetapi dalam hal ini, harus diperhatikan bahwa ia harus
menghormati dan terikat juga kepada system hukum Indonesia yang tidak mengenal dasar
Precedent seperti yang berlaku di Inggris dan Amerika.

Van Vollenhoven menegaskan, bahwa hakim adalah berwenang bahkan berkewajiban untuk
menambah hukum adat berdasarkan atas pertimbangan, bahwa perubahan yang cukup besar di
dalam situasi kehidupan rakyat menghendaki dibentuknya peraturan hukum baru. Peradilan
menurut hukum adat adalah :

1. Meneruskan dengan rasa tanggung jawab, pembinaan segala hal yang telah terbentuk
sebagai hukum di dalam masyarakat.

2. Jika tidak ada penetapan terhadap soal yang serupa atau jika penetapan pada waktu yang
lampau tidak dapat dipertahakan, maka hakim harus memberi putusan yang menurut
keyakinanya akan berlaku sebagai keputusan hukum di dalam daerah hukumnya hakim
itu. Hakim harus memberi bentuk kepada apa yang dikehendaki oleh system hukum, oleh
kenyataan social dan oleh syarat kemanusiaan sebagai peraturan hukum

Peradilan berdasarkan hukum adat membutuhkan hakim-hakim yang besar rasa tanggung
jawabnya, yang berbudi luhur.

Aliran Pikiran Tradisonal

7
1. Aliran pikiran barat, terutama yang bersifat liberalis, bercorak rasonalis dan intelektual.
Menurut aliran pikiran itu, maka agama, ekonomi, kesenian, olah raga dan sebagainya.
Mempunya lapangan yang sendiri sendiri yang satu terlapas dengan yang lainya.

2. Alam Pikiran Tradisonal indonesia (Timur) bersifat kosmis, meliputi segalanya sebagai
kesatuan (totaliter). Umat manusia adalah sebagian dari alam semesta ; tidak ada pemisahan dari
berbagai macam lapangan hidup ; tidak ada pemisan antara dunia lahir dan dunia ghaib serta
tidak ada pemisan antara manusia dengan makluk lainya dimuka bumi ini. Segala sesuatunya
bercampur-baur, bersangkut-paut, jalin-menjalin, dan segala sesuatu pengaruhi-mempengaruhi.
Dan manusia bertalian dengan segala sesuatau yang bereksistensi didalam alam semseta.

3. Perbedaan besar antara aliran pikiran Barat yang berasaskan liberalisme dan aliran pikiran
tradisonal indonesia, mengenai kedudukan orang di dalam masyarakat.

a. Menrut Aliran Liberalis, tiap-tiap individu merupakan pusat kepentingan hukum, sehingga
nyawanya, kemerdekaanya dan harta bendanya harus dilindung sebaik-baiknya oleh negara.

b. Bagi dunia Indonesia segala pokok pelanggaran hukum adalah individu saja, malinkan
masyarakat persekutuan; dan penting tidaknya orang seorang tergantung kepada funsiya didalam
persekutuan.

4. Organisasi masyarakat tradisonal di tujukan kepda peliharaan keseimbangan tersebut di atas,


merintangi jalan oragnisasi masyarkat merupakn pelanggran hukum yang berat, sedangkan
pelangran-pelangaran hukum hanya merugikan kepentingan orang perseorangan sema tidak
menggangu jalanya organisasi lain yang hidup di dalm masyarakat.

Perbedaan Pokok Aliran


Van Vollenhoven melukiskan perbedan pokok aliran antara sistem hukum pidana menurut
KUHP dan sistem hukum delik adat HDA sebagai berikut:

a. Yang Dapat dipidana


1. KUHP
Yang dapat dipidana hanya badan pribadi (person) yang berupa manusia /orang.

8
2. HDA
Sering terjadi bahwa sipenjahat melakukan delik yang dilakukan disuatu tempat atau
kampung, hukuman yang dikenakan adalah wajib membayar denda atau ganti rugi kepada
golangan krabat korban.
b. Dolus Dan Culpa
1. KUHP
Seorang hanya dapat dipidana apabila perbuatan dilakukan dengan sengaja(opzet,dolus)
ataupun dalam kelalaian, kekilafan,(culpa)
2. HDA
Dilapangan hukum adat lebih banyak terdapat kejadian-kejadian yang tidak memerlukan
Pembuktian tetang adanya kesengajaan ataupun kelalaian dari kejahatan dilapangan.
c. Kepentinagn Yang Dilanggar
1. KUHP
Tiap delik menatang kepentingan negara, sehingga setiap delik adalah persoalan negara,
bukanlah persoalan perseorangan atau pribadi yang terkena.
2. HDA
Ada delik terutama menjadi persoalan orang yang terkena, sekali juga menjadi persoalan
golongan krabat orang terkena dan pula mengenai kepentingan desa.
d. Pertanggung jawaban
1. KUHP
Orang yang dapat dipidana dapat bertanggung jawab atas perbuatanya.
2. HDA
Didalam leteratur Hukum adat terdapat pemberintaan dari wilayah minang kabau bahwa
disana upaya pertahanan masyarakat terhadap oarang gila yang membunuh orang adalah sama
dengan upaya terhadap orang normal yang melakukan tindakan yang serupa.
e. Posisi SosialM

1. KUHP
Hukum pidana barat memperlakukan orang yang satu sma dengan yang lain, tampa
diskriminasi.
2. HDA
Besar kecilnya kepentingan hukuman seseorang sebagai individu bergntung pada
kedudukan/fungsinya didalam masyarkat.
f. Menghakimi sendiri
1. KUHP

9
Orang dilarang bertindak sendiri untuk menegakan hukum yang dilanggar, larangan ini
berdasarkan prinsip bahwa delik adalah persolan negara, bukan persoalan orang persorangan
(pribadi).
2. HDA
Didalam sitem hukum adat terdapat keadan yang mengizinkan kan orang terkena untuk
bertindak sebagai hakim sendiri, misalnya bila seseorang melarikan gadis, bezina, mencuri dan
perbuatan itu tertangkap tangan sedangkan pelaku di pegang oleh pihak yang terkena, pada saat
itu boleh malukan Hakim sendiri.
g. Penilaian Barang
1. KUHP
Didalam Hukum Pidana barat tidak ada perbedaan barang anatara satu dengan yang lain,
sehingga mencuri setangkai bunga sama berat hukmannya dengan mencuri sebutir Mutiara.
2. HDA
Mencuri, Menggelapkan atau merusak barang asal dari nenek moyang adalah lebih berat dari
pada tindakan serupa dari barang duniawi biasa
G. Kekuatan Materiil Delik Adat
Hukum adat tidak dapat dipisahkan dari hukum positif yang berlaku di Indonesia.
Disamping sifat kearifan yang hanya berlaku lokal, sifat keadilan, kemanfaatan, dan kepastian
hukumnya tidak terukur, maka tetap diperlukan landasan hukum yang bersifat nasional karena
hukum nasional (terutama yang sekuler) dapat menengahi maksud yang mendesakkan golongan
tertentu.
Berdasarkan hal tersebut, kita perlu mengaji keberlakukan materiil hukum adat dalam UU
nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman .
Pasal 5 (1):
Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai
hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Pasal 10 (1)
Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara
yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk
memeriksa dan mengadilinya.
Pasal 50 (1)

10
Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal
tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis
yang dijadikan dasar untuk mengadili.
Ada kalanya hakim tidak menemukan dasar hukum yang eksplisit mengenai suatu kasus,
maka hakim dan hakim konstitusi harus menafsirkan dasar hukum tersebut. Namun tidak setiap
tafsiran hukum dapat memiliki kekuatan mengikat karena tidak memenuhi syarat sosiologis
maka hakim harus menggali, mengikuti, dan memahami nilai hukum yang ada dalam
masyarakat.
Selain meninjau dari hukum positif, perlu juga kita tinjau dari konsep KUHP baru. Dalam
menetapkan sumber hukum atau dasar patut dipidananya suatu perbuatan, konsep KUHP Baru
bertolak dari pendirian bahwa sumber hukum yang utama adalah undang-undang (hukum
tertulis). Jadi bertolak dari asas legalitas dalam pengertian yang formal. Hal ini ditegaskan dalam
Pasal 145 ayat (1) Konsep. Namun berbeda dengan asas legalitas yang dirumuskan di dalam
KUHP (WvS) selama ini, konsep memperluas perumusannya secara materiil dengan
menegaskan bahwa ketentuan dalam Pasal 1 ayat (1) itu tidak mengurangi berlakunya "hukum
yang hidup" di dalam masyarakat. Lagipula menurut Thomas Stamford Raffles (dalam Rato,
2011:29) , jika hukum Eropa mengutamakan sanksi, maka hukum adat lebih mengutamakan
konsekuensi hukum. Perbedaannya adalah jika sanksi wajib diputuskan oleh hakim dan
diterapkan setelah mendapat putusan in kracht, konsekuensi tidak memerlukan putusan hakim
dan tidak memerlukan putusan in kracht.
Menurut Trisno Raharjo, budaya musyawarah, sebagai sistem nilai yang dihayati oleh
masyarakat Indonesia, merupakan semangat untuk masing-masing pihak yang berunding di
dalam musyawarah tersebut untuk menyelesaikan konflik misalnya, akan berupaya mengurangi
pendiriannya sehingga dapat dicapai titik temu yang menguntungkan bagi semua pihak, yang
berujung pada mufakat. Suatu musyawarah memerlukan tokoh yang dihormati untuk memimpin
musyawarah dapat mencapai mufakat tersebut. Apa yang diputuskan dalam musyawarah guna
menyelesaikan konflik tersebut secara perlahan-lahan berkembang menjadi hukum adat.
Suryono Sukanto (dalam Raharjo, 2010: 6) menyatakan hukum adat yang masih
berlaku merupakan bagian dari hukum yang hidup ... hukum yang hidup merupakan bagian dari
hukum nasional dan menjadi tujuan untuk dicapai, karena hukum yang hidup berlaku secara
yuridis, sosiologis maupun filosofis. Karena menurut Abdul Ghofur Anshori (dalam Julianto,

11
2013: 6) sampai saat ini masyarakat tidak percaya hukum nasional sebagai solusi permasalahan
di sekitarnya. Jika krisis kepercayaan ini berlanjut dan tidak didukung hukum adat yang ada,
pengadilan rakyat atau eigenrechting menurut Sudikno Mertokusumo menjadi sebuah jawaban
bagi masyarakat.
Dengan demikian, disamping sumber hukum tertulis (UU) sebagai kriteria formal yang
utama juga masih memberi tempat kepada sumber hukum tidak tertulis yang hidup didalam
masyarakat sebagai dasar menetapkan patut dipidananya suatu perbuatan. Berlakunya hukum
yang hidup di dalam masyarakat itu hanya untuk delik-delik yang tidak ada bandingnya
(persamaannya) atau tidak telah diatur di dalam undang-undang.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup, karena ia menjelmakan perasaan hukum yang
nyata dari rakyat. Sesuai dengan sifatnya ini, maka hukum adat terus-menerus dalam keadaan
tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri.

12
Delik adat merupakan tindakan melanggar hukum. Tapi tidak semua pelanggaran hukum
merupakan perbuatan pidana ( delik ). Perbuatan yang dapat dipidana hanyalah pelanggaran
hukum yang diancam dengan suatu pidana oleh Undang-Undang.

Lahirnya delik adat itu tidak berbeda dengan lahirnya tiap peraturan hukum yang tidak tertulis.
Suatu peraturan mengenai tingkah laku manusia pada suatu waktu mendapat sifat hukum, apabila
suatu ketika petugas hukum yang bersangkutan mempetahankannya terhadap orang yang
melanggar peraturan itu atau pada suatu ketika petugas hukum yang bersangkutan bertindak
untuk mencegah pelanggaran itu.

B. SARAN

Keaneka ragaman suku, bahasa dan budaya membuat Indonesia kaya akan adat istiadat. Mari
kita jaga kelestarian adat istiadat sebagai bagian dari jati diri dan pribadi bangsa.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Poerwardarminta,1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia.Jakarta:PN Balai Pustaka.


[2] Ahmad Taufiq Labera, Hukum Adat Delik
Adat, sumber; http://www.labera.tk/2011/02/hukum-adat-delik-adat.html .
[3] Bewa Ragawino, Op., Cit., hlm. 114
[4] B. Ter Haar, Beginselen En Stelsel Van Het Adatrecht, alih bahasa oleh Soebakti
Poesponoto,Asas-asas dan Susunan Hukum Adat, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1981)
[5] Wignjodipoero,Soerjo.2004.Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat. Jakarta : CV Haji
Masagung-Jakarta.

13
[6] S.H.Wignjodipoero, Soerojo. 1993. PENGANTAR DAN ASAS-ASAR HUKUM ADAT.
Jakarta : CV HAJI MASAGUNG JAKARTA MCMXCIII
[7] Heri Wibowo,2012,Dunia Hukum,Delik Adat, google.com
[8] S.H.Wignjodipoero, Soerojo. 1993. PENGANTAR DAN ASAS-ASAR HUKUM ADAT.
Jakarta : CV HAJI MASAGUNG JAKARTA MCMXCIII
[9] S.H.Wignjodipoero, Soerojo. 1993. PENGANTAR DAN ASAS-ASAR HUKUM ADAT.
Jakarta : CV HAJI MASAGUNG JAKARTA MCMXCIII
[10] (http://zirscorp.wordpress.com/2011/07/07/hukum-adat-delik/)
[11] S.H.Wignjodipoero, Soerojo. 1993. PENGANTAR DAN ASAS-ASAR HUKUM ADAT.
Jakarta : CV HAJI MASAGUNG JAKARTA MCMXCIII
[12] Widnjodipoero, Soerojo, S.H., 1987, Pengantar dan Asas-Asas HukumAdat, Jakarta, Haji
Masagung.

14

Anda mungkin juga menyukai

  • Wqyeuqweboqfihs 6
    Wqyeuqweboqfihs 6
    Dokumen1 halaman
    Wqyeuqweboqfihs 6
    user personal
    Belum ada peringkat
  • Wqyeuqweboqfihs 1
    Wqyeuqweboqfihs 1
    Dokumen1 halaman
    Wqyeuqweboqfihs 1
    user personal
    Belum ada peringkat
  • Rk3m Metha
    Rk3m Metha
    Dokumen3 halaman
    Rk3m Metha
    user personal
    Belum ada peringkat
  • Wqyeuqweboqfihs 5 TXT
    Wqyeuqweboqfihs 5 TXT
    Dokumen1 halaman
    Wqyeuqweboqfihs 5 TXT
    user personal
    Belum ada peringkat
  • Wqyeuqweboqfihs 4
    Wqyeuqweboqfihs 4
    Dokumen1 halaman
    Wqyeuqweboqfihs 4
    user personal
    Belum ada peringkat
  • Wqyeuqweboqfihs 1
    Wqyeuqweboqfihs 1
    Dokumen1 halaman
    Wqyeuqweboqfihs 1
    user personal
    Belum ada peringkat
  • HKHKH
    HKHKH
    Dokumen9 halaman
    HKHKH
    user personal
    Belum ada peringkat
  • DSAD
    DSAD
    Dokumen3 halaman
    DSAD
    user personal
    Belum ada peringkat
  • RPP KLS 8
    RPP KLS 8
    Dokumen54 halaman
    RPP KLS 8
    user personal
    Belum ada peringkat
  • Contoh Soal Perpajakan Koreksi
    Contoh Soal Perpajakan Koreksi
    Dokumen12 halaman
    Contoh Soal Perpajakan Koreksi
    user personal
    Belum ada peringkat
  • Kisi-Kisi Soal T.P 2014-2015
    Kisi-Kisi Soal T.P 2014-2015
    Dokumen2 halaman
    Kisi-Kisi Soal T.P 2014-2015
    user personal
    Belum ada peringkat
  • Lampiran 1 Fix
    Lampiran 1 Fix
    Dokumen3 halaman
    Lampiran 1 Fix
    user personal
    Belum ada peringkat
  • DSAD
    DSAD
    Dokumen3 halaman
    DSAD
    user personal
    Belum ada peringkat
  • DSAD
    DSAD
    Dokumen3 halaman
    DSAD
    user personal
    Belum ada peringkat
  • Contoh Soal Perpajakan Koreksi
    Contoh Soal Perpajakan Koreksi
    Dokumen12 halaman
    Contoh Soal Perpajakan Koreksi
    user personal
    Belum ada peringkat
  • Mencintaimu Selamanya
    Mencintaimu Selamanya
    Dokumen24 halaman
    Mencintaimu Selamanya
    user personal
    Belum ada peringkat
  • Intro Lagu
    Intro Lagu
    Dokumen24 halaman
    Intro Lagu
    user personal
    Belum ada peringkat
  • RPP KLS 8
    RPP KLS 8
    Dokumen57 halaman
    RPP KLS 8
    user personal
    Belum ada peringkat
  • Gabungan Abstrak
    Gabungan Abstrak
    Dokumen8 halaman
    Gabungan Abstrak
    user personal
    Belum ada peringkat
  • Prosem
    Prosem
    Dokumen3 halaman
    Prosem
    user personal
    Belum ada peringkat
  • IPS SMP
    IPS SMP
    Dokumen47 halaman
    IPS SMP
    Amal Qurany
    100% (1)
  • Daftar Informan 1
    Daftar Informan 1
    Dokumen6 halaman
    Daftar Informan 1
    user personal
    Belum ada peringkat
  • Pengembangan Media Pembelajaran
    Pengembangan Media Pembelajaran
    Dokumen1 halaman
    Pengembangan Media Pembelajaran
    user personal
    Belum ada peringkat
  • METODE BRAINSTORMING
    METODE BRAINSTORMING
    Dokumen2 halaman
    METODE BRAINSTORMING
    user personal
    Belum ada peringkat
  • Pro
    Pro
    Dokumen9 halaman
    Pro
    user personal
    Belum ada peringkat
  • Contoh Soal Perpajakan Koreksi
    Contoh Soal Perpajakan Koreksi
    Dokumen12 halaman
    Contoh Soal Perpajakan Koreksi
    user personal
    Belum ada peringkat
  • Peta Lokasi
    Peta Lokasi
    Dokumen1 halaman
    Peta Lokasi
    user personal
    Belum ada peringkat
  • Jweqrsa
    Jweqrsa
    Dokumen19 halaman
    Jweqrsa
    user personal
    Belum ada peringkat
  • Vientien Lifting
    Vientien Lifting
    Dokumen4 halaman
    Vientien Lifting
    user personal
    Belum ada peringkat