Anda di halaman 1dari 8

PENDAHULUAN

Aneurisma merupakan kelemahan pada dinding pembuluh darah otak,


baik pembuluh darah nadi ataupun vena. Kelemahan dinding pembuluh
darah fokal ini menyebabkan penggelembungan berbentuk balon yang
rawan pecah. Aneurisma yang pecah merupakan penyebab gangguan
neurologis yang penting, dan masuk dalam kasus kegawat daruratan
neurologis yang bilamana tidak ditangani secara cepat akan menyebabkan
kecacatan secara permanen bahkan kematian.

Prevalensi dari aneurisma sakular intrakranial yang terdeteksi melalui


metode radiografi dan autopsi diperkirakan mencapai 3,2% pada populasi
tanpa komorbiditas, dengan rata-rata usia penderita 50 tahun, dan rasio pria
: wanita adalah satu banding satu. Aneurisma intrakranial sangatlah jarang
terjadi pada anak kecil, dengan kasus melebihi 95% terjadi pada orang
dewasa. Amerika Selatan mencatat setidaknya 30.000 orang memiliki
aneurisma per tahunnya, dimana kebanyakan aneurisma, terutama yang
berukuran kecil tidak mengalami ruptur. Ruptur aneurisma intrakranial
diperkirakan terdapat pada 0,4 hingga 0,6 persen dari semua kematian.
Sepuluh persen pasien meninggal sebelum mencapai rumah sakit dan hanya
sepertiga-nya yang menunjukkan hasil baik setelah diberikan terapi.

Pendeteksian aneurisma dapat dilakukan dengan beberapa cara secara


berkesinambungan. Cara tersebut antara lain dengan anamnesa akan
munculnya gejala neurologis akut atau kronis, dan bagi kasus asimtomatik,
penting untuk ditanyakan faktor resiko terbentuknya aneurisma ini (seperti
hipertensi,diabetes mellitus, dan merokok). Kecurigaan yang mengarah ke
aneurisma selanjutnya dapat dipastikan dengan metode pencitraan yaitu
computed tomography (CT)/ magnetic resonance imaging (MRI), yang diikuti
dengan MR-angiography sebagai diagnosis pasti.

Proses akhir yang dilakukan apabila telah dipastikan temuan lokasi dan
ukuran aneurisma adalah tindakan operatif. Tindakan operatif yang
umumnya dilakukan pada aneurisma adalah coiling atau clipping.
Pelaksanaan serta pemilihan metode operatif ini memerlukan pertimbangan
yang matang dan sesuai indikasi, tujuannya untuk menghindari hal-hal yang
tidak diharapkan dan menghasilkan keluaran prognosis yang baik.

Referat ini diharapkan dapat menjadi dasar ilmu yang baik bagi tenaga
kesehatan dalam mengetahui apa sebenarnya aneurisma, bahaya dari
aneurisma, pentingnya pengenalan akan gejala dan faktor resiko aneurisma,
pendeteksian aneurisma melalui cara-cara yang runtun dan
berkesinambungan, serta tatalaksana aneurisma yang tepat dengan harapan
keluaran prognosis yang baik bagi pasien.

EPIDEMIOLOGI
Prevalensi dari aneurisma sakular intrakranial yang terdeteksi melalui
metode radiografi dan autopsi diperkirakan mencapai 3,2% pada populasi
tanpa komorbiditas, dengan rata-rata usia penderita 50 tahun, dan rasio pria
: wanita adalah satu banding satu.1,2 Namun ada penelitian yang
mengatakan bahwa terdapat kecenderungan dengan jumlah yang lebih
besar bagi wanita berkisar antara 54-60%, populasi usia diatas 50 tahun
menaikkan prevalensi wanita hingga diatas 2:1.2,4 Aneurisma intrakranial
sangatlah jarang terjadi pada anak kecil, dengan kasus melebihi 95% terjadi
pada orang dewasa.6 Pada pasien aneurisma serebral, 20-30% memiliki
aneurisma multipel.3 Aneurisma pada pendarahan subaraknoid sendiri
diperkirakan diderita oleh 6-16 orang dari 100.000 populasi.4 Amerika
Selatan mencatat setidaknya 30.000 orang memiliki aneurisma per
tahunnya, dimana kebanyakan aneurisma, terutama yang berukuran kecil
tidak mengalami ruptur. Ruptur aneurisma intrakranial diperkirakan terdapat
pada 0,4 hingga 0,6 persen dari semua kematian. Sepuluh persen pasien
meninggal sebelum mencapai rumah sakit dan hanya sepertiga-nya yang
menunjukkan hasil baik setelah diberikan terapi.

Kebanyakan dari aneurisma intracranial (kurang lebih 85%) berlokasi di


sirkulasi anterior, terutama pada sirkulus Willis. Daerah tersering mencakup,
perhubungan antara arteri komunikan anterior dan arteri serebral anterior,
perhubungan antara arteri komunikan posterior dengan arteri karotis
internal, dan bifurkasio dari arteri serebral. Sedangkan pada sirkulasi
posterior, tempat tersering adalah arteri basilar atas, perhubungan antara
arteri basilar dan arteri serebral anterior inferior atau superior, dan
perhubungan antara arteri vertebral dengan arteri serebral posterior
inferior.5

1. Vernooij MW, Ikram MA, Tanghe HL, et al. Incidental findings on brain
MRI in the general population. N Engl J Med 2007; 357:1821.

2. Vlak MH, Algra A, Brandenburg R, Rinkel GJ. Prevalence of unruptured


intracranial aneurysms, with emphasis on sex, age, comorbidity,
country, and time period: a systematic review and meta-analysis.
Lancet Neurol 2011; 10:626.

3. STEHBENS WE. ANEURYSMS AND ANATOMICAL VARIATION OF


CEREBRAL ARTERIES. Arch Pathol 1963; 75:45.

4. Sarti C, Tuomilehto J, Salomaa V, et al. Epidemiology of subarachnoid


hemorrhage in Finland from 1983 to 1985. Stroke 1991; 22:848.

5. Schievink WI. Intracranial aneurysms. N Engl J Med 1997; 336:28.

6. Christianto B. Lumenta, ed. (2010). Neurosurgery. Heidelberg: Springer.


p. 181

PATOFISIOLOGI
Asal mula dari aneurisma serebral belum diketahui secara pasti,
namun jelas bahwa banyak faktor yang berperan dalam terbentuknya
aneurisma. Pada kondisi normal, arteri serebral dibentuk oleh 3 lapisan yaitu
adventisia, muskularis media yang prominen, dan endotelial intima yang
juga bergabung dengan lamina elastis interna.

Sebuah penelitian akan tekanan intraluminal oleh Glynn, mengatakan


bahwa kelainan/ kerusakan dari muskularis media dan lamina elastis interna
berperan penting dalam pembentukan aneurisma.2 Hal ini terjadi karena
perubahan aterosklerotik yang menyebabkan degenerasi fokal dari lamina
elastis interna, yang dibuktikan dengan kejadian terbentuknya aneurisma
sakular secara cepat setelah muncul kerusakan lapisan elastis karena
dipapar oleh aliran pulsatil dan elastase.3

Stress hemodinamik karena jepitan aliran aksial dan turbulensi yang


disebabkan oleh interupsi aliran lamelar mengakibatkan perlemahan dari
dinding pembuluh darah. Tekanan yang dihasilkan dari bagian apex
bifurkasio arteri mencapai dua hingga tiga kali puncak tekanan luminal di
arteri proksimal menyebabkan pembentukan aneurisma.4

Kontribusi dari degenerasi ateromatous dan hemodinamik terhadap


pembentukan aneurisma menjelaskan mengapa merokok dan hipertensi
menjadi dua faktor resiko terbesar pada aneurisma intrakranial.
Gambar : patofisiologi terbentuknya aneurisma
1. Glynn L: Medial defects in the circle of Willis and their relation to
aneurysm formation. J Pathol Bacteriol 51:213222, 1940.
2.
Miskolczi L, Guterman LR, Flaherty JD, Szikora I, Hopkins LN: Rapid
saccular aneurysm induction by elastase application in vitro.
Neurosurgery 41:200208, 1997.
3.
Foutrakis GN, Yonas H, Sclabassi RJ: Saccular aneurysm formation in
curved and bifurcating arteries. AJNR Am J Neuroradiol 20:1309 1317,
1999.
DIAGNOSIS
Aneurisma yang tidak pecah dapat terdeteksi secara tidak
sengaja atau muncul bersama gejala neurologis.
Sebuah penelitian menginvestigasi gejala yang seringkali timbul pada
aneurisma yang tidak pecah (pada 111 pasien). Didapatkan bahwa :
Lima puluh satu persen asimtomatik
Tujuh belas persen muncul bersama gejala akut (37% iskemia,
37% sakit kepala, 18% kejang, dan 12% neuropati kranial)
TIga puluh dua persen muncul bersama gejala kronis (51% sakit
kepala, 29% defisit visual, 11% kelemahan, dan 9% nyeri wajah)

Aneurisma dengan ukuran lebih besar lebih cenderung muncul


bersama gejala neurologis. Aneurisma simtomatik cenderung terletak
di sepanjang proksimal arteri intrakranial dengan diameter lebih dari
sama dengan 3 mm.1

Saat didapatkan gejala ini, diagnosis inisial yang dilakukan


adalah computed tomography (CT) atau magnetic resonance imaging
(MRI). Apabila aneurisma berukuran kecil (2-3 mm), dapat luput dari
deteksi CT dan MRI. Oleh sebab itu penggunaan CT yang diikuti MRA
(MR angiography) sangatlah dianjurkan karena memperlihatkan
sensitifitas 76-98% dan spesifisitas 85-100% dalam mendeteksi
aneurisma yang tidak rupture.2,3,4,5 Selain untuk mendeteksi aneurisma
yang luput dari CT dan MRI, MR angiography juga dapat dipakai untuk
melihat secara lebih detail ukuran dan letak dari aneurisma tersebut
(sebagai diagnosis pasti).

1. Raps EC, Rogers JD, Galetta SL, Solomon RA, Lennihan L, Klebanoff
LM, Fink ME: The clinical spectrum of unruptured intracranial
aneurysms. Arch Neurol 50:265-268, 1993
2. Vanninen RL, Hernesniemi JA, Puranen MI, Ronkainen A: Magnetic
resonance angiographic screening for asymptomatic intracranial
aneurysms: the problem of false negatives: technical case report.
Neurosurgery 38:838-840; discussion 840- 831, 1996
3. Wardlaw JM, White PM: The detection and management of
unruptured intracranial aneurysms. Brain 123 ( Pt 2):205-221, 2000.
4. White PM, Lindsay KW, Teasdale E, Teasdale GM, Wardlaw JM: Should
we screen for familial intracranial aneurysm? Stroke 30:2241-2242,
1999.
5. White PM, Wardlaw JM, Easton V: Can noninvasive imaging
accurately depict intracranial aneurysms? A systematic review.
Radiology 217:361-370, 2000.

Anda mungkin juga menyukai