LATAR BELAKANG
Penyakit kusta merupakan penyakit infeksi kronis pada manusia yang menyerang
syaraf dan kulit. Terdapat 60 negara di dunia sebagai negara endemis kusta dengan angka
kejadian penyakit kusta sebesar 1.260.000 orang. Kejadian kasus baru penderita kusta
untuk setiap tahun sebesar 560.000 kasus dengan perkiraan angka kecacatan sebesar 1
sampai 2 juta orang.
Berdasarkan laporan WHO Expert Committee on Leprosy dari beberapa negara
tercatat bahwa rata-rata setelah selesai pengobatan kusta terdapat 75% penderita kusta
dengan kecacatan, sedang 25% penderita kusta tidak mengalami kecacatan.
Pada tahun 1996 di Indonesia terdapat 30.000 penderita kusta dengan kecacatan,
sedang kasus baru dengan kecacatan sebesar 1.720 penderita. Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) memperkirakan 25% pasien kusta mengalami kecacatan. Di Indonesia
Proporsi cacat penderita kusta sebesar 10.4%.
Indonesia menempati urutan ke 3 setelah India dan Brazil dalam hal penyumbang
jumlah penderita kusta di dunia. Program pemberantasan penyakit kusta di Indonesia saat
ini ditujukan untuk mencapai target eliminasi kusta tahun 2010, sesuai target yang
dicantumkan oleh WHO, yaitu tercapainya penurunan prevalensi kusta sebesar 1 per
10.000 penduduk.
Pengobatan dengan MDT dapat menurunkan angka prevalensi penyakit kusta dari
5,4 juta kasus menjadi 0,75 juta kasus di tahun 2000. Pada akhir 1999 lebih dari 10,7 juta
pasien telah sembuh dengan menggunakan MDT.
Brakel and Kaur (2002), menyatakan bahwa dari 20 penderita kusta terdapat 65%
penderita tidak menempuh pendidikan formal, sedang yang menyelesaikan pendidikan
formal 5%. Status pendidikan dan pengetahuan yang rendah merupakan faktor yang
mempengaruhi penderita dalam pencarian pengobatan dan perawatan kecacatan.
Kejadian reaksi pada penderita kusta lebih sering terjadi pada umur 15 tahun
lebih. Kejadian reaksi kusta umumnya sebesar 30,9% pada saat awal kunjungan. Insiden
paling tinggi terjadi antara 6 sampai 12 bulan setelah dimulai pengobatan MDT.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah
Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas
pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke
organ lain kecuali susunan saraf pusat.
B. EPIDEMIOLOGI
Masalah epidemiologi masih belum terpecahkan, cara penularan belum
diketahui pasti hanya berdasarkan anggapan klasik yaitu melalui kontak langsung
antarkulit yang lama dan erat. Anggapan kedua ialah sacara inhalasi, sebab M. leprae
masih dapat hidup beberapa hari dalam droplet.
Masa tunasnya sangat bervariasi, antara 40 hari sampai 40 tahun, umumnya beberapa
tahun, rata-rata 3-5 tahun.
Penyebaran penyakit kusta dari suatu tempat ke tempat lain sampai tersebar diseluruh
dunia, tampaknya disebabkan olah perpindahan penduduk yang terinfeksi penyakit tersebut.
Masuknya kusta ke pulau-pulau Melanesia termasuk Indonesia., diperkirakan terbawa oleh
orang-orang Cina. Distribusi penyakit ini tiap-tiap negara maupun dalam satu negara sendiri
ternyata berbeda-beda.Demikian pula penyebab penyakit kusta menurun atau menghilang pada
suatu negara sampai saat ini belum jelas benar.
Kusta bukan penyakit keturunan. Kuman dapat ditemukan di kulit, folikel rambut,
kelenjar keringat, dan air susu ibu, jarang didapat dalam urin. Sputum dapat banyak mengandung
M. leprae yang berasal dari traktus respiratorius atas.Tempat implantasi tidak selalu menjadi
tempat lesi pertama.Dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih rentan daripada orang
dewasa. Di Indonesia penderita anak-anak di bawah umur 14 tahun didapatkan 11,39%, tetapi
anak dibawah umur 1 tahun jarang sekali. Saat ini usaha pencatatan penderita di bawah usia 1
tahun penting dilakukan untuk dicari kemungkinan ada tidaknya kusta kongenital. Frekuensi
tertinggi terdapat pada kelompok umur antara 25-35 tahun.
Kusta terdapat di mana-mana, terutama di Asia, Afrika, Amerika Latin, daerah tropis dan
subtropis, serta masyarakat yang sosial ekonominya rendah.Makin rendah sosial ekonomi makin
berat penyakitnya, sebaliknya faktor sosial ekonomi tinggi sangat membantu penyembuhan.Ada
variasi reaksi infeksi M. leprae yang mengakibatkan variasi gambaran klinis (spectrum dan lain-
lain) di berbagai suku bangsa.Hal ini diduga disebabkan oelh faktor genetik yang berbeda.
Pada tahun 1991 World Health Assembly membuat resolusi tentang eliminasi kusta
sebagai problem kesehatan masyarakat pada tahun 2000 dengan menurunkan pravalensi kusta
menjadi di bawah 1 kasus per 10.000 penduduk. Di Indonesia hal ini dikenal sebagai Eliminasi
Kusta tahun 2000.
Jumlah kasus kusta di seluruh dunia selama 12 tahun terakhir ini telah menurun tajam di
sebagian besar negara atau wilayah endemis. Kasus yang terdaftar pada permulaan tahun 2009
tercatat 213.036 penderita yang berasal dari 121 negara, sedangkan jumlah kasus baru tahun
2008 baru tercatat 249.007. di Indonesia jumlah kasus kusta yang tercatat akhir tahun 2008
adalah 22.359 orang dengan kasus baru tahun 2008 16.668 orang. Distribusi tidak merata, yang
tertinggi antara lain Pulau Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Prevalensi pada tahun 2008 per
10.000 penduduk adalah 0,73.
C. Kusta merupakan penyakit yang menyeramkan dan ditakuti oleh karena dapat terjadi
ulserasi, mutilasi, dan deformitas.Penderita kusta bukan menderita karena
penyakitnya saja, tetapi juga karena dikucilkan masyarakat sekitarnya. Hal ini akibat
kerusakan saraf besar yang ireversible di wajah dan eksremitas, motorik dan sensorik,
serta dengan adanya kerusakan yang berulang-ulang pada daerah anestetik disertai
paralisis dan atrofi otot.