Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan
dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis,
yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu
(Sarwono, 2008). Ketuban pecah dini (KPD) didefenisikan sebagai pecahnya ketuban
sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh
sebelum waktunya melahirkan. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm
akan mengalami ketuban pecah dini.
Penyebab ketuban pecah dini ini pada sebagian besar kasus tidak diketahui. Banyak
penelitian yang telah dilakukan beberapa dokter menunjukkan infeksi sebagai
penyebabnya. Faktor lain yang mempengaruhi adalah kondisi sosial ekonomi rendah yang
berhubungan dengan rendahnya kualitas perawatan antenatal, penyakit menular seksual
misalnya disebabkan oleh chlamydia trachomatis dan nescheria gonorrhea. Selain itu
infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban, fisiologi selaput
amnion/ketuban yang abnormal, servik yang inkompetensia, serta trauma oleh beberapa
ahli disepakati sebagai faktor predisposisi atau penyebab terjadinya ketuban pecah dini.
Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual dan pemeriksaan dalam

1.2 Rumusan Masalah


A. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Reproduksi wanita
B. Patofisiologi Keluhan Pasien Di Skenario
C. Bagaimana interpretasi semua pemeriksaan di scenario
D. Hubungan abortus yang di alami dengan keluhan sekarang
E. Macam macam pemeriksaan leopold
F. Manajemen kehamilan preterm
G. Manajemen kehamilan bayi premature
H. Penanganan safe motherhood
I. Problem list
KPD
SIRS / SEPSIS
Keputihan
Korioamnionitis
Anemia pada ibu hamil

1.3 Tujuan
1
A. Mengetahui anatomi dan fisiologi system reproduksi wanita
B. Mengetahui patofisiologi pasien di skenario
C. Mengetahui bagaimana interpretasi semua pemeriksaan di scenario
D. Mengetahui hubungan abortus yang di alami dengan keluhan yang dialami pasien
E. Mengetahui macam macam pemeriksaan leopold
F. Mengetahui manajemen kehamilan preterm
G. Mengetahui kehamilan bayi premature
H. Mengetahui penanganan safe motherhood
I. Mengetahui problem list pasien di skenario

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Skenario

Ny. Bebe 28 tahun, G3P1A1H1 30-31 minggu, datang dengan keluhan keluar air dari
jalan lahir, sejak 1 hari yang lalu. Cairan yang keluar membasahi 2 sarung tampak bening dan
berbau amis. Pasien mengaku mengalami demam selama 1 minggu terakhir dan perut bagian
bawah sering terasa kram. Pasien juga mengatakan bahwa sering mengalami keputihan, gatal
dan berbau tidak sedap.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD: 110/70 mmHg, N: 108 x/menit, RR:
22x/menit, Temp.: 39,5oC, SpO2 :99%, DJJ: 11-12-11. Pasien tampak pucat dengan konjuctiva
anemis. Pemeriksaan Leopold ditemukan TFU 23 cm , presentasi kepala, punggung kiri dan

2
belum masuk PAP. VT didapatkan effacement 10%, 1 cm, teraba kepala, ketuban (-) ,
Denominator belum jelas.

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan: Darah lengkap: Hb: 8,7 g/dL, Platelet:
185x103 /L, WBC: 16,8X103 /l, Hct: 33,8%. SGOT: 24 mg/dL, SGPT: 28 mg/dL, GDS:
101 mg/dL.

Oleh dokter jaga diberikan terapi medika mentosa untuk pematangan paru dan untuk
mencegah komplikasi pada ibu dan janin. Dokter jaga lalu melakukan KIE mengenai safe
motherhood pada pasien, agar kehamilan berikutnya terhindar dari berbagai penyulit.

2.2 Terminologi

Efacement
Pemendekan dan penipisan serviks selama tahap pertama persalinan
Denominator
Petunjuk atau kedudukan salah satu dari bagian depan janin terhadap jalan
lahir
Konjungtiva anemis
Konjungtiva pucat karena darah tidak sampai ke perifer yang bisa menjadi
salah satu dari tanda bahwa seseorang mengalami anemia
Pemeriksaan Leopold
Pemeriksaan dengan menggunakan sensasi taktil untuk mengetahui presentasi
janin, tinggi fundus uteri, dan apakah bayi sudah masuk pintu atas panggul
SGPT
Serum Glutamic Pyruvate Transaminase merupakan suatu enzim yang terdapat
di dalam sel hati
SGOT
Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase merupakan enzim hati yang
terdapat dalam sel parenkim hati. SGOT tidak spesifik, enzim ini dapat ditemukan
dalam sel darah, sel jantung, dan sel otot

2.3 Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita


Anatomi fisiologi sistem reproduksi wanita dibagi menjadi 2 bagian yaitu: organ
reproduksi wanita bagian dalam yang terletak di dalam rongga pelvis, dan organ reproduksi
wanita bagian luar yang terletak di perineum.
Organ reproduksi wanita bagian luar (eksterna)
3
(Gambar1 : organ genitalia eksterna pada wanita)

a. Mons veneris / Mons pubis


Disebut juga gunung venus merupakan bagian yang menonjol di bagian depan simfisis
terdiri dari jaringan lemak dan sedikit jaringan ikat setelah dewasa tertutup oleh
rambut yang bentuknya segitiga. Mons pubis mengandung banyak kelenjar sebasea
(minyak) berfungsi sebagai bantal pada waktu melakukan hubungan seks.
b. Bibir besar (Labia mayora)
Merupakan kelanjutan dari mons veneris berbentuk lonjong, panjang labia mayora 7-8
cm, lebar 2-3 cm dan agak meruncing pada ujung bawah. Kedua bibir ini dibagian
bawah bertemu membentuk perineum, permukaan terdiri dari:
1) Bagian luar
Tertutup oleh rambut yang merupakan kelanjutan dari rambut pada mons
veneris.
2) Bagian dalam
Tanpa rambut merupakan selaput yang mengandung kelenjar sebasea (lemak).
c. Bibir kecil (labia minora)
Merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit, terletak dibagian dalam bibir besar
(labia mayora) tanpa rambut yang memanjang kea rah bawah klitoris dan menyatu
dengan fourchette, semantara bagian lateral dan anterior labia biasanya mengandung
pigmen, permukaan medial labia minora sama dengan mukosa vagina yaitu merah
muda dan basah.
d. Klitoris
Merupakan bagian penting organ reproduksi luar yang bersifat erektil, dan letaknya
dekat ujung superior vulva. Organ ini mengandung banyak pembuluh darah dan serat

4
saraf sensoris sehingga sangat sensitive analog dengan penis laki-laki. Fungsi utama
klitoris adalah menstimulasi dan meningkatkan ketegangan seksual.
e. Vestibulum
Merupakan organ reproduksi bagian luar yang berbentuk seperti perahu atau lonjong,
terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum terdiri dari muara
uretra, kelenjar parauretra, vagina dan kelenjar paravagina. Permukaan vestibulum
yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia, panas, dan friksi.
f. Perineum
Merupakan daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan anus.
Perineum membentuk dasar badan perinium.
g. Kelenjar Bartholin
Kelenjar penting di daerah vulva dan vagina yang bersifat rapuh dan mudah robek.
Pada saat hubungan seks pengeluaran lendir meningkat.
h. Himen (Selaput dara)
Merupakan jaringan yang menutupi lubang vagina bersifat rapuh dan mudah robek,
himen ini berlubang sehingga menjadi saluran dari lendir yang di keluarkan uterus dan
darah saat menstruasi.
i. Fourchette
Merupakan lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, terletak pada pertemuan
ujung bawah labia mayoradan labia minora. Di garis tengah berada di bawah orifisium
vagina. Suatu cekungan kecil dan fosa navikularis terletak di antara fourchette dan
himen.

Organ genitalia wanita bagian dalam (interna)

(Gambar2 : organ genitalia interna pada wanita)


5
a. Vagina
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu meregang
secara luas karena tonjolan serviks ke bagian atas vagina. Panjang dinding anterior
vagina hanya sekitar 9 cm, sedangkan panjang dinding posterior 11 cm. Vagina
terletak di depan rectum dan di belakang kandung kemih. Vagina merupakan saluran
muskulo membraneus yang menghubungkan rahim dengan vulva. Jaringan
muskulusnya merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani dan muskulus levator
ani oleh karena itu dapat dikendalikan.
b. Uterus
Merupakan jaringan otot yang kuat, berdinding tebal, muskular, pipih, cekung dan
tampak seperti bola lampu / buah peer terbalik yang terletak dipelvis minor di antara
kandung kemih dan rectum. Uterus normal memiliki bentuk simetris, nyeri bila
ditekan, licin dan teraba padat.
Uterus terdiri dari tiga bagian yaitu: fundus uteri yaitu bagian corpus uteri yang
terletak di atas kedua pangkal tuba fallopi, corpus uteri merupakan bagian utama yang
mengelilingi kavum uteri dan berbentuk segitiga, dan seviks uteri yang berbentuk
silinder. Dinding belakang, dinding depan dan bagian atas tertutup peritoneum
sedangkan bagianbawahnya berhubungan dengan kandung kemih.
c. Tuba Fallopi
Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine hingga
suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai rongga uterus.
terletak di tepi atas ligamentum latum berjalan ke arah lateral mulai dari osteum tubae
internum pada dinding rahim. Panjang tuba fallopi 12cm diameter 3-8cm. Dinding
tuba terdiri dari tiga lapisan yaitu serosa, muskular, serta mukosa dengan epitel
bersilia.
Tuba fallopi terdiri atas :
1) Pars interstitialis (intramularis) terletak di antara otot rahim mulai dari osteum
internum tuba.
2) Pars istmika tubae, bagian tuba yang berada di luar uterus dan merupakan bagian
yang paling sempit.
3) Pars ampuralis tubae, bagian tuba yang paling luas dan berbentuk s.
4) Pars infindibulo tubae, bagian akhir tubae yang memiliki lumbai yang disebut
fimbriae tubae.
d. Ovarium
Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi ovum,
ovulasi, sintesis, dan sekresi hormon hormon steroid.
Letak: Ovarium ke arah uterus bergantung pada ligamentum infundibulo pelvikum dan
melekat pada ligamentum latum melalui mesovarium.

6
2.4 Patofisiologi Keluhan Pasien di Skenario

Keluarnya cairan melalui jalan lahir

Cairan yang keluar dari jalan lahir mungkin saja dari cairan ketuban yang pecah dini
Normalnya, kantung ketuban pecah pada akhir kala I atau awal kala II saat pembukaan
lengkap pada proses persalinan. Kalau pecah lebih awal sebelum usia kehamilan 37 minggu,
sebelum pembukaan mulut rahim 4 cm, atau sebelum ada tanda-tanda persalinan, disebut
ketuban pecah dini. Penyebab KPD (keluar air Ketuban Pecah Dini) belum pasti, tapi
sebagian besar berkaitan dengan infeksi.

Misalnya, infeksi kuman, terutama infeksi bakteri, yang dapat menyebabkan selaput
ketuban menjadi tipis, lemah dan mudah pecah. Selain itu, beberapa faktor risiko Ketuban
Pecah Dini adalah kehamilan kembar, ada riwayat persalinan kurang bulan sebelumnya,
hubungan seksual yang kebersihannya tidak dijaga, perdarahan lewat jalan lahir, pH (tingkat
keasaman) vagina di atas 4,5, selaput ketuban tipis kurang dari 39 mm, kadar CRH
(corticotropin releasing hormone) maternal tinggi, misalnya pada ibuhamil yang stres, higiene
yang kurang baik, misalnya keputihan dan infeksi vagina, jumlah cairan ketuban sangat
banyak (hidroamnion), dan kelainan mulut rahim seperti inkompeten serviks.

2.5 Interpretasi Hasil Pemeriksaan di Skenario


A. Pemeriksaan Fisik
1. Tekanan Darah

Berdasarkan acuan JNC VII, Ny. Bebe memiliki tekanan darah yang normal
berada pada 110/70 mmHg.

(Tabel. Tekanan Darah berdasarkan JNC VII)


2. Tekanan Nadi

7
Denyut nadi ibu hamil yang sehat adalah 80-100 kali permenit. Frekuensi nadi
Ny. Bebe berada di atas normal, menandkan kondisi takikardi.

3. Pernapasan

Respirasi normal untuk orang dewasa adalah 12-20 kali permenit. Berdasarkan
scenario, Ny. Bebe mengalami peningkatan pada Respiration Rate-nya.

4. Suhu 39,5 C0 []

Suhu tubuh normal untuk orang dewasa adalah 36,5-37,5 derajat celcius. Pada
scenario, Ny. Bebe mengalami peningkatan pada suhu tubuhnya dan
mengakibatkan terjadinya demam/panas/febris.

5. SpO2 (Saturation of Peripheral Oxygen) 99% [Normal]

Tingkatan SpO2 normalnya berada pada kisaran 97%-99%. Pada scenario, Ny.
Bebe memiliki tingkatan SpO2 yang berada pada garis normal.

B. Pemeriksaan Ginekologi
1. Pemeriksaan Leopold [Tidak Normal]
TFU 23cm , Usia kehamilan 30-31 minggu [Tidak sesuai usia
kehamilan]Normalnya:
22-28 minggu 24-25 cm diatas simpisis
28 minggu 26,7 cm diatas simpisis
30 minggu 29,5-30 diatas simpisis
32 minggu 29,5-30 diatas simpisis
34 minggu 31 cm diatas simpisis
36 minggu 32 cm diatas simpisis
38 minggu 33 cm diatas simpisis
40 minggu 37,7 diatas simpisis

8
(Tabel. Tinggi Fundus Uteri Sesuai Kehamilan)

2. Pemeriksaan VT
a. Efacement = 10%, pembukaan = 1 Cm, terabakepala [Belum masa persalinan]
b. Ketuban (-) [Tidak normal, keluarnya cairan ketuban sebelum masa persalinan]

3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hemoglobin 8,7 g/dL []

Hb Wanita Hamil Normal = 12-16 g/dL. Secara umum, jumlah hemoglobin


kurang dari 12 gm/dL menunjukkan anemia.

b. Leukosit 16.800 /mm3 []

Nilai normal : 3200 10.000/mm3.

Pada scenario, leukosit Ny. Bebe mengalami peningkatan yang menandakan


adanya infeksi.
c. Hematokrit 33,8% []

Nilai Hct pada Wanita Normal : 35% - 45%

Penurunan Hct sebesar menunjukkan pasien mengalami anemia sedang hingga


parah.

d. Platelet 185.000 /mm3 [normal]


e. SGPT dan SGOT [Normal]
- Nilai normal SGPT : 5-35 U/L
- NIlai normal SGOT : 5 35 U/L
Peningkatan kadar SGPT dapat menjadikan acuan untuk menilai apakah
terdapat kerusakan pada hati.
f. Gula Darah [Normal]
9
Gula darah Ny. Bebe masih dalam batas normal

2.6 Hubungan Abortus Yang di Alami Dengan Keluhan Sekarang

Factor predisposisi terjadinya ketuban pecah dini yaitu infeksi, servik yang
inkompeten, tekanan intrauterine yang meningkat berlebihan seperti adanya
tumor,hidramion,gemelli. Selain itu faktor lain seperti trauma, kelainan letak, dan penyakit
menular seksual seperti Chlamydia trachomatis dan neisseria gonorrhoeae.

Pada scenario kemungkinan ketuban pecah dini disebabkan karena infeksi jaringan
membarana fetalis beserta cairan amnion (Korioamnionitis) dimana infeksi tersebut dapat
membuatnya menjadi rapuh sehingga dapat menjadi ketuban pecah dini, untuk riwayat
abortusnya kemungkinan juga terjadi karena adanya infeksi mikroorganisme luar yang masuk
melalui vagina dan naik keatas kemudian dapat menyerang endometrium, tuba, ovarium,
parametrium dan peritoneum panggul baik dengan cara perkontinuitatum dari organ
sekitarnya, secara hematogen atau akibat penularan secara hubungan seksual.

2.7 Macam Macam Pemeriksaan Leopold

A. Pemeriksaan Leopold I

Tujuan: untuk menentukan usia kehamilan dan juga untuk mengetahui bagian janin apa yang
terdapat di fundus uteri (bagian atas perut ibu).

10
(Gambar3:Pemeriksaan leopold 1)

Teknik:

Memposisikan ibu dengan lutut fleksi (kaki ditekuk 450 atau lutut bagian dalam
diganjal bantal) dan pemeriksa menghadap ke arah ibu

Menengahkan uterus dengan menggunakan kedua tangan dari arah samping umbilical

Kedua tangan meraba fundus kemudian menentukan TFU

Meraba bagian Fundus dengan menggunakan ujung kedua tangan, tentukan bagian
janin.

Hasil:

Apabila kepala janin teraba di bagian fundus, yang akan teraba adalah keras,bundar
dan melenting (seperti mudah digerakkan)

Apabila bokong janin teraba di bagian fundus, yang akan terasa adalah lunak, kurang
bundar, dan kurang melenting

Apabila posisi janin melintang pada rahim, maka pada Fundus teraba kosong.

B. Pemeriksaan Leopold II

11
Tujuan: untuk menentukan bagian janin yang berada pada kedua sisi uterus, pada letak lintang
tentukan di mana kepala janin.

(Gambar4 :Pemeriksaan leopold 2)

Teknik:

Posisi ibu masih dengan lutut fleksi (kaki ditekuk) dan pemeriksa menghadap ibu

Meletakkan telapak tangan kiri pada dinding perut lateral kanan dan telapak tangan
kanan pada dinding perut lateral kiri ibu secara sejajar dan pada ketinggian yang sama

Mulai dari bagian atas tekan secara bergantian atau bersamaan (simultan) telapak
tangan tangan kiri dan kanan kemudian geser ke arah bawah dan rasakan adanya
bagian yang rata dan memanjang (punggung) atau bagian-bagian kecil (ekstremitas).

Hasil:

Bagian punggung: akan teraba jelas, rata, cembung, kaku/tidak dapat digerakkan

Bagian-bagian kecil (tangan dan kaki): akan teraba kecil, bentuk/posisi tidak jelas dan
menonjol, kemungkinan teraba gerakan kaki janin secara aktif maupun pasif.

C. Pemeriksaan Leopold III

12
Tujuan: untuk menentukan bagian janin apa (kepala atau bokong) yang terdapat di bagian
bawah perut ibu, serta apakah bagian janin tersebut sudah memasuki pintu atas panggul
(PAP).

(Gambar 5 : Pemeriksaan leopold 3)

Teknik:

Posisi ibu masih dengan lutut fleksi (kaki ditekuk) dan pemeriksa menghadap ibu

Meletakkan ujung telapak tangan kiri pada dinding lateral kiri bawah, telapak tangan
kanan bawah perut ibu

Menekan secara lembut dan bersamaan/bergantian untuk mentukan bagian terbawah


bayi

Gunakan tangan kanan dengan ibu jari dan keempat jari lainnya kemudian goyang
bagian terbawah janin.

Hasil:

Bagian keras,bulat dan hampir homogen adalah kepala sedangkan tonjolan yang lunak
dan kurang simetris adalah bokong

Apabila bagian terbawah janin sudah memasuki PAP, maka saat bagian bawah
digoyang, sudah tidak bias (seperti ada tahanan).
13
D. Pemeriksaan Leopold IV

Tujuan: untuk mengkonfirmasi ulang bagian janin apa yang terdapat di bagian bawah
perut ibu, serta untuk mengetahui seberapa jauh bagian bawah janin telah memasuki pintu
atas panggul.

(Gambar6 :palpasi leopold 4)

Teknik:

Pemeriksa menghadap ke arah kaki ibu, dengan posisi kaki ibu lurus

Meletakkan ujung telapak tangan kiri dan kanan pada lateral kiri dan kanan uterus
bawah, ujung-ujung jari tangan kiri dan kanan berada pada tepi atas simfisis

Menemukan kedua ibu jari kiri dan kanan kemudian rapatkan semua jari-jari tangan
yang meraba dinding bawah uterus.

Perhatikan sudut yang terbentuk oleh jari-jari: bertemu (konvergen) atau tidak bertemu
(divergen)

Setelah itu memindahkan ibu jari dan telunjuk tangan kiri pada bagian terbawah bayi
(bila presentasi kepala upayakan memegang bagian kepala di dekat leher dan bila
presentasi bokong upayakan untuk memegang pinggang bayi)

14
Memfiksasi bagian tersebut ke arah pintu atas panggul kemudian meletakkan jari-jari
tangan kanan diantara tangan kiri dan simfisis untuk menilai seberapa jauh bagian
terbawah telah memasuki pintu atas panggul.

Hasil:

Apabila kedua jari-jari tangan pemeriksa bertemu (konvergen) berarti bagian terendah
janin belum memasuki pintu atas panggul, sedangkan apabila kedua tangan pemeriksa
membentuk jarak atau tidak bertemu (divergen) mka bagian terendah janin sudah
memasuki Pintu Atas Panggul (PAP)

Penurunan kepala dinilai dengan: 5/5 (seluruh bagian jari masih meraba kepala, kepala belum
masuk PAP), 1/5 (teraba kepala 1 jari dari lima jari, bagian kepala yang sudah masuk 4
bagian), dan seterusnya sampai 0/5 (seluruh kepala sudah masuk PAP).

2.8 Manajemen Kehamilan Preterm

Tirah Baring (Bedrest)


Kepentingan istirahat rebah disesuaikan dengan kebutuhan ibu, namun secara statistic
tidak terbukti dapat mengurangi kejadian kurang bulan.

Hidrasi dan sedasi


Hidrasi oral maupun intervena sering dilakukan untuk mencegah persalinan
preterm,karena sering terjadi hipovelemik pada ibu dengan kontraksi premature.

Pemberian Tokolitik
Tokolitik dapat menghambat kontraksi miometriumdan dapat menunda persalinan.

a) Nifedipin adalah antagonis kalsium diberikan peroral. Dosisinisial 20 mg,


dilanjutkan 10-20 mg, 3-4 kali perhari. Disesuaikan dengan aktifitas uterus
sampai 48 jam.
b) Magnesium sulfat dipakai sebagai tokolitik yang diberikan secara parenteral.
Dosis awal 4-6 gr IV diberikan dalam 20 menit.
c) Atosibon adalah suatu analog oksitosin yang bekerja pada reseptor oksitosin
dan vasopressin. Dosis awal 6.75 mg bolus dalam 1 menit, diikuti 18mg/jam

15
selama 3jam perinfus, kemudian 6mg/jam selama 24 jam. Dosis maksimal
330mg
d) Progesteron dapat mencegah persalinan preterm
Pemberian steroid dimana pemakaian steroid dapat menurunkan kejadian RDS.
Kematian neonatal dan perdarahan intraventrikular. Dianjurkan pada kehamilan 24-34
minggu.
Antibiotik dimana pemberian antibotik pada persalinan tanpa infeksi tidak dianjurkan
karena tidak dapat meningkatkan iuran persalinan.

2.9 Manajemen Kehamilan Bayi Premature

Perawatan bayi premature di rumah sakit

Bayi prematur memerlukan perawatan dan pengawasan ketat (intensif). Hal ini perlu
dilakukan untuk mencegah tejadinya keadaan yang lebih buruk. Selain itu, perawatan intensif
dapat membantu bayi mengatasi hambatan atau kesulitan dalam upaya penyesuaian diri
dengan kehidupan ekstrauteri. Maturitas fungsi sistem organ merupakan syarat bagi bayi
untuk mampu
beradaptasi dengan lingkungan di luar rahim. Bayi prematur atau berat lahir sangat
rendah,fungsi sistem organnya belum matur sehingga dapat mengalami kesulitan untuk
beradaptasi dengan lingkungan. Di bawah ini diuraikan tindakan perawatan yang dilakukan
terhadap bayi prematur :
Pertama yang dilakukan yaitu bantuan pernapasan. Segera setelah lahir jalan napas
orofaring dan nasofaring dibersihkan dengan isapan yang lembut. Bila pengisapan
menggunakan alat, lama setiap pengisapan tidak boleh lebih dari 10 detik. Ketika
memasukkan kateter jangan memaksa karena dapat menyebabkan trauma pada mukosa.
Pemberian terapi oksigen harus hati-hati dan diikuti dengan pemantauan terus-menerus
tekanan oksigen darah arteri. Hal ini dilakukan karena pemberian terapi oksigen dapat
menimbulkan hiperoksigenisasi yang dapat menyebabkan fibroplasia retrolental dan
fibroplasia paru.Sebaiknya terapi okdigen tidak melebihi konsentrasi 30%, kecuali dokter
merekomendasikanmememakai tudung kepala dengan alat continous positive airway pessure
(CPAP) atau pipa endotrakea. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan konsentrasi oksigen
yang sihirup tetap stabil dan aman, yaitu tekanan oksigen arteri antara 80-100 mmHg.
Kedua yaitu mengupayakan suhu lingkungan netral. Untuk mencegah akibat buruk
dari hipotermi karena suhu lingkungan yang rendah atau dingin harus dilakukan upaya untuk

16
merawat bayi dalam suhu lingkungan yang netral, yaitu suhu yang diperlukan agar konsumsi
oksigen dan pengeluaran kalori minimal. Kedaan ini dapat dicapai bila suhu inti bayi (suhu
tubuh tanpa berpakaian) dapat dipertahankan 36,6 37,5 derajat celcius. Suhu lingkungan
yang netral dapat diupayakan melalui berbagai cara. Inkubator ada berbagai macam, yang
canggih dilengkapi dengan alat pengatur suhu dan kelembaban agar bayi dapat
mempertahankan suhu tubuhnya dalam batas normal, suplai oksigen dapat diatur, dan alat
perlengkapan lain untuk memantau. Inkubator pada umumnya ada dua macam, yaitu
inkubator tertutup yang semua perawatan dan pengobatannya diberikan melalui lobang lengan
yang tersedia, dibuka bila diperlukan, dan inkubator terbuka yang harus dibuka bila perawat
akan melakukan tindakan perawatan bayi. Namun bila tidak ada inkubator, lingkungan bayi
dapat dihangatkan dengan cara meletakkan botol berisi air panas di bagian samping kanan dan
kiri bayi. Botol berisi air panas sebelum diletakkan dibungkus dengan kain atau handuk dan
ditempatkan disisi keranjang, jangan sampai menyentuh atau terlalu dekat dengan tubuh bayi.
Isi botol diganti setiap jam atau bila sudah tidak panas. Bila ada sarana listrik untuk memberi
lingkungan yang hangat dilakukan dengan menempatkan lampu pijardekat keranjang atau
tempat tidur bayi pada tiga sisi dan ditempatkan sedemikian rupa sehingga dapat dimatikan
dan dinyalakan secara terpisah.
Ketiga yaitu pencegahan infeksi. Tindakan pencegahan infeksi sangat penting karena
infeksi akan memperburuk kedaan bayi yang sudah bermasalah. Bayi prematur akan mudah
menderita sakit. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah infeksi :petugas dan
orangtua yang mengunjungi bayi harus cuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi,
petugas yang berpenyakit infeksi tidak boleh memasuki unit perawatan bayi sampai mereka
dinyatakan sembuh, setiap orang yang memasuki unit perawatan bayi harus memakai pakaian
bersih dan pakaian penutup khusus yang disediakan, setiap bayi menggunakan alat perawatan
individual. Peralatan yang digunakan dibersihlan secara teratur sesuai ketentuan yang berlaku.
Setiap bayi yang masuk kembali dari rumah atau bayi dengan proses kelahiran yang tidak
steril harus diisolasi secara fisik dari bayi premature.
Keempat yaitu pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi. Kebutuhan bayi untuk
pertumbuhan yang cepat dan pemeliharaan harian harus disesuaikan dengan tingkat
kematangan anatomi san fisiologi.Koordinasi mekanisme mengisap dan menelan belum
sepenuhnya baik pada usia kehamilan 36-37 minggu. Kapasitas lambung bayi prematur sangat
terbatas dan mudah mengalami distensi abdomen yang dapat mempengaruhi pernapasan. Pada
hari-hari pertama, pengosongan lambung bayi prematur lebih lambat, pengosongan akan lebih
cepat pada hari ketiga dan seterusnya. Pemberian cairan yang cukup sangat penting untuk

17
bayi prematur, karena kadar air ekstra sel pada bayi prematur lebih tinggi daripada bayi
normal (70% pada bayi normal, 90 % pada bayi prematur). Pemantauan yang perlu
dilakukansetiap hari asalah berat badan, jumlah pengeluaran air kemih, berat jenis urine, serta
kadar nitrogen urea serum dan elektrolit. Kehilangan cairan yang meningkat akan
menyebabkan bayi menjadi dehidrasi karena ginjal tidak sanggup menahan air dan dan
elektrolit yang keluar. Sebaliknya, jumlah cairan yang berlebihan memudahkan terjadinya
edema, gagal jantung dan ductus arteriosus paten. Pemberian cairan intrevena pada bayi dapat
diberikan melalui vena, cairan tersebut dialirkan melalui pompa infus, yang dapat
mengalirkan cairan dengan volume sangat kecil pada tingkat aliran yang sudah ditentukan.
Prinsip utama pemberian makan bayi prematur adalah sedikit demi sedikit secara perlahan
dan hati-hati. Saat pemberian minum harus dicegah terjadinya kelelahan, regurgitasi dan
aspirasi. Minuman atau makanan terbaik yang diberikan pasa bayi adalah ASI, bila ASI tidak
ada karena ibu sakit, meninggal, produksi ASI tidak ada atau hal lain, diberikan susu formula
khusus bayi prematur atau sesuai anjuran. Minuman pertama yang diberikan adalah larutan
glukosa 5%. Cara pemberian minum yaitu menyusu, minum melalui botol, dan minum
melalui selang.
Kelima yaitu penghematan energi. Salah satu tujuan utama perawatan bayi resiko
tinggi adalah menghemat energi. Oleh karena itu, bayi prematur ditangani seminimal
mungkin. Bayi yang dirawat dalam inkubator tidak membutuhkan pakaian, tetapi hanya
dibaringkan diatas popok atau alas. Selain itu, observasi juga dapat dilakukan tanpa harus
membuka pakaian. Alat monitor yang dilekatkan ke kulit memberi data yang berkelanjutan
tentang fungsi vital sehingga mengurangi penanganan secara langsung untuk pengkajian
secara periodik.
Keenam yaitu perawatan kulit. Kulit bayi prematur belum matang dibanding kulit
bayi normal. Lemak subkutan sedikit atau tidak ada, struktur kulitnya masih longgar, rapuh
dan tipis dengan serat elastik yang lebih sedikit. Sabun alkali tidak dapat digunakan karena
dapat merusak mantel asam kulit. Obat desinfektan alkohol dan betadin atau yodium povidon
digunakan secara hati-hati. Setelah digunakan jika perlu dibilas dengan air steril karena bahan
tersebut bisa menimbulkan iritasi dan luka. Plester yang digunakan untuk melekatkan alat
monitor, fiksasi infus, dan pipa lambung, waktu dilepas dapat membuat kulit terkelupas
terbawa oleh plester atau selotip sehingga kulit terpisah dari struktur di bawahnya. Bagian
tubuh yang sering tertekan terutama tumit, bokong, bahu, siku dan bagian belakang kepala
harus selalu dibersihkan, kemudian diberi bedak bayi. Begitu juga daerah lipatan kulit yaitu
leher, ketiak, lipat paha, lutut. Posisi tidur harus diubah setiap 1-2 jam, secara bergantian

18
miring ke kiri atau ke kanan, untuk mencegah iskemia dan nekrosis pada bagian yang
tertekan.
Ketujuh yaitu pemberian obat. Mekanisme detoksifikasi bayi prematur belum matang,
sehingga tidak atau kurang memiliki kemapuan untuk menunjukkan gejala keracunan.
Kondisi ini menghasuskan perawat untuk waspada terhadap tanda reaksi yang berlawanan.
Pemberian obat-obatan, salep, cairan intravena dan oksigen membutuhkan perhatian dan
penangan yang teliti. Dosis obat dan pengencerannya harus dihitung dengan cermat, cara dan
waktu pemberian harus tepat, etiket dibaca dengan teliti.
Kedelapan yaitu pemantauan data fisiologis. Bayi yang memerlukan pemantauan
intensif ditempatkan dalam lingkungan dengan suhu yang terkontrol dan dipantau aktifitas
pernapasan, frekuensi denyut jantung, dan suhu tubuh. Pemantauan dapat dilakukan dengan
menggunakan peralatan mekanis dan monitor yang dilengkapi dengan sistem alarm yang
dapat memberi tanda bila terjadi penyimpangan tanda-tanda vital dari batas nilai normal.
Perawat harus teliti dan waspada mengamati adanya perubahan yang samar dalam perilaku
minum, warna kulit atau tanda vital karena dapat merupakan gejala adanya masalah pada
bayi. Mengontrol denyut jantung dan membandingkan dengan data yang ada pada alat
monitor, merupakan suatu tindakan yang penting dilakukan.

2.10 Penanganan Safe Motherhood

Pilar Intervensi Strategis Upaya Safe Motherhood


KB (Keluarga Berencana)
Ini memastikan bahwa setisp orang/pasangan mempunyai akses ke informasi dan
pelayanan KB agar bisa merencanakan waktu yang tepat untuk:
- Kehamilan
- Jarak kehamilan
- Jumlah anak
Sehingga tidak ada kehamilan yang tidak diinginkan (4 terlalu :terlalu muda, terlalu tua,
terlalu sering hamil dan terlalu banyak anak).
Pelayanan Antenatal
Mencegah komplikasi obstetric, bila mungkin dan memastikan bahwa komplikasi dapat
dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai.
Persalinan Aman
Memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyai:
- Pengetahuan
- Keterampilan
- Alat penolong yang aman dan bersih
- Pelayanan nifas kepada ibu dan bayi
Pelayanan Obstetric Esensial
Memastikan bahwa pelayanan obstetric untuk risiko tinggi dan komplikasi tersedia.

19
2.11 Problem list

A. Ketuban Pecah Dini

Definisi

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda persalinan
dan ditunggu satu jam sebelum dimulainya tanda-tanda persalinan.
Ada juga yang menyatakan ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari
vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat
terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm.
Ketuban pecah dini dapat juga dinyatakan bila terjadi proses pecahnya ketuban
sebelum proses persalinan berlangsung. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena
berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intra uterin atau oleh kedua
faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan adanya infeksi yang dapat
berasal dari vagina serviks.

Klasifikasi

1. Ketuban pecah dini preterm


Ketuban pecah dini preterm/ preterm premature rupture of membranes (PPROM)
merupakan pecah ketuban yang terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan, tes
fern atau IGFBP-1 (+) pada usia <37 minggu sebelum onset persalinan. KPD sangat
preterm adalah pecah ketuban saat umur kehamilan ibu antara 24 sampai kurang dari
34 minggu, sedangkan KPD preterm saat umur kehamilan ibu antara 34 minggu
sampai kurang 37 minggu. Definisi preterm bervariasi pada berbagai kepustakaan,
namun yang paling diterima dan tersering digunakan adalah persalinan kurang dari 37
minggu.
2. Ketuban Pecah Dini Aterm
Ketuban pecah dini aterm/ premature rupture of membranes (PROM) adalah pecahnya
ketuban sebelum waktunya yang terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan tes
fern (+), IGFBP-1 (+) pada usia kehamilan 37 minggu.

Etiologi

Walaupun banyak publikasi tentang ketuban pecah dini, namun penyebabnya masih
belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan
faktor-faktor yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun faktor-faktor mana

20
yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predisposisinya
adalah:

1. Infeksi
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun dari vagina atau
infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.
2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan
pada servik uteri (akibat persalinan, curetage).
3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi
uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati
sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya ketuban pecah dini. Trauma yang
didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis
menyebabakan terjadinya ketuban pecah dini karena biasanya disertai infeksi.
4. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi
pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian
bawah.
5. Keadaan sosial ekonomi
6. Faktor lain
a. Faktor golonngan darah
b. Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan
kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan kulit ketuban.
c. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
d. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.
e. Defisiesnsi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C).

Faktor Resiko

Faktor risiko ketuban pecah dini persalinan preterm:


1. kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%)
2. riwayat persalinan preterm sebelumnya
3. perdarahan pervaginam
4. pH vagina di atas 4.5
5. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban.
6. flora vagina abnormal
7. fibronectin > 50 ng/ml
8. kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada stress
psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm
9. Inkompetensi serviks (leher rahim)
10. Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
11. Riwayat ketuban pecah dini sebelumya
12. Trauma

21
Patofisiologi

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan olehkontraksiuterus dan


peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan
biokimia yang menyebabkan selaputketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput
ketuban rapuh.
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi matrik sekstraselular. Perubahan
struktur, jumlah sel dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan
menyebabkan selaput ketuban pecah.Degradasi kolagen dimediasioleh matriks
metalloproteinase (MMP) yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor
protease. Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan tissue inhibitors
metalloproteinase-1 (TIMP-1)mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraselular
dan membran janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan.
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketigaselaput
ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan
pembesaran uterus, kontraksi rahim, serta gerakan janin. Pada trimester terakhir terjadi
perubahan biokimia pada selaput ketuban sehingga pecahnya ketuban pada kehamilan aterm
merupakan hal fisiologis. Ketuban pecah dini pada kehamilan preterm disebabkan oleh
adanya faktor-faktor eksternal misalnya infeksi yang menjalar darivagina. Disamping itu
ketuban pecah dini preterm juga sering terjadi pada polihidramnion, inkompeten servik, serta
solusio plasenta.
Banyak teori, mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen, sampa iinfeksi. Pada
sebagian besar kasus ternyata berhubungan denganinfeksi(sampai 65%). Termasuk
diantaranya; high virulensi yaitu Bacteroides, dan low virulensi yaitu Lactobacillus. Kolagen
terdapat pada lapisan kompakta ketuban, fibroblast, Jaringan retikuler korion dan trofoblas.
Sintesis maupun degradasi jaringan kolagendikontrol oleh sistem aktifas dan inhibisi
interleukin-1 (iL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan
aktifitas iL-1dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi
depolimerasi kolagen pada selaput korion/amnion, menyebabkan ketuban tipis, lemah dan
mudah pecah spontan.

Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala pada kehamilan yang mengalami KPD adalah keluarnya cairan
ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau

22
amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan
bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi
sampai kelahiran. Tetapi bila anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di
bawah biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara. Demam, bercak
vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-
tanda infeksi yang terjadi.

Diagnosa

a. Anamnesis
Pasien merasakan basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara
tiba-tiba dari jalan lahir atau ngepyok.Cairan berbau khas dan perlu diperhatikan
warnanya. Menentukanusiakehamilan dari hari pertama menstruasi terakhir (HPHT)
atau dariUSG.
b. Inspeksi
Tentukan pecahnya selaput ketuban dengan adanya cairan ketuban keluar dari vagina.
c. Pemeriksaan dengan speculum
Pemeriksaan dengan speculum pada KPD akantampak keluar cairan dari Orifisium
Uteri Eksternum (OUE), kalau belumjuga tampak keluar, fundus uteri ditekan,
penderita diminta batuk,mengejan, ataubagian terendah digoyangkan, akan tampak
keluar cairan dari ostiumuteridan terkumpul pada fornik anterior.

(Gambar 7: Ketuban pecah dini)

d. Pemeriksaan dalam
Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketubansudah tidak ada lagi. Pemeriksaan
Vaginal Toucher (VT) perlu dipertimbangkan, terutama pada kehamilan yang kurang
bulan yang belum dalam persalinan sangat dibatasi dilakukan pemeriksaan dalam

23
(VT), karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi
segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa
dengan cepat menjadi pathogen. Pemeriksaan dalamvagina hanya dilakukan pada
kasus KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan.

Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan laboratorium (Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna,
konsentrasi, bau dan PHnya)
1. Tes lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru,
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis).
2. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan
dibiarkan kering, pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun
pakis.

B. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)


Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum
uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan KPD memerlukan pertimbangan usia kehamilan, adanya infeksi pada


komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan. Penanganan ketuban
pecah dini menurut Sarwono (2010), meliputi :

a. Konservatif
1) Pengelolaan konservatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik pada ibu maupun pada
janin) dan harus di rawat dirumah sakit.
2) Berikan antibiotika (ampicilin 4 x 500 mg atau eritromicin bila tidak tahan ampicilin)
dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.
3) Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar, atau
sampai air ketuban tidak keluar lagi.
4) Jika usia kehamilan 32-27 minggu, belum in partu, tidak ada infeksi, tes buss negativ
beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin, terminasi
pada kehamilan 37 minggu.
5) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik
(salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam.
5) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi.
6) Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra uterin).

24
7) Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memicu kematangan
paru janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap
minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari,
deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.

b. Aktif
1) Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea. Dapat
pula diberikan misoprostol 50 mg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
2) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi. Dan persalinan diakhiri.
3) Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan servik, kemudian induksi. Jika tidak
berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea
4) Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.

Komplikasi

1) Infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterin.


2) Persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm.
3) Prolaps tali pusat, bisa sampai gawat janin dan kematian janin akibat hipoksia (sering
terjadi pada presentasi bokong atau letak lintang).
4) Oligohidramnion, bahkan sering partus kering (dry labor) karena air ketuban habis.

Komplikasi infeksi intrapartum


- Komplikasi ibu : endometritis, penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia),
sepsis cepat (karena daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat
banyak), dapat terjadi syok septik sampai kematian ibu.
- Komplikasi janin : asfiksia janin, sepsis perinatal sampai kematian janin.

Klasifikasi penanganan ketuban pecah dini berdasarkan kehamilan aterm dan preterm

a. KPD Dengan Kehamilan Aterm.


1) Diberikan antibiotika prafilaksis, Ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari
2) Dilakukan pemeriksaan "admision test" bila hasilnya patologis dilakukan terminasi
kehamilan
3) Observasi temperaturrektal setiap 3 jam, bila ada kecenderungan meningkat lebih atau
sama dengan 37,6 C, segera dilakukan terminasi
4) Bila temperatur rektal tidak meningkat, dilakukan observasi selama 12 jam.
5) Setelah 12 jam bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi.
6) Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan hanya berdasarkan indikasi obstetrik
7) Bila dilakukan terminasi, lakukan evaluasi Pelvic Score (PS) :
a. Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi dengan oksitosin drip.
25
b. Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan servik dengan Misoprostol 50
gr setiap 6 jam per oral maksimal 4 kali pemberian.

b.KPD Dengan Kehamilan Pre Term.

1) Penanganan di rawat di RS
2) Diberikan antibiotika : Ampicillin 4 x 500 mg selama 7 hari.
3) Untuk merangsang maturasi paru diberikan kortikosteroid (untuk UK kurang dari 35
minggu) : Deksametason 5 mg setiap 6 jam.
4) Observasi di kamar bersalin :
a. Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang obstetri.
b. Dilakukan observasi temperatur rektal tiap 3 jam, bila ada kecenderungan terjadi
peningkatan temperatur rektal lebih atau sama dengan 37,6 C, segera dilakukan
terminasi.
5) Di ruang Obstetri :
a. Temperatur rektal diperiksa setiap 6 jam.
b. Dikerjakan pemeriksaan laboratorium : leukosit dan laju endap darah (LED) setiap
3 hari.

6) Tata cara perawatan konservatif :


a. Dilakukan sampai janin viable
b. Selama perawatan konservatif, tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan dalam
c. Dalam observasi selama 1 minggu, dilakukan pemeriksaan USG untuk menilai air
ketuban:
Bila air ketuban cukup, kehamilan diteruskan.
Bila air ketuban kurang (oligohidramnion), dipertimbangkan untuk terminasi
kehamilan.
d. Pada perawatan konservatif, pasen dipulangkan pada hari ke-7 dengan saran sebagai
berikut :
tidak boleh koitus.
tidak boleh melakukan manipulasi vagina.
segera kembali ke RS bila ada keluar air ketuban lagi

26
e. Bila masih keluar air, perawatan konservatif dipertimbangkan dengan melihat
pemeriksaan laboratorium. Bila terdapat leukositosis atau peningkatan LED, lakukan
terminasi.

B. SIRS / Sepsis
Definisi
SIRS adalah suatu bentuk respon inflamasi terhadap infeksi atau non-infeksi yang ditandai
oleh gejala :

Etiologi

Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram negative dengan presentase 60-70%
kasus yang menghasilkan berbagai produk yang dapat menstimulasi sel imun yang terpacu
untuk melepaskan mediator inflamasi.

(Gambar 8 : Etiologi Sepsis)

27
(Tabel . Mikroorganisme yang sering menyebabkan sepsis)

Patogenesis

Penyebab tersering sepsis adalah bakteri terutama gram negatif. Ketika bakteri gram
negatif menginfeksi suatu jaringan, dia akan mengeluarkan endotoksin dengan
lipopolisakarida (LPS) yang secara langsung dapat mengikat antibodi dalam serum darah
penderita sehingga membentuk lipo-polisakarida antibody (LPSab). LPSab yang beredar
didalam darah akan bereaksi dengan perantara reseptor CD 14+ dan akan bereaksi dengan
makrofag dan mengekspresikan imunomodulator.

Jika penyebabnya adalah bakteri gram positif, virus atau parasit. Mereka dapat
berperan sebagai superantigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan
sebagai antigen processing cell yang kemudian ditampilkan sebagai APC (Antigen Presenting
Cell). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari MHC (Major
Histocompatibility Complex). Antigen yang bermuatan MHC akan berikatan dengan CD 4+
(Limfosit Th1 dan Limfosit Th2) dengan perantara T-cell Reseptor.

Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limfosit T akan
mengeluarkan substansi dari Th1 dan Th2. Th1 yang berfungsi sebagai immodulator akan
mengeluarkan IFN-, IL2 dan M-CSF (Macrophage Colony Stimulating Factor), sedangkan
Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6, IL-10, IFN-g, IFN 1 dan TNF yang
merupakan sitokin proinflamantori. IL-1 yang merupakan sebagai imuno regulator utama
juga memiliki efek pada sel endothelial termasuk didalamnya terjadi pembentukkan
prostaglandin E2 (PG-E2) dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule-1
(ICAM-1) yang menyebabkan neutrofil tersensitisasi oleh GM-CSF mudah mengadakan
adhesi.10 Neutrofil yang beradhesi akan mengeluarkan lisosim yang menyebabkan dinding
endotel lisis sehingga endotel akan terbuka dan menyebabkan kebocoran kapiler. Neutrofil
juga membawa superoksidan yang termasuk kedalam radikal bebas (nitrat oksida) sehingga
mempengaruhi oksigenisasi pada mitokondria sehingga endotel menjadi nekrosis dan
28
terjadilah kerusakan endotel pembuluh darah. Adanya kerusakan endotel pembuluh darah
menyebabkan gangguan vaskuler dan hipoperfusi jaringan sehingga terjadi kerusakan organ
multipel.
Hipoksia sendiri merangsang sel epitel untuk melepaskan TNF-, IL-8, IL-6
menimbulkan respon fase akut dan permeabilitas epitel. Setelah terjadi reperfusi pada jaringan
iskemik, terbentuklah ROS (Spesifik Oksigen Reaktif) sebagai hasil metabolisme xantin dan
hipoxantin oleh xantin oksidase, dan hasil metabolisme asam amino yang turut menyebabkan
kerusakan jaringan. ROS penting artinya bagi kesehatan dan fungsi tubuh yang normal dalam
memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan mengendalikan tonus otot polos pembuluh
darah, Namun bila dihasilkan melebihi batas kemampuan proteksi antioksidan seluler, maka
dia akan menyerang isi sel itu sendiri sehingga menambah kerusakan jaringan dan bisa
menjadi disfungsi organ multipel yang meliputi disfungsi neurologi, kardiovaskuler, respirasi,
hati, ginjal dan hematologi.

(Gambar 9 : Patogenesis Sepsis)

29
Manifestasi Klinis

Umumnya klinis pada sepsis tidak spesifik, biasanya hanya didahului oleh tanda-
tanda non spesifik seperti demam, menggigil dan gejala konstitutif seperti lelah, malaise,
gelisah dan tampak kebingungan. Tempat infeksi yang paling sering adalah paru-paru, traktus
digestifus, traktus urinarius, kulit, jaringan lunak dan sistem saraf pusat. Gejala sepsis tersebut
akan semakin berat pada pendeita usia lanjut, penderita diabetes, kanker, gagal organ utama
yang sering diikuti dengan syok.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencangkup stabilisasi pasien langsung


(perbaikan hemodinamik), pemberian antibiotik, pengobatan fokus infeksi dan resusitasi serta
terapi suportif apabila telah terjadi disfungsi organ.

Perbaikan hemodinamik harus segera dilakukan seperti airway, breathing


circulation

3 kategori untuk memperbaiki hemodinamik pada sepsis, yaitu :

o Terapi cairan

Karena sepsis dapat menyebabkan syok disertai demam, venadilatasi dan


diffuse capillary leackageinadequate preload sehingga terapi cairan
merupakan tindakan utama

o Terapi vasopresor

Bila cairan tidak dapat mengatasi cardiac output (arterial pressure dan
perfusi organ tidak adekuat) dapat diberikan vasopresor potensial seperti
norepinefrin, dopamine, epinefrin dan phenylephrine

o Terapi inotropik

Bila resusitasi cairan adekuat tetapi kontraktilitas miokard masih mengalami


gangguan dimana kebanyakan pasien akan mengalami cardiac output yang

30
turun sehingga diperlukan inotropik seperti dobutamin, dopamine dan
epinefrin.

Antibiotik

Sesuai jenis kuman atau tergantung suspek tempak infeksinya 10

C. Keputihan

Definisi
Keputihan merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi atau peradangan
yang terdapat pada alat kelamin dan umumnya diderita oleh wanita.Infeksi ini merupakan
akibat oleh organisme seperti bakteri, virus dan juga dapat disebabkan karena pengaruh bahan
kimia seperti cairan,krim yang digunakan pada daerah organ intim.Dalam beberapa kasus
ditemukan bahwa keputihan dapat disebabkan oleh organisme yang ditularkan melalui
pasangan seksual.
Keputihan yang semakin lama tidak diobati dapat menimbulkan komplikasi sehingga menjadi
masalah yang serius antara lain:
Infertilitas
Radang penyakit panggul
Pada wanita hamil dapat menyebabkan kelahiran prematur dan berat badan
lahir yang rendah.

(Gambar 10: vagina keputihan)


Cairan vagina dapat ditemukan pada keadaan normal seperti pada keadaan sesaat
sesudah telur keluar dari indung telur.
Organ seksual pada wanita, seperti rahim, vagina, dan payudara, masing-masing
mempunyai fungsi tersendiri. Kadangkala fungsi organ-organ tersebut tidak dapat berjalan
sebagaimana mestinya. Hal ini yang kemudian dapat menyebabkan gangguan. Penyakit yang
menyerang organ kewanitaan sangat beragam jenisnya, antara lain yaitu keputihan, gangguan
31
menstruasi, kanker payudara, kanker organ reproduksi (leher rahim, rahim, ovarium), radang
panggul, kista indung telur, dan sebagainya.

Klasifikasi
Keputihan terbagi menjadi dua jenis yaitu yang bersifat fisiologis dan Patologis.
1.Keputihan Fisiologis
Jenis keputihan ini biasanya terjadi pada saat masa subur,serta saat sesudah dan
sebelum menstruasi. Biasanya saat kondisi-kondisi tersebut sering terdapat lendir yang
berlebih,itu adalah hal yang normal,dan biasanya tidak menyebabkan rasa gatal serta tidak
berbau.
Keputihan fisiologis atau juga banyak disebut keputihan normal memiliki ciri-ciri:
Cairankeputihannyaencer
Cairan yang keluar berwarna krem atau bening
Cairan yang keluar tidak berbau
Tidak menyebabkan gatal
Jumlah cairan yang keluar terbilang sedikit
2.KeputihanPatologis
Keputihan jenis patologis disebut juga sebagai keputihan tidak normal.jenis keputihan
ini sudah termasuk jenis keputihan penyakit. Keputihan patologis dapat menyebabkan
berbagai efek dan hal ini akan sangat mengganggu bagi kesehatan wanita pada umumnya dan
khususnya kesehatan daerah kewanitaan.
Keputihan patologis memiliki ciri-ceiri sebagai berikut:
Cairannya bersifat kental
Cairan yang keluar memiliki warna putih seperti susu,atau berwarna kuning atau
sampai kehijauan.
Keputihan patologis menyebabkan rasa gatal
Cairan yang keluar memiliki bau yang tidak sedap
Biasanya menyisakan bercak-bercak yang telihat pada celana dalam wanita
Jumlah cairan yang keluar sangat banyak.

32
(Gambar 11 : keputihan patologis)

Penyebab
Ada berbagai macam penyebab keputihan,antara lain:
1. Faktor kebersihan yang kurang baik.
Kebersihan di darerah vagina haruslah terjaga dengan baik. Jika, daerah vagina tidak
dijaga kebersihannya akan menimbulkan berbagai macam penyakit salah satunya keputhan.
Hal ini menyebabkan kelembaban vagina mengalami peningkatan dan hal ini membuat
penyebab infeksi berupa bakteri patogen akan sangat mudah untuk menyebarnya.
2. Stress
Semua organ tubuh kinerjanya di pengaruhi dan dikontrol oleh otak, maka ketika
reseptor otak mengalami kondisi stress hal ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan dan
keseimbangan hormon -hormon dalam tubuh dan hal ini dapat menimbulkan terjadinya
keputihan.
3. Penggunaan obat-obatan
Penggunaan obat antibitok dalam jangka lama bisa menyebabkan sistem imunitas pada
tubuh wanita, dan obat antibiotik biasanya dapat menimbulkan keputihan. Sedangkan
gangguan keseimbangan hormonal dapat juga disebabkan oleh penggunaan KB.

Manifestasi Klinis
Gejala yang ditimbulkan dapat bervariasi tergantung pada apa yang menjadi penyebab
keputihan yang di alami. Pada beberapa wanita ditemukan bahwa mereka tidak mengalami
gejala apapun.
Akan tetapi umumnya mereka yang menderita keputihan akan mengalami beberapa gejala
berikut :
Terasa gatal pada organ intim bagian dalam dan atau bagian luar.
Terdapat cairan yang berwarna putih kekuningan dari saluran vagina, terkadang
berbusa dan memiliki bau yang menyengat/ tidak sedap.
Mengalami rasa seperti terbakar saat buang air kecil
Merasa tidak nyaman pada organ intim.

D. Korio Amnionitis
Definisi

33
Infeksi intrauterin atau korioamnionitis merupakan infeksi secara klinis pada cairan
amnion, selaput korioamnion dan atau uterus yang timbul segera sebelum atau pada saat
persalinan yang disebabkan oleh bakteri. Sekitar 25% infeksi intrauterin disebabkan oleh
ketuban pecah dini.

Etiologi

Organisme penyebab dari korioamnionitis seringkali multipel. Gibbs, dkk (1982)


mengidentifikasikan mikroorganisme yang ditemukan dalam cairan amnion pasien dengan
korioamnionitis yaitu Bakteroides Sp (25%), Gardnerella vaginalis (24%), grup
streptokokus (12%), streptokokus aerob jenis lain (13%), E.coli (10%), dan gram negatif lain
(10%).

Patofisiologi

Korioamnionitis terjadi akibat infeksi asenden mikroorganisme dari serviks dan vagina
setelah terjadinya ketuban pecah dan persalinan8,10. Selain itu dapat pula akibat infeksi
transplasental yang merupakan penyebaran hematogen dan bakteremia maternal dan induksi
bakteri pada cairan amnion akibat iatrogenik pada pemeriksaan amniosintesis, pasca transfusi
intrauterin dan kordosintesis. Faktor risiko terjadinya korioamnionitis adalah waktu antara
ketuban pecah dan persalinan, penggunaan monitor fetal internal, jumlah pemeriksaan dalam
selama persalinan, nulipara, dan adanya bakterial vaginosis.

34
(Gambar 12. Tempat potensial infeksi bakteri di uterus)

Korioamnionitis terjadi paling sering saat persalinan sesudah pecahnya selaput


ketuban. Walaupun sangat jarang, korioamnionitis dapat juga terjadi pada keadaan dimana
selaput ketuban masih intak.

Sebanyak 3% dari neonatus yang lahir dari ibu dengan korioamnionitis dengan
pecahnya selaput ketuban < 24 jam sebelum persalinan, akan menderita bakteremia. Bila
pecahnya selaput ketuban terjadi >24 jam maka sebanyak 17% neonatus akan mengalami
bakteremia.

Pada keadaan selaput ketuban yang masih intak, korioamnionitis sangat jarang terjadi.
Hal ini mungkin disebabkan oleh infeksi Listeria monosytogenes, yang merupakan batang
gram positif anaerob, yang menginfeksi janin secara hematogen (infeksi transplasental) dan
dapat menyebabkan kematian janin. Gejala pada ibu dapat asimtomatis atau hanya berupa
demam ringan dan jarang menyebabkan sepsis pada ibu. Streptokokus grup A juga dapat
menyebakan infeksi janin dan rongga amnion pada selaput ketuban yang masih intak.

35
Organisme penyebab infeksi menyebar pertama kali ke dalam ruang korio desidua,
dan pada beberapa kasus dapat melintas melalui membran korioamnion yang masih utuh dan
masuk ke dalam cairan amnion, sehingga menyebabkan infeksi pada janin.

Setiap kehamilan dengan korioamnionitis merupakan faktor risiko penyebab


prematuritas dan ketuban pecah dini. Banyak penelitian yang menghubungkan antara
korioamnionitis dengan persalinan prematur. Teori yang paling banyak dipergunakan saat ini
adalah teori invasi bakteri dari ruang koriodesidua, yang memulai terjadinya proses persalinan
preterm. Hal ini dikarenakan pelepasan endotoksin dan eksotoksin oleh bakteri akan
mengakitivasi desidua dan membran fetus untuk memproduksi beberapa sitokin, yang
diantaranya tumor nekrosis factor- (TNF- ), interleukin-1, interleukin-1, interleukin-6,
interleukin-8, dan granulosite coloni stimulating factor (GCsF). Kemudian seluruh sitokin,
endotoksin dan eksotoksin akan menstimulasi sintesis prostaglandin yang akan terakumulasi
dengan sintesis dan pelepasan metaloprotease dan komponen bioaktif lainnya. Prostaglandin
akan menstimulasi kontraksi uterus sementara metaloprotease akan menyerang membran
korioamnion yang akan menyebabkan pecahnya membran. Metaloprotease akan membentuk
kolagen di serviks yang menyebabkan terjadinya perlunakan serviks.

Persalinan prematur disebabkan akibat janin itu sendiri. Pada janin yang terinfeksi
terjadi peningkatan kadar sekresi kortikotropin akibat peningkatan dari corticotropin
releasing hormone (CRH) dari hipotalamus janin dan juga produksi CRH dari plasenta. Hal
ini akan meningkatkan kadar produksi adrenal janin berupa peningkatan kortisol yang
berhubungan dengan peningkatan kadar prostaglandin.

36
(Gambar 13 : Kolonisasi bakteri koriodesidua dapat menyebabkan persalinan prematur)

Diagnosis

Tanda dan gejala klinis korioamnionitis meliputi :

1. Demam (suhu intrapartum > 100.4 F atau > 37,8 C)


2. takikardia ibu (>120x/menit)
3. takikardia janin (>160x/menit)
4. cairan ketuban berbau atau tampak purulen
5. uterus teraba tegang
6. leukositosis ibu (leukosit 15.000-18.000 sel/mm3)
Bila terdapat dua dari enam gejala diatas ditemukan pada kehamilan, maka risiko terjadinya
neonatal sepsis meningkat.

Gibbs, dkk mengemukakan gejala dan tanda infeksi intrapartum yaitu suhu ibu
37,8C dan 2 atau lebih dari kondisi dibawah ini: takikardia ibu (>100 x/menit), takikardia
janin (>160 x/menit), nyeri uterus, cairan amnion berbau dan leukositosis ibu (>15.000
sel/mm3).

Korioamnionitis seringkali bukan suatu gejala akut, namun merupakan suatu proses
kronis dan tidak menunjukkan gejala sampai persalinan dimulai atau terjadi ketuban pecah
37
dini. Bahkan sampai setelah persalinan sekalipun pada wanita yang terbukti memiliki
korioamnionitis (melalui pemeriksaan histologis atau kultur) dapat tidak ditemukan tanda
klasik diatas selain tanda-tanda prematuritas.

Penatalaksanaan

Korioamnionitis diterapi antimikroba dan janin dilahirkan tanpa memandang usia


gestasi. Antibiotika yang diberikan adalah antibiotika intravena berspektrum luas. Untuk
sebagian besar kasus, cukup digunakan antibiotika tunggal. Terdapat penelitian yang
membuktikan bahwa pemberian antibiotika intrapartum dibandingkan dengan postpartum
akan menurunkan kejadian sepsis & pneumonia neonatal dan morbiditas postpartum ibu.
Standar baku jenis pemberian antibiotika untuk korioamnionitis akut belum ada, banyak studi
melakukan evaluasi terhadap pemberian antibiotika. Terdapat studi yang merekomendasikan
pemberian ampisilin (2 g setiap 6 jam) ditambah dengan gentamisin (1,0-1,5mg/kg setiap 8
jam). Ampisilin diberikan sebagai pilihan pertama karena dapat melintasi plasenta dengan
cepat (<30 menit) dalam konsentrasi tinggi (rasio darah maternal/darah umbilicus 0,71).
Regimen intravena yang direkomendasikan termasuk cefoxitin (4X2gr), cefotetan (2x2gr),
piperasilin atau mezlocilin (4x3-4gr), ampisilin sulbaktam (4x3gr), tikarsilin/klavulanat
(4x3gr). Pada kasus yang lebih berat misalnya pada sepsis dapat diberikan terapi kombinasi
yang terdiri dari penisilin atau ampisilin, aminoglikosida dan agen anaerob seperti
klindamisin (3x900gr). Literatur lain menganjurkan pemberian gentamisin 5mg/kgBB/hari
dosis tunggal. Pada korioamnionitis lama pemberian antibiotika belum ada standar baku.
Pemberian antibiotika intravena dapat dilanjutkan hingga 48-72 jam bebas demam, kemudian
dilanjutkan dengan antibiotika oral. Kepustakaan lain menyarankan pemberian terapi
parenteral hingga 1-2 hari postpartum, tanpa tambahan antibiotika oral sesudahnya.

Pilihan cara persalinan pada kasus korioamnionitis sebaiknya pervaginam. Jika


persalinan tidak timbul spontan, maka dilakukan induksi persalinan, baik dengan
medikamentosa atau mekanik15. Persalinan perabdominam meningkatkan risiko demam
postpartum akibat infeksi (endometritis) pada ibu. Endometritis dapat terjadi pada 30% pasien
dengan persalinan perabdominam, dibandingkan risiko pada persalinan pervaginam hanya
10%. Morbiditas ibu meningkat 5x lipat pada persalinan perabdominam jika dibandingkan
dengan persalinan pervaginam. Namun persalinan perabdominam dapat dipertimbangkan bila
persalinan diperkirakan belum selesai dalam interval 12 jam setelah diagnosis ditegakkan. Hal
ini didasarkan dari suatu penelitian yang mengemukakan tidak terdapatnya perbedaan

38
peningkatan infeksi neonatus jika jarak antara diagnosis korioamnionitis dan persalinan < 12
jam, namun peningkatan kejadian infeksi neonatus setelah interval 12 jam belum dapat
dipastikan. Pada suatu penelitian persalinan perabdominam berhubungan dengan
meningkatnya kejadian atonia uteri, perawatan ibu di ICU dan skor apgar yang rendah.

E. Anemia pada ibu hamil


Definisi
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11gr
% pada trimester 1 dan 3 atau kadar < 10,5 gr % pada trimester 2, nilai batas tersebut dan
perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil, terjadi karena hemodilusi, terutama pada
trimester 2 (Cunningham. F, 2005). Anemia yang paling sering dijumpai dalam kehamilan
adalah anemia akibat kekurangan zat besi karena kurangnya asupan unsur besi dalam
makanan. Gangguan penyerapan, peningkatan kebutuhan zat besi atau karena terlampau
banyaknya zat besi yang keluar dari tubuh, misalnya pada perdarahan. Wanita hamil butuh zat
besi sekitar 40 mg perhari atau 2 kali lipat kebutuhan kondisi tidak hamil. Jarak kehamilan
sangat berpengaruh terhadap kejadian anemia saat kehamilan. Kehamilan yang berulang
dalam waktu singkat akan menguras cadangan zat besi ibu. Pengaturan jarak kehamilan yang
baik minimal dua tahun menjadi penting untuk diperhatikan sehingga badan ibu siap untuk
menerima janin kembali tanpa harus menghabiskan cadangan zat besinya.

Derajat anemia ibu hamil menurut Manuaba (2010) :

Normal > 11 gr%

Anemia ringan 9-10 gr%

Anemia sedang 7-8 gr%

Anemia berat < 7 gr%

Bahaya anemia terhadap kehamilan dapat terjadi abortus, persalinan prematuritas,


hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, mudah terjadi infeksi, ancaman dekompensasi
kordis (Hb <6 g%), mola hidatidosa, hiperemesis gravidarum, perdarahan antepartum,
ketuban pecah dini (KPD). Anemia pada trimester tiga meningkatkan resiko buruknya

39
pemulihan akibat kehilangan darah saat persalinan, begitu juga takikardi,napas pendek dan
keletihan maternal (Robson, 2011).

Klasifikasi

a. Anemia defisiensi besi


Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam
darah. Pengobatannya adalah pemberian tablet besi yaitu keperluan zat besi untuk wanita
hamil, tidak hamil dan dalam laktasi yang dianjurkan. Untuk menegakkan diagnosis
anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnese. Hasil anamnesa didapatkan
keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang dan keluhan mual muntah
pada hamil muda. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan
menggunakan metode sahli, dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I
dan III.
b. Anemia megaloblastik
Anemia ini disebabkan karena defisiensi asam folat (pteryglutamic acid) dan defisiensi
vitamin B12 (cyanocobalamin) walaupun jarang. Menurut Hudono (2007) tablet asam
folat diberikan dalam dosis 15-30 mg, apabila disebabkan oleh defisiensi vitamin B 12
dengan dosis 100-1000 mikrogram sehari, baik per os maupun parenteral.

c. Anemia hipoplastik
Anemia disebabkan karena sum-sum tulang belakang kurang mampu membuat sel-sel
darah baru
d. Anemia hemolitik
Anemia disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat
daripada pembuatannya. Menurut penelitian, ibu hamil dengan anemia paling banyak
disebabkan oleh kekurangan zat besi (Fe) serta asam folat dan viamin B 12. Pemberian
makanan atau diet pada ibu hamil dengan anemia pada dasarnya ialah memberikan
makanan yang banyak mengandung protein, zat besi (Fe), asam folat, dan vitamin B12

Penatalaksanaan

1) Pada pemeriksaan ANC bidan mengkaji penyebab anemia dari riwayat diet untuk
mengetahui adakah kemungkinan pica, kebiasaan mengidam berlebihan dan mengonsumsi

40
makanan-makanan tertentu dan riwayat medis yang adekuat dan uji yang tepat (Robson,
2011).

2) Memberikan sulfat ferosa 200 mg 2-3 kali sehari. Sulfat ferosa diberikan 1 tablet pada hari
pertama kemudian dievaluasi apakah ada keluhan (misalnya mual, muntah, feses berwarna
hitam), apabila tidak ada keluhan maka pemberian sulfat ferosa dapat dilanjutkan hingga
anemia terkoreksi (Robson, 2011)

3) Apabila pemberian zat besi peroral tidak berhasil (misalnya pasien tidak kooperatif) maka
bisa diberikan dosis parenteral (per IM atau per IV) dihitung sesuai berat badan dan defisit zat
besi (Robson, 2011).

4) Transfusi darah diindikasikan bila terjadi hipovolemia akibat kehilangan darah atau
prosedur operasi darurat. Wanita hamil dengan anemia sedang yang secara hemodinamis
stabil, dapat beraktifitas tanpa menunjukan gejala menyimpang dan tidak septik, transfusi
darah tidak diindikasikan, tetapi diberi terapi besi selama setidaknya 3 bulan (Cunningham,
2013)

5) Evaluasi pemberian terapi dengan cara pemantauan kadar Hb dapat dilakukan 3-7 hari
setelah hari pertama pemberian dosis sulfat ferosa (retikulosit meningkat mulai hari ketiga
dan mencapai puncaknya pada hari ketujuh). Sedangkan pemantauan kadar Hb pada pasien
yang mendapat terapi transfusi dilakukan minimal 6 jam setelah transfuse

41
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil diskusi kami, berdasarkan gejala klinis yang di alami pasien pada
skenario. Dapat disimpulkan diagnosis obstetri Ny. Bebe 28 tahun dengan G3P1A1H1
Usia kehamilan 30 31 minggu, T/H/IU/PPROM/Anemia Sedang + Flour albus + SIRS +
Korio amnionitis. VT o 1 cm, effacement 10%, ketuban (-) selaput (+) denominator belum
jelas.

42
DAFTAR PUSTAKA

A.Guntur.H. Sepsis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III . Edisi IV.

Jakarta : Pusat Penerbit IPD FK UI. 2007;1840-43.

Manuaba, 2010, Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan, Jakarta: EGC.

PAPDI, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV, Departemen Ilmu Penyakit Dalam

FKUI, 2006.

Prawirohardjo,S., 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.Profi Kesehatan 2008

Robson SE & Waugh J. 2011. Patologi Pada Kehamilan : Manajemem & Asuhan
Kebidanan. Alihbahasa oleh : Devi Y. Jakarta : EGC

Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

Wilkinson, M. Judith. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 7. Jakarta :


EGC.

43

Anda mungkin juga menyukai