Anda di halaman 1dari 3

INOVASI: ALAT PENGERING PADI TENAGA SURYA

Pertanian di Indonesia perlu dimodernkan. Mayoritas penduduk di bawah angka


kemiskinan ada pada petani. Perlu adanya upaya agar petani dapat memproduksi hasil
pertaniaanya dengan lebih efektif. Mulai dari pembibitan, proses penanaman, proses
panen, sampai pasca panen. Nantinya hasil pertanian semakin bagus, sehingga tinggi
pula nilai jualnya. Nantinya juga masa panen semakin cepat, sehingga besar pula laba
hasil pertaniannya. Untuk itu perlu dilakukan 'perkawinan' antara teknologi dan
pertanian. Dan inilah salah satu usaha itu, alat pengering tenaga surya.

Dahlan Iskan: Ada Teknologi, Petani Bisa Hemat

Uji Alat Pengering Padi di Arosbaya


BANGKALAN " Pagi sekitar pukul 09.30 Menteri Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) Dahlan Iskan tiba di Desa Plakaran, Kecamatan Arosbaya. Tujuannya menguji
temuan mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) yang dibiayainya sendiri.
Temuan mahasiswa UB itu adalah alat pengering padi tenaga surya. Alat tersebut bisa
membantu petani mengeringkan hasil panennya. Dengan alat itu, petani bisa lebih
banyak menghemat biaya produksinya dan mempercepat proses pengeringan padi agar
bisa segera dijual.
Seperti biasa, kedatangan Dahlan Iskan tak banyak diketahui orang. Di sawah yang
didatanginya hanya ada warga, petani, dan tokoh masyarakat. Petani yang mengetahui
Dahlan datang langsung berebut menyalaminya. Tanpa ragu, Dahlan langsung
melepaskan sweater-nya, menyalami para petani dan sejenak berbincang dengan
mereka.
Tak lama Dahlan langsung menanyakan alat pengering padi yang dibuat Sidik
Dermawan, Sandi Pradita, Riyan Fajar, dan Ilham Kamil itu. Keempatnya merupakan
mahasiswa Jurusan Teknik Mesin UB semester enam.
Kepada Sidik Darmawan, Menteri BUMN menanyakan cara kerja alat temuannya
tersebut. Dahlan memastikan alat itu tak sulit dioperasikan dan bisa dipakai petani. Dia
lalu memperhatikan dari atas ke bawah alat itu sambil bertanya detil manfaat alat itu.
Setelah memperhatikan alat itu, Dahlan mengatakan sangat mendukung dan
mengapresiasi karya mahasiwa itu. Dahlan berharap mahasiswa terus menyempurnakan
temuannya. Dia bernjanji akan membantu 100 persen uji coba dan penyempurnaan alat
tersebut.
"Saya pribadi siap membiayai uji coba dan karya mahasiswa ini. Kita lihat hari ini,
hasilnya seperti apa setelah uji coba" Tadi saya diskusi dengan Dirut PT Pertani dan
Dirut Perum Bulog (Badan Usaha Logistik). Keduanya meminta ada beberapa
penyempurnaan," ujarnya. Misalnya, sambung Dahlan, kaca yang dipakai untuk alat itu
harus kaca yang bisa menyerap panas lebih tinggi. Supaya kemampuan menyerap panas
lebih baik.
"Dengan teknologi ini petani akan lebih hemat. Sekarang kan uang pengeringan dengan
bahan bakar minyak atau solar mahal sekali harganya. Jangan-jangan nanti lebih mahal
biaya bahan bakarnya daripada padinya," ungkapnya.
Usai menguji alat buatan mahasiswa itu, pihaknya berjanji akan memperbanyak alat itu
setelah proses penyempurnaan. Dia menegaskan, pertanian harus mendapatkan sentuhan
teknologi agar biaya produksi bisa lebih hemat. Penghematan biaya produksi secara
langsung akan membuat petani lebih sejahtera.
Terkait temuan mahasiswa itu, Dirut Perum Bulog Sutarto Alimoeso berharap,
mahasiswa terus memperbaiki dan menyempurnakannya. Sehingga, alat itu benar-binar
bisa dipakai petani untuk meningkatkan produktivitasnya dengan cara yang hemat.
Sebab, selama ini petani memang banyak mengeluh tentang proses pengeringan padi
yang membutuhkan waktu lama.
"Ini kan suatu inovasi. Tentunya inovasi ini harus dikaji ulang untuk menghasilkan yang
terbaik. Persoalan petani saat ini adalah turunnya kualitas padi. Penyebabnya proses
pengeringan tidak cepat," paparnya.
Di lokasi yang sama, Dirut PT Pertani Ilham Setia Budi mengatakan, akan mengajak
mahasiswa yang membuat alat pengering itu ke perusahaannya. Dia ingin keempat
mahasiswa itu bisa menggabungkan inovasinya dengan metode pertanian di PT Pertani.
"Bagus, inovasi anak muda dibutuhkan petani. Namun temuan tersebut masih
membutuhkan penyempurnaan. Nanti kami akan undang ke kantor untuk kerja sama dan
untuk memperbaiki teknologi alat pengeringan padi," paparnya.
Melihat inovasi mahasiswa tersebut, Yudani, 43, warga Desa Plakaran mengaku senang.
Dia menyatakan langsung paham cara pakai alat itu. Dia berharap Menteri BUMN bisa
segera memperbanyak alat itu dan diberikan pada petani di Madura. "Saya lihat cara
pakainya mudah sekali. Hampir sama dengan memasukkan kue ke oven," ungkapnya.
Atas temuan itu, salah satu mahasiswa pembuatnya Sidik Darmawan menjelaskan, alat
itu bisa mengeringkan padi dalam waktu sekitar satu hari setengah saja. Padahal,
biasanya petani membutuhkan waktu hingga tujuh hari untuk mengeringkan padi itu
dengan cara menjemurnya di bawah matahari.
Sidik menjelaskan, alat tersebut berbentuk balok persegi panjang, dengan ukuran pajang
30 sentimeter (cm), lebar 30 cm, dan tinggi mencapai 1 meter. Alat tersebut hampir
semuanya terdiri dari kaca yang dilengkapi seng penangkap panas dan sebagian dari
kawat dan kayu.
"Dengan ukuran alat itu, padi yang bisa dikeringkan bisa 1 kuintal. Ini masih percobaan.
Saat ini, kami masih fokus pada penyempurnaan. Kami siap membuat alat seperti ini
dengan ukuran yang lebih besar jika ada," terangnya. Alat yang diuji cobakan kemarin
menghabiskan biaya pembuatan Rp 3 juta.

Anda mungkin juga menyukai