Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Tujuan Percobaan


1. Menentukan koefisien perpindahan massa overall fase gas sistem CO2-
NaOH dalam packed column.
2. Mempelajari pengaruh laju alir NaOH dan konsentrasi CO 2 terhadap
koefisien perpindahan massa overall fase gas sistem CO2-NaOH dalam
packed column.

I.2 Prinsip Percobaan


Larutan NaOH dengan konsentrasi tertentu dimasukkan ke dalam
tangki feed agar larutan dapat mengaliri kolom bagian atas, sedangkan kolom
bagian bawah dialiri gas CO2 dan udara. Proses absorbsi tersebut akan
menghasilkan larutan Na2CO3 dan untuk menganalisa larutan tersebut harus
dilakukan analisa titrimetri.

I.3 Dasar Teori


Sebagian proses kimia yang diterapkan dalam industri kimia
melibatkan bahan baku yang berbeda wujudnya, baik berupa padatan, gas dan
cairan. Oleh karena itu, reaksi kimia dalam suatu industri dapat terjadi dalam
fase heterogen, misalnya biner atau bahkan tersier. Walaupun terdapat
perbedaan wujud pada bahan-bahan baku yang direaksikan, namun terdapat
suatu fenomena yang selalu terjadi. Sebelum reaksi kimia berlangsung, maka
salah satu atau lebih bahan baku akan berpindah dari aliran utama menuju ke
lapisan antar fase atau menuju aliran utama bahan baku yang lain yang berada
di fase yang berbeda.
Dalam memisahkan campuran tersebut, campuran komponen harus
dikontakkan dengan fasa lain agar zat terlarut dapat berdifusi dari satu fasa ke
fasa lainnya sehingga diperoleh komponen murni. Salah satu metode yang
dapat dilakukan adalah absorpsi. Absorbsi merupakan salah satu proses
pemisahan dengan mengontakkan campuran gas dengan cairan sebagai

1
penyerapnya. Penyerap tertentu akan menyerap setiap satu atau lebih
komponen gas.
Dalam percobaan ini campuran yang dipisahkan adalah campuran gas.
Proses pemisahannya dengan cara mengontakkannya dengan fasa liquid.
Dalam proses absorpsi, solut atau beberapa solut diabsorbsi dari fase gas ke
cair. Proses ini melibatkan difusi molekuler atau perpindahan massa solut
melalui non-diffusing gas ke liquid yang stagnan. Alat yang digunakan adalah
packed tower. Komponen yang akan dipisahkan disebut solut, sedangkan gas
atau cairan pembawa disebut inert atau carrier dan pelarutnya disebut solvent.
Dalam proses absorbsi melibatkan difusi molekular maupun turbulen atau
perpindahan massa solut A melalui non diffusing gas B ke liquid C yang
stagnan. Campuran gas yang diabsorb utamanya mengandung inert dan solut
sedangkan cairan tidak larut difase gas sehingga perpindahan massa dari fase
liquid ke gas dapat diabaikan. Solvent berperan penting dalam keberhasilan
proses absorsi karena untuk menghasilkan suatu larutan dari gas tertentu,
pelarutnya harus tertentu pula sesuai dengan tujuan absorpsi, dimana
larutannya dapat berupa gas ideal dan gas non ideal. Tujuan absorpsi antara
lain:

1. Jika tujuan utama adalah menghasilkan larutan yang spesifik, maka


solvent ditentukan berdasarkan sifat dari produk. Contohnya produksi
asam hidroklorida.

2. Jika tujuan utama adalah menghilangkan kandungan tertentu dari gas,


maka ada banyak pilihan yang memungkinkan. Contohnya air merupakan
solvent paling murah dan sangat kuat untuk senyawa polar.

Terdapat beberapa hal lainnya yang harus dipertimbangkan dalam


pemilihan solvent antara lain:
1. Kelarutan gas dalam pelarut
Kelarutan gas harus tinggi sehingga meningkatkan laju absorpsi dan
menurunkan kualitas solvent yang diperlukan. Umumnya solvent yang
memiliki sifat yang sama dengan bahan terlarut akan mudah dilarutkan.

2
Jika gas larut dengan baik dalam fraksi mol yang sama pada beberapa jenis
solvent, maka harus memilih solvent yang memiliki berat molekul yang
kecil. Dengan demikian akan mendapatkan fraksi mol gas terlarut lebih
besar. Jika reaksi kimia terjadi dalam proses absorpsi, maka umunya
kelarutan akan sangat besar.
2. Volatilitas pelarut
Pelarut harus memiliki tekanan uap yang rendah karena jika gas yang
meninggalkan kolom absorpsi jenuh terhadap pelarut, maka akan ada
banyak solvent yang terbuang. Jika diperlukan, dapat menggunakan cairan
pelarut kedua yang volatilitasnya lebih rendah untuk menangkap gas yang
teruapkan. Aplikasinya dalam penghilangan minyak dimana terdapat
menara absorpsi hidrokarbon yang menggunakan pelarut hidrokarbon yang
cukup volatile dan dibagian atas digunakan minyak non volatile untuk me-
recovery pelarut utama.
3. Korosivitas
Material bangunan menara dan isinya sedapat mungkin tidak dipengaruhi
oleh sifat solvent. Solvent yang korosif dapat merusak menara, sehingga
biaya konstruksi dan pemeliharaan menjadi mahal.
4. Harga dan ketersediaan
Menggunakan pelarut yang harganya relative murah dan mudah diperoleh.
Ketersediaan solvent di dalam negeri akan sangat mempengaruhi stabilitas
harga pelarut dan biaya operasi secara keseluruhan.
5. Viskositas
Pelarut dengan viskositas rendah lebih dipilih karena laju absorpsi dan
karakteristik flooding meningkat dalam menara, pressure drop pada
perpompaan kecil dan memberikan sifat perpindahan panas yang baik.
6. Keamanan
Sebaiknya pelarut tidak beracun, tidak mudah terbakar, stabil secara
kimiawi dan memiliki titik beku yang rendah.

Absorpsi Dengan Packed Column

3
Kolom absorpsi adalah suatu kolom atau tabung tempat terjadinya
suatu proses untuk pengabsorbsi (penyerapan/ penggumpalan) dari zat yang
dilewatkan di kolom/ tabung tersebut. Struktur yang terdapat pada kolom
absorber dibagi menjadi tiga bagian yaitu, Bagian atas di spray untuk
megubah gas input menjadi fase cair. Bagian tengah, ada packed tower untuk
memperluas permukaan kontak dengan jalan penyebaran zat cair dan
penyebaran gas, sehingga mudah untuk diabsorbsi. Bagian bawah, aliaran
input gas sebagai tempat masuknya gas ke dalam reaktor. Aliran gas
memasuki dasar tower dan mengalir ke atas melewati packing material.
Packing material biasanya dipasang menggantung diatas dasar kolom untuk
memperoleh pembagian gas yang sempurna dan menjaga supaya bagian
pengisisan yang paling bawah tidak berada di bawah zat cair absorpsi. Pada
kolom yang tinggi, bagian isian dipasang dalam paket-paket dengan
memberikan jarak antar paket agar aliran zat cair dan gas dapat terbagi
kembali. Cairan disemprotkan di bagian atas sprayer atau weir dan mengalir
ke bawah sepanjang packing material. Dimana packed tower yang paling
sering dipergunakan adalah aliran counter current flow tower.

Gambar 1.1 Packed Tower


Kontak gas-cair berlangsung dalam ruang lowong antar packing yang
terdapat dalam unggun seperti yang terlihat dalam gambar 1.1. Sebagian besar
permukaan packing tidak terbasahi oleh cairan saat laju alir cairan rendah.
Seiring bertambahnya laju alir cairan, fraksi permukaan packing yang

4
terbasahi akan meningkat. Pada laju alir cairan kritik, seluruh permukaan
packing telah terbasahi. Berikut merupakan jenis-jenis packing :

a. Rasching Ring
Rasching ring biasanya terbuat dari logam seperti baja karbon atau
dari non logam karbon hitam. Pada gambar 1.2 dapat dilihat bahwa bentuk
dari rasching ring adalah potongan-potongan tabung dengan panjang dan
diameter sama yang harganya L=D=0,5-1 in. Digunakan untuk kondisi
chanelling, sebagai perangkat di mana gas dan cairan berkontak dengan
tujuan penyerapan gas, reaksi stripping atau kimia, dan sebagai bahan
pendukung untuk biofilm dalam reactor biologis.
Rasching ring memiliki penggunaan yang luas karena harganya
yang murah dibandingkan tipe lain dan disediakan berbagai ukuran dan
bahan. Selain itu, rasching ring dapat digunakan untuk bahan yang tidak
tahan suhu tinggi. Dalam percobaan digunakan ring tipe ini.

Gambar 1.2 Rasching Ring


b. Pall Ring
Pall ring mempunyai efisiensi yang tinggi dan merupakan pengembangan
dari rasching ring. Dohntec pall ring menunjukkan bahwa pall ring
mempunyai kapasitas yang lebih besar dan pressure drop yang lebih kecil
daripada tipe lainnya. Seperti yang dapat dilihat pada gambar 1.3, pall
ring mempunyai dinding silinder yang terbuka dan bagian dalam yang
cenderung menonjol keluar, sehingga dapat menerima kapasitas yang lebih
besar. Desain cincin terbuka ini dapat menjaga distribusi dan menahan
tendensi saluran dinding. Kontak permukaan bagian dalam dan bagian luar
dari pall ring efektif untuk distribusi liquid dan gas, serta tahan terhadap
penyumbatan. Umumnya packing ini terbuat dari material logam dan

5
plastik. Ring ini biasanya digunakan untuk kondisi dengan batas flooding
yang tinggi dan distribusi liquid yang baik.

Gambar 1.3 Pall Ring


c. Cascade Ring
Cascade ring (gambar 1.4) adalah sebuah media packing yang didesain
untuk memperbesar kapasitas, meningkatkan efisiensi dan kekuatan
mekanik lebih besar dari pall ring. Rasio berat atau diameter packing
adalah 0,5.

Gambar 1.4 Cascade Ring

d. Lessing Ring
Lessing ring (gambar 1.5) berbentuk seperti raschig ring tetapi bagian
tengahnya ada dua bagian.

6
Gambar 1.5 Lessing Ring

e. Berl Saddle
Berl saddle merupakan bentuk packing terbuka seperti sebuah pelana
tanpa bagian dalam dan luar, seperti yang dapat dilihat pada gambar 1.6.
Bentuk dari berl saddle lebih baik bila dibandingkan dengan rasching ring
di dalam sapek distribusi fluida dan tahanannya lebih rendah. Ring ini
memiliki harga paling mahal dibandingkan ring lainnya sehingga hanya
digunakan pada kondisi flooding tinggi dan pressure drop rendah.

Gambar 1.6 Berl Saddle

Packing harus bisa memberikan Wetted Surface Area (persatuan


volume) supaya luas interface antara liquid dan gas besar. Packing harus
mempunyai volume rongga yang besar, supaya pressure drop tidak berlebihan
dan dapat memberikan aliran besar. Pada kecepatan gas yang tetap, pressure
drop gas akan naik dengan naiknya laju alir liquidkarena berkurangnya
penampang bebas yang dapat dialiri gas. Dalam packed tower terdapat batas
kecepatan gas yang disebut flooding velocity dan loading velocity. Jika
kecepatan gasdi atas flooding velocity, menara tidak dapat beroperasi karena
laju alir gas terlalu besar sehingga cairan tidak dapat turun melewati packing.
Jika kecepatan gas di bawahloading velocity, gas tidak dapat naik ke atas
melewati packing karena kecepatan gasnya terlalu kecil sehingga cairan

7
menghalangi naiknya gas. Dengan demikian, kecepatan gas dalam
pengoperasian menara harus diatur sedemikian rupa.
Absorpsi Fisik
Absorbsi fisik merupakan suatu proses yang melibatkan peristiwa
pelarutan gas dalam larutan penyerap, namun tidak disertai dengan reaksi
kimia. Contoh proses ini adalah absorbsi gas H2S dengan air, metanol,
propilen, dan karbonat. Penyerapan terjadi karena adanya interaksi fisik,
difusi gas ke dalam air, atau pelarutan gas ke fase cair. Gambar 1.7 adalah
mekanisme perpindahan massa pada fasa liquid dan fasa gas dalam proses
absorpsi fisik (tanpa reaksi kimia).

Gambar 1.7 Mekanisme Absorpsi Fisik


Dalam absorpsi tanpa reaksi kimia, solut dari badan gas akan
melewati gas film interface liquid film dan akhirnya solut terserap
sempurna di badan liquid tanpa terjadi reaksi kimia. Persamaan umum
absorpsi tanpa reaksi kimia ialah sebagai berikut:
1
rA ' ' ' ' p A H AC A
1 H
A
k Ag a k Al a
(1)
Absorpsi Dengan Reaksi Kimia
Absorbsi kimia merupakan absorbsi dimana gas terlarut didalam
larutan penyerap disertai dengan adanya reaksi kimia. Contoh absorbsi ini
adalah absorbsi dengan adanya larutan MEA, NaOH, K 2CO3, dan sebagainya.

8
Aplikasi dari absorbsi kimia dapat dijumpai pada proses penyerapan gas
CO2 pada pabrik amoniak seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.8.

Gambar 1.8 Proses absorpsi dan desorpsi CO2 dengan pelarut MEA

Penggunaan absorbsi kimia pada fase kering sering digunakan untuk


mengeluarkan zat terlarut secara lebih sempurna dari campuran gasnya.
Keuntungan absorbsi kimia adalah meningkatnya koefisien perpindahan
massa gas (kga), sebagian dari perubahan ini disebabkan makin besarnya luas
efektif permukaan. Absorbsi kimia dapat juga berlangsung di daerah yang
hampir stagnan disamping penangkapan dinamik. Hal-hal yang
mempengaruhi dalam prsoses absorbsi :
1. Perbedaan konsentrasi
2. Luas permukaan absorber
3. Temperatur
4. Tekanan
5. Viskositas
Gambar di bawah ini menunjukkan mekanisme yang terjadi dalam
proses absorpsi dengan reaksi kimia.

9
Gambar 1.9 Mekanisme Absorpsi Dengan Reaksi Kimia
Dalam absorpsi dengan reaksi kimia, solute dari badan gas akan
melewati gas film dan interface. Pada saat solut memasuki liquid film, mulai
terjadi reaksi antara solut dengan liquid, hingga solut mencapai badan liquid.
Ada 8 kasus lainnya dalam absorbsi dengan reaksi kimia yang ditunjukkan
oleh gambar 1.10:

Gambar 1.10 8 Kasus Absorpsi Dengan Reaksi Kimia


Keterangan:
Kasus A : Reaksi instan di liquid film dengan konsentrasi B yang rendah
Kasus B : Reaksi instan di liquid film dengan konsentrasi B yang tinggi
Kasus C : Reaksi cepat di liquid film dengan konsentrasi B yang rendah
Kasus D : Reaksi cepat di liquid film dengan konsentrasi B yang tinggi

10
Kasus E, F : Reaksi dengan kecepatan intermediate di liquid film dan badan
liquid
Kasus G : Reaksi lambat di badan liquid dengan tahanan film
Kasus H : Reaksi lambat di badan liquid tanpa tahanan transfer massa

Persamaan umum laju absorpsi dengan reaksi kimia:


pA
ra ' ' ' '
1 HA HA

k Ag a k Al aE kCB f
(2)
laju reaksi
Dengan E adalah enhancement factor, E=
laju transfer massa
Perbedaan absorpsi dengan reaksi kimia dan tanpa reaksi kimia
terletak pada tahanan fasa cairnya, dimana absorpsi tanpa reaksi kimia tidak
memperhitungkan nilai E. karena pada absorpsi tanpa reaksi kimia yang
terjadi hanya perpindahan massa saja. Laju absorpsi bergantung pada cepat
lambatnya reaksi yang terjadi pada suatu lapisan film. Untuk mengetahui
apakah reaksi berlangsung lambat atau cepat dikenal dengan modulus Hatta,
MH. Suatu parameter modulus hatta dinyatakan sebagai konversi maksimum
di film dibandingkan dengan transport maksimum di film.
konversi maksimum difilm
(3)
transport difusimaksimum melalui film
Jika MH >>1, maka semua reaksi terjadi di film dan luas permukaan
yang mengontrol laju reaksi. Jika MH << 1, maka tidak ada reaksi yang terjadi
di film dan volume bulk yang mengontrol laju reaksi.
1. Jika MH > 2 maka reaksi terjadi di film (untuk kasus A, B, C, D).
2. Jika 0.02 < MH < 2 maka reaksi dengan kecepatan intermediate
(untuk kasus E, F, G).
3. Jika MH < 0.02 maka reaksi sangat lambat (untuk kasus H).
Jika MH besar maka kita membutuhkan luas interfacial yang besar. Jika MH
sangat kecil maka kita membutuhkan volume liquida yang besar.
Absorpsi dengan reaksi kimia sering digunakan untuk memisahkan
zat-zat terlarut secara lebih sempurna dari campuran gas. Adanya absorpsi

11
dengan reaksi kimia akan meningkatkan koefisien perpindahan massa.
Misalnya proses absorpsi CO2 dalam larutan NaOH, tahanan film lapisan
cairnya dominan (gambar 1.11) dengan proses reaksi sebagai berikut:

CO2 (g) CO2 (terlarut)


CO2(terlarut) + NaOH NaHCO3
NaHCO3 + NaOH Na2CO3 + H2O
CO2 (g) + 2 NaOH Na2CO3 + H2O
Reaksi kimia di atas berlangsung dengan cepat sehingga timbul peningkatan
koefisien perpindahan massa yang cukup besar.

Gambar 1.11 Mekanisme absorpsi gas CO2 dalam larutan NaOH

Packing dengan desain sedikit berbeda tetapi memiliki diameter


nominal yang sama memungkinkan nilai densitas yang berbeda, sebanding
dengan a, dimana hal-hal yang lain proporsional dengan densitas packing.
Onda memberikan persamaan sebagai berikut:
1 2 1

3 L 3 2
k l . 0.0051. at d 0.4
g a D A

0.75 0.1 0.05 0.2


a L L2 at L2
1 exp[ 1.45 c 2
]
at a
t G at (4)

12
dimana:
at = total spesifik area dari packing.

= tegangan permukaan dari liquid.


c= tegangan permukaan kritis dari baahn packing.

c

(Untuk air dengan packing berupa keramik nilai = 0.85)
Laju mol gas yang berdifusi selama proses absorpsi dapat dihitung
menggunakan persamaan:
NA
K'g a
z.S.P.(y y * ) LM
(5)
Keterangan :
Kg a = Koefisien perpindahan massa overall fase gas A
NA = Laju mol gas A yang berdifusi
z = Tinggi packing
S = Luas permukaan area tower
Absorben
Absorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan
diabsorpsi pada permukaannya, baik secara fisik maupun secara reaksi kimia.
Absorben sering juga disebut sebagai cairan pencuci. Persyaratan absorben :
1. Memiliki daya melarutkan bahan yang akan diabsorpsi yang sebesar
mungkin (kebutuhan akan cairan lebih sedikit, volume alat lebih kecil).
2. Selektif
3. Memiliki tekanan uap yang rendah
4. Tidak korosif.
5. Mempunyai viskositas yang rendah
6. Stabil secara termis.
7. Murah
Jenis-jenis bahan yang dapat digunakan sebagai absorben adalah air
(untuk gas-gas yang dapat larut, atau untuk pemisahan partikel debu dan
tetesan cairan), natrium hidroksida (untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti
asam) dan asam sulfat (untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti basa).

Konsep Asam Basa

13
Menurut Arrhennius, asam adalah senyawa yang apabila dilarutkan
dalam air akan melepaskan ion H+, sedangkan basa adalah senyawa yang
apabila dilarutkan dalam air akan melepaskan ion OH-. Konsep ini hanya
dapat diterapkan pada senyawa yang larut dalam air sehingga dikembangkan
lagi konsep yang dapat digunakan untuk senyawa yang tidak larut dalam air.
Dari definisi Arrhenius, asam dan basa masing - masing dibagi dua:
1. Asam kuat, yaitu asam yang terdisosiasi sempurna di dalam air dan
memiliki nilai derajat disosiasi = 1. Contoh asam kuat adalah HCl (Asam
Klorida) dan H2SO4 (Asam Sulfat).
2. Asam lemah, yaitu asam yang tidak terdisosiasi sempurna di dalam air dan
memiliki nilai derajat disosiasi < 1. Contoh asam lemah adalah HNO 2 (Asam
Nitrit) dan CH3COOH (Asam Asetat / Asam Cuka).
3. Basa kuat, yaitu basa yang terdisosiasi sempurna di dalam air dan
memiliki nilai derajat disosiasi = 1. Contoh basa kuat adalah KOH (Kalium
Hidroksida) dan NaOH (Natrium Hidroksida / Soda Kaustik).
4. Basa lemah, yaitu basa yang tidak terdisosiasi sempurna di dalam air dan
memiliki nilai derajat disosiasi < 1. Contoh basa lemah adalah Fe(OH) 2 (Besi
(II) Hidroksida) dan Al(OH)3 (Alumunium Hidroksida).
Kuat lemahnya suatu asam adalah suatu ukuran seberapa mudah ion
hidrogen dikeluarkan dari suatu senyawa yang dinyatakan dalam suatu
konstanta yaitu konstanta ionisasi asam, Ka dan konstanta ionisasi basa, Kb.
pKa = -log(Ka) dan pKb = -log(Kb)
Semakin kecil nilai pKa, maka semakin kuat asamnya. Semakin besar nilai
pKb, maka semakin kuat basanya. Dimana hubungan keduanya:
pKw = pKa + pKb
pKw =14 pada 25oC
Dalam percobaan ini, dilakukan analisa sampel dengan metode titrasi
bertingkat karena ada beberapa zat yang akan dianalisa. Indikator yang
digunakan ada dua, yaitu PP (phenolphthalein) dan MO (methyl orange). PP
bekerja pada rentang pH 8,3-10 sedangkan MO bekerja pada rentang pH 3,1-
4,4. Berikut ini adalah profil perubahan pH dan warna indikator untuk titrasi
larutan yang mengandung karbonat dan bikarbonat dengan menggunakan HCl.

14
Gambar 1.12 Profil Perubahan pH (Titrasi dengan HCl)

Seperti yang dapat dilihat pada gambar 1.12, titik ekivalen pertama
terjadi di sekitar pH 8,5 terjadi perubahan warna akibat indikator PP. Hal
tersebut menandakan bahwa natrium hidroksida telah habis bereaksi dengan
HCl sesuai dengan reaksi:
NaOH + HCl NaCl + H2O
Pada titik ekivalen kedua terjadi pada pH sekitar 3 menyebabkan
perubahan warna akibat indicator MO. Setelah natrium hidroksida dan
karbonat habis, 1 tetes HCl saja akan membuat penurunan pH yang cukup
drastis (sampai sekitar pH 3) sehingga indikator MO berubah warna. Hal
tersebut menunjukkan bahwa karbonat telah habis bereaksi dengan HCl sesuai
dengan reaksi :
Na2CO3 + 2HCl 2 NaCl+ H2CO3
Aplikasi Absorbsi
Absorbsi dalam dunia industri digunakan untuk meningkatkan nilai
guna dari suatu zat dengan cara merubah fasenya.
1. Proses Pembuatan Formalin
Formalin yang berfase cair berasal dari formaldehid yang berfase
gas dapat dihasilkan melalui proses absorbsi.Teknologi proses pembuatan
formalin Formaldehid sebagai gas input dimasukkan ke dalam reaktor.
Output dari reaktor yang berupa gas yang mempunyai suhu 1820C

15
didinginkan pada kondensor hingga suhu 55 0C,dimasukkan ke dalam
absorber.Keluaran dari absorber pada tingkat I
mengandunglarutan formalin dengan kadar formaldehid sekitar 37 40%.
Bagian terbesar dari metanol, air,dan formaldehid dikondensasi di bawah
air pendingin bagian dari menara, dan hampir semua removal dari sisa
metanol dan formaldehid dari gas terjadi dibagian atas absorber dengan
counter current contact dengan air proses.
2. Proses Pembuatan Asam Nitrat
Pembuatan asam nitrat (absorpsi NO dan NO 2).Proses pembuatan
asam nitrat Tahap akhir dari proses pembuatan asam nitrat berlangsung
dalam kolom absorpsi. Pada setiap tingkat kolom terjadi reaksi oksidasi
NO menjadi NO2 dan reaksi absorpsi NO2 oleh air menjadi asam nitrat.
Kolom absorpsi mempunyai empat fluks masuk dan dua fluks keluar.
Empat fluks masuk yaitu air umpan absorber, udara pemutih, gas proses,
dan asam lemah. Dua fluks keluar yaitu asam nitrat produk dan gas buang.
Kolom absorpsi dirancang untuk menghasilkan asam nitrat dengan
konsentrasi 60 % berat dan kandungan NOx gas buang tidak lebih dari 200
ppm.
I.4 Hipotesa
1. Semakin rendah laju alir NaOH, semakin kecil pula harga koefisien
perpindahan masssa overall (KGa).
2. Semakin tinggi konsentrasi CO2 (% mol) semakin besar harga koefisien
perpindahan massa overall (KGa).

16

Anda mungkin juga menyukai