Anda di halaman 1dari 5

CERITA RAKYAT BANJARNEGARA

JAKA UMBARAN

Jaka Umbaran lahir tanpa ditunggui seorang ayah.


Semakin besar, Jaka Umbaran semakin ingin tau sosok ayah.
Kakeknya, Ki Ageng Giring tidak mau member tau, begitu
pula ibundanya. Suatu kali, Jaka Umbaran kembali bertanya
untuk kesekian kalinya. Ibunda, seperti apakah ramanda
ku ?
Ibunda Jaka Umbaran, Dewi Nawangsasi memandang
anaknya yang sedih. Dia sadar tidak mungkin lagi
menghindari pertanyaan Jaka yang terus- menerus
belakangan ini. beliau lelaki yang gagah dan tampan
seperti kamu, nak. Beliau juga berbudi luhur dan baik Dewi
Nawangsasi berbinar masih menyimpan kekaguman. kalau
ramanda orang baik pasti dia bersama kita. Paling tidak dia
menengok kita satu purnama sekali. sergah Jaka Umbaran.
Selalu berakhir seperti itu. Jaka Umbaran menyemaikan
bibit kebencian kepada orang tua sendiri. Dewi Nawangsasi
berpikir tidak baik apabila hal ini dibiarkan terus. Tetapi, dia
memang berjanji kepada suaminya untuk tidak menemui
bahkan tidak member tahu si jabang bayi, juga kepada orang
lain. Seuah janji suci yang tidak mungkin dilanggarnya.
Suatu kali, Ki Giring menemui anaknya, Dewi
Nawangsasi untuk membicarakan ini. nduk, kemrin Jaka
Umbaran kembali bertanya tentang ramandanya. Mungkin
sudah saatnya kita harus memberitahukan ini semua,
usianya semakin bertambah. Tidak baik seorang anak laki-
laki kalau tidak mengetahu asal muasal dan jati dirinya.
Dewi Nawangsasi hanya menunduk patuh. ayahanda tidak
lupa pada perjanjian kita dengan ramanda dari Jaka
Umbaran,? tidak nduk, tentu tidak. Namun mungkin ini
sudah garis hidup kita. Semua harus kita tanggung demi
kebaikan Jaka Umbaran. Lagipula siapa tahu mungkin ini saat
garis keturunan kita juga mendapatkan kemuliaan baiklah,
ayahanda. Saya siap dengan segala kemugkinan yang terjadi.
Semoga Jaka Umbaran mendapatkan yang terbaik dari yang
Maha Kuasa.
Dewi Nawangsasi memberitahukan semua yang dia
tahu kepada Jaka Umbaran tentang riwayat kelahiran dan
ramanda. Perasaan Jaka Umbaran bercampur baur. Sedih,
gembira, kesal, marah, sayang, bangga, bercampur aduk dan
berputar di hati. ibu, izinkan aku sekali saja untuk menemui
ramanda di mataram. Saya berharap bisa diterima sebagai
anak. Namun, andai tidak diterima saya akan kembali dan
mengabdi pada ibu dan kakek seumur hidup disini.
Dewi Nawangsasi tersentak. Namun dia sudah siap
dengan segala resiko yang harus diterima karena sudah
melanggar janji. Mungkin inilah jalan hidup dan cara Jaka
Umbaran mendapat kemuliaan dari Ramandanya.
Sampailah jaka umbaran di mataram. Untuk
menghadapi raja mataram saat itu yang bergelar Raden
Ngabehi Loring Pasar.
anak muda, ada keperluan apa hendak menghadap
paduka raja?. Cegat salah seorang prajurit mataram.
hamba adalah cucu Ki Ageng Giring sahabat Ki Ageng
Pemanahan. Cukup katakana itu, hamba yakin kalau paduka
pasti mengerti.
Benar saja dan tak lama Jaka Umbaran dipersilahkan
menghadap pemegang kekuasaan tertinggi di mataram. Ada
rasa gugup dan gemetar, maklum dia dari desa dan sekarang
bertemu dengan orang nomer 1 di mataram. Namun, dia
mampu menguasainya,
Danu Sutawijaya ( nama raja saat muda ) mengamati
Jaka Umbaran dengan seksama. Sekilas dia melihat saat
dirinya masih muda. Dari kaki hingga ujung rambut,
perawakan yang tegap dan gagah, matanya penuh welah
asih seperti mata Dewi Nwangsasi. Mata yang membuatnya
jatuh hati bebeapa puluh tahun yang lampau. benarkah
kamu cucu Ki Ageng Giring? Sahabat Ki Ageng Pemanahan?.
Tanya Danu Sutawijaya benar paduka mulia. Hamba adalah
Jaka Umbaran, cucu Kiageng Giring dan putra satu- satunya
dari ibunda Nawangsasi. apakah maksud kedatanganmu
ke mataram, dan apakah ada sesuatu yang terjadi dengan
ibu dan kakekmu? mereka masih hidup dan semua bai-
baik saja. Maksud kedatangan hamba adalah mencari
kebenaran kalau.
Jaka Umbaran menelan Ludah mengumpulkan
keberanian untuk mengungkapkan sesuatu yang sudah
dipikirkan selama ini dan sudah dipikirkan selama perjalanan
ke mataram. bagaimana nak? Tanya raja.
Jaka Umbaran dengan berjongkok mendekat, kepalanya
dicondongkan kearah raja. hamba mencari kebenaran
seperti yang dikatakan ibunda. Apakah benar darah paduka
adalah sama seperti yang mengalir dalam tubuh hamba?
apa makudmu? apakah benar kalau hamba ini adalah anak
paduka raja? seketika air muka paduka raja berubah lalu
tetawalah beliau. Sampai reda baru beliau kembali berbicara.
kamu memang anak pemberani. Sungguh sikap yang patut
dipertahankan. Benar mirip sewaktu aku muda. Paduka raja
menepuk pundak Jaka Umbaran.
Senyum lembar mengembang diwajah Jaka Umbaran.
Ramanda memang begitu baik dan luhur budinya yang
dikatakan ibunda. Dia sangat bangga memiliki seorang
ramanda yang juga penguasa mataram. tinggalah disini.
Hanya saja kamu harus memperkenalkan diri sebagai cucu Ki
Ageng Giring sahabat Ki Ageng Pemanahan, ayahku.
Jaka Umbaran senang tinggal di lingkungan kerajaan.
Apalagi sambutan saudara-saudara anak Ramanda yang lain
jugu baik. Sikap Jaka Umbaran juga baik dan mudah
menyesuaikan diri dengan adat dan kesopanan di kerajaan.
Setiap hari Jaka Umbaran belajar berkuda, memanah, juga
melempar tombak dari para prajurit kerajaan. Jaka Umbaran
sangat pintar dan menyerap semua yang diajarkan.
Setelah melalui beberapa hari pasar, Jaka Umbaran
berpamitan kepada Raja. Baginda Raja menginginkan agar
Jaka Umbaran tinggal di Mataram saja dan tidak usah kembali
ke desa. Paduka, ijinkan hamba kembali sejenak kepada
Ibunda dan kakek untuk memohon ijin untuk tinggal dan
mengabdi pada Raja di sini. Baiklah, Namun jangan terlalu
lama di sana. Bawalah keris yang belum ada warangka ini.
Buatkanlah sarung keris dari kayu Purwosari yang berasal
dari desamu pesan Raja.
Lalu kembalilah Jaka Umbaran ke desa dengan menaiki
kuda yang dipinjamkan oleh Raja. Berlinang air mata ibunda
menyambut Jaka Umbaran dengan sangat bahagia.
Dibuatkannya makanan kesukaan Jaka Umbaran. Sesudah
makan, berceritalah semua yang terjadi di Mataram dari awal
hingga akhirnya.
jadi apa pesan ramanda bagi kami?Dewi Nawangsasi
begitu penasaran.
Jaka Umbaran membuka pembekalan dan
dikeluarkannya sebuah keris. inilah pesan dari ramanda
bagi ibunda dan kakek. Ramanda meminta dibuatkan
warangka keris ini dari kayu Purwosari yang ada di desa ini
Sebenarya pesan itu adalah pesan tersembunyi dari
Danu Sutawijaya. Pada saat dia akan meninggalkan Dewi
Nawangsasi, raden Danu Sutawijaya berhasil membuat
sumpah agar Ki Ageng Giring dan Nawangsasi tidak lagi
mengganggunya juga berjanji agar tidak memberitahukan
jabang bayi bahwa dia adalah ayahnya. Kalau sampai janji
terlanggar maka kematian adalah ganjarannya.
Keris yang dibawa Jaka Umbara adalah senjata untuk
membunuh Ki Ageng Giring dan Dewi Nawangsasi. Waranka
adalah tempat keris ditancapkan atau disimpan. Kayu bersal
dari kata kayon yang bermakna kehidupan. Purwa bermakna
permulaan sari adalah inti. Jadi, makna warangka dari kayu
purwosari adalah keris itu harus ditancapkan pada inti
permulaaan kehidupan kalau inti permulaan kehidupan
(jantung) ditancap keris maka kematianlah yang ada.
Jaka Umbaran tidak diberitahu dan tidak mengerti
maknanya. Ki Ageng Giring membuat warangka yang
diminta. nak, karena kamu akan menetap di mataram, maka
kami juga tidak akan tinggal lagi di sini. Kami akan mencari
tempat baru di sebelah barat.
Sesudah perpisahan yang mengharu biru, pergilah Jaka
Umbaran membawa keris yang bersarung indah ke mataram.
Sedangkan sesudah semua itu, Kiageng Giring dan Dewi
Nawangsasi pindah kea rah barat bersama para
pengikutnya.
Di dalam pencarian tempat disebelah barat, Ki Ageng
Giring melalui sungai yang membuat banyak pengikutnya
mati tenggelam. Sejak saat itu wilayah sungai itu dinamakan
Gumelem yang berasal dari kata kemelem yang berarti
tenggelam.
Kondisi Ki Ageng Giring semakin lemah karena usia dan
perjalanan. Sehingga dia berpesan apabila suatu saat tandu
yang digunakan untuk mengangkat tidak bisa lagi diangkat
10 orang, maka saat itu haruslah mereka berhenti. Pada
suatu kali mereka melalui sebuah longsoran tebing. Tiba tiba
tandu Ki Ageng Giring menjadi sangat berat dan tidak bisa
diangkat. Saat dilihat ternyata Ki Ageng Giring sudah tidak
ada lagi. Akhirnya ditempat dekat situ mereka memakamkan
tandunya. Tempat itu dinamakan Girilangan, tempat Ki Ageng
Giring menghilang.
Pengikut Ki Ageng Giring mengabarkan lenyapnya Ki
Ageng giring pada pengikut Nawangsasi. Sementara
Nawangsasi sedang bertapa di atas pohon Elo di tepi kali
Sapi. Baru saja kabar itu disampaikan terdengarlah suara
keras seperti sebuah benda jatuh ke dalam kali sapi.
Menghilang juga Nawangsasi dan hanya tempat sirihnya
yang dinamakan bogem. Tempat sirih itu dimakamkan
disebuah bukit dekat kalisapi tempatnya disebut
panembahan bogem. Tempatnya masih ada sampai sekarang
di daerah gumelem, banjarnegara.

(dikutip dari : Kumpulan Cerita Rakyat


Banjarnegara jilid

Anda mungkin juga menyukai