Anda di halaman 1dari 70

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

MELALUI DESA WISATA DAN DAMPAKNYA


TERHADAP PENDIDKAN MASYARAKAT DI DUSUN
PINGE, DESA BARU, KECAMATAN MARGA,
KABUPATEN TABANAN, BALI

OLEH:

I WAYAN AGUS WIRAGUNA

NIM: 10110015

JURUSAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN SARASWATI

TABANAN

2014
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
MELALUI DESA WISATA DAN DAMPAKNYA
TERHADAP PENDIDKAN MASYARAKAT DI DUSUN
PINGE, DESA BARU, KECAMATAN MARGA,
KABUPATEN TABANAN, BALI
SKRIPSI

Diajukan kepada
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Saraswati
untuk memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program

Sarjana Pendidikan PPKn

OLEH:

I WAYAN AGUS WIRAGUNA

NIM: 10110015

JURUSAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN SARASWATI

TABANAN
2014
SKRIPSI

DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS-TUGAS DAN MEMENUHI

SYARAT-SYARAT UNTUK MENCAPAI


GELAR SARJANA PENDIDIKAN

MENYETUJUI

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Dewa Nyoman Wija Astawa, M.Pd Dra. Ni Wayan Sadri, M.Pd
Diterima oleh 1105
NIP. 1965 Panitia Ujian
1991 03 Fakultas
1002 Pendidikan Ilmu
NIP.Pengetahuan Sosial02IKIP
1960 1231 1986 2002
Saraswati Tabanan guna memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana

Pendidikan

Pada
Hari :
Tanggal :

MENGESAHKAN

Ketua Ujian
Sekretaris Ujian

Dr. Drs. Nyoman Suryawan, M.Si.


NIP. 1961 0104 1986 02 1001 Drs. Dewa Nyoman Wija Astawa, M.Pd
NIP. 1965 1105 1991 03 1002
HALAMAN PERSEMBAHAN

Seuntai kata buat orang yang ku sayangi

Tiada kata yang pantas untuk dihaturkan

Tiada bentuk yang layak diberikan

Ananda tahu......

Karya ini tidak dapat mengembalikan

Apa yang telah diberikan tanganmu

Tidak akan bisa membayar jasamu

Ananda persembahkan tulisan ini sebagai

tanda bukti
Dan cinta ananda, diiringi doa dan restumu,

Ananda telah selesaikan satu babak

perjuangan.

Terimakasih atas segala yang telah ayahanda

dan ibunda berikan.

Segala doa yang dipanjatkan, tiap tetes

keringatmu menjadikan semangat untuk maju.

Kupersembahkan karya kecilku untuk yang

kucintai

Ayahanda I Made Warka dan ibunda Ni Made

Murni

Adikku Ari Padmini, Kekasihku Purni Lestari.


Semoga ananda selalu membahagiakan

ayahanda dan ibunda.

Ananda

I Wayan Agus

Wiraguna

MOTTO
TIADA GADING YANG TAK RETAK.
KEGAGALAN ADALAH AWAL DARI
KEBERHASILAN, TIADA HIDUP TANPA
MASALAH, DAN TIADA MASALAH
TANPA JALAN KELUAR...
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu

Puja Syukur dihaturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan

yang Maha Esa, berkat rahmat Nyalah sehingga karya ilmiah yang berbentuk

Skripsi dengan judul PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI DESA

WISATA DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENDIDKAN MASYARAKAT DI

DUSUN PINGE, DESA BARU, KECAMATAN MARGA, KABUPATEN

TABANAN, BALI dapat terselesaikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk

memenuhi salah satu kewajiban dan tugas dalam menempuh ujian Sarjana

Pendidikan pada Fakultas, Institut Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Saraswati.

Di dalam penyelesaian skripsi ini bukan semata-mata atas usaha sendiri,

melainkan karena banyak bantuan dari bapak-bapak serta ibu-ibu dosen di

lingkungan Universitas Pendidikan Ganesha, oleh karena itu pada kesempatan

ini dngan kerendahan hati di ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada

beliau yang terhormat:

1. Bapak Dr. Ir. I Gusti Ngurah Raka Haryana, M.S. Selaku Rektor Keguruan

Dan Ilmu Pendidikan Saraswati.


2. Bapak Dr. Drs. Nyoman Suryawan, M.Si. selaku Dekan pada Fakultas

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.

3. Bapak Drs. Dewa Nyoman Wija Astawa, M.Pd. selaku Ketua Jurusan

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dan Pembimbing I yang telah banyak

membantu dan membimbing di dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Dra. Ni Wayan Sadri, M.Pd. selaku Pembimbing II yang telah banyak

membantu dan membimbing di dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak / Ibu dosen serta Asisten Dosen di lingkungan Fakultas Pendidikan

Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah banyak memberikan ilmu

pengetahuan dan arahan serta petunjuk sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

6. Bapak I Ketut Sudiarta, S.Sos selaku Kepala Desa Baru yang telah

memberikan kesempatan untuk melaksanakan penelitian di Desa Baru.

7. Bapak I Wayan Ngantera Selaku Kepala Dusun Pinge yang telah banyak

memberikan bimbingan dan masukan pada saat proses penelitian.

8. Bapak I Wayan Carmadana Selaku Ketua POKDARWIS Pinge yang telah

banyak membantu pada saat proses penelitian.

9. Masyarakat Desa Wisata Pinge yang ikut serta mensukseskan pelaksanaan

penelitian ini. Serta teman-teman yang tak dapat disebutkan satu persatu

yang telah banyak membantu di dalam penyusunan karya ilmiah ini.


Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa

melimpahkan rahmat dan anugerahnya serta keselamatan kepada beliau

sekalian sesuai dengan amal baktinya. Sebagai akhir kata tidak lupa diucapkan

mohon maaf lahir dan batin bila ternyata di dalam penyajian karya ilmiah ini

terselip kekurangan dan kekeliruan yang tentunya tidak disengaja.

Om Santih, Santih, Santih, Om

Penyusun

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
MELALUI DESA WISATA DAN DAMPAKNYA
TERHADAP PENDIDKAN MASYARAKAT DI DUSUN
PINGE, DESA BARU, KECAMATAN MARGA,
KABUPATEN TABANAN, BALI
Oleh

I WAYAN AGUS WIRAGUNA

NIM: 10110015

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi dengan adanya Pemberdayaan masyarakat


dengan Desa wisata. Dimana desa wisata memberikan dampak yang signifikan
terhadap masyarakat sekitar. Baik itu dampak dalam hal sosial budaya maupun
pendidikan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat ditarik beberapa
rumusan masalah yang kedepannya akan menjadi acuan bagi peneliti dalam
melakukan penelitian, diantaranya adalah: (1) Bagaimanakah latar belakang
terbentuknya Desa Wisata Pinge, (2) Bagaimanakah bentuk-bentuk kegiatan
pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan Desa Wisata Pinge. (3)
Apakah dampak pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan Desa Wisata
Pinge terhadap masyarakat sekitar dalam bidang pendidikan.
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah:
Mendeskripsikan latar belakang terbentuknya Desa Wisata Pinge,
Mendeskripsikan Bentuk-bentuk kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui
pengembangan Desa Wisata Pingedan Mendeskripsikan dampak pemberdayaan
masyarakat melalui pengembangan Desa Wisata Pinge terhadap masyarakat
sekitar dalam bidang pendidikan. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif berbentuk deskriptif, yang dimana lokasi penelitian dilakukan di Dusun
Pinge, Desa Baru, Kecamatan Marga, Tabanan. Metode pengumpulan data
mengaplikasi metode wawancara, observasi, dokumentasi dan keabsahan data,
dimana hasil penelitian di analisis secara deskriptif. Adapun lagkah-langkah
sebagai berikut: tahap pertama melaksanakan segala metode pengumpulan data
untuk mendapatkan data yang diperlukan, kemudian setelah data didapatkan
dibuat suatu deskripsi data, dan terakhir data-data tersebut direduksi untuk
mendapatkan jawaban yang diinginkan dari penelitian yang dilakukan ini.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa terbentuknya desa wisata
pinge di Kabupaten Tabanan yang ditetapkan berdasarkan keputusan Bupati
Tabanan No.337 tahun 2004 Dimana desa wisata pinge dikelola oleh kelompok
sadar desa wisata (POKDARWIS). Kegiatan pemberdayaan yang dilaksanakan
diantaranya Pengembangan dan penataan jalur tracking, Pura Puseh / Bale Agung
jalur sepanjang jalan Desa Pakraman Pinge Subak Pacung Subak Blaluan
Pura Dalem Pinge, Peningkatan kebersihan lingkungan terutama di belakang
pekarangan / teba. Sedangkan program non fisik adalah :Penyempurnaan sumber
budaya berupa awig-awig, penulisan sejarah, tradisi Adat Pinge, Pelatihan
pramuwisata lokal khusus di Desa Wisata Pinge. Pengembbangan desa wisata
pinge memberikan dampak yang signifikan terhadap masyarakat desa pinge
mencakup peningkatan kualitas SDM, pelestarian budaya lokal berupa
peninggalan purbakala dan seni tari LEKO. Dengan adanya desa wisata pinge,
penduduk menjadi lebih sadar akan pentingnya pendidikan untuk menunjang
keberlangsungan desa wisata ini. hal ini akan berdampak pula terhadap
pendapatan dan keberlangsungan ekonomi penduduk desa wisata pinge.
Saran yang bisa diberikan terhadap masyarakat adalah diharapkan adanya
pelatihan pemandu dan pendamping yang berkelanjutan oleh dinas kebudayaan
dan pariwisata untuk senantiasa meningkatkan kualitas SDM pengelola,
masyarakat maupun pemasaran desa wisata. Selain itu diharapkan pemerintah,
pengelola dan masyarakat harus memperhatikan kelestarian alam, kelestarian
budaya dan pemerataan peran serta masyarakat berdasarkan nilai-nilai sosial,
budaya, maupun agama yang dianut agar terhindar dari pengaruh negatif dari luar.

Kata Kunci: Desa Wisata, Pengembangan Desa Wisata


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................
ABSTRAK............................................................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................................
DAFTAR TABEL.................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................
1.1 LATAR BELAKANG...............................................................................
1.2 RUMUSAN MASALAH...........................................................................
1.3. TUJUAN PENELITIAN...........................................................................
1.4 RUANG LINGKUP PENELITIAN.........................................................
1.5 SIGNIFIKANSI PENELITIAN................................................................
1.6 PENJELASAN ISTILAH.........................................................................
BAB II LANDASAN TEORI..............................................................................
2.1 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT.....................................................
2.1.1 Konsep Pemberdayaan Masyarakat..........................................................
2.1.2 Tujuan Pemberdayaan Masyarakat...........................................................
2.1.3 Strategi Pemberdayaan................................................................................
2.1.4 Bentuk-Bentuk Kegiatan Pemberdayaan.................................................
2.2 PENGERTIAN DESA WISATA..............................................................
2.3 KERANGKA BERFIKIR.........................................................................
BAB III METODE PENELITIAN....................................................................
3.1. METODE PENENTUAN SUBYEK PENELITIAN..............................
3.1.1 Subyek Penelitian.........................................................................................
3.1.2 Sampel Penelitian.........................................................................................
3.2 METODE PENGUMPULAN DATA.......................................................
3.2.1 Metode Pengumpulan Data Sekunder.....................................................
3.2.2 Metode Pengumpulan Data Primer..........................................................
3.3 METODE ANALISA DATA.....................................................................
3.3.1 Metode Pengolahan Data Komparatif.....................................................
3.3.2 Metode Pengolahan Data Deskriptif....................................................
BAB IV HASIL PENELITIAN...........................................................................
4.1 TINJAUAN SINGKAT SEPUTAR DESA WISATA PINGE................
4.1.1 Sejarah Desa Pinge........................................................................................
4.1.2 Keadaan Geografis Desa Wisata Pinge...................................................
4.1.3 Keadaan Penduduk Desa Wisata Pinge..................................................
4.2 HASIL PENELITIAN...............................................................................
4.2.1 Latar Belakang Terbentuknya Desa Wisata Pinge................................
4.2.2 Bentuk-bentuk Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Melalui
Pengembangan Desa Wisata Pinge..........................................................
4.2.3 Dampak Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan
Desa Wisata Pinge Terhadap Masyarakat Sekitar Dalam Bidang
Pendidikan.....................................................................................................
BAB V PENUTUP................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................
LAMPIRAN..........................................................................................................
DAFTAR TABE

Tabel 3. 1 Jumlah Sampel Menurut Tingkatan...................................................34


Y
Tabel 4. 1 Jumlah Penduduk Pinge menurut Jenis Kelamin,Pendidikan, dan Pekerjaan 44

Tabel 4. 2 Jumlah Penduduk Desa Pinge Menurut Golongan Umur........................44

Tabel 4. 3 Keadaan Pendidikan penduduk........................................................58

Tabel 4. 4 Presentase Keadaan Pendidikan Penduduk.........................................59


BAB I

PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

.1 LATAR BELAKANG
Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk

memperoleh devisa dan penghasilan non migas. Peran pariwisata dalam

rangka pembangunan nasional sangat besar, peran tersebut antara lain berupa

memperluas dan menciptakan lapangan kerja baru, menurunkan angka

pengangguran. Indonesia yang kaya akan potensi dan sumberdaya mempunyai

peluang yang sangat besar untuk dikembangkan terutama untuk industri

pariwisata. Karena industri pariwisata mampu menghasilkan pendapatan

yangtinggi, sehingga mampu dijadikan sebagai modal dalam pembangunan

baik tingkat lokal, regional, maupun nasional.


Ketersediaan fasilitas dan sarana prasarana menjadi faktor yang penting

dalam pengembangan pariwisata. Semakin memadai fasilitas dan sarana

prasarana yang ada disuatu obyek pariwisata akan berdampak pada semakin

tingginya tingkat kunjungan wisatawan. Dengan tingginya tingkat kunjungan

wisatawan akan berdampak pada semakin tingginya pendapatan dari obyek

pariwisata.
Obyek pariwisata dengan kualitas yang tinggi, akan berdampak pada

semakin tinggi minat wisatawan untuk melakukan kunjungan pada obyek

wisata tersebut. Tingkat aksesibilitas ini berupa aksesibilitas jalan maupun

informasi. Kemudahan dalam mengakses jalan menuju obyek pariwisata

adalah faktor terpenting dalam rangka pengembangan pariwisata. Keberadaan

jalan yang memadai akan mempermuda harus kunjungan maupun mobilitas

13
wisatawan. Dengan tidak mengesampingkan kemudahan akses terhadap

informasi obyek pariwisata. Kemudahan dalam mengakses informasi

berkaitan dengan obyek wisata merupakan faktor pemicu dalam minat

kunjungan wisatawan.
Sehubungan dengan hal ini maka pengembangan desa wisata merupakan

suatu bentuk pengembangan wilayah desa yang lebih cenderung pada

penggalian potensi desa dengan memanfaatkan unsur-unsur yang ada dalam

desa sebagai atribut produk wisata. Kelahiran sebuah kegiatan wisata

perdesaan sepatutnya memperhatikan, melibatkan, dan memberikan peran

yang proporsional kepada masyarakat setempat selaku pemilik sah dari

lingkungan perdesaan. Peran serta masyarakat baik dusun maupun desa

setempat sangat penting, terkait dengan dasar dan arah pengembangan desa

wisata ( Pigram, 1993 dalam Raharjana, 2005 ). Salah satu pemberdayaan

ekonomi kerakyatan dalam bidang pariwisata adalah melalui pengembangan

Desa Wisata. Dimana dengan desa wisata perekonomian masyarakat

perdesaan diangkat melalui kegiatan pariwisata dimana pariwisata

dikembangkan berdasarkan unsur-unsur kegiatan yang telah ada di perdesaan

serta ciri khas budaya setempat dengan kata lain pengembangan kegiatan

pariwisata tidak terlepas dari ciri kegiatan masyarakat perdesaan yang telah

ada, baik aspek ekonomi, pendidikan maupun sosial budaya.


Desa Pinge salah satu desa di Kabupaten Tabanan telah resmi menjadi

desa wisata pada tahun 2010. Desa Wisata Pinge merupakan salah satu desa

yang memiliki potensi alam dan budaya yang sangat besar. Potensi tersebut

saat ini telah dimanfaatkan sebagai atrakasi wisata (tourist attraction) dengan

cara dikembangkan dan dikelola secara profesional. potensi-potensi wisata

14
tersebut tidaklah terlepas dari campur tangan pihak pengelola sebagai

inisiator dalam rangka mewujudkan Desa Wisata Pinge yang banyak diminati

wisatawan.
Selain lokasinya yang masih alami dan asri. Potensi alam dan budaya yang

dimiliki Desa Wisata Pinge memberikan dampak positif bagi pembukaan

lapangan pekerjaaan baru dan peningkatan kualitas pendidikan, maupun

kesejahteraan ekonomi warga setempat. Di mana sebelum adanya pembukaan

Desa Wisata Pinge masyarakat hanya mengandalkan mata pencaharian tani,

namun sekarang banyak warga yang mendirikan warung berjualan makanan

khas, menawarkan kerajinan tangan, jasa ojek di sekitar lokasi wisata. Di

samping itu, bapak-bapak maupun pemuda juga diberdayakan sebagai

pemandu wisata. Hal tersebut menunjukkan kegiatan pemberdayaan

masyarakat melalui pengembangan desa wisata telah dilakukan dengan baik.


Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk mencoba

mendeskripsikan dampak pemberdayaan desa wisata terhadap pendidikan

dengan judul PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI DESA

WISATA DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENDIDKAN MASYARAKAT

DI DUSUN PINGE, DESA BARU, KECAMATAN MARGA, KABUPATEN

TABANAN, BALI

1.2 RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang di atas, di dapat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah latar belakang terbentuknya Desa Wisata Pinge?


2. Bagaimanakah bentuk-bentuk kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui

pengembangan Desa Wisata Pinge?

15
3. Apakah dampak pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan Desa

Wisata Pinge terhadap masyarakat sekitar dalam bidang pendidikan?

1.3. TUJUAN PENELITIAN


Dari rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas, maka tujuan Penelitian ini

adalah:
1. Mendeskripsikan latar belakang terbentuknya Desa Wisata Pinge
2. Mendeskripsikan Bentuk-bentuk kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui

pengembangan Desa Wisata Pinge.


3. Mendeskripsikan dampak pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan

Desa Wisata Pinge terhadap masyarakat sekitar dalam bidang pendidikan.

1.4 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Agar penulisan skripsi ini tidak menyimpang dan mengambang dari tujuan

yang semula direncanakan sehingga mempermudah mendapatkan data dan

informasi yang diperlukan, maka penulis menetapkan batasan-batasan yakni Latar

belakang terbentuknya Desa Wisata Pinge, Bentuk-bentuk kegiatan pemberdayaan

masyarakat melalui pengembangan Desa Wisata Pinge dan Dampak

pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan Desa Wisata Pinge terhadap

masyarakat sekitar dalam bidang pendidikan.

1.5 SIGNIFIKANSI PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat dan kegunaan baik

secara teoritis maupun praktis.

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk memberikan sumbangan terhadap khasanah keilmuan sosial

masyarakat melalui pengembangan desa wisata.


b. Memberikan kontribusi atau sumbangan pemikiran kepada akademisi

Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai salah satu bidang ilmu sosial.

16
2. Manfaat Praktis

Memberikan kontribusi positif bagi pengelola Kelompok Sadar Wisata

Pinge, masyarakat setempat, dan pemerintah daerah dalam upaya

pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan desa wisata.

1.6 PENJELASAN ISTILAH


Untuk tidak menimbulkan adanya perbedaan pengertian, perlu ada

penjelasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Beberapa batasan

istilah yang perlu dijelaskan adalah sebagai berikut:


1. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan Masyarakat Secara konseptual, pemberdayaan atau

pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata power(kekuasaan atau

keberdayaan) (dalam Suharto,2009). Pemberdayaan adalah sebuah proses

dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam,

berbagai pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadian-

kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya.

Pemberdayaan masyarakat menekankan bahwa masyaraka t(individu,

kelompok) memperoleh, ketrampilan pengetahuan, dan kekuasaan yang

cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang

menjadi perhatiannya
2. Pengembangan Desa Wisata
Pengembangan berasal dari kata kerja berkembang yang berarti; a)

Mekar terbuka, b) menjadikan besar (luas, merata), c) Menjadikan maju

(baik, sempurna). Pengembangan desa wisata pada dasarnya adalah proses

bagaimana sebuah desa dapat berkembang dan sebagai pusat wisata yang

memiliki unsur hiburan dan pendidikan. Pembangunan sektor pariwisata

sangat potensial sekali untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

17
dengan melibatkan peran aktif masyarakat dalam pengelolaannya

(Marpaung, 2000).
3. Desa Wisata Pinge

Desa Pinge terletak di Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, Bali. Desa

ini memiliki potensi wisata alam, sejarah dan budaya. Desa ini telah

mampu mendatangkan wisatawan dan memberdayakan masyarakat sekitar

melalui pengelolaan operator lokal yaitu Kelompok Sadar Wisata Desa

Wisata Pinge (Pokdarwis Pinge).

BAB II

LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI


2.1 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

2.1.1 Konsep Pemberdayaan Masyarakat

Konsep Pemberdayaan Masyarakat Secara konseptual, pemberdayaan atau

pemberkuasaan (empowerment) berasal dari kata power (kekuasaan atau

keberdayaan) (dalam Suharto,2009).

Jadi ide pemberdayaan bersentuhan dengan konsep kekuasaan.

Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan

dan lemah sehing ga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam

(Chambers,1996):

a. Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan

(freedom) dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan

18
bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan. Kebebasan

yang dimaksud bisa diciptakan kelompok itu sendiri atau melalui fasilitasi

pemerintah.
b. Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat

meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa

yang yang mereka perlukan.


c. Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang

mempengaruhi mereka.

Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi

yang merangkum nilai-nilai sosial. Memberdayakan mengandung pula arti

melindungi, dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi

bertambah lemah, oleh karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang

kuat.

Oleh karena itu, penulis berpandangan bahwa perlindungan dan pemeliharaan

kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan

masyarakat. Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi,

karena hal itu justru akan mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah.

Melindungi harus dilihat dari upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang

tidak seimbang, serta eksploritasi yang kuat atas yang lemah.

2.1.2 Tujuan Pemberdayaan Masyarakat

Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakat menurut

Sulistiyani (2004) adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi

mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berfikir, bertindak, dan

mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Untuk mencapai

19
kemandirian masyarakat diperlukan sebuah proses. Melalui proses belajar

maka secara bertahap masyarakat akan memperoleh kemampuan atau daya

dari waktu ke waktu.

Jamasy (2004) mengemukakan bahwa konsekuensi dan

tanggungjawab utama dalam program pembangunan melalui pendekatan pe

mberdayaan adalah masyarakat berdaya atau memiliki daya, kekuatan atau

kemampuan. Kekuatan yang dimaksud dapat dilihat dari aspek fisik dan

material, ekonomi, kelembagaan, kerjasama, kekuatan intelektual dan

komitmen bersama dalam menerapkan prinsip-prinsip pemberdayaan.

Dari paparan tersebut dapat kita simpulkan bahwa tujuan

pemberdayaan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat terutama

dari kemiskinan, keterbelakangan, kesenjangan, dan ketidakberdayaan.

Kemiskinan dapat dilihat dari indikator pemenuhan kebutuhan dasar yang

belum mencukupi/layak. Kebutuhan dasar itu, mencakup pangan, pakaian,

papan, kesehatan, pendidikan, dan transportasi. Sedangkan keterbelakangan,

misalnya produktivitas yang rendah, sumberdaya manusia yang lemah,

kesempatan pengambilan keputusan yang terbatas.

Kemudian ketidakberdayaan adalah melemahnya kapital sosial yang

ada di masyarakat (gotong royong, kepedulian, musyawarah, dan

kswadayaan) yang pada gilirannya dapat mendorong pergeseran perilaku

masyarakat yang semakin jauh dari semangat kemandirian, kebersamaan, dan

kepedulian untuk mengatasi persoalannya secara bersama.

2.1.3 Strategi Pemberdayaan

20
Seringkali upaya pemberdayaan diartikan dengan pemberian bantuan

fisik. Namun, seringkali bantuan tidak berlanjut dan setelah program selesai

bantuan itu tidak bermanfaat untuk masyarakat. Secara substantif,

pemberdayaan masyarakat adalah proses mengembangkan, memampukan

masyarakat agar dapat mandiri dalam mengelola potensi sumber daya yang

mereka miliki. Warisan budaya, adalah sumber daya yang perlu dimanfaatkan

oleh masyarakat sekitar situs sebagai objek untuk meningkatkan

kesejahteraannya. Pemahaman ini perlu ditanamkan kepada mereka, agar

menyadari potensi sumber daya di lingkungannya. Dalam konteks itu,

masyarakat tidak hanya diarahkan pada kemajuan secara fisik atau materi,

melainkan lebih penting pada perkembangan non materi. Dengan demikian,

pemberdayaan tidak hanya memerlukan sumber daya manusia, modal, ataupun

sarana, tetapi juga memerlukan nilai-nilai yang membimbing dan mengarahkan

orientasi perubahan akan dilakukan.

Kartasasmita, (1995) menjelaskan upaya memberdayakan masyarakat,

dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu:

Pertama, menciptakan suasana yang memungkinkan potensi masyarakat

berkembang (enabling). Setiap masyarakat memiliki potensi yang dapat

dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa

kemampuan atau kekuatan. Pemberdayaan adalah, upaya untuk membangun

kemampuan atau kekuatan tersebut, dengan mendorong, memotivasi, dan

membangkitkan kesadaran potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk

mengembangkannya. Dengan demikian, kekuatan atau kemampuan tesembunyi

21
yang dimiliki oleh masyarakat yang akan diberdayakan terlebih dahulu harus

dipetakan. Pemetaan atau identitfikasi terhadap potensi tersebut sangat penting

sebagai dasar melangkah untuk menentukan program pemberdayaan.

Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat

(empowering). Dalam rangka ini, diperlukan langkah-langkah lebih positif,

selain menciptakan suasana yang kondusif. Penguatan ini meliputi langkah-

langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan serta pembuka

akses dalam berbagai peluang yang akan membuat masyarakat menjadi lebih

berdaya. Untuk itu, perlu ada program khusus untuk masyarakat yang kurang

berdaya, karena program-program umum yang berlaku untuk semua, tidak

selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat ini, seperti tersedianya lembaga-

lembaga pendanaan, pelatihan, dan lapangan kerja.

Ketiga, memberdayakan rakyat dalam arti melindungi dan membela

kepentingan masyarakat lemah. Dalam proses pemberdayaan harus dicegah

jangan sampai yang lemah semakin termarginalkan dalam menghadapi

penguasa. Oleh karena itu, perlindungan dan keberpihakan kepada yang lemah

sangat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan rakyat. Melindungi dan

membela harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan

yang tidak seimbang dan eksploitasi atas yang lemah.

Dari pandangan tersebut, diperoleh gambaran bahwa pemberdayaan

tidak dapat dilakukan secara parsial, melainkan diperlukan strategi pendekatan

yang menyeluruh. Dalam hal ini, arkeolog tidak dapat bekerja sendiri, karena

upaya pemberdayaan selalu melibatkan berbagai disiplin ilmu. Di samping itu,

22
upaya ini perlu melibatkan inisiatif dari berbagai pihak, karena lembaga

arkeologi tidak mungkin dapat berjalan sendiri tanpa dukungan dari

stakeholders khususnya keberadaan dan peranan Pemerintah Daerah dan

Organisasi Non-pemerintah (Ornop) atau NGOs (Non-Governmental

Organizations) sebagai agen perubahan (agents of change).

Dalam setiap komunitas (masyarakat disekitar situs) sudah pasti

memiliki nilai-nilai, institusi-institusi, dan mekanisme sosial yang

memungkinkan terjadinya hubungan sosial dan kerjasama yang dilandasi rasa

saling percaya di luar ataupun di dalam kelompok sosialnya. Jalinan antara

nilai-nilai, institusi-institusi, dan mekanisme sosial itulah yang sering disebut

modal sosial. Modal sosial sangat terkait dengan organisasi sosial, ikatan atau

hubungan sosial, norma ataupun kepercayaan yang memfasilitasi koordinasi

dan kerjasama untuk kepentingan bersama. Dengan demikian, modal sosial

yang dimiliki (oleh masyarakat di sekitar situs), merupakan elemen penting

untuk warga masyarakat untuk lebih peduli terhadap kepentingan bersama.

Modal sosial yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat di sekitar situs,

ini perlu dikembangkan dalam program pemberdayaan dan dikaitkan dengan

upaya pelestarian situs. Hal ini sangat dimungkinkan karena dengan modal

sosial, khususnya dalam bentuk trust atau kepercayaan, masyarakat bersedia

untuk bekerjasama dan menempatkan kepentingan kelompok di atas

kepentingan individu. Secara teoritis, masyarakat high trust akan memiliki

solidaritas komunal yang sangat tinggi. Hal ini dapat berdampak, masyarakat

bersedia berperilaku mengikuti aturan, sehingga dapat memperkuat

23
kebersamaan (Fukuyama, 2002:3-6). Dalam konteks pemberdayaan, kesediaan

berperilaku mengikuti aturan, inilah menjadi salah satu tujuan guna upaya

pelestarian situs.

Dengan demikian, program pemberdayaan tidak hanya bersifat fisik,

melainkan dapat diwujudkan dalam berbagai aspek seperti hukum, sosial-

budaya, atau ekonomi, sesuai dengan problem yang mereka hadapi.

Pemberdayaan pada aspek hukum, dilakukan dengan cara pembekalan terhadap

berbagai peraturan perundang-undangan yang menyangkut peraturan mengenai

pelestarian warisan budaya. Aturan-aturan apa yang diperbolehkan dan apa

yang dilarang. Hal ini penting untuk ditanamkan, khususnya pada generasi

muda masyarakat di sekitar situs. Pembekalan aspek hukum ini penting

dipahami sebagai dasar untuk melangkah pada aspek pemberdayaan di sektor

lainnya. Pembekalan aspek hukum sangat mutlak diselenggarakan pada situs-

situs yang rawan akan konflik kepentingan yang sarat akan pelanggaran-

pelanggaran situs.

Pemberdayaan pada aspek sosial-budaya, dapat dicapai dengan

memberdayakan kemampuan masyarakat untuk mengenali jati dirinya melalui

temuan dan interpretasi data arkeologis yang dilakukan oleh para arkeolog.

Misalnya melalui diseminasi penelitian arkeologi kepada masyarakat lokal

sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban ilmiah para peneliti yang telah

meneliti warisan budaya mereka. Dengan informasi yang didapatkan dari

interpretasi arkeologis masyarakat dapat mengenal dirinya sendiri dalam

bidang sosial-budaya, seperti revitalisasi budaya yang selanjutnya dapat

24
dipergunakan dorongan moral bagi pengaktualisasian eksistensinya (Sutaba,

2000)

Pemberdayaan dalam bidang ekonomi merupakan pemberdayaan yang

secara langsung paling cepat dan konkrit dirasakan hasilnya oleh masyarakat di

sekitar situs. Namun demikian pemberdayaan yang menyentuh aspek ekonomi

ini harus dilakukan dengan hati-hati, agar masyarakat tidak selalu

mengantungkan pada pihak lain, yang pada akhirnya justru melemahkan

masyarakat itu sendiri.

2.1.4 Bentuk-Bentuk Kegiatan Pemberdayaan

Pemberdayaan harus dilakukan secara terus menerus, komprehensif, dan

simultan sampai ambang batas tercapainya keseimbangan yang dinamis antara

pemerintah dan semua segmen yang diperintah. diperlukan berbagai program

pemberdayaan,diantaranya:

1. Pemberdayaan politik, yang bertujuan meningkatkan daya tawar

(bargaining position) yang diperintah terhadap pemerintah. Bargaining ini

dimaksudkan agar yang diperintah mendapatkan apa yang merupakan

haknya dalambentuk barang, jasa, layanan, dan kepedulian tanpa

merugikan pihak lain. Utomo menyatakan bahwa birokrasi yang berdaya

dan tangguh adalah yang memiliki kualitas kehidupan kerja (quality of

work life) yang tinggi dan berorientasi kepada:


a. Partisipasi dalam pengambilan keputusan (participation in decision

making)
b. Program pengembangan karir (career development program)
c. Gaya kepemimpinan (leadership style)

25
d. Derajat tekanan yang dialami oleh karyawan(the degrees of stress

experienced by employees)dan
e. Budaya organisasi (the culture of the organisastion)
2. Pemberdayaan ekonomi, diperuntukkan sebagai upaya meningkatkan

kemampuan yang diperintah sebagai konsumen agar dapat berfungsi

sebagai penanggung dari dampak negative pertumbuhan, pembayar resiko

salah urus, pemikul beban pembangunan, kegagalan program, dan akibat

kerusakan lingkungan.
3. Pemberdayaan sosial-budaya, bertujuan meningkatkan kemampuan

sumber daya manusia melalui human investmentguna meningkatkan nilai

manusia (human dignity), penggunaan(human utilization), dan perlakuan

yang adil terhadap manusia.

Pemberdayaan lingkungan, dimaksudkan sebagai program perawatan dan

pelestarian lingkungan, agar pihak yang diperintah dan lingkungannya mampu

beradaptasi secara kondusif dan saling menguntungkan Ndraha (2003).

2.2 PENGERTIAN DESA WISATA


Desa wisata merupakan suatu wilayah perdesaan yang dapat dimanfaatkan

berdasarkan kemampuan unsur-unsur yang memiliki atribut produk wisata secara

terpadu, dimana desa tersebut menawarkan secara keseluruhaan suasana yang

memilikan tema dengan mencerminkan keaslian pedesaan, baik dari tatanan segi

kehidupan sosial budaya dan ekonomi serta adat istiadat keseharian yang

mempunyai cirikhas arsitektur dan tata ruang desa menjadi suatu

rangkaianaktivitas pariwisata (www.wikipedia.org, 2014).


Sedangkan Nuryanti (1993) berpendapat bahwa desa wisata merupakan

suatu bentuk integrasi tantara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang

26
disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan

tatacara dan tradisi yang berlaku.


Ditjenpar (1999) dalam Arlini (2003) mendefinisikan desa wisata sebagai

suatu wilayah perdesaan yang menawarkan keseluruhan suasana yang

mencerminkan keaslian pedesaan, arsitektur bangunan dan tata ruang desa, serta

mempunyai potensi untuk dikembangkan berbagai komponen kepariwisataan,

misalnya atraksi wisata makanan dan minuman, cinderamata, penginapan, dan

kebutuhan lainnya.
Nuryanti (1993) juga menyatakan bahwa terdapat dua konsep yang utama

dalam komponen desa wisata sebagai berikut:


1. Akomodasi
Yaitu sebagian dari tempat tinggal para penduduk setempat dan atau

unit-unit yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk


2. Atraksi
Yaitu seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat beserta setting

fisik lokasi desa yang memungkinkan berintegrasinya wisatawan

sebagai partisipasi aktif.

Dalam pengembangan desa wisata sebagai obyek wisata perlu dipahami

sejak awal bila masyarakat setempat bukan sebagai obyek pasif namun justru

sebagai subyek aktif. Sebuah lingkungan perdesaan dapat dipandang sebagai

obyek sekaligus sebagai subyek wisata.

Sebagai obyek artinya desa tersebut merupakan tujuan

kegiatanpariwisata sedangkan sebagai subyek adalah sebagai penyelenggara,

apa yang dihasilkan oleh desa akan dinikmati oleh masyarakatnya secara

langsung dan peran aktif masyarakat sangat menentukan kelangsungannya

(Soebagyo, 1991 dalam Raharjana, 2005).

27
Dalam pelaksanaan pariwisata berbasis komunitas khususnya bagi

pengembangan desa wisataa, beberapa persoalan yang harus dipertimbangkan

adalah partisipasi, pengambilan keputusan, pembangunan kapasitas

masyarakat, dan akses ke pasarwisata. Dalam menyususn konsep

kerjapembangunan sebuah desa menjadi desawisata dapat dicapai melalui dua

pendekatan yaitu:

1. Pendekatan Pasar untuk Pengembangan Desa Wisata


a. Interaksi tidak langsung
Model pengembangan didekati dengan cara bahwa desa mendapat manfaat

tanpa interaksi langsung dengan wisatawan misalnya, penulisan buku-buku

tentang desa yang berkembang, kehidupan desa, arsitektur tradisional, latar

belakang sejarah, dan sebagainya


b. Interaksi setengah langsung
Bentuk-bentuk one way trip yang dilakukan oleh wisatawan, kegiatan-

kegiatan meliputi makan dan berkegiatan bersama penduduk dan

kemudian wisatawan dapat kembali ke tempat akomodasinya.


c. Interaksi langsung
Wisatawan dimungkinkan untuk tinggal/bermalam dalam akomodasi yang

dimiliki oleh desa tersebut. Dampak yang terjadi dapat dikontrol dengan

berbagai pertimbangan yaitu daya dukung dan potensi masyarakat.


2. Pendekatan Fisik Pengembangan Desa Wisata
Pendekatan ini merupakan solusi yang umum dalam mengembangkan sebuah

desa melalui sektor pariwisata dengan menggunakan standar-standar khusus

dalam mengontrol perkembangan dan menerapkan aktivitas konservasi.


a. Mengkonservasi sejumlah rumah yang memiliki nilai budaya dan

arsitektur yang tinggi dan mengubah fungsi rumah tinggal menjadi sebuah

28
museum desa untuk menghasilkan biaya untuk perawatan dari rumah

tersebut.
b. Mengkonservasi keseluruhan desa dan menyediakan lahan baru untuk

menampung perkembangan penduduk desa tersebut dan sekaligus

mengembangkan lahan tersebut sebagai area pariwisata dengan fasilitas-

fasilitas wisata.
c. Mengembangkan bentuk-bentuk akomodasi di dalam wilayah desa

tersebut yang dioperasikan oleh penduduk desa sebagai industri skala

kecil.

2.3 KERANGKA BERFIKIR

Perkembangan dunia pariwisata dalam dekade ini, telah mengalami

perkembangan pesat dan terjadi suatu fenomena yang sangat global dengan

melibatkan jutaan manusia, baik dikalangan masyarakat, industri pariwisata

maupun kalangan pemerintah, dengan biaya yang cukup tinggi.

Dalam perkembangannya pariwisata telah mengalami berbagai perubahan

baik perubahan pola, bentuk, dan sifat kegiatan, dorongan orang untuk melakukan

perjalanan, cara berpikir maupun sifat perkembangan itu sendiri.

Aspek ekonomi pariwisata tidak hanya berhubungan dengan kegiatan

ekonomi yang langsung berkaitan dengan kegiatan pariwisata, seperti usaha

perhotelan, restoran, dan penyelenggaraan paket wisata atau tour dan travel. Di

samping itu pariwisata juga merupakan wahana yang menarik untuk mengurangi

angka pengangguran mengingat berbagai jenis pariwisata dapat ditempatkan di

mana saja (footlose). Oleh sebab itu pembangunan wisata dapat dilakukan di

daerah yang pengaruh penciptaan lapangan kerjanya paling menguntungkan.

29
Industri pariwisata sering dianggap sebagai jawaban untuk memperbaiki

masalah ekonomi akan dapat diatasi, hal ini dikarenakan industri pariwisata dapat

menciptakan lapangan kerja baru yang jelas akan dapat memberikan lebih banyak

peluang ekonomi, di samping juga dapat menjadi sarana untuk menjaga dan

memperbaiki lingkungan dan mendorong pembangunan ekonomi.

Desa wisata merupakan salah satu bentuk wisata alternatif, yang dibentuk

sebagai reaksi atas berbagai dampak negatif dari wisata tradisional, yaitu dengan

melakukan suatu perjalanan yang bertanggung jawab ke daerah yang masih alami

atau dengan maksud untuk konservasi yang mendukung kelestarian lingkungan.

Dengan semakin pesatnya perkembangan pariwisata, bentuk wisata alam atau

desa wisata yang semula mendukung kelestarian lingkungan, akan dapat

menimbulkan dampak yang negatif juga terhadap lingkungan, baik lingkungan

alam maupun sosial budaya setempat.

Namun sesuai strategi pemerintah dalam pengembangan desa wisata yang

terkait dengan pengembangan peran serta masyarakat diharapkan dapat mampu

meningkatkan kesempatan dan peluang bagi masyarakat untuk menikmati

manfaatnya, sehingga perkembangan desa wisata dapat mampu membantu

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dengan adanya desa wisata juga memiliki dampak terhadap masyarakat

disekitarnya. Diantaranya dampak sosial-budaya dan dampak ekonomi. Kita

sadari pada dasarnya pariwisata merupakan suatu industri yang multi kompleks

dengan menyentuh segala aspek kehidupan, sehingga perkembangannya dapat

membawa akibat atau dampak dan tidak jarang dapat merubah tata kehidupan

masyarakat baik struktur ekonomi maupun sosial.

30
Berbagai peluang ataupun kesempatan bagi masyarakat setempat muncul

terutama di sektor informal yang lebih mempunyai nilai kesejahteraan yang

tinggi, sehingga orang akan meningkatkan pendidikan untuk meraih apa yang

dapat dimanfaatkan dari pengembangan ini. Sehingga akan terjadi suatu

pergeseran akupasi yang semula bermata pencaharian dari bertani ke sektor

informal dari pariwisata, seperti sebagai pemilik homestay, warung cinderamata,

warung makanan dan minuman, pemandu wisata dan lain-lain. Oleh sebab itu

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pemberdayaan Desa Wisata di

dusun Pinge beserta dampaknya terhadap masyarakat sekitar.

31
BAB III

METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN


Metode penelitian merupakan suatu komponen penelitian yang mutlak

harus ada di dalam penelitian. Pada umumnya bertujuan untuk menentukan,

mengembangkan atau mengkaji kebenaran suatu pengetahuan. Untuk mencapai

tujuan itu di dalam penelitian digunakan suatu cara kerja yang dapat di

pertanggung jawabkan.

Seperti kita ketahui, bahwa dengan cara atau metode ilmiah, maka hasil

daripada penelitian itu akan dapat dipertanggung jawabkan pula secara ilmiah dan

akan memiliki nilai ilmiah. Adapun metode yang akan digunakan dalam penelitian

adalah :

3.1 Metode Penentuan Subyek Penelitian


3.1.1 Subyek Penelitian
3.1.2 Sampel Penelitian
3.2 Metode Pengumpulan Data
3.2.1 Pengumpulan Data Primer
3.2.2 Pengumpulan Data Sekunder
3.3 Metode Analisa Data

Berikut ini penulis akan uraikan satu persatu dengan penjelasannya

sebagai berikut :

3.1. METODE PENENTUAN SUBYEK PENELITIAN


3.1.1 Subyek Penelitian
Subjek penelitian merupakan orang-orang yang menjadi sumber informasi

dan dapat memberikan data yang sesuai dengan masalah yang diteliti.

32
(Amirin,1988) Dengan demikian, subjek penelitian ialah sumber informasi dan

data serta masukan-masukan dalam menjawab masalah penelitian. Dalam

penelitian ini yang menjadi informannya dibagi dalam 3 kluster yaitu:


1. Pemerintah
a. Kepala Desa dan Sekretaris Desa Baru
b. Kepala Dusun Pinge
2. Pengelola Wisata
a. Ketua Kelompok Sadar Wisata Desa Wisata Pinge.
b. Sekretaris dan Keuangan Kelompok Sadar Wisata Desa Wisata Pinge.
c. Ketua Pemandu dan Anggota Pemandu Wisata Desa Wisata Pinge.
3. Masyarakat dan Pengunjung
a. Penjual Makanan dan Kerajinan di lokasi Desa Wisata Pinge
b. Tokoh Masyarakat Desa Pinge
c. Masyarakat sekitar Desa Wisata Pinge
d. Pengunjung wisata
3.1.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian dari populasi. Artinya tidak akan ada sampel jika

tidak ada populasi. Populasi adalah keseluruhan elemen atau unsur yang akan

kita teliti. Penelitian yang dilakukan atas seluruh elemen dinamakan sensus.

Idealnya, agar hasil penelitiannya lebih bisa dipercaya, seorang peneliti harus

melakukan sensus. Namun karena sesuatu hal peneliti bisa tidak meneliti

keseluruhan elemen tadi, maka yang bisa dilakukannya adalah meneliti

sebagian dari keseluruhan elemen atau unsur tadi.

Agar hasil penelitian yang dilakukan terhadap sampel masih tetap bisa

dipercaya dalam artian masih bisa mewakili karakteristik populasi, maka cara

penarikan sampelnya harus dilakukan secara seksama. Cara pemilihan sampel

dikenal dengan nama teknik sampling atau teknik pengambilan sampel. Dalam

penelitian ini, peneliti menggunakan Purposive Sampling. Sesuai dengan

namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang atau

sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang

atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya.

33
Sebagai pedoman pengambilan sampel pada penelitian ini penulis

menggunakn suatu sampling (menurut jumlah), ini berarti subjek yang dijadikan

sampel telah ditetapkan kriterianya terlebih dahulu. Adapun kriterianya dalam

penelitian ini adalah masyarakat yang berdasarkan tingkat pendidikan, yakni :

tamatan Sekolah Menengah Pertama,.

Adapun cara penentuan anggota sampel terhadap besarnya populasi,

penulis berpedoman pada pendapat : Sarjana Dr. Ny. Suharsini Arikunto yang

mengatakan sebagai berikut : Untuk sekedar ancer-ancer maka apabila

subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitian

merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah besar dapat diambil antara

10-15 % atau 20 - 25 % atau lebih.

Tabel 3. 1 Jumlah Sampel Menurut Tingkatan

No Tahun Lulus SMP Jumlah Lulusan


1 2003 17
2 2004 7
3 2005 11
4 2006 8
5 2007 9
6 2008 9
7 2009 7
8 2010 8
9 2011 7
10 2012 12
11 2013 8
12 2014 10

3.2 METODE PENGUMPULAN DATA


3.2.1 Metode Pengumpulan Data Sekunder
Yang dimaksud dengan data sekunder adalah data yang diperoleh dari

sumber yang kedua. Data sekunder ini diperoleh tidak langsung dari sumber

pertama. Misalnya diperoleh melalui literatur atau pencataan dokumen. Pencataan

34
dokumen adalah suatu cara untuk memperoleh data yang dilakukan dengan cara

mengumpulkan segala macam dokumen. Dokumen yang dimaksud ini antara lain

dapat berupa tulisan-tulisan, karangan, catatan-catatan, buku-buku dan undang-

undang.
Dalam penelitian ini kajian yang diperoleh dari literatur sedangkan

catatan-catatan diperoleh dari pengumpulan data secara tidak langsung di Desa

Wisata Pinge.

3.2.2 Metode Pengumpulan Data Primer


a. Metode Wawancara (interview)
Wawancara adalah bertanya secara lisan untuk mendapatkan jawaban atau

keterangan dari yang diwawancarai. Dalam konteks penelitian, saya

mewawancarai I Wayan Carmadana selaku Ketua Kelompok sadar wisata Pinge

agar mau memberikan jawaban maupun informasi atas pengelolaan desa wisata.
Bentuk wawancara yang dilakukan dengan wawancara perorangan

maupun kelompok. Wawancara perorangan adalah peneliti hanya mewawancarai

satu orang informan. Misalnya, wawancara dengan Ketua Kelompok Sadar Wisata

Desa Wisata Pinge yaitu I Wayan Carmadana. Sedangkan, wawancara kelompok

adalah wawancara yang dilakukan terhadap sekelompok infrorman terkait desa

wisata.
Misalnya, wawancara dengan Pemandu wisata dan pedagang di sekitar

Desa Wisata Pinge. Dalam hal ini, saya menggabungkan jenis wawancara

terpimpin dan bebas terpimpin. Wawancara terpimpin ialah peneliti melakukan

wawancara secara langsung dengan cara mengajukan pertanyaan yang telah dibuat

dan sesuai pedoman. Sebelumnya, peneliti mempersiapkan bahan secara matang

dan tersistematisasi. Sedangkan, wawancara bebas ialah peneliti mempersiapkan

bahan wawancara secara lengkap, namun cara penyampaiannya dilakukan secara

35
bebas dan berlangsung dalam kondisi tidak formal serta tidak kaku. Seperti,

wawancara dengan pengunjung wisata swasta dengan sambil mengikuti mereka

ke Pura Natar Jemeng.

b. Metode Observasi
Metode observasi adalah suatu kegiatan mengamati secara langsung objek

yang diteliti dengan mencatat segala sesuatu yang bisa dijadikan data atau bahan

untuk dianalisis Huberman,1999. Metode yang digunakan peneliti adalah

nonpartsipan observer, artinya peneliti tidak ikut secara langsung dalam kegiatan

yang sudah dilaksanakan. Dalam hal ini, bisa melihat bentuk-bentuk kegiatan

pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan desa wisata.


c. Dokumentasi
Dokumentasi yang dimaksud adalah pengumpulan data dari arsip desa

wisata, gambar dan dokumen lain. Teknik ini dimaksudkan untuk memperoleh

data kuantitatif guna menunjang data kualitatif. Penulis menggunakan

dokumnetasi gambar dari kamera sendiri yang diambil dari hasil observasi di

lokasi penelitian, namun di sisi lain karena keterbatasan fasilitas, penulis

menggunakan dokumentasi berupa foto kegiatan milik Pokdarwis Pinge yang

dianggap bisa menjelaskan keadaan di lapangan tanpa mengurangi keabsahan

data.
d. Keabsahan Data

Yaitu teknik pemerikasaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dari

luar data untuk keperluan pengecekkan atau pembanding terhadap data tersebut.

Hal ini akan dicapai dengan membandingakan data hasil wawancara di depan

umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi dan dokumen yang berkaitan.

Agar hasil penelitian ini memiliki derajat kepercayaan tinggi sesuai fakta di

lapangan, maka saya melakukan usaha berikut: Pertama, memaksimalkan

36
keterlibatan peneliti dalam pengumpulan data di lapangan. Sehingga, semakin

lama peneliti melakukan observasi maka akan lebih mendalam mengenal karakter,

kebudayaan di lapangan dan tidak mempengaruhi situasi. Kedua, melakukan

triangulasi, dengan cara menggunakan triangulasi metode (lintas pengumpulan

metode), triangulasi sumber data (memilih berbagai sumber yang sesuai). Dengan

demikian, data yang diperoleh dari wawancaradapat dibandingkan dengan data

dari masyarakat. Ketiga, mengadakan member check agar pelaksana program

mengecek catatan peneliti. Namun, ketika ada dokumentasi dari Pokdarwis Pinge

merupakan suatu keterbatasan kamera pada pengambilan gambar dan tetap

melakukan observasi di lapangan sesuai prosedur yang ada.

3.3 METODE ANALISA DATA

Setelah kegiatan mencari dan mengumpulkan data maka akan dilanjutkan

dengan analisa / pengolahan data. Analisis berarti menguraikan atau memisah-

misahkan, menganalisis data berarti mengurai data atau menjelaskan data

kemudian ditarik makna-makna dan kesimpulan. Adapun metode yang digunakan

untuk memperoleh atau mengolah data tersebut antara lain metode pengolahan

data komparatif dan pengolahan data deskriptip.

3.3.1 Metode Pengolahan Data Komparatif


Metode komparatif adalah suatu metode analisa dengan jalan

membandingkan fakta yang diperoleh. Dari data yang diperoleh tersebut di analisa

secara komparatif kemudian dari hasil-hasil pengolan tersebut dipaparkan secara

sistematis sesuai dengan kenyataan di lapangan.

3.3.2 Metode Pengolahan Data Deskriptif

37
Metode deskriptif adalah suatu cara mengolah data dengan mengadakan

pencatatan secara sistematis, kemudian di analisa sehingga diperoleh kesimpulan

yang bersifat umum.

BAB IV

38
HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN


4.1 TINJAUAN SINGKAT SEPUTAR DESA WISATA PINGE
Sebelum melakukan suatu penelitian di suatu daerah ada baiknya asal-

usul dan keadaan daerah tersebut diketahui terlebih dahulu agar lebih

memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian. Sehingga peneliti akan

lebih mengenal daerah tempat penelitiannya dan lebih memahami bagaimana

keadaan penduduk di daerah tersebut. Berdasarkan hal tersebut berikut lebih

diterangkan bagaimana sejarah serta keadaan geografis dari Desa Pinge sebagai

temapat peneliti melakukan penelitian.

4.1.1 Sejarah Desa Pinge

Disebutkan dalam Buana Tatwa, Rsi Madura putra dari Ida

Shanghyang Sunia Hening dari Majapahit menuju jagat Bali [ Pulau

Bali ] pada hari Rabu Kliwon Dungulan, tanggal 1, saka 1302 [ 1380

masehi ] . Didalam kerti yasanya beliau banyak membangun Pura-pura

seperti antara lain Pura Madura, Pura Gunung Sari, Pura Beratan, Pura

Dalem Pauman di Batan Getas. Akhirnya putra ke II beliau dan Ibu

Tirinya tinggal di Taru Pinge.

Diceritrakan perjalanan Ida Dalem Jawi di temani oleh I Gusti Ngurah

Pacung dari Munduk Bias menuju Pucak Asah, kemudian istirahat di bawah

Taru Pinge, disana beliau melakukan tapa yoga semadi, sedangkan

pengikut-pengikut beliau menebang hutan yang ada di sekitar Taru

Pinge,sebelah utara Taru Pinge disebut Babakan, di sebelah selatan disebut

Subak Pacung yang sampai sekarang masih tetap keberadaannya.

39
Disamping itu disekitar Taru Pinge beliau membangun Taman yang disebut

Taman Bagendra seperti nama beliau Sang Rsi Bagendra. Entah berapa lama

beliau tinggal di Taru pinge tidak di ceritrakan, kemudian beliau bertiga

pergi menuju Pucak Asah, di sana Beliau melakukan Tapa Yoga Semadi dan

akhirnya Ida Sang Rsi Moksa sedangkan I Gusti Ngurah Pacung mendapat

anugerah sebagai anglurah di Perean bergelar I Gusti Ngurah Pacung Sakti.

Lama kelamaan daerah Taru Pinge didatangi dan ditempati oleh para

pengembala. Mereka membuat gubuk-gubuk yang tempatnya tidak

beraturan, disamping ada tinggal di sekitar Pura Natar Jemeng , ada juga

yang tinggal di Pinge Len, Banjar Tungging dan tinggal di Tegal Sepit.

Ketika jagat Bali [ Pulau Bali ] masih dikuasai oleh Raja-raja { Meratu

Bali ] daerah /wilayah Taru Pinge di kuasai oleh Puri Marga. Diceritakan Ida

Anak Agung Gede Pejenegan dari Puri Marga setiap hari mencium bau yang

harum kemudian Beliau mengutus abdinya untuk mencari sumber dimana

bau harum tersebut berasal. Akhirnya diketahuilah bau yang harum tersebut

berasal dari bau bunga Taru Pinge yang ada di Gunung Lingga.

Melihat dan memperhatikan bahwa rumah-rumah atau pondok

disekitar desa Taru Pinge adalah pradesa yang belum teratur, kemudian

Beliau mengutus pamannya I Gusti Geluntung supaya menata dan

mengatur penduduk dan Parhyangan utamanya Pura Natar Jemeng dan

mengumpulkan warga Desa yang belum beraturan dijadikan satu di

tempatkan di wilayah Desa Adat Pakraman Pinge seperi sekarang ini,

kemudian I Gusti Geluntung kembali ke Marga.

40
4.1.2 Keadaan Geografis Desa Wisata Pinge

Desa wisata pinge adalah salah satu dari 4 desa / banjar yang

terdapat di Desa Baru. Sebenarnya Desa Wisata Pinge merupakan

bagian dari Desa Admistratif Desa Baru dan Menjadi satu dengan

Dusun dan Desa Pakraman Pinge.

Struktur kepengurusan desa wisata Pinge merupakan

representasi dari seluruh masyarakat seperti : pengelola obyek

wisata,tokoh masyarakat dan pedagang. Untuk menggali potensi obyek

wisata, meningkatkan kwalitas dan meningkatkan SDM dengan

berlandaskan Konsep Tri Hita Karana.

Letak DesaWisata Pinge di Desa Pakraman Pinge Desa Baru

Kecamatan Marga Kabupaten Tabanan Provinsi Bali.

1 KM dari Desa Baru

7 KM dari Ibu Kota Kecamatan Marga

17 KM dari kota Kabupaten Tabanan

40 KM dari ibu Kota Provinsi Bali [ Denpasar ]

Adapun luas wilayah Desa Pakraman Pinge adalah 240,75 Ha yang meliputi /

peruntukan :

Fasilitas Umum = 5,75 Ha

Sawah = 105 Ha

Tegalan = 40 Ha

Batas Desa Pakraman Pinge meliputi :

Sebelah utara : Desa Pakraman Tegeh

41
Sebelah selatan : Tegal Sepit

Sebalah barat : Pangkung Bangka

Sebelah timur : Tukad Yeh Kajang

Adapun komponen palemahan di Desa Pakraman Pinge terdiri

dari Sanggah yang merupakan areal paling suci dalam pekarangan

yang ada di setiap karang dan pasti berada di sebelah utara ( Timur Laut

dan Barat Laut ) dari pekarangan rumah. Di Desa Pakraman Pinge,

letak Sanggah juga berorientasi kearah jalan atau rurung. Merupakan

suatu keunikan, di Desa Pakraman Pinge hanya ada satu jalan yaitu

jalan utama yang letaknya menanjak ke utara. Jalan / rurung ini satu-

satunya jalan yang membagi letak pemukiman dan membelah Desa

Pakraman Pinge. Jalan ini sudah beraspal dan kiri kanannya terdapat

penataan pekarangan yang rapi dan seragam. Karang yang memanjang

kearah jalan mempunyai pembagian ruang yang menurut Konsep Tri

Hita Karana yaitu daerah utama adalah dekat jalan, di madya atau

tengah untuk perumahan dan paling sisi belakang ( nista ) untuk teba.

Dalam satu karang / pemesuan terdapat beberapa KK [ Kepala Keluarga

] yang di antara mereka mempunyai hubungan kekeluargaan. Masing-masing

mempunyai beberapa bangunan dengan fungsi-pungsi yang berbeda. Dalam

pola Karang yang asli macam ruang yang dimiliki setiap keluarga adalah sama.

Meten adalah tempat untuk tempat tinggal dan tidur, bale dangin untuk tempat

tinggal dan upacara, Paon / dapur untuk memasak dan lumbung suatu

bangunan spesifik yang menunjukkan bahwa penduduk disini adalah petani.

Namun dengan berkembang pesatnya jumlah warga, karang pemilikan setiap

42
KK tidak sama. Ada sekelompok bangunan yang dimiliki oleh satu keluarga,

setelah diwariskan kepada anaknya harus dibagi kepada dua pemilik.

Dalam satu karang bangunan dengan fungsi yang sama berderet

memanjang ke arah tegak lurus ke jalan. Selain bangunan yang dimiliki

secara pribadi,dalam karang ada bangunan yang merupakan milik bersama,

yaitu Bale Dangin / Gede. Di Bale itu biasanya dilangsungkan kegiatan

komunal warga karang. Satu karang dalam pola aslinya mempunyai satu bale.

Tapi dalam karang yang panjang dan dengan banyak KK jumlah bale biasanya

lebih dari satu.

Hirarki dari ketiga macam bangunan yang fungsinya berbeda-beda itu berturut-

turut dari yang paling tinggi adalah Meten Bale Dangin, Paon dan Lumbung.

Pola aslinya Meten berada berderet di sebelah Utara, kemudian ke arah tengah

bale dangin, kea rah kelod / selatan Paon dan barat adalah Lumbung, Bale

dangin berfungsi sebagai tempat tidur keluarga dan juga sebagai tempat

upacara manusia yadnya dan pitra yadnya.

Paon / dapur berfungsi sebagai tempat memasak sehari-hari dan

lumbung dipergunakan untuk menyimpan hasil panen [ padi ] yang dihasilkan

masyarakat setiap 6 bulan sekali. Sampai sekarang semua karang dengan

macam fungsinya masih lengkap perletakannya tetap mengikuti asta kosala

kosali dan sikut karang bangunan. Banyak pula diantara karang secara fisik

masih utuh walaupun tidak bagus, tetapi fungsinya tetap. Selain itu bangunan

yang sudah dipugar banyak yang memakai bahan-bahan modern sesuai dengan

perkembangan jaman seperti keramik dan semen halus.

43
4.1.3 Keadaan Penduduk Desa Wisata Pinge

Mengenai jumlah penduduk Desa Pinge menurut jenis kelamin

maupun menurut pendidikan beserta pekerjaannya, dapat kita ketahui

melalui tabel 4.1

Tabel 4. 1 Jumlah Penduduk Pinge menurut Jenis Kelamin,Pendidikan, dan


Pekerjaan

JENIS KEL PENDIDIKAN PEKERJAAN


NO
L P SD SLTP SLTA AKADEMI PETANI SWASTA PNS
1 324 343 200 145 181 21 170 149 10

Sedangkan jumlah penduduk Desa Pinge menurut Golongan Umur dapat kita

ketahui melalui tabel 4.2.

Tabel 4. 2 Jumlah Penduduk Desa Pinge Menurut Golongan Umur

No. Golongan Umur Jenis Kelamin Jumlah


L P
1 1 tahun-5 tahun 21 17 38
2 6 tahun- 10 tahun 22 12 34
3 11 tahun - 15 tahun 27 30 57
4 16 tahun - 20 tahun 19 29 48
5 21 tahun - 25 tahun 19 25 44
6 26 tahun - 30 tahun 19 14 33
7 31 tahun - 35 tahun 27 27 54
8 36 tahun - 40 tahun 22 27 49
9 41 tahun - 45 tahun 39 30 69
10 45 tahun - 50 tahun 26 30 56
11 51 tahun - 55 tahun 16 20 36
12 56 tahun - 60 tahun 16 24 40
13 61 tahun - 65 tahun 16 12 28
14 66 tahun - 70 tahun 14 14 28
15 71 tahun - 75 tahun 6 9 15
16 76 tahun keatas 15 23 38
Jumlah 324 343 667

44
4.2 HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian ini merupakan pembahasan untuk menjawab rumusan

masalah yang sebelumnya telah peneliti paparkan. Adapun pembahasannya

adalah sebagai berikut:

4.2.1 Latar Belakang Terbentuknya Desa Wisata Pinge

Desa Pakraman Pinge adalah salah satu Desa Wisata yang berada

di Kabupaten Tabanan yang ditetapkan berdasarkan keputusan Bupati

Tabanan No.337 tahun 2004. Dilihat dari potensi Fisik Desa Pakraman

Pinge memiliki peninggalan purbakala di Pura Natar Jemeng, Pola

rumah adat yang masih kuno dan rapi, alam yang tertata rapi dan

mempunyai potensi untuk pengembangan wisata agro. Secara non fisik

Desa Pakraman Pinge ini tetap melaksanakan upacara-upacara riyual

keagamaan seperti upacara piodalan dan upacara lain yang biasa

dilakukan secara umum oleh masyarakat yang beragama Hindu di Bali,

dan juga upacara yadnya di pura-pura subak dan juga secara rutin

melaksanakan persembahyangan Purnama Tilem. Adapun potensi

pariwisata yang dimiliki oleh Desa Pakraman Pinge adalah : :

a. Potensi Fisik

Keunikan Desa Wisata Pinge adalah salah satu Desa Adat yang

memiliki peninggalan purbakala / benda-benda cagar budaya. Benda

45
purbakala ini disimpan dan disusung pada Pura Natar Jemeng. Jumlah

peninggalan benda purbakala ini dikatagorikan cukup banyak 15

kelompok . Jenis benda ini adalah batu dengan bentuk bermacam-

macam antara lain Patung atau patung Lingga Yoni, Patung Ganesa,

Siwa, binatang dan lain-lain. Saat ini benda cagar budaya ini dikelola

dan dilestarikan oleh Desa Adat bersama Arkeologi Bali. Pura ini

sangat potensial sebagai wisata peninggalan purbakala. Di dalam

kawasan desa terdapat pula obyek wisata budaya potensial berupa

rangkaian Pura seperti: Pura Natar Jemeng [ Pusat peninggalan

purbakala ], Pura Subak Gunung Sari, Pura puseh, Pura Melanting Desa

dan Pura Dalem . Pura-pura tersebut terletak berjejer dari utara desa

sampai selatan desa dan berada horizontal dengan pekarangan dan

perkebunan warga.

Selain itu secara Fisik, komponen setting karang desa

mempunyai keunikan yang disebut Mandala Desa Pinge yang

merupakan wilayah energi yang mengandung keseimbangan antara

alam nyata [ sekala] dan alam maya [ niskala ] baik secara vertikal

maupun horisontal. Selain itu bentuk fisik yang telah dasajikan

komponen dan pola setting karang mempunyai kekhasan dan keunikan.

Rumah penduduk mengelompok terletak di barat dan timur jalan dan

disetiap pekarangan masih dijumpai Lumbung, dapur dan Bale Bali

dalam ukuran Bali atau sukat bali.

b. Potensi Non- Fisik

46
Penduduk Desa Pakraman Pinge adalah petani mempunyai keyakinan

dan budaya sesuai dengan profesi. Selain upacara persembahyangan

secara Hindu seperti piodalan dan upacara lain yang dilakukan secara

umum di Bali, yang tampak menonjol adalah upacara khas petani yaitu

upacara sembahyang untuk memohon kepada Sanghyang Widi agar

berhasil dalam mengolah tanah dengan tetap lancarnya air, hama yang

menyerang tanaman dapat dikendalikan.

Dalam setahun ada beberapa upacara yang mereka lakukan

untuk kelancaran uasaha petani. Upacara-upacara itu ada yang mereka

lakukan di sawahnya masing-masing dan ada pula yang secara

bersama-sama dalam lingkup satu subak. Dalam lingkup subak ini

upacara mereka lakukan di pura milik subak, yaitu Pura Bedugul atau

Pura Ulun Suwi. Pada saat dilaksanakannya upacara sangat menarik

yaitu adanya kombinasi prosesi upacara dengan latar belakang

pemandangan lembah dan sawah terasering.

Dari potensi tersebut maka munculah keinginan dari masyarakat

desa pinge untuk membentuk desa wisata pinge. Desa Pakraman Pinge

sudah mulai dikenal di Manca Negara sebagai salah satu tujuan wisata

yang tediri dari beberapa tempat dan jenis pariwisata, diantaranya :

1. Obyek pariwisata budaya yaitu peningalan benda purbakala Pura Dhang

Khayangan Pura Natar Jemeng dan Pura lainnya yang ada di Desa

Pekraman Pinge.

47
2. Pariwisata alam dengan pemandangan desa yang indah, udara yang

sejuk, panorama desa yang asri dengan kebun dan pertamanan yang

tertata dengan rapi.

3. Agro wisata perkebunan buah, sayur mayur dan bunga dengan

lingkungan yang tertata dengan indah serta udara yang sejuk.

Dilihat dari sisi permintaan Wisman khususnya Eropa

merupakan pasar utama. Ini tercermin dari jumlah wisman yang

berkunjung ke Desa Wisata Pinge adalah berkebangsaan Eropa. Pangsa

pasar berikutnya adalah Australia dan yang juga memberi rasa

ketertarikan yang kuat terhadap masalah-masalah lingkungan dewasa

ini. Ini tercermin dari kebangsaan wisatawan tersebut yang berkunjung

ke Desa Wisata Pinge. Pasar Amerika juga perlu diperhitungkan sebagai

pangsa pasar yang ke tiga.

4.2.2 Bentuk-bentuk Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Melalui

Pengembangan Desa Wisata Pinge

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, Upaya

pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan Desa Wisata Pinge

perlu melalui strategi khusus. POKDARWIS Pinge merancang

program pengembangan Desa Wisata melalui pemerataan

pembangunan dengan hasil-hasilnya. Upaya tersebut dengan

pemanfaatan teknologi dan pembinaan lingkungan hidup. Secara umum

program tersebut adalah :

48
a) Pengembangan dan penataan jalur tracking, Pura Puseh / Bale Agung

jalur sepanjang jalan Desa Pakraman Pinge Subak Pacung Subak

Blaluan Pura Dalem Pinge

b) Peningkatan kebersihan lingkungan terutama di belakang pekarangan /

teba

c) Sedangkan program non fisik adalah :

d) Penyempurnaan sumber budaya berupa awig-awig, penulisan sejarah,

tradisi Adat Pinge

e) Pelatihan pramuwisata lokal khusus di Desa Wisata Pinge

f) Promosi dan pemasaran

Adapun sejumlah ide dasar yang dapat dirancang antara lain : dalam

melaksanakan pembangunan Secara fisik tersebut hendaknya jangan

sampai merubah tatanan kehidupan dan nilai -nilai sosial seperti rasa

kekeluargaan, kebersamaan, gotong royong dan religius. Begitu pula

didalam menampilkan atraksi hendaknya dapat membedakan mana atraksi

yang sacral, setengah sacral dan yang profane. Perlu adanya diversifikasi

atraksi wisata melalui kesenian yang pernah ada.

Penduduknya sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani dan

juga bermata pencaharian hidup dari pariwisata baik langsung maupun tidak

langsung. Untuk meningkatkan kwalitas dan pariwisata yang berkelanjutan

sesuai dengan konsep Tri Hita Karana dan Sapta Pesona, maka peningkatan

sumber daya manusia merupakan sasaran utama yang perlu digarap.

Maksud dan Tujuan Desa wisata pinge

49
a) Mengembangkan obyek wisata yang berkelanjutan

b) Menggali potensi yang belum tergali

c) Meningkatkan kemapuan sumber daya manusia

d) Meningkatkan kerja sama dari semua komponen yang terkait

dengan pariwisata baik anggota masyarakat, pemerintah dan swasta/

perusahaan.

e) Membantu pemerintah memberi masukan tentang :

Potensi pariwisata

Memberi masukan-masukan Perkembangan dan permasalahan

terkait dengan obyek wisata yang ada

Hasil yang Diharapkan dari Terbentuknya Desa wisata pinge

a) Meningkatkan kemampuan SDM

b) Terwujudnya pengembangan daya saing berdasarkan konsep Tri

Hita Karana

c) Tergalinya potensi yang belum digarap

d) Mewujudkan kesadaran pariwisata budaya , pariwisata alam,

pariwisata agro yang berbasis masyarakat

e) Mewujudkan pengelolaan pariwisata yang propesional

f) Mewujudkan hubungan yang harmonis di antara elemen-elemen

yang ada dilingkungan Desa Pakraman Pinge

50
g) Melestarikan aset-aset budaya dan sumber daya alam

h) Berkembangnya inovasi-inovasi baru dengan mengadakan kegiatan-

kegiatan dengan mengajak wisatawan seperti :

Lomba mancing

Parade seni

Belajar menari dan menabuh

Belajar kerajinan cendra mata

Belajar mejejaitan untuk yadnya

Mebongbong ayam dan membajak sawah

Jogging tracking dan cycling

Obyek wisata yang telah di garap:

a) Wisata Budaya [ Cultural Tourism ]


Piodalan di Pura
Pementasan kesenian

b) Eko Wisata [ Natural Tourism ]

Wisata lintas alam jalan kaki [Tracking ]

Lomba mancing

Obyek yang belum tergarap

a) Agrowisata : Proses budidaya buah, sayur dan bunga

Penunjang Pariwisata :

51
a) Penginapan : 23 kamar

b) Toko : 2 buah

c) Kios Cendramata : 1 buah

Selain program pengembangan tersebut, masyarakat desa wisata Pinge

juga melaksanakan kegiatan sehari-hari sesuai dengan adat istiadat yang

berlaku di desa pinge, Adapun kegiatan tersebut antara lain:

a. Kegiatan Keagamaan

Sebagaimana umumnya di Bali, kegiatan keagamaan masyarakat

diwarnai oleh upacara. Upacara tersebut pada umumnya diselenggarakan

secara tertentu jadwalnya, baik berdasarkan sIstem sasih ( bulan ) dan thithi

suklapaksa (tanggal) maupun berdasarkan pada sistem pawukon yang digabung

dengan pancawara (sistem hari berjumlah 5), sadwara (sistem hari berjumlah 6)

dan saptawara (sistem hari berjumlah 7)

Sesuai dengan spesifikasi kehidupan masyarakat Pinge yang sebagian

besar bercorak agraris, maka upacara keagamaan yang ditujukan bagi

kehidupan pertanian mendapatkan tempat yang istimewa. Upacara tersebut

diselenggarakan oleh subak yang ada di Desa Adat Pinge. Urutan atau rincian

upacara tersebut adalah sebagai berikut :

- Upacara Mapag Toya

- Upacara Ngendag Memacul utawi ngendag Pratiwi

- Penguritan,

- Panyaeban

- Upacara Ngiseh ( Biyukukung )

52
- Mesaba Dewa Nini

- Ngampung/manyi

- Nyimpen pantun ring lumbung

- Piodalan ring Pura Ulun Suwi

- Peneduh lan penakluk merana

- Pecaruan sasih keenem

b. Kegiatan Sosial Kemasyarakatan

Selain aktivitas sosial yang bernafaskan keagamaan sebagaimana

diselenggarakan oleh subak di atas terdapat pula berbagai aktivitas

kemasyarakatan di Desa Pinge, baik yang berlangsung di tiap-tiap kelompok

maupun yang berlangsung kolektif di tingkat desa adat. Untuk kegiatan yang

sifatnya social, seperti upacara penguburan ( kalau ada kematian ), gotong

royong dan sejenisnya pelaksanaannya dikoordinir oleh Bendesa adat. Untuk

level desa, kegiatan-kegiatan sosial di atas berlangsung cukup aktif dan tinggi

frekuensinya. Sementara itu untuk Sekehe Pesantian, aktivitasnya lebih banyak

berupa pertemuan-pertemuan, dimana dalam pertemuan ini dimanfaatkan untuk

mempelajari :

- Geguritan

- Kekawin

- Kidung

Seperti halnya Desa Adat lainnya di Bali, Desa Adat Pinge juga

memiliki potensi kesenian yang cukup banyak. Ini bisa dimaklumi karena

53
kehidupan beragama ( Hindu ) pada masyarakat Bali memiliki integrasi dengan

kebudayaannya. Termasuk kehidupan seni sebagai salah satu unsur

kebudayaannya. Karena ada kaitan antara kesenian dengan kehidupan

beragama maka akan didapatkan pengklarifikasian kesenian, ada yang sifatnya

sacral, semi sacral dan kesenian yang sifatnya profane sebagai tontonan.

Tari leko merupakan kesenian yang pernah berkembang di Desa

Pakraman Pinge, tarian ini jenis dan bentuknya menyerupai tarian jogged dan

legong keraton dan keberadaan tarian leko sangat berkaitan dengan keberadaan

Pura Natar Jemeng.

Keberadaan Tari Leko yang sekarang ini dilestarikan oleh sekaa Leko

MERDU KOMALA ASRI di Desa Pakraman Pinge ini tidak bisa dipisahkan

dari sejarah Pura Natar Jemeng ( Taru Pinge ) yang telah didirikan sekitar

Abad XIV oleh Putra kedua Rsi Madura bersama ibu tiri beliau. Hal ini dapat

terlihat dari lontar Buana Tattwa. Di dalam struktur bangunan pura Taru Pinge

terdapat berbagai macam arca peninggalan purbakala yang salah satunya ada

Pelinggih arca Bujangga yang mana menurut penuturan para penglingsir konon

berdasarkan pawisik dari Beliau yang berstana di pelinggih tersebut

menyatakan bahwa apabila ingin mengembangkan kesenian perlu memohon

taksu pada Beliau yang berstana disana. Sekitar Abad XVII para pengikut Putra

Rsi Madura yang berada di wilayah sekitar Pura Taru tersebut yakni

masyarakat Babakan ( yang berada di sisi utara ) dan Subak pacung

( masyarakat yang berada pada sisi selatan ) Pura Taru Pinge berkeinginan

untuk mendirikan kesenian Leko.Kesenian ini menggunakan sarana music

(gamelan) diambil dari bamboo yang banyak tumbuh di wilayah tersebut. Pada

54
awal berdirinya kesenian Leko ini, penari dan penabuh melakukan gerakan

yang amat sederhana sekali. Namun para penabuh dan penari ini menjadi

sangat percaya diri setelah memperoleh taksu dari pelinggih Ratu Bujangga di

Pura Taru Pinge. Tarian leko pada awalnya ditarikan di Pura Taru Pinge,

namun sesuai dengan perkembangan zaman hingga Abad XIX tarian leko ini

berkembang dengan gerakan yang lebih dinamis bahkan yang dapat disaksikan

pada saat ini tarian leko ditarikan menyerupai tarian Legong Kraton.

c. Kegiatan Ekonomi

Kegiatan perekonomian sehari-sehari di Desa Pakraman Pinge

didominasi oleh aktivitas pertanian sawah. Sklus penanaman padi dan

sayur-mayur diatur bergilir antara sawah yang lokasinya delod Desa

dan dajan Desa. Kalau sawah yang berada dajan desa menanam padi,

delod Desa menanam palawija. Demikian Pula sebaliknya. Disamping

aktifitas di sawah, kegiatan sehari-hari penduduk Desa Pakraman Pinge

juga sebagai pengerajin dari usaha kerajinan kayu ukiran dan anyaman

bambu.

d. Atraksi Wisata

Desa Pakraman Pinge adalah satu desa yang memiliki panorama alam

yang sangat indah dengan ciri khas alam pedesaan, sawah dan budaya yang

masih kental. Pola hidup masyarakat yang bersifat agraris-religius diharapkan

bisa dijadikan bahan apresiasi budaya bagi para wisatawan.

Beberapa potensi wisata yang menonjol adalah sebagai berikut :

55
Pemandangan alam pedesaan yang indah

Pola bangunan masyarakat yang tua dan unik

Peninggalan benda purbakala di Pura Natar Jemeng

Adanya pola terasering yang memperindah pemandangan dan

menjadi setting utama pemandangan di samping aktifitas ritual

Adanya hasil pertanian atau agrowisata

Tarian sakral leko dan bungbung gebyog

4.2.3 Dampak Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Desa

Wisata Pinge Terhadap Masyarakat Sekitar Dalam Bidang

Pendidikan.

Desa Wisata pinge sebagai salah satu obyek pariwisata di Bali tak

luput dari perhatian banyak pihak terutama yang berniat untuk

mengembangkan pariwisata dengan melihat potensi yang dimiliki desa

pinge. Jika dilihat secara fisik, sebelum adanya desa wisata pinge, desa

pinge adalah desa yang masih sama dengan desa yang lainnya hanya

saja memiliki potensi wisata yang besar. Sedangkan sejak adanya

pengembangan desa wisata, maka Desa pinge telah berubah menjadi

desa yang asri dengan kebun-kebun yang terawat dengan indah.

Pengembangan desa wisata ini memberikan peluang kepada penduduk

untuk memperluas areal, prasarana pariwisata, areal lahan pariwisata

pembangunan sarana keagamaan, dan mendukung pelestarian benda

cagar budaya.

56
Secara fisik pengembangan desa wisata telah memberikan peluang

yang lebih luas dan nyaman untuk kegiatan pariwisata dan

pengembangan potensi wisata yang ada.

Dari sisi ekonomi dapat dilihat beberapa contoh positif dari

dampak pengembangan pariwisata di desa pinge, diantaranya;

kehidupan masyarakat desa pinge menjadi semakin maju karena

masyarakat desa pinge mengembangkan hasil kerajinan tangan untuk

cenderamata. Dengan kondisi yang demikian maka kegiatan ekonomi

masyarakat desa Pinge menjadi sangat lancar terutama dalam hal

menyalurkan hasil-hasil produksi masyarakat desa. Beberapa dampak

positif terhadap kegiatan ekonomi masyarakat adalah adanya

bermunculan warung-warung serta home stay untuk para wisatawan

yang ingin menginap.

Dengan adanya usaha tersebut maka secara langsung dapat

meningkatkan ekonomi masyarakat desa di desa Pinge. Selain, kegiatan

ekonomi yang telah disebut diatas. Sisi ekonomi lainnya dari pengaruh

pengembangan Desa Wisata Pinge adalah adanya pemasukan keuangan

sebagai kas desa. Pemasukan keuangan terutama berasal dari dana

karcis masuk yang dikenakan kepada wisatawan yang memasuki desa

wisata dengan tarip Rp.20000,- Pemasukan dari karcis masuk tersebut

cukup besar, dimana dananya digunakan untuk menunjang

pembangunan desa dan keperluan pemeliharaan sarana-dan prasarana

peribadatan yang ada di desa pinge. Dari peningkatan ekonomi

masyarakat desa pinge berakibat pada meningkatnya kesadaran dan

57
kemampuan masyarakat desa pinge untuk melakukan kegiatan

keagamaan. Hal ini bisa dilihat dengan semakin semaraknya

masyarakat untuk melakukan kegiatan keagamaan yang bahkan bisa

melakukan kegiatan tersebut hingga pada tingkat utama.

Disamping itu juga bisa dilihat dari semakin trampilnya masyarakat

desa pinge dalam bidang penguasaan bahasa internasional, komunikasi

internasional, melakukan bisnis pada tingkat internasional, serta

melakukan pertukaran budaya di tingkat internasional. Selain dari segi

fisik, dan ekonomi, desa pengembangan wisata pinge juga memiliki

dampak yang signifikan terhadap pendidikan masyarakat di desa wisata

pinge.

Berdasarkan data yang diterima di kantor Kepala Dusun Pinge,

Kabupaten Tabanan memperlihatkan penduduk yang baru lulus SMP merubah

jalur pendidikannya dari yang biasanya melanjutkan ke SMA, menjadi ke

SMK Pariwisata. Berdasarkan data yang diterima dapat diketahui bagaimana

antusiasme tamatan SMP terhadap terlaksananya desa wisata ini. Hal tersebut

dapat dilihat dari tabel keadaan pendidikan di bawah ini:

Tabel 4. 3 Keadaan Pendidikan penduduk

Tahun Lulus Melanjutkan ke Melanjutkan ke Tidak


No Jumlah
SMP SMA SMK Melanjutkan
1 2003 17 0 0 17
2 2004 7 0 0 7
3 2005 6 5 0 11
4 2006 3 5 0 8
5 2007 3 6 0 9
6 2008 5 4 0 9
7 2009 3 4 0 7
8 2010 1 7 0 8
9 2011 0 7 0 7
10 2012 2 10 0 12

58
Tahun Lulus Melanjutkan ke Melanjutkan ke Tidak
No Jumlah
SMP SMA SMK Melanjutkan
11 2013 0 8 0 8
12 2014 0 10 0 10

Berdasarkan Hasil Penelitian Yang Dilakukan Peneliti Di Lapangan

Dapat Dilihat Bagaimana Dampaknya Terhadap Pendidkan Masyarakat Di Dusun

Pinge, Desa Baru, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, Bali sebagai tempat

peneliti mencari data. Dari hasil penelitian tersebut dapat kita lihat adanya desa

wisata pinge mempunyai dampak yang signifikan terhadap pendidikan

masyarakat pinge. Hal ini dapat terlihat dari data yang di peroleh dalam

penelitian ini. Sebelum adanya desa wisata pinge, lulusan smp lebih memilih

untuk melanjutkan bersekolah di Sekolah Menengah Atas (SMA) tetapi

semenjak ditetapkannya desa wisata pinge tahun 2004, berdasarkan

wawlulusan SMP di desa wisata pinge lebih memilih melanjutkan bersekolah

di Sekolah Menengah kejuruan (SMK). Hal ini karena banyaknya siswa yang

ingin langsung bekerja setelah lulus Sekolah menengah. Berdasarkan

wawancara terhadap seorang penduduk desa wisata pinge yang baru lulus SMP

Ni Made Ari Padmini, SMK dipilih karena dirasa lulusan SMK memiliki

keahlian/Skill di bandingkan dengan SMA. Kebanyakan penduduk di desa

wisata pinge tergolong kelas menengah kebawah sehingga jarang yang mampu

melanjutkan ke perguruan tinggi. Ini pulalah yang menyebabkan lulusan SMP

lebih memilih SMA Pariwisata. Apabila tidak mampu melanjutkan kuliah,

lulusan SMK sudah memiliki Skill yang lebih sesuai dengan keahlian yang

dipilihnya.
Adapun Persentasenya dapat dilihat pada Tabel 4.4 di bawah ini

Tabel 4. 4 Presentase Keadaan Pendidikan Penduduk

59
N
Tahun Lulus SMP Melanjutkan Ke SMA Melanjutkan Ke SMK
o
1 2003 100% 0%
2 2004 100% 0%
3 2005 55% 45%
4 2006 38% 63%
5 2007 33% 67%
6 2008 56% 44%
7 2009 43% 57%
8 2010 13% 88%
9 2011 0% 100%
10 2012 17% 83%
11 2013 0% 100%
12 2014 0% 100%

Persentase Minat Lulusan SMP


1400%

1200%

1000%

800%
1200%
1100%
600% 1000%
900%
800%
700%
400% 600%
500%
400%
300%
200% 200%
100%
0% 0% 45% 63% 67% 44% 57%
100% 100% 55% 38% 33% 56% 43% 88% 100% 83% 100% 100%
0% 13% 0% 17% 0% 0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Melanjutkan Ke SMA Melanjutkan Ke SMK

Selain beralihnya jenjang pendidikan menengah, desa wisata pinge juga

menuntut penduduk untuk mempelajari bahasa internasional yaitu bahasa

inggris. Penduduk mulai berani menggunakan bahasa inggris untuk menyapa

para wisatawan yang berkunjung ke desa wisata pinge. Meskipun dengan

bahasa seadanya penduduk desa wisata ini memiliki minat yang besar untuk

belajar bahasa inggris. Hal ini peneliti lihat dari seringnya para pemuda

60
menggunakan bahasa inggris saat bergaul dengan temannya. Ini disengaja

untuk meningkatkan kemampuan berbahasa mereka. Selain dari segi bahasa,

anak-anak usia remaja di desa wisata ini melaksanakan kegiatan latihan

ataupun menabuh gambelan yang rutin di laksanakan setiap 1 minggu sekali

untuk menanamkan dasar kesenian Bali. Dimana nantinya kesenian ini akan

dipertontonkan dihadapan wisatawan yang berkunjung di desa wisata pinge.

Dengan adanya desa wisata pinge, penduduk menjadi lebih sadar akan

pentingnya pendidikan untuk menunjang keberlangsungan desa wisata ini. hal

ini akan berdampak pula terhadap pendapatan dan keberlangsungan ekonomi

penduduk desa wisata pinge.

61
BAB V

PENUTUP

BAB V PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

1. Terbentuknya desa wisata pinge di Kabupaten Tabanan yang ditetapkan

berdasarkan keputusan Bupati Tabanan No.337 tahun 2004 Dimana desa

wisata pinge dikelola oleh kelompok sadar desa wisata (POKDARWIS).

Hal ini dilihat dari potensi Fisik Desa Pakraman Pinge memiliki

peninggalan purbakala di Pura Natar Jemeng, Pola rumah adat yang masih

kuno dan rapi, alam yang tertata rapi dan mempunyai potensi untuk

pengembangan wisata agro. Secara non fisik Desa Pakraman Pinge ini

tetap melaksanakan upacara-upacara ritual keagamaan. Hal inilah yang

mendorong terbentuknya desa wisata pinge.

2. Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan desa wisata yang

dilakukan oleh pengelola dalam hal ini POKDARWIS Pinge. Kegiatan

pemberdayaan yang dilaksanakan diantaranya Pengembangan dan

penataan jalur tracking, Pura Puseh / Bale Agung jalur sepanjang jalan

Desa Pakraman Pinge Subak Pacung Subak Blaluan Pura Dalem

Pinge, Peningkatan kebersihan lingkungan terutama di belakang

pekarangan / teba. Sedangkan program non fisik adalah :Penyempurnaan

sumber budaya berupa awig-awig, penulisan sejarah, tradisi Adat Pinge,

Pelatihan pramuwisata lokal khusus di Desa Wisata Pinge.


3. Pengembbangan desa wisata pinge memberikan dampak yang signifikan

terhadap masyarakat desa pinge mencakup peningkatan kualitas SDM,

pelestarian budaya lokal berupa peninggalan purbakala dan seni tari

LEKO. Dengan adanya desa wisata pinge, penduduk menjadi lebih sadar

akan pentingnya pendidikan untuk menunjang keberlangsungan desa

wisata ini. hal ini akan berdampak pula terhadap pendapatan dan

keberlangsungan ekonomi penduduk desa wisata pinge.

5.2 SARAN KEPADA MASYARAKAT

1. Diharapkan adanya pelatihan pemandu dan pendamping yang

berkelanjutan oleh dinas kebudayaan dan pariwisata untuk senantiasa

meningkatkan kualitas SDM pengelola, masyarakat maupun pemasaran

desa wisata.
2. Diharapkan pemerintah, pengelola dan masyarakat harus memperhatikan

kelestarian alam, kelestarian budaya dan pemerataan peran serta

masyarakat berdasarkan nilai-nilai sosial, budaya, maupun agama yang

dianut agar terhindar dari pengaruh negatif dari luar.


DAFTAR PUSTAKA

Arlini, Wike Pramudya. 2003. Analisis Efektifitas Promosi Desa Wisata Candirejo
Magelang. Jawa Tengah : Jurusan Usaha Perjalanan Wisata Sekolah Tinggi
Pariwisata TRISAKTI.

Chambers, Robert. Poverty and Livelihoods: Whose Reality Counts? Uner Kirdar
dan Leonard Silk (eds.), People: From Impoverishment to Empowerment.
New York: New York University Press, 1995, hlm 98

Edi Suharto,Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT


Refika Aditama, 2009),hlm 57

Fukuyama, Francis. 2002. Trust: Kebijakan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran.


Yogyakarta: Penerbit Qalam.

Jamasy, O. 2004. Keadilan, Pemberdayaan, & Penanggulangan Kemiskinan.


Jakarta Selatan: Blantika.

Kartasasmita, Ginanjar. 1995. Pemberdayaan Masyarakat: Sebuah Tinjauan


Administrasi. Bulletin Alumni SESPA, edisi keempat.

Mathew Huberman,Metode Penelitian Sosial(Yogyakarta: UIN Suka, 1999),


hlm.136

Nasution,Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif (Bandung: Tarsito, 2003), hlm.


59

Nuryanti, Wiendu. 1993. Concept,Perspective and Challenges,makalah bagian


dari Laporan Konferensi Internasionalmengenai Pariwisata
Budaya.Yogyakarta : Gadjah Mada university Press

Ndraha, Taliziduhu, Kronologi:Ilmu Pemerintahan Baru (Jakarta : Direksi Cipta,


2003, hlm. 132)

Raharjana. 2005. Pengembangan Desa Wisata Berbasis Budaya, Studi Kasus di


Desa Wisata Ketingan, Tesis. Yogyakarta :Fakultas Geografi UGM

Sujali. 1989. Geografi Pariwisata dan Kepariwisataan. Yogyakarta : Fakultas


Geografi UGM.
Sulistiyani, A.T. 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan.Gava Media,
Jogjakarta

Sutaba, I Made. 2000. Manfaat Arkeologi dalam Pemberdayaan Masyarakat pada


Milinium Ketiga, Seri Penerbitan Forum Arkeologi, No. II/November 2000
Timor Mahardika, Pendidikan Politik Pembangunan Desa, (Yogyakarta: Pustakan
Utama, 2001), hal. 25.

Winarno Surakhmad,Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Tarsito, 1982), hlm


Tatang Amirin, Menyusun Rencana Penelitian(Jakarta: Raja Grafindo,
1988), hlm.135
LAMPIRAN

TABEL WAWANCARA

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan panduan wawancara yang


ditujukan pada 3 kluster subyek penelitian yaitu Pemerintah dalam hal ini Kepala

Desa, Sekretaris Desa dan Kepala Dusun Pinge, Pengelola Pokdarwis Pinge,

Masyarakat dan pengunjung. Adapun tabel pedoman wawancaranya adalah


sebagai berikut:

A.Kepala Desa, Sekretaris Desa dan Kepala Dusun Pinge


1. Bagaimanakah keadaan geografis desa pinge?
2. Bagaimanakah sejarah desa pinge?
3. Bagaimakah keadaan penduduk desa pinge?

B.Pengelola Pokdarwis Pinge:


4. Bagaimana latar belakang perintisan Desa Wisata Pinge?
5. Siapa yang memprakarsai perintisan Desa Wisata Pinge, dan idenya
datang dari mana?
6. Apa yang menjadi daya tarik Desa Wisata Pinge?
7. Apa saja potensi wisata yang dimiliki Desa Wisata Pinge?
8. Siapa saja yang terlibat dalam kepengurusan Desa Wisata Pinge?
9. Pihak- pihak manakah yang mendukung perintisan Desa Wisata
Pinge?
10. Siapa saja yang mengurus dan mengelola Desa Wisata Pinge?
11. Bagaimanakah pengurus memberikan penjelasan, penyadaran kepadaa
masyarakat tentang adanya desa wisata?
12. Bagaimana pengurus Desa Wisata Pinge mengelola potensi yang
sudah ada?
13. Apa fasilitas dan objek wisata yang ditawarkan?
14. Produk khas apa yang ditawarkan Desa Wisata Pinge?
15. Adakah fasilitas penunjang seperti home stay dan bagaimanakah
pengelolaannya?
16. Potensi alam, seni, budaya, sejarah apa yang dikembangkan dan
bagaimana pengelolaanya?
17. Apa bentuk-bentuk pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan
atraksi dan akomodasi di Desa Wisata Pinge?
18. Bagaimana cara pemasaran Desa Wisata Pinge?
19. Apa saja penawaran yang diberikan pengunjung dari Desa Wisata
Pinge?
20. Bagaimana frekuensi kunjungan wisatawan ke Desa Wisata Pinge?
21. Berapa jumlah tiket yang harus di bayar oleh pengunjung?

C. Masyarakat dan Pengunjung


1. Bagaimana partisipasi dari masyarakat dalam pembangunan Desa
Wisata Pinge?
2. Apakah masyarakat dilibatkan dalam kegiatan pengelolaan Desa wisata?
3. Bagaimana bentuk partisipasi masyarakat dalam pengembangan Desa
Wisata Pinge?
4. Apa dampak ekonomi adanya Desa Wisata Pinge bagi masyarakat?
5. Bagaimana dampak sosial-budaya adanya Desa Wisata Pinge bagi
masyarakat?
6. Bagaimanakah kesan pengunjung terhadap obyek wisata Goa Pindul
dan pelayanan operator?
7. Apakah masyarakat bisa berbahasa inggris?
8. Pendidikan seperti apakah yang akan diikuti untuk menunjang adanya
desa wisata?
9. Darimanakah pengunjung mendapatkan info wisata Pura Jemeng?
10. Apakah pengunjung merasakan kenyamanan dan kepuasan terhadap
fasilitas yang diberikan oleh Podarwis Pinge?

Anda mungkin juga menyukai

  • Hijau Sejuk Warnamu
    Hijau Sejuk Warnamu
    Dokumen1 halaman
    Hijau Sejuk Warnamu
    Kadek Sustrawan Bangah
    Belum ada peringkat
  • Kunci Jawaban
    Kunci Jawaban
    Dokumen3 halaman
    Kunci Jawaban
    Kadek Sustrawan Bangah
    Belum ada peringkat
  • KDN Wisuda PDF
    KDN Wisuda PDF
    Dokumen1 halaman
    KDN Wisuda PDF
    Kadek Sustrawan Bangah
    Belum ada peringkat
  • Name Tag PLR
    Name Tag PLR
    Dokumen1 halaman
    Name Tag PLR
    Kadek Sustrawan Bangah
    Belum ada peringkat
  • Teknik Korelasi Ganda
    Teknik Korelasi Ganda
    Dokumen11 halaman
    Teknik Korelasi Ganda
    Kadek Sustrawan Bangah
    Belum ada peringkat
  • Lampiran (Instrumen PPL Real)
    Lampiran (Instrumen PPL Real)
    Dokumen18 halaman
    Lampiran (Instrumen PPL Real)
    Kadek Sustrawan Bangah
    Belum ada peringkat
  • Karakteristik Siswa SD
    Karakteristik Siswa SD
    Dokumen7 halaman
    Karakteristik Siswa SD
    Annisa Ambarsari
    100% (1)
  • Latar Belakang I
    Latar Belakang I
    Dokumen21 halaman
    Latar Belakang I
    Kadek Sustrawan Bangah
    Belum ada peringkat
  • Surat Izin
    Surat Izin
    Dokumen1 halaman
    Surat Izin
    Kadek Sustrawan Bangah
    Belum ada peringkat
  • Ppty
    Ppty
    Dokumen54 halaman
    Ppty
    Kadek Sustrawan Bangah
    Belum ada peringkat
  • Topik Seminar
    Topik Seminar
    Dokumen8 halaman
    Topik Seminar
    Kadek Sustrawan Bangah
    Belum ada peringkat
  • Kunci Gitar Lolot Bes Bares
    Kunci Gitar Lolot Bes Bares
    Dokumen10 halaman
    Kunci Gitar Lolot Bes Bares
    Kadek Sustrawan Bangah
    Belum ada peringkat
  • Peran Sekolah Dalam Membimbing Anak Cerdas
    Peran Sekolah Dalam Membimbing Anak Cerdas
    Dokumen12 halaman
    Peran Sekolah Dalam Membimbing Anak Cerdas
    Kadek Sustrawan Bangah
    Belum ada peringkat
  • Biodata
    Biodata
    Dokumen1 halaman
    Biodata
    Kadek Sustrawan Bangah
    Belum ada peringkat
  • Cangkok
    Cangkok
    Dokumen9 halaman
    Cangkok
    Kadek Sustrawan Bangah
    Belum ada peringkat
  • Uji Korelasi Product Moments 123
    Uji Korelasi Product Moments 123
    Dokumen10 halaman
    Uji Korelasi Product Moments 123
    Kadek Sustrawan Bangah
    Belum ada peringkat
  • Data Sumber Piagam
    Data Sumber Piagam
    Dokumen2 halaman
    Data Sumber Piagam
    Kadek Sustrawan Bangah
    Belum ada peringkat
  • Soal UAS IPS Kelas 5 Semester 1
    Soal UAS IPS Kelas 5 Semester 1
    Dokumen5 halaman
    Soal UAS IPS Kelas 5 Semester 1
    ChaNy Hachy AL-IksunNy
    Belum ada peringkat
  • Z Globalisasi
    Z Globalisasi
    Dokumen3 halaman
    Z Globalisasi
    Kadek Sustrawan Bangah
    Belum ada peringkat
  • Kko Untuk Pemetaan Dan Silabus
    Kko Untuk Pemetaan Dan Silabus
    Dokumen2 halaman
    Kko Untuk Pemetaan Dan Silabus
    Astri Afmi Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Jenis ABK
    Jenis ABK
    Dokumen7 halaman
    Jenis ABK
    Kadek Sustrawan Bangah
    Belum ada peringkat
  • GERONG
    GERONG
    Dokumen1 halaman
    GERONG
    Kadek Sustrawan Bangah
    Belum ada peringkat
  • RPP Ipa
    RPP Ipa
    Dokumen430 halaman
    RPP Ipa
    Fahmie F Salam
    Belum ada peringkat
  • Judul 1
    Judul 1
    Dokumen17 halaman
    Judul 1
    Kadek Sustrawan Bangah
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Kadek Sustrawan Bangah
    Belum ada peringkat
  • RPPgallery
    RPPgallery
    Dokumen38 halaman
    RPPgallery
    Kadek Sustrawan Bangah
    Belum ada peringkat
  • Mimbar
    Mimbar
    Dokumen10 halaman
    Mimbar
    Kadek Sustrawan Bangah
    Belum ada peringkat
  • Tugas 1 Sejarah & Relevansi 1
    Tugas 1 Sejarah & Relevansi 1
    Dokumen11 halaman
    Tugas 1 Sejarah & Relevansi 1
    Kadek Sustrawan Bangah
    Belum ada peringkat
  • GERONG
    GERONG
    Dokumen1 halaman
    GERONG
    Kadek Sustrawan Bangah
    Belum ada peringkat