Anda di halaman 1dari 2

Akhir kisah Parmalat di Fc Parma yang berujung Hadiah Calciopoli

Tidak banyak yang tahu bagaimana kondisi keuangan Parma saat masih disponsori oleh
Parmalat. Namun pers sudah mulai melihat banyak yang tidak beres dengan Parma. Indikasinya
adalah ketika mereka menjual semua pemain bintangnya pada awal musim 2002/2003; Fabio
Cannavaro ke Inter Milan, Marco Di Vaio ke Juventus, dan Johan Micoud ke Bremen, lalu ada
apa sebenarnya dengan parmalat?

Sebelum memulai, lebih baik mengenal lebih jauh tentang parmalat.


Parmalat SpA (Societa per Azione) adalah produsen susu dan produk susu asal Italia. Setelah
sempat memimpin pasar global dengan produksi susu UHT (Ultra High Temperature), Parmalat
kolaps di tahun 2003 dengan hutang 14 milyar Euro dan tercatat sebagai kebangkrutan Eropa
terbesar. Kini, Parmalat, adalah perusahaan global dengan wilayah operasional Europe, Amerika
Latin, Amerika Utara, Australia, China, dan Afrika Selatan.

sebenarnya apa yang terjadi saat tahun 2003? kenapa bisa hutang hingga 14 Milyar euro?

kembali ke era 90an, Saat itu Parmalat berkembang menjadi perusahaan multinasional dan
membuat diversifikasi produk ke susu, produk susu, minuman, bakeri, dan produk lain di tahun
80-an. Penawaran saham pertama (IPO) ke Milan Stock Exchange di tahun 1990 dan sejak tahun
itu Parmalat terus berekspansi.

Ekspansi dilakukan secara agresif ke 30 negara. Parmalat juga memiliki dua klub sepak bola.
S.E. Palmeiras dan Parma A.C. yang berlaga di Serie A, Parmatour yang telah bangkrut dan
dijual, serta stasiun TV Odeon yang juga telah dijual..

Tahun 1997, Parmalat masuk ke pasar finansial dunia dengan melakukan beberapa akuisisi
dengan utang-termasuk diantaranya Western Hemisphere. Tahun 2001 banyak divisi mengalami
kerugian. Krisis Parmalat mengemuka ke publik saat sejumlah pertanyaan dilontarkan seputar
transaksi reksadana Epicurum-sebuah perusahaan asal Cayman yang menyebabkan Parmalat
terjerembab. dan akhirnya menggeser beberapa pilar penting di pengurusan perusahaan ini.

Beberapa situs menyatakan bahwa di 2001, beberapa divisi baru Parmalat justru menciptakan
kerugian besar dan hutang yang menumpuk. Puncaknya di 23 Desember 2003, catatan keuangan
Parmalat dinyatakan tidak sesuai dengan yang sebenarnya, keesokan harinya Parmalat
dinyatakan bangkrut dengan catatan hutang yang sebenarnya mencapai 121 trilyun Rupiah
(Dalam artikel ini semua mata uang asing telah dikurs kan dalam Rupiah untuk memudahkan)
.Proses pengadilan berjalan hingga 2009. Menyeret petinggi Parmalat dan bahkan Tanzi sang
CEO dituntut hukuman penjara atas kasus penipuan dan money laundry.

Hal ini turut memukul kemampuan finansial Parma. Musim 2003/2004 adalah kali terakhir kita
melihat logo Parmalat menghiasi kostum Parma.
Tahun 2003 s.d. 2006 Parma bahkan harus menjual pemainnya hingga mencapai 2 Trilyun
Rupiah. Fabio Cannavaro, Marco Di Vaio, Alberto Gilardino, Mathias Almeyda, Adriano, Adrian
Mutu, Mateo Brighi, dan Evanilson adalah pemain berharga yang harus dilepas. Prestasi Parma
pun ikut melorot, meski sempat berada di peringkat 5 untuk musim 2002/2003 dan 2003/2004.
Akhirnya Parma mulai keluar dari il Sette Magnifico dengan menempati urutan 18 di musim
2004/2005 dan harus play off untuk tetap di Serie A. Berlanjut urutan 11 di musim 2005/2006,
kemudian berkat hadiah kasus Calciopoli, Parma lolos ke UEFA Cup 2006/2007 meski harus
berakhir di peringkat 13 Serie A.

Silahkan Berpatisipasi Untuk Sekedar Klik Tombol 'Like atau Berkomentar' Dalam Fan Page
Parmagiani Indonesia setelah Membaca Artikel Ini. Dan kunjungilah situs kami di Parmagiani-
Indonesia.com untuk berita lain-nya

Anda mungkin juga menyukai