Anda di halaman 1dari 7

PENATALAKSANAAN APENDISITIS AKUT PADA KEHAMILAN

Selin KAPAN, Mehmet Abdussamet BOZKURT, Ahmet Nuray


TURHAN, Murat GNEN, Halil ALI

PENDAHULUAN
Apendicitis akut adalah kasus patologi bedah umum non obstetrik selama
kehamilan. Dalam jurnal ini, pasien apendisitis akut dalam kehamilan yang
dioperasi diambil datanya dalam tiga tahun terakhir dan dievaluasi secara
retrospektif.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan pada Januari 2009-januari 2011, 20 pasien hamil dioperasi
karena apendisitis akut. Pasien di evaluasi berdasarkan usia ibu, usia kehamilan,
pemeriksaan klinis dan laboratorium, pencitraan, temuan operatif, rawatan di
rumah sakit, waktu operasi, dan hasil.
HASIL PENELITIAN
Dari 20 pasien yang dievaluasi, 17 pasien apendicitis akut dioperasi untuk
apendictomy. Sepuluh pasien dioperasi dengan teknik laparoskopi dan sisanya di
lakukan open apendictomy. Tidak ada morbiditas dan mortalitas baik pada ibu dan
janin. Seluruh pasien dapat melahirkan bayi sehat pasca operasi.
KESIMPULAN
Apendisitis akut pada kehamilan merupakan diagnosa yang menantang, namun
intervensi bedah dini harus dilakukan. Jenis operasi tergantung pada preferensi dan
pengalaman dokter bedah.

Kata Kunci : apendisitis akut, apendiktomi, laparoskopi, kehamilan


Apendisitis akut pada kehamilan adalah kondisi bedah yang paling umum
yang membutuhkan pembedahan perut non obstetrik selama kehamilan, dan
insiden dilaporkan 1:1250 atau 1:1500 kehamilan, dengan 50% kasus terjadi pada
trimester kedua. Tingginya prevalensi mual, muntah dan sakit perut pada populasi
pasien kebidanan biasanya dianggap normal dan intervensi bedah menjadi
tertunda. Selain itu, ada keengganan untuk melakukan operasi pada pasien
apendisitis dengan kehamilan. Pada setiap pasien hamil, sakit perut sisi kanan,
berulang disertai demam harus selalu dipertimbangkan apendisitis kecuali jika
sudah terbukti. Panilaian leukosit tidak sangat membantu karena pasein hamil
sering memiliki leukositosis fisiologis. Pemeriksaan fisik yang cermat adalah
kunci untuk membuat diagnosis. Ultrasonografi harus digunakan untuk menilai
patologi kandungan seperti kista ovarium atau torsi dari massa adneksa. Pada
populasi umum, ada beberapa sistem penilaian yang tersedia untuk membantu
akurasi diagnostik apendisitis, termasuk sistem penilaian alvarado. Tidak ada
sistem tersebut yang dapat digunakan dalam kebidanan.
Dalam studi ini, kami menyajikan kasus kami apendisitis akut dalam
kehamilan sesuai dengan literatur yang ada.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN


Dua puluh wanita hamil yang berkonsultasi ke Klinik Bedah Darurat karena
nyeri perut akut dari Januari 2009-Januari 2011 dilibatkan dalam penelitian ini.
Data klinis dikumpulkan secara retrospektif termasuk temuan pemeriksaan fisik,
usia pasien, minggu kehamilan, gejala klinis, hasil ultrasonografi, jumlah leukosit,
dan komplikasi pasca operasi. Semua pasien di periksa oleh dokter kandungan dan
dokter bedah umum sebelum dan sesudah operasi. Diagnosis apendisitis akut di
dasarkan pada pemeriksaan klinis, USG, jumlah leukosit dan pemeriksaan
kehamilan. Setiap pasien dievaluasi dengan sistem skoring Alvarado. Untuk
mengevaluasi periode antara konsultasi bedah dan kapan dioperasi.
Apendiktomi dilakukan dengan pendekatan laparoskopi atau open
apendiktomi. Anestesi biasanya dilakukan inhalasi secara rutin selama operasi.
Dan digunakan kateter urin untuk evaluasi.
HASIL
Usia rata-rata pasien adalah 26 (19-35) tahun. Rata-rata usia kehamilan pada
saat LA adalah 17,6 minggu (4-33 minggu). Sepuluh pasien berada di trimester
kedua, 6 berada di trimester pertama dan 4 berada di trimester ketiga. Rata-rata
skor Alvarado adalah 7,7 (7-9). Jumlah rata-rata leukosit adalah 13.920 (7.200-
22.300), dan rata-rata jumlah neutrofil adalah 81,65% (91,4%-67,3%). Semua
pasien dirawat dengan keluhan nyeri perut. Sebanyak tiga belas pasien memiliki
gejala tambahan mual dan muntah. Ultrasonografi abdomen dilakukan pada semua
pasien setelah pemeriksaan ginekologi. Ultrasonografi dapat menunjukkan
apendisitis akut pada tujuh pasien. Pada 13 pasien yang lain, USG tidak dapat
menunjukkan adanya apendisitis akut dan setelah dioperasi 10 pasien
menunjukkan apendisitis akut. Jarak rata-rata antara konsultasi dan operasi adalah
6 jam (3-10 jam). Waktu operasi rata-rata 54,1 menit (12-135 menit). Rata-rata
waktu operasi open apendiktomi dan laparoskopi adalah 51,7 menit (12-120
menit) dan 56,5 menit (30-135 menit). Rata-rata rawatan di rumah sakit 1,1 hari
(1-2 hari). Delapan dari 10 prosedur laparoskopi, yang pertama menggunakan
trokar dengan teeknik open laparatomi, dan sisanya menggunakan veress
insuflation.
Pada 10 pasien yang dilakukan diagnostik dengan laparoskopi, 7 pasien
mengalami apendicitis akut dan 1 pasien mengalami kista paraovarian, sedangkan
2 pasien lagi tidak ada gangguan patologis.
Pada sepuluh pasien yang tersisa, dilakukan open laparatomi dan
keseluruhannya mengalami apendisitis akut. Selama dilakukan operasi tidak ada
morbiditas dan mortalitas ibu maupun janin ataupun cidera rahim. Tidak ditemui
kasus kematian janin. Dua puluh pasien yang dilakukan operasi dan 20 bayi juga
dilaporkan sehat. data demografi pasien dapat dilihat pada table 1.

DISKUSI
Perubahan anatomi dan fisiologis yang spesifik pada kehamilan dapat
menyebabkan kesulitan dalam mendiagnosa abdominal paint dalam kehamilan.
Rahim menjadi organ abdomen setelah usia kehamilan 12 minggu dan mendesak
organ abdomen yang mendasarinya. Pembesaran uterus ini dapat membuat
kesulitan untuk melokalisasi nyeri dan juga dapat menunda tanda peritoneal.
Kelemahan dari dinding perut anterior juga dapat menutupi dan menunda tanda-
tanda peritoneal. Ureter menjadi melebar pada awal trimester pertama dan tetap
melebar sampai periode postpartum. Distensi abdomen dapat menyebabkan stasis
urin, akan meningkatan risiko urolithiasis dan infeksi. Peningkatan progesteron
juga meningkatkan frekuensi nafas. Kapasitas fungsional residual menurun.
Perubahan hemostatik dapat mengevaluasi dan merawar wwanita hamil.
Kehamilan menghasilkan trombogenik, dengan dua sampai tiga kali lipat
meningkatkan kadar fibrinogen. Pada kehamilan, leukositosis fisiologis terjadi dan
dalam penelitian ini semua pasien mengalami leukositosis. Perubahan anatomis
berhubungan dengan gravid uterus, gejala kehamilan, respon inflamasi fisiologis,
dan diagnosis diferensial yang lebih luas pada wanita hamil mengakibatkan
akurasi diagnostik yang buruk, dilaporkan berkisar 36%-38%. Apendisitis akut
memiliki insiden puncak pada dekade kedua dan ketiga bertepatan. Insiden
apendisitis pada kehamilan kurang lebih sama dengan pada pasien yang tidak
hamil dan risiko perforasi dan komplikasi lebih besar pada apendicitis dengan
kehamilan.
Table 1. Data Demografi pada 20 responden
Angka kematian janin sebanyak 5% pada apendisitis akut dalam kehamilan
dan akan meningkat menjadi 20% pada apendisitis perforasi. Demikian pula
kematian ibu juga meningkat pada apendisitis perforasi.
Mengingat kurangnya sensitivitas evaluasi pra operatif, tidak heran bahwa
diagnosis patologis apendisitis hanya dapat dikonfirmasi sekitar 36%-50% kasus.
Dalam penelitian ini, dengan menggunakan laparoskopi, tiga pasein terbukti tidak
mengalami apendicitis akut. Tujuh belas dari 20 pasien didiagnosis apendicitis
akut berdasarkan investigasi patologis dan sudah dikonfirmasi.
Akurasi diagnostik lebih besar pada kehamilan trimester pertama, dan lebih
dari 40% pasien yang menjalani operasi apendiktomi pada trimester kedua dan
ketiga meimiliki lampiran normal. Tingkat laparatomi negatif untuk tersangka
apendisitis dalam kasus kebidanan adalah 25-50% dibandingkan dengan kasus
bedah umum yaitu sekitar 15-35%. Pada penelitian ini, 10 dari 20 pasien trimester
kedua mendapatkan hasil negatif dari laparoskopi.
Hampir sejak 100 tahun Balber menyatakan bahwa kematian karena
komplikasi apendisitis adalah delay mortality. Pernyataan ini telah menunjukkan
banyak bukti. Keterlambatan diagnosa apendisitis dikaitkan dengan komplikasi
yang signifikan. Penundaan tindakan operatif juga meningkatkan risiko, dengan
tingkat kematian janin dilaporkan 1,5-4% pada apendicitis non perforasi dengan
apendicitis perforasi menunjukkan angka kematian bayi sekitar 21-35%. Tingkat
kematian janin di observasi 3-5% pada unruptured appendik dan meningkat hingga
20% pada apendik perforasi. Risiko persalinan prematur meningkat selama
minggu pertama setelah operasi, tetapi kelahiran prematur jarang terjadi.
Selanjutnya, peningkatan usia kehamilan mengurangi akurasi diagnostik dan
berhubungan dengan peningkatan angka perforasi apendik dan komplikasinya.
Dalam penelitian ini kami mengevaluasi pasien dalam waktu 12 jam. Bertentangan
dengan literatur, dalam penelitian kami, tidak ada kematian janin dan perforasi
apendik. Alasan perbedaan ini adalah periode waktu yang singkat antara konsultasi
dan operasi dalam penelitian kami.
Para penulis berpendapat bahwa tidak ada parameter klinis yang dapat
mendeteksi apendicitis dalam kehamilan. MRI dan USG tidak ada kaitannya
dengan radiasi ion, belum terbukti memiliki efek yang dapat merusak pada
kehamilan dan harus digunakan jika memungkinkan. Penelitian sebelumnya
menyatakan bahwa MRI berguna dalam mendeteksi apendicitis pada wanita hamil,
tetapi karena jumlah responden pada penelitian ini sedikit sehingga membatasi
penulis untuk membuat kesimpulan. Ada juga penelitian yang menggunakan CT
Scan untuk mendiagnosis apendisitis akut pada kehamilan, namun karena efek
radiasi dapat merusak janin, disarankan untuk digunakan hanya pada pasien
dengan trauma berat pada kehamilan. Wallace et al. Melaporkan tingkat
kecurigaan apendicitis yang ternyata hasilnya negatif pada pasien hamil sebesar
37%. Mereka juga menambahkan tidak ada perbedaan dalam kesalahan diagnosis
pada penggunaan CT Scan setelah USG. Kami tidak menggunakan MRI, hanya
pemeriksaan fisik dan USG. Namun, kami melakukan operasi pada 13 pasien
dengan hasil USG normal, dan hanya 3 pasien pada kelompok ini yang hasilnya
negatif setelah laparoskopi atau sebesar 15%.
Saat ini, kami mengumpulkan data yang mendukung penggunaan
laparoskopi mengenai keamanan dan kemanjuran dlam semua trimester untuk
apendicitis akut. Penggunaan laparoskopi dikaitkan dengan lamanya rawatan di
rumah sakit yang terbukti menurun, nyeri pasca opersi berkurang dan fungsi usus
lebih baik, dan risiko infeksi dan hernia lebih kecil dibanding laparatomi. Hasson
trocar dan verres jarum dapat digunakan untuk insufllasi, namun kami lebih
menyukai teknik terbuka untuk penyisipan trocar pertama dalam 8 pasien. Banyak
penelitian telah menunjukkan tidak ada peningkatan risiko pada janin dengan
menggunakan prosedur laparoskopi. Hanya saja meningkatkan kekhawatiran
pasien terhadap efek laparoskopi pada janin yang sedang berkembang. Pendekatan
laparoskopi memiliki beberapa keunggulan dibandingkan open laparatomi. Posisi
sayatan minimal. Menurut pendapat kami, keberhasilan laparoskopi tergantung
pada pengalaman dan keterampilan dokter bedah. Manfaat lain dari laparoskopi
diagnostik. Manfaat lain dari laparoskopi diagnostik adalah mengurangi jumlah
apendisitis positif palsu yang dilakukan operasi. Dalam penelitian kami, pasien
yang terbukti apendisitis negatif sebesar 15% dan mereka di diagnosis dengan
laparoskopi. Tingkat apendiktomi negatif pada grup laparoskopi yang lebih tinggi
mungkin mencerminkan tren bedah selama kehamilan dimana awal diagostik
laparoskopi dianggap minimal invasive dan lebih aman daripada observasi dan
evaluasi ulang. Namun pendekatan ini juga meningkatkan kejadian apendik
perforasi. Itulah mengapa pada penelitian ini ragu untuk melakukan laparoskopi.
Dan harus mempertimbangkan infeksi dan keterlambatan diagnosis yang
merupakan penyebab utama dari efek samping yang dikaitkan denganlaparoskopi
selama kehamilan. Pada penelitian kami, tidak ada efek samping pada janin atau
kehamilan yang diamati setelah operasi.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa kinerja awal laparoskopi
diagnostik bermanfaat ketika dicurigai apendisitis akut. Kami melakukan operasi
pada 10 pasien dalam waktu 12 jam dengan pendekatan laparoskopi. Kami
menggunakan teknik terbuka untuk penyisipan trocar pertama. Kami evaluasi
pasien dalam waktu 24 jam pasca operasi.
Gejala atau tanda yang kompleks tidak cukup untuk membuktikan penyebab
abdominal pain pada pasien dengan kehamilan. Saat ini belum ada pengembangan
sistem penilaian yang cukup akurat seperti pada pasien yang tidak hamil. Ada
juga peningkatan kompetensi dalam penggunaan laparoskopi pada kehamilan.
Mengingat fakta-fakta kejadian langka, tetapi peningkatan kejadian perforasi
pada trimester ketiga dan peningkatan mortalitas janin dalam kasus perforasi,
operasi dini harus dipertimbangkan pada setiap pasien hamil yang di curigai
apendicitis akut. Jenis operasi tergantung pada pengalaman dan preferensi ahli
bedah dapat dilakukan laparoskopi atau laparatomi.
Masalah dan konflik tentang artikel : tidak dicantumkan.

Anda mungkin juga menyukai