DAFTAR ISI
A. Definisi...................................................................................................1
B. Epidemiologi..........................................................................................1
C. Anatomi Esofagus..................................................................................1
D. Etiopatogenesis......................................................................................3
E. Gejala Klinis...........................................................................................6
F. Diagnosis................................................................................................7
G. Penatalaksanaan Akalasia.....................................................................11
H. Diagnosis Banding...............................................................................15
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21
1
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
kali di kenalkan oleh Arthur Hurst di awal tahun 1927. Akalasia didefinisikan sebagai
esofagus dan relaksasi yang inadekuat pada sfingter esofagus bagian bawah (lower
B. Epidemiologi
predileksi berdasarkan ras. Akalasia terjadi pada semua umur dengan kejadian dari
lahir sampai dekade 7-8 dan puncak kejadian pada umur 30 - 60 tahun.
C. Anatomi Esofagus
yang terdiri atas bagian servikal, torakal, dan abdominal. Dinding esofagus terdiri
dari otot lurik di bagian atas, otot polos di bagian bawah, dan campuran keduanya
dibagian tengah. Spingter esophagus bawah (LES) merupakan zona tekanan tinggi
yang terletak di bagian esofagus yang menyatu dengan lambung. LES adalah spingter
fungsional terdiri dari komponen intrinsik dan ekstrinsik. Komponen ekstrinsik terdiri
2
dari otot diafragma yang berfungsi sebagai ajuvan spingter eksternal. Saraf motorik
Otot polos esofagus distal dan LES dipersarafi oleh preganglionik, serat
kolinergik yang berasal dari inti motorik dorsal (Dorsal Motorik Neuron/DMN) di
hasil dari relaksasi terkoordinasi dan kontraksi yang dimediasi oleh neuron pleksus
Thoracica X.
D. Etiopatogenesis
1 Akalasia primer
a Teori genetika
Kasus akalasia pada anak dan karena keturunan sangat jarang. Sehingga teori
akalasia lahir dari orang tua atau kerabat dengan akalasia telah dilaporkan. Hanya ada
satu laporan kasus kembar monozigot dengan akalasia yaitu Sindrom Allgrove.
4
Etiologi ini tampaknya masuk akal mengingat distribusi usia pasien akalasia seragam.
Selain itu, penyakit Chagas merupakan contoh patogen menular yang dapat
statistik pada titer antibodi terhadap virus campak pada pasien dengan akalasia
dibandingkan dengan kontrol, namun penelitian ini belum dibuktikan. Virus lain yang
di duga bearkaitan dengan akalasia adalah virus varicella zoster. Penelitian terbaru
campak, herpes atau virus papiloma pada spesimen myotomy pasien akalasia.
Penelian dengan hasil yang negatif tidak mengesampingkan adanya specimen virus
yang lain sebagai etiologi dari akalasia. Kemungkinan yang mendukung etiologi ini
akalasia sebagai respon terhadap antigen virus meskipun peneliti tidak dapat
terdapat pada 100% specimen. Adanya infiltrasi sel pada imunohistokimiawi ditandai
dengan adanya sel T positif CD3 dan CD8. Infiltrasi eosinofilik yang signifikan juga
5
antibody yang melawan pleksus myentericus di serum 37 dari 58 pasien akalasia dan
hanya ada empat dari 54 kontrol pada serum pasien sehat. Penelitian ini gagal
mendeteksi antibodi dalam serum pasien dengan penyakit Hirschsprung atau kanker
esofagus dan hanya satu dari 11 pasien dengan esofagitis peptikum. Namun, karena
defek dalam akalasia primer cukup spesifik di esophagus, makna antibodi yang
beredar mempunyai target tidak hanya esofagus tetapi juga neuron di usus. Namun,
terdeteksi mungkin merupakan fenomena yang tidak spesifik atau fenomena sekunder
akalasia primer. Pada akalasia disebutkan terjadi hilangnya neuron dalam inti motorik
vagal dan terjadi perubahan degeneratif dari serabut saraf vagal. Lesi yang dibuat
secara eksperimental di batang otak dan saraf vagus pada hewan menghasilkan
tempat yang berkaitan dengan akalasia primer adalah di inti motorik dorsal dan saraf
dengan ditandai adanya berkurangnya atau tidak adanya sel ganglion serta adanya
lambung, yang jarang terlihat pada pasien akalasia. Sangat mungkin adanya
pseudoakalasia sekitar 2% -4% dari pasien dengan curiga akalasia. Secara umum,
pasien dengan pseudoakalasia lebih tua dengan riwayat disfagia lebih singkat dan
disertai penurunan berat badan. Namun, tiga tanda ini memiliki spesifitas yang
gastroesophageal junction. Oleh karena itu, pasien dengan dugaan akalasia perlu
E. Gejala Klinis
mempunyai gejala klinis yang hampir sama. Gejalanya antara lain kelainan menelan /
disfagia progresif, odynofagia, regurgitasi, nyeri dada, dan penurunan berat badan.
7
Diagnosis akalasia harusnya disuspekkan pada tiap pasien yang mempunyai keluhan
disfagia makanan padat dan cair disertai regurgitasi makanan dan saliva. Terjadinya
disfagia biasanya bertahap, awalnya digambarkan sebagai "rasa penuh di dada" atau
"sticking sensation" dan terjadi setiap hari atau setiap kali makan. Awalnya, disfagia
terutama pada makanan padat, namun seiring waktu terjadi disfagia pada makanan
padat dan cair terutama minuman dingin. Mekanisme nyeri dada tidak diketahui,
tetapi gejala ini bukan hanya merupakan kontraksi simultan dari episode yang
atau rasa seperti terbakar di dada merupakan keluhan yang sering terjadi di akalasia,
asam. Kebanyakan pasien akalasia memiliki beberapa derajat penurunan berat badan
F. Diagnosis
adanya keganasan. Saat endoskop masuk melewati LES tekanan yang di berikan
mudah dan lancar, tidak ada striktur yang disebabkan karena neoplasia atau fibrosis.
Kesan adanya peristaltik esofagus dan LES pada pemeriksaan endoskopi tidak
akurat. Kesan berkurangnya peristalsis dan LES tidak sensitif maupun spesifik.
Retensi makanan di esofagus dapat dianggap sebagai parameter yang lebih spesifik
8
dalam mendiagnosis akalasia, tetapi hanya terjadi pada pasien dengan penyakit lanjut
gambaran air fluid level di setinggi arkus aorta atau diatasnya disertai adanya
esofagus yang melebar. Selain itu pada akalasia tidak didapatkan gelembung udara di
berdilatasi
3 Esofagogram
paruh burung (bird-beak appereance) atau ekor tikus (mouse tail appereance)
10
4 Manometri esofagus
akalasia dan harus dilakukan pada setiap pasien yang akan dilakukan perawatan
invasif seperti pelebaran pneumatik atau myotomy bedah. Karena akalasia hanya
melibatkan otot polos esofagus, kelainan manometri terbatas pada 2/3 esofagus
bagian distal. Diagnosis akalasia diperlukan jika ditemukan tekanan LES yang
meningkat pada fase istirahat, relaksasi LES inkomplet dan tidak adanya peristaltik.
Adanya manometri resolusi tinggi membantu membuat diagnosis akalasia secara teliti
G. Penatalaksanaan akalasia
1 Terapi Non-Bedah
11
a Medikamentosa
Pemberian obat yang bersifat merelaksasikan otot polos, seperti
nitrogliserin 5 mg sublingual atau 10 mg per oral, dan juga
methacholine, dapat membuat spinchter esofagus bawah berelaksasi
sehingga membantu membedakan antara suatu striktur esofagus distal
dan suatu kontraksi spinchter esofagus bawah. Selain itu, dapat juga
diberikan calcium channel blockers (nifedipine 10-30 mg sublingual),
dimana dapat mengurangi tekanan pada spinchter esofagus bawah.
Namun demikian, hanya sekitar 10% pasien yang berhasil dengan terapi
ini. Terapi ini sebaiknya digunakan untuk pasien lanjut usia yang
mempunyai kontraindikasi terhadap pneumatic dilation atau tindakan
pembedahan.
c Pneumatic Dilation
Pneumatic dilation telah menjadi bentuk terapi utama selama bertahun-
tahun. Suatu balon dikembangkan pada bagian gastroesophageal
junction yang bertujuan untuk merupturkan serat otot dan membuat
mukosa menjadi intak. Persentase keberhasilan awal adalah antara 70%
dan 80%, namun akan turun menjadi 50% pada 10 tahun kemudian,
13
Gambar : Teknik pneumatic dilation pada achalasia (dikutip dari kepustakaan 18)
2 Terapi Bedah
Suatu laparoskopik miotomi Heller dan partial fundoplication adalah suatu
prosedur pilihan untuk achalasia esofagus. Operasi ini terdiri dari suatu
pemisahan serat otot (miotomi) dari spinchter esofagus bawah (5 cm) dan
bagian proksimal lambung (2 cm), yang diikuti oleh partial fundoplication
untuk mencegah refluks. Pasien dirawat di rumah sakit selama 24-48 jam,
dan kembali beraktivitas sehari-hari setelah kira-kira 2 minggu. Secara
efektif, terapi pembedahan ini berhasil mengurangi gejala sekitar 85-95%
dari pasien, dan insidens refluks postoperatif adalah antara 10% dan 15%.
Oleh karena keberhasilan yang sangat baik, perawatan rumah sakit yang
14
tidak lama, dan waktu pemulihan yang cepat, maka terapi ini dianggap
sebagai terapi utama dalam penanganan achalasia esofagus.
H. Diagnosis Banding
Pemeriksaan yang
Jenis Penyakit Perbedaan Gejala dan Tanda Dilakukan untuk
Menegakkan Diagnosis
Karsinoma Disfagia pada makanan- Pemeriksaan esofagografi dan
esofagus makanan padat terjadi lebih endoskopi menunjukkan
awal, meskipun kesulitan adanya obtruksi pada
untuk menelan makanan esofagus akibat adanya tumor
cair dapat terjadi jika
15
BAB II
PEMBAHASAN
peristaltik primer dan relaksasi inkomplet dari lower esophageal sphincter / LES.
atau pada beberapa kasus disebabkan karena kondisi jinak seperti penyakit chagas,
kardia lambung, yang lain disebabkan karsinoma esofagus atau metastasis dari
karsinoma paru, payudara, pankreas, rahim, dan kelenjar prostat ke mediastinum atau
ke gastroesophageal junction.
Tiga kriteria yang digunakan oleh radiologist untuk diagnosis akalasia adalah
rat tail appearance dan adanya bukti stasis dari sisa makanan dan air liur. Sedangkan
menurut penelitian amaravadi dkk, temuan secara radiologi diagnosis akalasia adalah
barium berguna untuk membedakan akalasia primer dari sekunder. Pada pemeriksaan
barium hallmark akalasia primer ditandai tidak adanya peristaltik primer dan adanya
halus, simetris dengan panjang sekitar 1-3 cm. Gambaran tersebut disebabkan karena
Selain itu pada akalasia primer segmen esofagus lentur, kontur mukosa mulus tanpa
nodul, tanpa perubahan kontur yang tiba-tiba, dan tanpa bukti massa intraluminal.
esofagus dan lebar diameter esofagus yang mengalami dilatasi dapat membedakan
akalasia primer dari sekunder. Pada akalasia sekunder penyempitan segmen didistal
esofagus lebih panjang (>3,5 cm) dan diameter esofagus mengalami dilatasi lebih
pendek (<4 cm) dibanding akalasia primer. Meskipun pengukuran tersebut sering bias
akibat adanya magnifikasi yang tergantung dari tinggi fluoroskopi diatas meja
pemeriksaan.
inhalasi amil nitrat, bubuk seidlitz atau mecholyl. Pemberian agen ini harus dibawah
primer (gambar 21). Pada akalasia sekunder pemberian agen ini tidak berpengaruh
penyempitan yang tidak teratur atau asimetris. Karsinoma kardia lambung merupakan
penyebab paling sering akalasia sekunder dan sering terdiagnosis pada pemeriksaan
barium. Adanya protusio atau lesi eksofitik yang menetap saat barium melewati
esofagus merupakan indikasi kuat akalasia sekunder. Temuan lain meliputi kekakuan
jaringan lunak antara fundus dan diafragma. Adanya distorsi, obliterasi, atau
adanya efek massa dan pelebaran esofagus proksimal tanpa adanya invasi ke esofagus
esofagus, peningkatan tekanan LES lebih besar dari 45 mmHg (normal 15-30 mmg
Hg) dan gangguan relaksasi LES saat menelan. Endoskopi pada pasien dengan
akalasia bukan sebagai alat diagnosis, namun untuk mengecualikan adanya entitas
penyakit lain dan mengetahui adanya komplikasi. Temuan endoskopi pada akalasia
20
primer adalah mukosa esofagus normal dengan tingkat resistensi tekanan endoskopi
DAFTAR PUSTAKA
Wikipedia. Achalasia [online]. 2012 [cited 2012 April 6]. Available from: URL:
http://en.wikipedia.org/wiki/Achalasia
Ismail, Ali. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid ll. Edisi Ketiga. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta.
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Rastuti RD. Buku ajar ilmu kesehatan
telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher edisi keenam. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
http://imaging.consult.com/
http://radiographics.rsna.org/content/23/4/897.full