Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke sudah dikenal sejak dulu kala, bahkan sebelum zaman


Hippocrates. Soranus dari Ephesus (98 -138) di Eropa telah mengamati
beberapa faktor yang mempengaruhi stroke. Hippocrates adalah Bapak
Kedokteran asal Yunani. Ia mengetahui stroke 2400 tahun silam. Kala itu,
belum ada istilah stroke. Hippocrates menyebutnya dalam bahasa Yunani:
apopleksi. Artinya, tertubruk oleh pengabaian. Sampai saat ini, stroke masih
merupakan salah satu penyakit saraf yang paling banyak menarik perhatian.1,2

Definisi WHO, stroke adalah menifestasi klinik dari gangguan fungsi


serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan
cepat, selama lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa
ditemukannya penyebab lain selain gangguan vaskuler. Istilah kuno
apopleksia serebri sama maknanya dengan Cerebrovascular Accidents/Attacks
(CVA) dan Stroke.2

Anemia adalah keadaan berkurangnya sel darah merah atau konsentrasi


hemoglobin (Hb) di bawah nilai normal sesuai usia dan jenis kelamin. Anemia
dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu usia, jenis kelamin, dan populasi.
Diagnosis anemia ditegakkan berdasarkan temuan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala
klinis yang sering tidak khas. Suatu anemia gravis dikatakan bila konsentrasi
Hb 7 g/dL selama 3 bulan berturut-turut atau lebih. Anemia gravis dapat
dikarenakan kanker, malaria, thalassemia mayor, defisiensi besi, leukemia, dan
infeksi cacing. Akupunktur dapat menangani anemia, yaitu dengan
menggunakan titik Zusanli (ST 36). Penelitian menunjukkan titik Zusanli (ST
36) dapat meningkatkan kadar ferritin serum dan mengurangi TIBC (Total
Iron Binding Capacity).3
2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Stroke Iskemik

Stroke adalah tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan


fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama
24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskuler. Stroke iskemik merupakan tanda klinis disfungsi
atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan berkurangnya aliran darah ke
otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak.3
Stroke merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di
Amerika Serikat dan meskipun rata-rata kejadian stroke menurun, tetapi
jumlah penderita stroke tetap meningkat yang diakibatkan oleh meningkatnya
jumlah populasi tua/meningkatnya harapan hidup. Terdapat beberapa variasi
terhadap insidensi dan outcome stroke di berbagai negara. Sampai dengan
tahun 2005 dijumpai prevalensi stroke pada laki-laki 2,7% dan 2,5% pada
perempuan dengan usia 18 tahun.3
Diantara orang kulit hitam, prevalensi stroke adalah 3,7% dan 2,2%
pada orang kulit putih serta 2,6 % pada orang Asia. stroke pada laki-laki
lebih besar daripada perempuan dengan rasio laki-laki dibandingkan dengan
perempuan menurun dari 1,11 menjadi 1,03. Juga dijumpai penurunan
mortalitas stroke pada usia 65 tahun pada laki-laki dibandingkan.

2.2 Etiologi

Pada tingkatan makroskopik, stroke iskemik paling sering disebabkan


oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke iskemik
juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler,
setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan
3

timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian neuron


dan infark serebri.(4)

1. Emboli

Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan tetapi
dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.(5)

a) Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat


berasal dari plaque athersclerotique yang berulserasi atau dari trombus
yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.

b) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:


1) Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian
kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel;
2) Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang
meninggalkan gangguan pada katup mitralis;
3) Fibralisi atrium;
4) Infarksio kordis akut;
5) Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
6) Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik;

c) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:


1) Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.
2) Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
3) Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit
caisson).

Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-
sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli
kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis,
katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi,
kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3
persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85 persen di
antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard.(4)
4

2. Trombosis

Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering
adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari
arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya
turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus
aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan platelet.(4)

3. Patofisiologi

Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya aterosklerosis (terbentuknya


ateroma) dan arteriolosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-
macam manifestasi klinik dengan cara:(1)

a. Menyempatkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi


aliran darah.
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau
peredaran darah aterom.
c. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
d. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma
yang kemudian dapat robek.

Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:(1)

a. Keadaan pembuluh darah, bila menyempit akibat stenosis atau ateroma


atau tersumbat oleh trombus/embolus.
b. Keadaan darah: viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang
meningkat (polisetemial) yang menyebabkan aliran darah ke otak lebih
lambat: anemia yang berat menyebabkan oksigenasi otak menurun.
5

c. Tekanan darah sistematik memegang peranan tekanan perfusi otak. Perlu


diingat apa yang disebut otoregulasi otak yakni kemampuan intrinsik dari
pembuluh darah otak agar aliran darah otak tetap konstan walaupun ada
perubahan dari tekanan perfusi otak.

Batas normal otoregulasi antara 50-150 mmHg. Pada penderita hipertensi


otoregulasi otak bergeser ke kanan.

d. Kelainan jantung
1) Menyebabkan menurunnya curah jantung a.l. fibrilasi, blok
jantung.
2) Lepasnya embolus menimbulkan iskemia di otak.

2.3 Klasifikasi

Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis:(1)

1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)


Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND).
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24
jam, tapi tidak lebih dari seminggu.

3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)


Gejala neurologik makin lama makin berat.
4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Gejala klinis sudah menetap.

2.4 Gambaran Radiologi

a) CT scan kepala non kontras


b) CT perfussion
c) CT angiografi (CTA)
d) MR angiografi (MRA)
e) USG, ECG, EKG, Chest X-Ray

2.5 Penatalaksanaan
6

a. Airway and breathing


Pasien dengan GCS 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat atau
paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial (TIK) maka pemberian induksi dilakukan untuk mencegah
efek samping dari intubasi. Pada kasus dimana kemungkinan terjadinya
herniasi otak besar maka target pCO2 arteri adalah 32-36 mmHg. Dapat
pula diberikan manitol intravena untuk mengurangi edema serebri. Pasien
harus mendapatkan bantuan oksigen jika pulse oxymetri atau pemeriksaan
analisa gas darah menunjukkan terjadinya hipoksia. Beberapa kondisi
yang dapat menyebabkan hipoksia pada stroke iskemik adalah adanya
obstruksi jalan napas parsial, hipoventilasi, atelektasis ataupun GERD.
(11,12,13,14)

b. Circulation
Pasien dengan stroke iskemik akut membutuhkan terapi intravena dan
pengawasan jantung. Pasien dengan stroke akut berisiko tinggi mengalami
aritmia jantung dan peningkatan biomarker jantung. Sebaliknya, atrial
fibrilasi juga dapat menyebabkan terjadinya stroke.(11,12,13,14)
c. Pengontrolan gula darah
d. Posisi kepala pasien
e. Pengontrolan tekanan darah
f. Pengontrolan demam
g. Pengontrolan kejang

Penatalaksanaan Khusus medikamentosa :

1) Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara
intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim
proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein
pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS (National Institute of
Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan
dalam waktu tidak lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9
mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara
bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam.
7

2) Antikoagulan
1. Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein plasma.
Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin.
Dosis: 40 mg (loading dose), diikuti setelah 48 jam dengan 3-10
mg/hari, tergantung PT. Reaksi yang merugikan: hemoragi, terutama
ren dan gastrointestinal.(16)
2. Heparin
Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir. Normal
terdapat pada mast cells. Cepat bereaksi dengan protein plasma yang
terlibat dalam proses pembekuan darah. Heparin mempunyai efek
vasodilatasi ringan. Heparin melepas lipoprotein lipase. Dimetabolisir
di hati, ekskresi lewat urin. Wakto paro plasma: 50-150 menit.
Diberikan tiap 4-6 jam atau infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000
unit) per hari.
3) Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan
hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit,
peningkatan kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit, keadaan ini
menimbulkan gangguan pada aliran darah. Pentoxyfilline merupakan obat
yang mempengaruhi hemoreologi yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan
oksigenasi jaringan dengan cara: meningkatkan fleksibilitas eritrosit,
menghambat aggregasi trombosit dan menurunkan kadar fibrinogen
plasma. Dengan demikian eritrosit akan mengurangi viskositas darah.
Pentoxyfilline diberikan dalam dosis 16/kg/hari, maksimum 1200 mg/hari
dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset.(15)
4) Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
1. Aspirin
2. Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)

2.6 Definisi Anemia Gravis

Anemia gravis adalah anemia apabila konsentrasi Hb 7 g/dL selama 3


bulan berturut-turut atau lebih. Anemia gravis timbul akibat penghancuran sel
darah merah yang cepat dan hebat. Anemia gravis lebih sering dijumpai pada
8

penderita anak-anak. Anemia gravis dapat bersifat akut dan kronis. Anemia
kronis dapat disebabkan oleh anemia defisiensi besi (ADB), sickle cell anemia
(SCA), talasemia, spherocytosis, anemia aplastik dan leukemia. Anemia gravis
kronis juga dapat dijumpai pada infeksi kronis seperti tuberkulosis (TBC) atau
infeksi parasit yang lama, seperti malaria, cacing dan lainnya. Anemia gravis
sering memberikan gejala serebral seperti tampak bingung, kesadaran
menurun sampai koma, serta gejala-gejala gangguan jantung.
1. Prevalensi anemia
Menurut Organisasi Kesehatan dunia (WHO), tahun 2005 didapati
1.62 milyar penderita anemia di seluruh dunia. Angka prevalensi anemia di
Indonesia menurut Husaini dkk (2008) terdapat dalam tabel berikut.
Tabel 1. Pravalensi anemia di Indonesia

Kelompok Populasi Angka Pravalensi


Anak prasekolah (balita) 30-40%
Anak usia sekolah 23-35%
Wanita dewasa 30-40%
Wanita hamil 50-70%
Laki-laki dewasa 20-30%
Pekerja berpenghasilan rendah 30-40%

Angka pravalensi anemia di dunia sangat bervariasi tergantung


pada geografi. Salah satu faktor determinan utama adalah taraf sosial
ekonomi masyarakat. Sedangkan prevalensi anemia gravis sendiri menurut
WHO mencapai angka lebih dari 40% dalam satu populasi (WHO, 2006).

2.7 Gejala Klinis


Jika pasien memang bergejala, biasanya gejalanya adalah nafas pendek,
khususnya pada saat olahraga, kelemahan, letargi, palpitasi dan sakit kepala.
Pada pasien berusia tua, mungkin ditemukan gejala gagal jantung, angina
pektoris, kaludikasio intermiten, atau kebingunagan (konfusi). Gangguan
penglihatan akibat pendarahan retina dapat mempersulit anemia yang sangat
berat, khususnya yang awitannya cepat.
Tanda umum meliputi kepucatan membran mukosa yang timbul bila
kadar hemoglobin kurang dari 9-10 g/dL. Sirkulasi yang hiperdinamik dapat
menunjukkan takikardia, nadi kuat, kardiomegali, dan bising jantung aliran
9

sistolik khususnya pada apeks. Gambaran gagal jantung kongesti mungkin


ditemukan, khususnya pada orang tua. Perdarahan retina jarang ditemukan.
Tanda spesifik dikaitkan dengan jenis anemia tertentu, misalnya koilonikia
dengan defisiensi besi, ikterus dengan anemia hemolitik atau megaloblastik,
ulkus tungkai dengan anemia sel sabit dan anemia hemolitik lainnya,
deformitas tulang dengan talasemia mayor dan anemia hemolitik kongenital
lain yang berat.
a) Gambar Darah Tepi
Sickle cell anemia
Gambar 1. Bentuk sel sabit eritrosit yang abnormal (Rask, 2004).

Malaria
10

Gambar 2. Eritrosit penderita malaria, menunjukkan eritrosit


yang diinvasi P. falciparum (Pusarawati & Tantanular, 2005)
1.A Gambar skematik P. Falciparum bentuk cincin (ring
forms),double dots dan marginal (applique) (Jeffrey &
Leach, 1975).
1.B Ring forms
1.C Double dots dan double infection
1.D Multiple infection
Thalassemia Mayor

Gambar 3.
Abnormalitas (bizzare) sel darah merah, poikilositosis (bentuk eritrosit
bermacam-macam) berat, hipokromi (eritosit tampak pucat),
mikrositosis (ukuran eritrosit lebih kecil), sel target, basofil Stippling
dan eritrosit berinti. (Hoffbrand et al, 2005)

Anemia defisiensi besi


11

Gambar 4. Anisokromasia. Adanya peningkatan variabilitas warna


dari hipokrom dan normokrom dan terdapat poikilosit yang
memanjang (Wickramasinghe & Jones, 1992 dalam Renova, 2003)

Leukemia

Gambar 5. Leukemia linfositik akut (LLA). Jumlah limfosit dan


neutrofil yang lebih banyak dari jumlah normal (Simamora, 2009)
Sferositosis Herediter

Gambar 6. Eritrosit berbentuk sferoid. Sperosit adalah eritrosit


yang berbentuk lebih bulat, lebih kecil dan lebih tebal dari eritrosit
normal (Sari & Ismail, 2009).

2.8 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan medis anemia gravis ditentukan berdasarkan penyakit dasar
yang menyebabkan anemia tersebut. Berikut beberapa pengobatan anemia
dengan berbagai indikasi.
1. Farmakologi
12

a) Erythropoetin-Stimulating Agents (ESAs)


b) Epoetin Alfa
c) Obat untuk Mengatasi Pendarahan
FRESH FROZEN PLASMA (FFP)
CRYOPRECIPITATE
d) Garam Besi
Fereous Sulfate
Carbonyl Iron
Iron Dextran Complex
Ferric Carboxymaltose
2. Transfusi
Transfusi harus dilakukan pada pasien yang secara aktif mengalami
pendarahan dan untuk pasien dengan anemia gravis. Transfusi adalah
paliatif dan tidak boleh digunakan sebagai pengganti untuk terapi tertentu.
Pada penyakit kronis yang berhubungan dengan anemia gravis,
erythropoietin dapat membantu dalam mencegah atau mengurangi
transfusi (Anand et al, 2004).
3. Transplantasi Sumsum Tulang dan Stem Sel
Kedua metode ini telah dipakai oleh pasien dengan leukimia, lymphoma,
Hodgkin disease, multiple myeloma, myelofibrosis dan penyakit aplastik.
Harapan hidup pada pasien ini meningkat, dan kelainan hematologi
membaik. Alogenik transplantasi sumsum tulang berhasil memperbaiki
ekspresi fenotipik dari penyakit sel sabit dan talasemia dan meningkatkan
harapan hidup pada pasien yang berhasil transplantasi (Maakaron, 2013).
4. Terapi Nutrisi dan Pertimbangan Pola Makanan
Protein
Vitamin A
Vitamin C
Zat Besi
Asam Folat
Vitamin B12

5. Pembatasan Aktivitas
Aktivitas pasien dengan anemia berat harus dibatasi sampai sebagian
anemia dapat disembuhkan. Transfusi sering dapat dihindari dengan bed
rest, terapi dapat dilakukan untuk pasien dengan anemia yang dapat
disembuhkan (misalnya anemia pernisiosa).
13

2.9 Komplikasi
1. Gangguan Perkembangan Fisik dan Mental
2. Penyakit Kardiovaskular
3. Hipoksia Anemik

2.10 Prognosis
Biasanya, prognosis tergantung pada faktor penyebab anemia.
Bagaimanapun, keparahan anemia, etiologi, dan kecepatannya menjadi
parah memainkan peranan penting dalam menentukan prognosis. Demikian
pula, umur pasien dan faktor penyerta lainnya.

a. Anemia akibat pendarahan dari vasises esophagus


Sekitar 30% pasien dengan sirosis meninggal akibat pendarahan visceral.
b. Anemia akibat Ruptur Aorta
Prognosis dari ruptur traumatik sangat buruk, dengan kira-kira tingkat
kematian prehospital 80%.
c. Sickle cell anemia
Pasien dengan homozigot (Hgb SS) memiliki prognosis yang buruk,
karena mereka cenderung sering mengalami keadaan kritis.
d. Thalasemia
e. Hiperplasia
f. Anemia aplastik
g. Sferosidosis Herediter

BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulan bahwa setiap pasien dengan stroke akut harus individulized


berdasarkan usia, CT scan temuan (adanya atau kehadiran pergeseran garis
tengah, hypodensity fokus). An expert opinion should be formed with the
contribution from neurologist, vascular surgeon and interventional radiologist.
Pendapat pakar harus dibentuk dengan kontribusi dari ahli saraf, dokter bedah
vaskular dan radiolog intervensi. High risk patients should be treated with urgent
CAS after the correction of the coagulation cascade. Karotis endarterektomi
mengurangi risiko stroke pada pasien dengan gejala stenosis paling sedikit 70
14

persen, sebagaimana ditentukan oleh arteriography. Percobaan saat ini adalah


mengatasi pertanyaan apakah endarterektomi bermanfaat untuk pasien dengan
derajat stenosis karotis moderat. Manfaat endarterektomi untuk pasien dengan lesi
karotid asimtomatik masih belum jelas.

Uji klinis acak telah membuktikan bahwa terapi warfarin mengurangi


risiko stroke pada pasien dengan atrial fibrilasi nonvalvular dan pada mereka yang
telah memiliki infark miokard. Pada pasien yang tidak kandidat untuk terapi
antikoagulan jangka panjang, aspirin bermanfaat, tapi pengurangan risiko lebih
kecil dengan aspirin dibandingkan dengan warfarin. Pada pasien dengan gejala
iskemik serebral asal noncardiac, aspirin dan ticlopidine mengurangi risiko stroke,
tapi manfaat itu sederhana. Mengingat sendirian, tidak dipyridamole atau
sulfinpyrazone mencegah stroke. Pertanyaannya tetap apakah salah satu dari obat
ini ditambah aspirin lebih baik daripada aspirin saja. Dosis optimal aspirin untuk
pencegahan stroke belum ditentukan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Achadi, Endang L., 2008. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada.

2. Adebisi OY, Strayhorn G. Anemia in pregnancy and race in the United


States: blacks at risk. Fam Med. Oct 2005;37(9):655-62.
3. Agus ZAN. Pengaruh Vitamin C Terhadap Absorpsi Zat Besi pada Ibu
Hamil Penderita Anemia. In : MEDIKA Jurnal Kedokteran dan Farmasi.
Vol. XXX; 2004.p. 496 499.
4. Almatsier S., 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.p.75, 185-188, 249-254.
15

5. Anand I, McMurray JJV, Whitmore J, et al., 2004. Anemia and its


relationship to clinical outcome in heart failure. Circulation, 110, pp.149
154.

6. Baliwati, Y.F., dkk. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya:
Jakarta.
7. Baradero M. 2008. Klien Gangguan Kardiovaskular: Seri Asuhan
Keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai