Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan umum
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Frekuensi nadi : 86 x/menit, regular, kuat angkat
Frekuensi pernapasan : 33 x/menit
Suhu : 37.0C
Berat badan : 50 kg
Tinggi badan : 169 cm
1
IMT : 17.48 (underweight)
Sianosis : Tidak ada
Edema umum : Tidak ada
Kepala
Rambut : Hitam, tebal, tidak mudah patah
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, refleks cahaya +/+
Telinga: Bentuk normal, tidak ada sekret
Mulut : Tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis, lidah tidak deviasi
Hidung : Simetris, tidak ada deviasi septum, tidak ada napas cuping hidung,
secret (+/+)
Leher : Kelenjar tiroid tidak membesar, trakea tidak ada deviasi
Pulmo
Inspeksi : Bentuk normal, pergerakan dinding dada simetris, sela iga tidak
melebar, penggunaan otot bantu napas
Palpasi : Pergerakan dinding dada simetris, vokal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-)
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di sela iga 5 linea midklavikularis sinistra
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut mendatar, tidak ada benjolan, tidak ada sikatrik
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan hati, limpa, ginjal tidak teraba pembesaran
Perkusi : Timpani, undulasi (-), shifting dullness (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (3 Maret 2017)
Pemeriksaan Hasil Nilai normal Keterangan
Hemoglobin 13 11.7 15.5 g/dl Normal
Leukosit 7.300 5000 10000 /mm3 Normal
Hematocrit 40 35 47 % Normal
Trombosit 289.000 150 440 ribu/mm3 Meningkat
Diff count
Basophil 0 0 1% Normal
Eosinophil 9 2 4% Normal
2
Batang 3 3 5% Normal
Segmen 69 50 70% Normal
Monosit 4 2 8% Normal
Limfosit 28 25 40% Menurun
LED 6 < 20 mm/jam Meningkat
Pemeriksaan Radiologi
Radiologi thorax PA :
- Tidak tampak pelebaran hilus
- Corakan bronkovaskular tidak meningkat
- Diafragma kanan dan kiri normal
- Sudut costofrenikus kanan dan kiri lancip
- Jantung: CTR <50% dan aorta normal
- Hilus normal
Kesan : Normal chest.
Resume
Pasien datang ke RS dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari SMRS, sesak dirasakan
hilang timbul, sesak datang disertai bunyi mengi, sesak dirasakan setiap hari terutama saat
malam hingga menjelang pagi hari sehingga mengganggu tidur pasien, sesak juga dirasakan
bila pasien melakukan aktifitas berat, dipicu oleh cuaca dingin dan hujan dan juga paparan
debu. Dalam 6 bulan terakhir, sesak napas dirasakan lebih 1 kali dalam seminggu tetapi tidak
lebih 1 kali dalam sehari, dan saat malam hari lebih 2 kali dalam sebulan. Saat serangan
pasien lebih merasa nyaman dalam posisi duduk. Pasien juga mengeluhkan adanya batuk dan
pilek sejak 3 hari SMRS. Batuk berdahak dengan dahak berwarna bening dan pilek dengan
lendir bening. Pasien mengkonsumsi salbutamol tablet bila mengalami serangan tetapi obat
tersebut hanya menurunkan sedikit sesaknya saja. Pasien menyangkal adanya riwayat
mengkonsumsi obat yang membuat urinenya berwarna merah, pasien tidak merokok tetapi
menjadi perokok pasif karena lingkungan kerja pasien banyak yang merokok. Ayah pasien
memiliki riwayat keluhan serupa dengan pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi pernapasan pasien yang meningkat
menjadi 33 x/menit, adanya sekret yang bening pada pemeriksaan hidung pasien, dan adanya
penggunaan otot bantu pernapasan pada pemeriksaan inspeksi pada bagian paru, pada
3
pemeriksaan auskultasi didapatkan suara napas tambahan berupa wheezing pada kedua
lapang paru.
Diagnosis Kerja
- Asma bronkial serangan sedang pada asma persisten ringan terkontrol sebagian
Pemeriksaan Anjuran
- Pemeriksaan spirometri
- Pemeriksaan analisa gas darah
Tatalaksana
Medikamentosa
- Oksigen 2 lpm
- Nebulizer combivent setiap 60 menit dengan penilaian ulang setelah 1-2 jam.
- Dexamethason tab 3 x 1
- Ambroxol tab 30 mg (3x1)
Non-medikamentosa
- Tirah baring, menghindarkan aktivitas berat.
- Menghindarkan faktor-faktor pencetus yang mungkin dapat menyebabkan
kekambuhan.
- Menggunakan masker untuk menghindari asap rokok, debu, dan polusi.
Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Pathogenesis Asma
4
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkiolus yang menyebabkan
sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkioulus terhadap benda-
benda asing di udara. Pada Asma, antibody Ig E umumnya melekat pada sel mast yang
terdapat pada interstisial paru, yang berhubungan erat dengan brokiolus dan bronkus kecil.
Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen
bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan
mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi
lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik, dan bradikinin. Efek
gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding
bronkioulus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkioulus dan spasme
otot polos bronkiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat
meningkat.
Pada Asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian luar
bronkiolus. Bronkiolus yang sudah tersumbat sebagian selanjutnya akan mengalami obstruksi
berat akibat dari tekanan eksternal. Penderita Asma biasanya dapat melakukan inspirasi
dengan baik dan adekuat, tetapi sulit melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea.
Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama
serangan Asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Keadaan ini bisa
menyebabkan terjadinya barrel chest.
Penyempitan saluran napas yang terjadi pada Asma merupakan suatu hal yang
kompleks. Hal ini terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast yang banyak ditemukan di
permukaan mukosa bronkus, lumen jalan napas, dan di bawah membrane basal. Berbagai
faktor pencetus dapat mengaktivasi sal mast. Selain sel mast, sel lain yang juga dapat
melepaskan mediator adalah sel makrofag alveolar, eosinofil, sel epitel jalan napas, netrofil,
platelet, limfosit, dan monosit.
Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus
vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks
bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan
membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan allergen masuk ke dalam
submukosa, sehingga memperbesar reaksi yang terjadi.
Ada 2 faktor yang berperan penting untuk terjadinya Asma, yaitu faktor genetik dan
faktor lingkungan. Beberapa proses terjadi Asma :
5
1. Sensitisasi, yaitu seseorang dengan risiko genetik dan lingkungan apabila terpajan
dengan pemicu (inducer/sensitisizer) maka akan timbul sensitisasi pada dirinya.
2. Seseorang yang telah mengalami sensitisasi belum tentu menjadi Asma. Apabila
seseorang yang telah mengalami sensitisasi terpajan dengan pemacu (enhancer) maka
terjadi proses inflamasi pada saluran napasnya. Proses inflamasi yang berlangsung
lama atau proses inflamasinya berat secara klinis berhubungan dengan
hiperreaktivitas bronkus.
3. Setelah mengalami inflamasi maka bila seseorang terpajan oleh pencetus (trigger)
maka akan terjadi serangan Asma (mengi).
Tatalaksana Asma
Asma Persisten Ringan
Penderita asma persisten ringan membutuhkan obat pengontrol setiap hari untuk
mengontrol asmanya dan mencegah agar asmanya tidak bertambah berat sehingga terapi
utama pada asma persisten ringan adalah antiinflamasi setiap hari dengan glukokortikosteroid
inhalasi dosis rendah. Dosis yang dianjurkan 200-400 ug BD/ hari atau 100-250 ug FP/hari
atau ekivalennya, diberikan sekaligus atau terbagi 2 kali sehari.
Terapi lain adalah bronkodilator (agonis beta-2 kerja singkat inhalasi) jika dibutuhkan
sebagai pelega, sebaiknya tidak lebih dari 3-4 kali sehari. Bila penderita membutuhkan
pelega/ bronkodilator lebih dari 4x/ sehari, pertimbangkan kemungkinan beratnya asma
meningkat menjadi tahapan berikutnya.
Asma Persisten Sedang
Penderita dalam asma persisten sedang membutuhkan obat pengontrol setiap hari
untuk mencapai asma terkontrol dan mempertahankannya. Idealnya pengontrol adalah
kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (400-800 ug BD/ hari atau 250-500 ug FP/ hari atau
ekivalennya) terbagi dalam 2 dosis dan agonis beta-2 kerja lama 2 kali sehari. Jika penderita
hanya mendapatkan glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah (400 ug BD atau ekivalennya)
dan belum terkontrol; maka harus ditambahkan agonis beta-2 kerja lama inhalasi atau
alternatifnya. Jika masih belum terkontrol, dosis glukokortikosteroid inhalasi dapat
dinaikkan. Dianjurkan menggunakan alat bantu/spacer pada inhalasi bentuk IDT/MDI atau
kombinasi dalam satu kemasan (fix combination) agar lebih mudah.
Terapi lain adalah bronkodilator (agonis beta-2 kerja singkat inhalasi) jika
dibutuhkan, tetapi sebaiknya tidak lebih dari 3-4 kali sehari. Alternatif agonis beta-2 kerja
singkat inhalasi sebagai pelega adalah agonis beta-2 kerja singkat oral, atau kombinasi oral
6
teofilin kerja singkat dan agonis beta-2 kerja singkat. Teofilin kerja singkat sebaiknya tidak
digunakan bila penderita telah menggunakan teofilin lepas lambat sebagai pengontrol.
Asma Persisten Berat
Tujuan terapi pada keadaan ini adalah mencapai kondisi sebaik mungkin, gejala
seringan mungkin, kebutuhan obat pelega seminimal mungkin, faal paru (APE) mencapai
nilai terbaik, variabiliti APE seminimal mungkin dan efek samping obat seminimal mungkin.
Untuk mencapai hal tersebut umumnya membutuhkan beberapa obat pengontrol tidak cukup
hanya satu pengontrol. Terapi utama adalah kombinasi inhalasi glukokortikosteroid dosis
tinggi (>800 ug BD/ hari atau ekivalennya) dan agonis beta-2 kerja lama 2 kali sehari.
Kadangkala kontrol lebih tercapai dengan pemberian glukokortikosteroid inhalasi terbagi 4
kali sehari daripada 2 kali sehari.
Teofilin lepas lambat, agonis beta-2 kerja lama oral dan leukotriene modifiers dapat
sebagai alternatif agonis beta-2 kerja lama inhalasi dalam perannya sebagai kombinasi
dengan glukokortikosteroid nhalasi, tetapi juga dapat sebagai tambahan terapi selain
kombinasi terapi yang lazim (glukokortikosteroid inhalasi dan agonis beta-2 kerja lama
inhalasi). Jika sangat dibutuhkan, maka dapat diberikan glukokortikosteroid oral dengan dosis
seminimal mungkin, dianjurkan sekaligus single dose pagi hari untuk mengurangi efek
samping. Pemberian budesonid secara nebulisasi pada pengobatan jangka lama untuk
mencapai dosis tinggi glukokortikosteroid inhalasi adalah menghasilkan efek samping
sistemik yang sama dengan pemberian oral, padahal harganya jauh lebih mahal dan
menimbulkan efek samping lokal seperti sakit tenggorok/ mulut. Sehngga tidak dianjurkan
untuk memberikan glukokortikosteroid nebulisasi pada asma di luar serangan/ stabil atau
sebagai penatalaksanaan jangka panjang.
7
8
9
10
No Karakteristik Terkontrol Terkontrol Tidak
parsial Terkontrol
1 Gejala siang Tidak ada atau > 2x / minggu 3 atau lebih
2x / minggu keadaan
2 Hambatan aktivitas Tidak ada Ada terkontrol
3 Gejala malam/ bangun Tidak ada Ada parsial*
waktu malam
4 Perlu reliever / Tidak ada atau > 2x / minggu
bantuan inhalasi 2x / minggu)
5 Fungsi paru PEF atau Normal < 80% prediksi
FEV1)** atau hasil terbaik
(bila ada)
11