Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ANGINA PEKTORIS

I. Konsep Penyakit Angina Pektoris


I.1 Definisi
Angina pektoris tak stabil didefinisikan sebagai perasaan tidak enak di dada (chest
discomfort) akibat iskemia miokard yang datangnya tidak tentu, dapat terjadi pada
waktu sedang melakukan kegiatan fisik atau dalam keadaan istirahat. Perasaan
tidak enak ini dapat berupa nyeri, rasa terbakar atau rasa tertekan. Kadang-kadang
tidak dirasakan di dada melainkan di leher, rahang bawah, bahu, atau ulu hati
(Kabo & Karim, 2008).

Angina pektoris adalah nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium.


Mekanisme yang tepat bagaimana iskemia dapat menyebabkan nyeri masih belum
jelas. Reseptor saraf nyeri dirangsang oleh metabolit yang tertimbun atau oleh
suatu zat kimia yang belum diketahui atau oleh stress mekanik lokal akibat stress
miokardium yang abnormal. Secara khas, nyeri digambarkan sebagai suatu
tekanan substernal, terkadang menyebar turun ke sisi medial lengan kiri. Tangan
yang menggenggam dan diletakkan di atas sternum melukiskan pola angina
klasik. Akan tetapi, banyak klien tidak pernah mengalami angina yang khas, nyeri
angina dapat menyerupai nyeri karena pencernaan yang tidak baik atau sakit gigi.
(Muttaqin, 2012)

Tipe serangan
I.1.1 Angina Pektoris Stabil
I.1.1.1 Awitan secara klasik berkaitan dengan latihan atau aktifitas yang
meningkatkan kebutuhan oksigen niokard.
I.1.1.2 Nyeri segera hilang dengan istirahat atau penghentian aktifitas.
I.1.1.3 Durasi nyeri 3 15 menit.
I.1.2 Angina Pektoris Tidak Stabil
I.1.2.1 Sifat, tempat dan penyebaran nyeri dada dapat mirip dengan
angina pektoris stabil.
I.1.2.2 Adurasi serangan dapat timbul lebih lama dari angina pektoris
stabil.
I.1.2.3 Pencetus dapat terjadi pada keadaan istirahat atau pada tigkat
aktifitas ringan.
I.1.2.4 Kurang responsif terhadap nitrat.
I.1.2.5 Lebih sering ditemukan depresisegmen ST.
I.1.2.6 Dapat disebabkan oleh ruptur plak aterosklerosis, spasmus,
trombus atau trombosit yang beragregasi.
I.1.3 Angina Prinzmental (Angina Varian).
I.1.3.1 Sakit dada atau nyeri timbul pada waktu istirahat, seringkali pagi
hari.
I.1.3.2 Nyeri disebabkan karena spasmus pembuluh
koroneraterosklerotik.
I.1.3.3 EKG menunjukkan elevaasi segmen ST.
I.1.3.4 Cenderung berkembang menjadi infaark miokard akut.
I.1.3.5 Dapat terjadi aritmia.

I.2 Etiologi
I.2.1 Faktor penyebab :
I.2.1.1 Berkurangnya suplai oksigen ke miokard yang disebabkan oleh
tiga faktor :
a. Faktor pembuluh darah :
1) Aterosklerosis
2) Spasme
3) Arteritis
b. Faktor sirkulasi :
1) Hipotensi
2) Stenosis aorta
3) Insufisiensi
c. Faktor darah :
1) Anemia
2) Hipoksemia
3) Polisitemia
I.2.1.2 Curah jantung yang meningkat :
a. Aktivitas yang berlebihan
b. Makan terlalu banyak
c. Emosi
d. Hipertiroidisme
I.2.1.3 Kebutuhan oksigen miokard meningkat, pada :
a. Kerusakan miokard
b. Hipertropimiokard
c. Hipertensi diastolic
I.2.2 Faktor predisposisi
I.2.2.1 Faktor resiko biologis yang tidak dapat dirubah :
a. Umur lebih dari 40 tahun
b. Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita
meningkat setelah menopause
c. Hereditas
d. Ras : insiden pada kulit hitam lebih tinggi
I.2.2.2 Faktor resiko yang dapat dirubah :
a. Mayor :
1) Hipertensi
2) Hiperlipidemia
3) Obesitas
4) Diabetes
5) Merokok
6) Diet: tinggi lemak jenuh, tinggi kalori
b. Minor :
1) Kepribadian tipe A (agresif, ambisius, emosional,
kompetitif)
2) Stress psikologis berlebihan
3) Inaktifitas fisik.

1.3 Tanda Dan Gejala


1.3.1 Nyeri dada substernal atau retrosternal menjalar ke leher, tenggorokan
daerah inter skapula atau lengan kiri.
1.3.2 Kualitas nyeri seperti tertekan benda berat, seperti diperas, terasa panas,
kadang-kadang hanya perasaan tidak enak di dada (chest discomfort).
1.3.3 Durasi nyeri berlangsung 1 - 5 menit, tidak lebih dari 30 menit.
1.3.4 Nyeri hilang (berkurang) bila istirahat atau pemberian nitrogliserin.
1.3.5 Gejala penyerta : sesak nafas, perasaan lelah, kadang muncul keringat
dingin, palpitasi, dizzines.
1.3.6 Gambaran EKG : depresi segmen ST, terlihat gelombang T terbalik.
1.3.7 Gambaran EKG seringkali normal pada waktu tidak timbul serangan.
1.4 Patofisiologi
Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada ketidakadekuatan suplai
oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena kekauan arteri dan
penyempitan lumen arteri koroner (ateriosklerosis koroner). Tidak diketahui
secara pasti apa penyebab ateriosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktor
tunggal yang bertanggungjawab atas perkembangan ateriosklerosis.

Ateriosklerosis merupakan penyakir arteri koroner yang paling sering ditemukan.


Sewaktu beban kerja suatu jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen juga
meningkat. Apabila kebutuhan meningkat pada jantung yang sehat maka artei
koroner berdilatasi dan megalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot
jantung. Namun apabila arteri koroner mengalami kekauan atau menyempit akibat
ateriosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan
kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan suplai darah)
miokardium.

Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi No (Nitrat


Oksida) yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan
tidak adanya fungsi ini dapat menyababkan otot polos berkontraksi dan timbul
spasmus koroner yang memperberat penyempitan lumen karena suplai oksigen ke
miokard berkurang. Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala yang
begitu nampak bila belum mencapai 75 %. Bila penyempitan lebih dari 75 % serta
dipicu dengan aktifitas berlebihan maka suplai darah ke koroner akan berkurang.
Sel-sel miokardium menggunakan glikogen anaerob untuk memenuhi kebutuhan
energi mereka.

Metabolisme ini menghasilkan asam laktat yang menurunkan pH miokardium dan


menimbulkan nyeri. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang, maka
suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali fosforilasi oksidatif untuk
membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan hilangnya
asam laktat nyeri akan reda. (Corwin, 2009)

1.5 Pemeriksaan Penunjang


1.5.1 EKG
Untuk mengetahui fungsi jantung. Akan ditemukan gelombang T inverted,
ST depresi, Q patologis.
1.5.2 Enzim Jantung : CPKMB, LDH, AST
1.5.3 Elektrolit
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas,
misalnya hipokalemi, hiperkalemi.
1.5.4 Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi.
1.5.5 Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA , menunjukkan inflamasi.
1.5.6 Kimia
Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut
atau kronis
1.5.7 GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
1.5.8 Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai penyebab IMA.
1.5.9 Foto dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau
aneurisma ventrikuler.
1.5.10 Ekokardiogram, dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan
katup atau dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
1.5.11 Pemeriksaan pencitraan nuklir
1.5.11.1 Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel
miokard misal lokasi atau luasnya AMI.
1.5.11.2 Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
1.5.12 Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding
regional dan fraksi ejeksi (aliran darah)
1.5.13 Angiografi coroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya
dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji
fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pada
fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
1.5.14 Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup
ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan
bekuan darah.
1.5.15 Tes stres olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering
dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan

1.6 Komplikasi
1.6.1 Dapat terjadi tromboembolus akibat kontraktilitas miokardium berkurang.
1.6.2 Dapat terjadi gagal jantung kongestif apabila jantung tidak dapat
memompa keluar semua darah yang diterimanya.
1.6.3 Disritmia
1.6.4 Syok kardiogenik
1.6.5 Ruptur miokardium
1.6.6 Perikarditis

1.7 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan medis adalah memperkecil kerusakan jantung sehingga
memperkecil kemungkinan terjadinya komplikasi. Adapun penatalaksanaan yang
dilakukan pada pasien yang menderita angina pektoris adalah sebagai berikut :
1.7.1 Tirah baring, posisi semi fowler.
1.7.2 Monitor EKG
1.7.3 Infus D5% 10 12 tetes/menit
1.7.4 Oksigen 2 4 liter/menit
1.7.5 Analgesik : morphin 5 mg atau petidin 25 50 mg
1.7.6 Obat sedatif : diazepam 2 5 mg
1.7.7 Bowel care : laksadin
1.7.8 Antikoagulan : heparin tiap 4 6 jam / infus
1.7.9 Diet rendah kalori dan mudah dicerna
1.7.10 Psikoterapi untuk mengurangi cemas.
1.8 Pathway

II. Rencana Asuhan Klien Dengan Angina Pektoris


II.1 Pengkajian
II.1.1 Pemeriksaan fisik
II.1.1.1Aktivitas / Istirahat.
Gejala : pola hidup monoton, kelemahan, kelelahan dan perasaan
tidak berdaya setelah latihan, nyeri dada bila bekerja, terbangun
bila nyeri dada,
Tanda : dispnea saat kerja
II.1.1.2Sirkulasi
Gejala : riwayat penyakit jantung, hipertensi, kegemukan.
Tanda : takikardia, aritmia, tekanan darah
(normal/mringkat/menurun), kulit/membran mukosa
lemban/dingin/pucat pada adanya vasokontriksi
II.1.1.3Makanan/cairan
Gejala : mual nyeri ulu hati saat makan, diet
tinggi/kolesterol/lemak, garam, protein, miras
Tanda : ikat pinggang sesak/distensi gaster
II.1.1.4Integritas ego
Gejala : stresor saat kerja
Tanda : Ketakutan, mudah marah
II.1.1.5Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala :
a. Nyeri dada subternal, anterior menyebar ke rahang leher, bahu,
& ekstremitas atas (biasanya pada kiri)
b. Kualitas / macam (ringan sampai sedang, tekanan berat
tertekan, tejepit, terbakar ).
c. Durasi (> 15 menit, kadang-kadang > 30 menit) rata-rata 3
menit.
d. Penghilang istirahat, obet anti angina.
e. Nyeri dada yang berubah-ubah frekuensi, durasi, kualitas.
II.1.1.6Pernafasan
Gejala : dispnea saat kerja, riwayat merokok.
Tanda : meningkat pada frekuensi / irama & ganguan kedalaman.
II.1.1.7Penyuluhan/pembelajaran
Gejala :
a. Riwayat keluarga sakit jantung, hipertensi, stroke, DM
b. Kesalahan penggunaan obat jantung, hipertensi
c. Penggunaan alkohol teratur, narkotik

II.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1 : Nyeri akut (NANDA NIC-NOC, 2015: 317 [45])
II.2.1 Definisi : Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau
digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International
Association for the study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau
diprediksi dan berlangsung < 6 bulan
II.2.2 Batasan karakteristik
II.2.2.1Perubahan selera makan
II.2.2.2Perubahan tekanan darah
II.2.2.3Perubahan frekuensi jantung
II.2.2.4Perubahan frekuensi pernapasan
II.2.2.5Laporan isyarat
II.2.2.6Diaforesis
II.2.2.7Perilaku distraksi (mis. Berjalan mondar-mandir mencari orang
lain dan atau aktivitas lain, aktivitas yang berulang)
II.2.2.8Mengekspresikan perilaku (mis. Gelisah, merengek, menangis)
II.2.2.9Masker wajah (mis. Mata kurang bercahaya, tampak kacau,
gerakan mata berpencar atau tetap pada satu focus meringis)
II.2.2.10 Sikap melindungi area nyeri
II.2.2.11 Fokus menyempit (mis. gangguan persepsi nyeri, hambatan
proses berfikir, penurunan interaksi dengan orang dan
lingkungan)
II.2.2.12 Indikasi nyeri yang dapat diamati
II.2.2.13 Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
II.2.2.14 Sikap tubuh melindungi
II.2.2.15 Dilatasi pupil
II.2.2.16 Melaporkan nyeri secara verbal
II.2.2.17 Gangguan tidur
II.2.3 Faktor yang berhubungan
Agen cedera (mis. biologis, zat kimia, fisik, psikologis)

Diagnosa 2 : Penurunan curah jantung (NANDA NIC-NOC, 2015: 319 [46])


2.1.1 Definisi : ketidakadekuatan darah yang dipompa oleh jantung untuk
memenuhi kebutuhan metabolik tubuh
2.1.2 Batasan karakteristik
2.1.2.1 Perubahan frekuensi/irama jantung
Aritmia
Bradikardi, takikardi
Perubahan EKG
Palpitasi
2.1.2.2 Perubahan preload
Penurunan tekanan vena sentral (central venous pressure, CVP)
Penurunan tekanan arteri paru (pulmonary artery wedge pressure,
PAWP)
Edema, keletihan
Peningkatan CVP
Peningkatan PAWP
Distensi vena jugularis
Murmur
Peningkatan berat badan
2.1.2.3 Perubahan afterload
Kulit lembab
Penurunan nadi perifer
Penurunan resitensi vaskular paru (pulmonary vascular resistence,
PVR)
Penurunan resitensi vaskular sistemik (systemic vascular
resistence, SVR)
Dyspnea
Peningkatan PVR
Peningkatan SVR
Oliguria
Pengisian kapiler memanjang
Perubahan warna kulit
Variasi pada pembacaan tekanan darah
2.1.2.4 Perubahan kontraktilitas
Batuk, krakels
Penurunan indeks jantung
Penurunan fraksi injeksi
Ortopnea
Dyspnea proksimal nocturnal
Penurunan LVSWI (left ventricular stroke work index)
Penurunan stroke volume index (SVI)
Bunyi S3, bunyi S4
2.1.2.5 Perilaku/emosi
Ansietas/gelisah
2.1.3 Faktor yang berhubungan
Perubahan afterload
Perubahan kontraktilitas
Perubahan frekuensi jantung
Perubahan preload
Perubahan irama
Perubahan irama sekuncup

Diagnosa 3 : Intoleransi aktivitas (NANDA NIC-NOC, 2015: 290)


3.1.1. Definisi
Ketidakcukupan energi fisiologis atau psikologis untuk melanjutkan atau
menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang ingin atau harus dilakukan.
3.1.2 Batasan karakteristik
3.1.2.1 Respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
3.1.2.2 Respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
3.1.2.3 Perubahan EKG yang mencerminkan aritmia
3.1.2.4 Perubahan EKG yang mencerminkan iskemia
3.1.2.5 Ketidaknyaman setelah beraktivitas
3.1.2.6 Dispnea setelah beraktivitas
3.1.2.7 Menyatakan merasa letih
3.1.2.8 Menyatakan merasa lemah
3.1.3 Faktor yang berhubungan
Tirah baring atau imobilisasi
Kelemahan umum
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Gaya hidup kurang gerak

2.2 Perencanaan
No. Tujuan & Kriteria
Intervensi (NIC) Rasional
Dx Hasil (NIC)
1. Setelah dilakukan asuhan 1. Pemberian analgesik 1. Menggunakan agen-agen
keperawatan selama x farmakologi untuk mengurangi
24 jam diharapkan atau menghilangkan nyeri
pasien tidak mengalami 2. Manajemen medikasi 2. Memfasilitasi penggunaan obat
nyeri dengan kriteria resep atau obat bebas secara
hasil : aman dan efektif
1. Memperlihatkan 3. Manajemen nyeri 3. Meringankan atau mengurangi
teknik relaksasi nyeri sampai pada tingkat
secara individual kenyamanan yang dapat
yang efektif untuk diterima oleh pasien
mencapai keamanan 4. Manajemen sedasi 4. Memberikan sedative,
2. Mempertahankan memantau respon pasien, dan
tingkat nyeri pada __ memberikan dukungan
atau kurang fisiologis yang dibutuhkan
3. Melaporkan nyeri selama prosedur diagnostic
pada penyedia atau terapeutik
layanan kesehatan
4. Tidak mengalami
gangguan dalam
frekuensi pernapasan,
frekuensi jantung atau
tekanan darah
3. Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen energi 1. Mengatur penggunaan energi
keperawatan selama x untuk mengatasi atau
24 jam diharapkan mencegah kelelahan dan
pasien tidak mengalami mengoptimalkan fungsi
intoleransi aktivitas 2. Terapi latihan fisik : mobilitas 2. Menggunakan gerakan tubuh
dengan kriteria hasil : sendi aktif atau pasif untuk
1. Mengidentifikasi mempertahabkan atau
aktivitas atau situasi memperbaiki fleksibilitas sendi
yag menimbulkan 3. Meggunakan aktivitas atau
kecemasan yang 3. Terapi latihan fisik : protokol latihan yang spesifik
dapat mengakibatkan pengendalian otot untuk meningkatkan atau
intoleran aktivitas memulihkan gerakan tubuh
2. Berpartisipasi dalam yang terkontrol
aktivitas fisik yang 4. Membantu individu dalam
dibutuhkan dengan 4. Bantuan perawatan-diri AKS
peningkatan normal 5. Membantu dan mengarahkan
denyut jantung, 5. Bantuan perawatan diri : individu untuk melakukan
frekuensi pernafasan, AKSI aktivitas kehidupan sehari-hari
dan tekanan darah instrumental (AKSI) yang
serta memantau pola diperlukan untuk berfungsi di
dalam nafas normal rumah atau di komunitas
3. Menampilkan
aktivitas dalam
kehidupan sehari-hari
(AKS) dengan
beberapa bantuan
III. Daftar Pustaka
Ahern, N. R & Wilkinson, J. M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan
Edisi 9 Edisi Revisi. Jakarta: EGC.

Anwar, Bahri. (2004). Angina Pektoris Tak Stabil, (online),


(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3518/1/gizi-bahri2.pdf)
(Diakses 20 Desember 2016)

Corwin, E. J.(2009). Buku Saku Patofisiologi 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Karim S & Kabo P. (2008). EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit


Jantung Untuk Dokter Umum. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

Muttaqin, A. (2012). Pengantar Asuhan Klien Dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, A. H & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2.
Yogyakarta: Penerbit Mediaction.

http://documents.tips/documents/laporan-pendahuluan-angina-pektoris.html
(Diakses 20 Desember 2016)

Anda mungkin juga menyukai