Anda di halaman 1dari 16

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Struktur Myoglobin dan Hemoglobin


2.1.1 Myoglobin

Mioglobin (BM 16700, disingkat Mb) merupakan protein pengikat

oksigen yang relatif sederhana, ditemukan dalam konsentrasi yang besar pada

tulang dan otot jantung, membuat jaringan ini berwarna merah yang berfungsi

sebagai penyimpan oksigen dan sebagai pembawa oksigen yang meningkatkan

laju transpor oksigen dalam sel otot. Mamalia yang menyelam seperti ikan

paus yang menyelam dalam waktu lama, memiliki mioglobin dalam

konsentrasi tinggi dalam ototnya. Protein seperti mioglobin juga banyak

ditemukan pada organisme sel tunggal. Mioglobin merupakan polipeptida

tunggal dengan 153 residu asam amino dan satu molekul heme. Komponen

protein dari mioglobin yang disebut globin, merupakan rantai polipeptida

tunggal yang berisi delapan -heliks (Gambar 1). Sekitar 78% residu asam

amino dari protein ditemukan dalam -heliks ini.

Gambar 1. Struktur mioglobin. Segmen delapan -heliks (terlihat sebagai silinder) diberi
label A sampai H. Residu non heliks pada lipatan diberi label AB, CD, EF dan seterusnya
menandakan segmen yang disambung. Heme terikat pada ruang yang terbentuk oleh heliks E
dan F, meskipun residu asam amino dari segmen lain juga berpartisipasi
Lipatan rantai globin membentuk celah yang hampir terisi gugus heme.

Heme bebas [Fe2+] mempunyai afinitas tinggi terhadap O2 dan dioksidasi

searah membentuk hematin [Fe3+]. Hematin tidak dapat mengikat O2.

Interaksi nonkovalen antara sisi asam amino rantai dan cincin porfirin

nonpolar yang mengandung celah sisi ikat oksigen meningkatkan afinitas

heme terhadap O2. Peningkatan afinitas melindungi Fe2+ dari oksidasi dan

memungkinkan pengikatan oksigen yang reversibel. Semua asam amino yang

berinteraksi dengan heme nonpolar kecuali dua histidin, yang berikatan

langsung dengan atom besi heme dan histidin yang lain menstabilkan sisi ikat

oksigen. Ketika oksigen terikat pada heme bebas, aksis dari molekul oksigen

posisinya pada sudut ikatan Fe-O (Gambar 2a), berlawanan dengan hal ini,

ketika CO2 berikatan dengan heme bebas Fe, C dan O berada pada garis lurus

(Gambar 2b). Kedua kasus tersebut mencerminkan geometri orbital hibridisasi

masing-masing ligan. Pada mioglobin, His64 (His E7), pada sisi ikat O2 heme,

terlalu jauh untuk berkoordinasi dengan heme besi, tetapi berinteraksi dengan

ligan yang terikat pada heme. Residu ini disebut distal his, yang tidak berefek

pada pengikatan oksigen (Gambar 2c) tetapi dapat menghalangi pengikatan

linier CO, menjelaskan pengurangan pengikatan CO ke heme.


Gambar 2. Efek sterik pengikatan ligan ke heme pada mioglobin. (a) Oksigen terikat pada
heme dengan O2 (b) Karbon dioksida terikat pada heme bebas. (c) Ilustrasi yang
memperlihatkan susunan residu asam amino mengelilingi heme mioglobin. Pengikatan O2
merupakan ikatan hidrogen pada distal His, His E7 (His64), yang memfasilitasi pengikatan
O2
2.1.2 Hemoglobin

Hemoglobin adalah metaloprotein pengangkut oksigen yang

mengandung besi dalam sel merah dalam darah mamalia dan hewan lainnya.

Hemoglobin adalah suatu protein dalam sel darah merah yang mengantarkan

oksigen dari paru-paru ke jaringan di seluruh tubuh dan mengambil

karbondioksida dari jaringan tersebut dibawa ke paru untuk dibuang ke udara

bebas.
Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus

heme, suatu molekul organik dengan satu atom besi. Mutasi pada gen protein

hemoglobin mengakibatkan suatu golongan penyakit menurun yang disebut

hemoglobinopati, di antaranya yang paling sering ditemui adalah anemia sel

sabit dan talasemia.

Hemoglobin tersusun dari empat molekul protein (globulin chain) yang

terhubung satu sama lain. Hemoglobin normal orang dewasa (HbA) terdiri

dari 2 alpha-globulin chains dan 2 beta-globulin chains, sedangkan pada bayi

yang masih dalam kandungan atau yang sudah lahir terdiri dari beberapa rantai

beta dan molekul hemoglobinnya terbentuk dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gama

yang dinamakan sebagai HbF. Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa

tetramer (mengandung 4 subunit protein), yang terdiri dari masing-masing dua

subunit alfa dan beta yang terikat secara nonkovalen. Subunit-subunitnya

mirip secara struktural dan berukuran hampir sama. Tiap subunit memiliki

berat molekul kurang lebih 16,000 Dalton, sehingga berat molekul total

tetramernya menjadi sekitar 64,000 Dalton.

Pada pusat molekul terdapat cincin heterosiklik yang dikenal dengan

porfirin yang menahan satu atom besi; atom besi ini merupakan situs/loka

ikatan oksigen. Porfirin yang mengandung besi disebut heme. Tiap subunit

hemoglobin mengandung satu heme, sehingga secara keseluruhan hemoglobin

memiliki kapasitas empat molekul oksigen. Pada molekul heme inilah zat besi

melekat dan menghantarkan oksigen serta karbondioksida melalui darah, zat

ini pula yang menjadikan darah kita berwarna merah.


Gambar 3. Struktur Hemoglobin, protein ini terdiri dari empat sub unit, dinyatakansebagai
dan . Masing-masing unit berisi gugus heme yang mengikat oksigen secarareversibel
(McKee T dan McKee JR, 2004).

Hemoglobin juga berperan penting dalam mempertahankan bentuk sel

darah yang bikonkaf, jika terjadi gangguan pada bentuk sel darah ini, maka

keluwesan sel darah merah dalam melewati kapiler jadi kurang maksimal. Hal

inilah yang menjadi alasan mengapa kekurangan zat besi bisa mengakibatkan

anemia. Nilai normal hemoglobin adalah sebagai berikut :

Anak-anak : 11 13 gr/dl
Lelaki dewasa : 14 18 gr/dl
Wanita dewasa : 12 16 gr/dl

Jika nilainya kurang dari nilai diatas bisa dikatakan anemia, dan

apabila nilainya kelebihan akan mengakibatkan polinemis.

2.2 Pengikatan Oksigen Oleh Hemoglobin

Dinamika reaksi pengikatan O2 oleh hemoglobin menjadikannya sebagai

pembawa O2 yang sangat serasi. Reaksi pengikatan hemoglobin dengan O 2 lazim di

tulis sebagai Hb + O2 HbO2. Mengingat setiap molekul hemoglobin mengandung


empat unit Hb, maka dapat di nyatakan sebagai Hb4 dan pada kenyataannya bereaksi

dengan empat molekul O2 membentuk Hb4O8


Struktur kuaterner hemoglobin menentukan afinitasnya trehadap O 2. Saat O2

diikat untuk pertama kalinya, ikatan yang memegang globin akan di lepas,

menghasilkan suatu kedudukan relaksasi (R) yang akan membuka tempat pengikatan

O2. Hasil akhirnya ialah peningkatan afinitas terhadap O 2 mencapai 500x lebih besar.

Di jaringan, reaksi ini berjalan terbalik, melepaskan O2.


Kurva disosiasi hemoglobin-oksigen, yaitu kurva yang menggambarkan

hubungan presentase saturasi kemampuan pengangkutan O2 oleh hemoglobin dengan

Po2.

Apabila darah diseimbangkan dengan 100% O2 (Po2=760 mm Hg),

hemoglobin normal akan tersaturasi 100%. Pada keadaan tersaturasi penuh, setiap

gram hemoglobin normal mengandung 1,39 mL O 2. Namun, di dalam darah

umumnya terdapat sejumlah kecil derivate hemoglobin yang inaktif, dan nilai yang

diperoleh in vivo umumnya lebih rendah.

2.3 Katabolisme Heme (Pembentukan Bilirubin)


2.3.1 Katabolisme Heme Menghasilkan Bilirubin

Dalam keadaan normal, umur eritrosit sekitar 120 hari. Sehingga,

sekitar 100-200 juta eritrosit dihancurkan setiap jammya. Dalam 1 hari lebih

kurang 6 gram hemoglobin (untuk berat badan 70 kg) dihancurkan. Proses

degradasi ini terjadi di jaringan retikulo endothelial (limpa, hati, dan sumsum

tulang), yaitu pada bagian mikrosom dari sel retikulo endothelial.


Hemoglobin dipecah menjadi heme dan globin. Bagian protein globin

diuraikan menjadi asam amino-asam amino pembentuknya kemudian

digunakan kembali. Besi akan dilepaskan dari heme kemudian memasuki

depot besi yang juga dapat dipakai kembali. Sedangkan porfirinnya akan

dikatabolisme dan menghasikan bilirubin.

Proses pertama dari katabolisme heme dilakukan oleh kompleks enzim heme

oksigenase. Pada saat mencapai heme oksigenase besi umumnya sudah

teroksidasi menjadi bentuk feri membentuk hemin. Hemin kemudian direduksi

dengan NADPH, besi feri dirubah kembali menjadi fero. Dengan bantuan

NADPH kembali, oksigen ditambahkan pada jembatan a metenil (antara

cincin pirol I dan II) membentuk gugus hidroksil, besi fero teroksidasi kembali

menjadi feri. Heme oksigenase dapat diinduksi oleh substrat. Selanjutnya,

dengan penambahan oksigen lagi ion feri dibebaskan serta terbentuk karbon

monoksida dan biliverdin IXa yang berwarna hijau. Pada reaksi ini heme

bertindak sebagai katalisator. Pada burung dan amfibia, diekskresi biliverdin

IXa. Sedangkan pada mamalia, dengan bantuan enzim biliverdin reduktase,

terjadi reduksi jembatan metenil antara cincin pirol III dan IV menjadi gugus

metilen, membentuk bilirubin IXa yang berwarna kuning. Satu gram

hemoglobin diperkirakan menghasilkan 35 mg bilirubin. Perubahan heme

menjadi bilirubin secara in vivo dapat diamati pada warna ungu hematom

yang perlahan-lahan berubah menjadi bilirubin yang berwarna kuning.

2.3.2 Metabolisme Bilirubin di Hati

Metabolisme bilirubin dalam hati dibagi menjadi 3 proses:

1. Pengambilan (uptake) bilirubin oleh sel hati


2. Konjugasi bilirubin

3. Sekresi bilirubin ke dalam empedu

2.3.3 Pengambilan Bilirubin oleh Hati

Bilirubin hanya sedikit larut dalam plasma dan terikat dengan protein,

terutama albumin. Beberapa senyawa seperti antibiotika dan obat-obatan

bersaing dengan bilirubin untuk mengadakan ikatan dengan albumin.

Sehingga, dapat mempunyai pengaruh klinis. Dalam hati, bilirubin dilepaskan

dari albumin dan diambil pada permukaan sinusoid dari hepatosit melalui

suatu sistem transport berfasilitas (carrier-mediated saturable system) yang

saturasinya sangat besar. Sehingga, dalam keadaan patologis pun transport

tersebut tidak dipengaruhi. Kemungkinan pada tahap ini bukan merupakan

proses rate limiting.

2.3.4 Konjugasi Bilirubin

Dalam hati, bilirubin mengalami konjugsi menjadi bentuk yang lebih

polar sehingga lebih mudah diekskresi ke dalam empedu dengan penambahan

2 molekul asam glukoronat. Proses ini dikatalisis oleh enzim diglukoronil

transferase dan menghasilkan bilirubin diglukoronida. Enzim tersebut

terutama terletak dalam retikulum endoplasma halus dan menggunakan UDP-

asam glukoronat sebagai donor glukoronil. Aktivitas UDP-glukoronil

transferase dapat diinduksi oleh sejumlah obat misalnya fenobarbital.

2.3.5 Sekresi

Bilirubin yang sudah terkonjugasi akan disekresi kedalam empedu

melalui mekanisme pangangkutan yang aktif dan mungkin bertindak sebagai

rate limiting enzyme metabolisme bilirubin. Sekeresi bilirubin juga dapat


diinduksi dengan obat-obatan yang dapat menginduksi konjugasi bilirubin.

Sistem konjugasi dan sekresi bilirubin berlaku sebagai unit fungsional yang

terkoordinasi.

2.3.6 Metabolisme Bilirubin di Usus

Setelah mencapai ileum terminalis dan usus besar bilirubin

terkonjugasi akan dilepaskan glukoronidanya oleh enzim bakteri yang spesifik

(b-glukoronidase). Dengan bantuan flora usus bilirubin selanjutnya dirubah

menjadi urobilinogen.

Urobilinogen tidak berwarna, sebagian kecil akan diabsorpsi dan

diekskresikan kembali lewat hati, mengalami siklus urobilinogen

enterohepatik. Sebagian besar urobilinogen dirubah oleh flora normal colon

menjadi urobilin atau sterkobilin yang berwarna kuning dan diekskresikan

melalui feces. Warna feces yang berubah menjaadi lebih gelap ketika

dibiarkan udara disebabkan oksidasi urobilinogen yang tersisa menjadi

urobilin.

2.4 Mekanisme Terjadinya Ikterus

Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat

penimbunan bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari 5

mg/dl dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari hepar,

sistem biliary, atau sistem hematologi. Ikterus dapat terjadi baik karena peningkatan

bilirubin indirek ( unconjugated ) dan direk ( conjugated ).


Terdapat 4 mekanisme umum di mana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat

terjadi:

1. Pembentukan bilirubin secara berlebihan


2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati
3. Gangguan konyugasi bilirubin
4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonyugasi dalam empedu akibat faktor intra-

hepatik dan ekstrahepatik yang bersifat obstruksi fungsional atau mekanik

Hiperbilirubinemia tak terkonyugasi terutama disebabkan oleh tiga mekanisme

yang pertama, sedangkan mekanisme yang keempat terutama mengakibatkan

hiperbilirubinemia terkonyugasi.

2.4.1 Pembentukan Bilirubin Secara Berlebihan

Penyakit hemolitik atau peningkatan kecepatan destruksi sel darah

merah merupakan penyebab utama dari pembentukan bilirubin yang

berlebihan. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik. Konyugasi

dan transfer pigmen empedu berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak

terkonyugasi melampaui kemampuan hati. Akibatnya kadar bilirubin tak

terkonyugasi dalam darah meningkat. Meskipun demikian kadar bilirubin

serum jarang melebihi 5 mg/100 ml pada penderita hemolitik berat, dan

ikterus yang timbul bersifat ringan, berwarna kuning pucat. Karena bilirubin

tak terkonyugasi tidak (larut dalam air, maka tidak dapat diekskresikan ke

dalam kemih, dan bilirubinuria tidak terjadi. Tetapi pembentukan urobilinogen

menjadi meningkat (akibat.peningkatan beban bilirubin terhadap hati

peningkatan konyugasi dan ekskresi), yang lanjutnya mengakibatkan

peningkatan ekskresi dalam feses dan kemih. Kemih dan feses dapat berwarna

gelap.
Beberapa penyebab ikterus hemolitik yang sering adalah hemoglobin

abnormal (hemoglobin S pada anemia sel sabit), sel darah merah abnormal

(sferositosis herediter), antibodi dalam serum (Rh atau inkompatibilitas

transfusi atau sebagian akibat penyakit hemolitik autoimun), pemberian

beberapa obat-obatan, dan beberapa limfoma (pembesaran limpa dan

peningkatan hemolisis). Sebagian kasus ikterus hemolitik dapat diakibatkan

oleh peningkatan destruksi sel darah merah atau prekursornya dalam sumsum

tulang (talasemia, anemia pernisiosa, porfiria). Proses ini dikenal sebagai

eritropoiesis tak efektif.

Pada orang dewasa, pembentukan bilirubin secara berlebihan yang

berlangsung kronik mengakibatkan pembentukan batu empedu yang banyak

mengandung bilirubin; di luar itu, hiperbilirubinemia ringan umumnya tidak

membahayakan. Pengobatan langsung ditujukan untuk memperbaiki penyakit

hemolitik. Akan tetapi, kadar bilirubin tak terkonjugasi yang melebihi 20

mg/100 ml pada bayi dapat mengakibatkan kern ikterus.

2.4.2 Gangguan Pengambilan Bilirubin

Pengambilan bilirubin tak terkonyugasi yang terikat albumin oleh sel-

sel hati dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan mengikatkannya

pada protein penerima. Hanya beberapa obat yang telah terbukti menunjukkan

pengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel-sel hati: asam flavaspidat

(dipakai untuk mengobatl cacing pita), novobiosin, dan beberapa zat warna

kolesistografik. Hiperbilirubinemia tak terkonyugasi dan ikterus biasanya

menghilang bila obat yang menjadi penyebab dihentikan. Dahulu, ikterus

neonatal dan beberapa kasus sindrom Gilbert dianggap disebabkan oleh

defisiensi protein penerima dan gangguan dalam pengambilan oleh hati.


Namun pada kebanyakan kasus demikian, telah ditemukan defisiensi

glukoronil transferase sehingga keadaan ini terutama dianggap sebagai cacat

konyugasi bilirubin.

2.4.3 Gangguan Konyugasi Bilirubin

Hiperbilirubinemia tak terkonyugasi yang ringan ( <12,9 mg/100 ml)

yang mulai terjadi pada hari kedua sampai kelima lahir disebut ikterus

fisiologis pada neonatus. Ikterus neonatal yang normal ini disebabkan oleh

kurang matangnya enzim glukoronil transferase. Aktivitas glukoronil

transferase biasanya meningkat beberapa hari setelah lahir sampai sekitar

minggu kedua, dan setelah itu ikterus akan menghilang.

Ketika bilirubin yang tak terkonyugasi pada bayi baru lahir melampaui

20 mg/100 ml, terjadi suatu keadaan yang disebut kern ikterus. Keadaan ini

dapat timbul bila suatu proses hemolitik (seperti eritroblastosis fetalis) terjadi

pada bayi baru lahir dengan defisiensi glukoronil transferase normal.

Kernikterus atau bilirubin ensefalopati timbul akibat penimbunan bilirubin tak

terkonyugasi pada daerah basal ganglia yang banyak lemak. Bila keadaan ini

tidak diobati maka akan terjadi kematian atau kerusakan neurologik berat.

Tindakan pengobatan yang saat ini dilakukan pada neonatus dengan

hiperbilirubinemia tak terkonyugasi adalah dengan fototerapi. Fototerapi

berupa pemberian sinar biru atau sinar fluoresen (gelombang yang panjangnya

430 sampai 470 nm) pada kulit bayi yang telanjang. Penyinaran ini

menyebabkan perubahan struktural bilirubin (foto-isomerisasi) menjadi

isomerisomer yang larut dalam air, isomer ini akan diekskresikan dengan cepat

ke dalam empedu tanpa harus dikonyugasi terlebih dahulu.


Ada tiga kondisi herediter yang menyebabkan defisiensi progresif dari

glukoronil transferase: sindrom Gilbert dan sindrom Crigler-Najjar tipe I dan

tipe II. Sindrom Gilbert merupakan suatu penyakit familial ringan yang

ditandai oleh hiperbilirubinemia tak terkonyugasi ringan ( <5 mg/1 00 ml) dan

ikterus. Beratnya ikterus dapat berubah-ubah, dan sering kali menjadi lebih

buruk jika penderita puasa lama, infeksi, operasi dan terlalu banyak minum

alkohol. Awitannya paling sering terjadi semasa remaja. Sindrom Gilbert

adalah keadaan yang cukup sering timbul dan dapat menyerang sampai 5%

penduduk pria. Tes fungsi hati normal, demikian juga kadar urobilinogen

kemih dan feses. Tidak ada bilirubinuria. Penelitian mengungkapkan bahwa

penderita-penderita ini mengalami defisiensi parsial glukoronil transferase.

Keadaan ini dapat diobati dengan fenobarbital, yang merangsang aktivitas

enzim glukoronil transferase.

Sindrom Crigler-Najjartipe I merupakan gangguan herediter yang

jarang, penyebabnya adalah gen resesif, dengan akibat glukoronil transferase

tidak ada sama sekali sejak lahir. Karena konyugasi bilirubin tidak dapat

terjadi, maka empedu jadi tidak berwarna dan kadar bilirubin tak terkonyugasi

melampaui 20 mg/100 ml, sehingga menyebabkan kernikterus. Fototerapi

dapat mengurangi hiperbilirubinemia tak terkonyugasi untuk sementara waktu,

tetapi biasanya bayi akan meninggal pada tahun pertama kehidupannya.

Sindrom Crigler-Najjar tipe II adalah bentuk yang lebih ringan dari penyakit

ini, diturunkan oleh suatu gen dominan, di mana defisiensi glukoronil

transferase hanya ringan. Kadar bilirubin tak terkonyugasi dalam serum lebih

rendah (6 sampai 20 mg/100 ml) dan ikterus dapat tidak terlihat sampai masa
remaja. Fenobarbital yang meningkatkan aktivitas glukoronil transferase

sering kali dapat menghilangkan ikterus pada penderita ini.

2.4.4 Penurunan Ekskresi Bilirubin Terkonyugasi

Gangguan ekskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor- faktor

fungsional maupun obstruktif, terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia

terkonyugasi. Karena bilirubin terkonyugasi larut dalam air, maka bilirubin ini

dapat diekskresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubinuria dan

kemih berwarna gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen kemih sering

berkurang sehingga feses terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin

terkonyugasi dapat disertai bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti

peningkatan kadar fosfatase alkali dalam serum, AST, kolesterol, dan garam-

garam empedu. Peningkatan garam-garam empedu dalam darah menimbulkan

gatal-gatal pada ikterus. Ikterus yang diakibatkan oleh hiperbilirubinemia

terkonyugasi biasanya lebih kuning dibandingkan dengan hiperbilirubinemia

tak terkonyugasi. Perubahan warna berkisar dari kuning-jingga muda atau tua

sampai kuning-hijau bila terjadi obstruksi total aliran empedu. Perubahan ini

merupakan bukti adanya ikterus kolestatik, yang merupakan nama lain dari

ikterus obstrukfif. Kolestasis dapat bersifat intrahepatik (mengenai sel hati,

kanalikuli, atau kolangiola) atau ekstrahepatik (mengenai saluran empedu di

luar hati). Pada kedua keadaan ini terdapat gangguan biokomia yang sarna.

Penyebab tersering kolestasis intrahepatik adalah penyakit

hepatoselular di mana sel parenkim hati mengalami kerusakan akibat virus

hepatitis atau berbagai jenis sirosis. Pada penyakit ini, pembengkakan dan
disorganisasi sel hati dapat menekan dan menghambat kanalikuli atau kola-

ngiola. Penyakit hepatoselular biasanya menyebabkan gangguan pada semua

fase metabolisme bilirubin-pengambilan, konyugasi, dan ekskresi-tetapi

karena ekskresi biasanya yang paling terganggu, maka yang paling menonjol

adalah hiperbilirubinemia terkonyugasi. Penyebab kolestasis intrahepatik yang

lebih jarang adalah pemakaian obat-obat tertentu, dan gangguan herediter

Dubin-Johnson serta sindrom Rotor. Pada keadaan ini, terjadi gangguan trans-

fer bilirubin melalui membran hepatosit. Obat yang sering menimbulkan

gangguan ini adalah halotan (anestetik), kontrasepsi oral, estrogen, steroid

anabolik, isoniazid, dan klorpromazin.

Penyebab tersering kolestasis ekstrahepatik adalah sumbatan batu

empedu, biasanya pada ujung bawah duktus koledokus; karsinoma kaput

pankreas dapat pula menyebabkan tekanan pada duktus koledokus dari luar;

juga karsinoma ampula Vateri. Penyebab yang lebih jarang adalah striktur

yang timbul pasca peradangan atau setelah operasi, dan pembesaran kelenjar

limfe pada porta hepatis. Lesi intrahepatik seperti hepatoma kadang-kadang

dapat menyumbat duktus hepatikus kanan atau kiri.

2.5 Penyakit-Penyakit yang Berhubungan dengan Hiperbilirubinemia

2.5.1 Sirosis Hepatis

Sirosis hati adalah prenyakit yang di tandai oleh adanya peradangan

difusi dan menahun pada hati, Diikuti dengan proliferasi jaringan ikat,
degerenasi dan regenerasi sel hati sehingga timbul kekacauan dalam susunan

parenkim hati. (Arif Mansjoer, FKUI 1999 )

2.5.2 Hepatitis

Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang

dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-

obatan serta bahan-bahan kimia. (Sujono Hadi, 1999)

2.5.3 Hiperbilirubinemia

Hiperbilirubinemia merujuk pada tingginya kadar bilirubin

terakumulasi dalam darah dan ditandai dengan joundis atau ikterus, suatu

pewarnaan kuning pada kulit, sklera, dan kuku. Hiperbilirubinemia merupakan

temuan biasa pada bayi baru lahir dan pada kebanyakan kasus relatif jinak.

Akan tetapi hal ini, bisa menunjukkan keadaan patologis. (Donna L. Wong,

2008)

2.5.4 Anemia

Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan

komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan

untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan

kapasitas pengangkut oksigen darah (Doenges, 1999).

Anda mungkin juga menyukai