Anda di halaman 1dari 12

MUTU PELAYANAN

KEPUASAN PELANGGAN
KEPUASAN PELANGGAN

Definisi Kepuasan (biar agak mentel gitu bby pake pink)

Kepuasan (satisfaction) berasal dari Bahasa Latin, satis yang berarti cukup dan facere yang
berarti melakukan. Bila diartikan secara bahasa, maka produk yang memuaskan adalah
produk (barang/jasa) yang mampu melakukan/memberikan sesuatu yang dicari oleh
konsumen hingga pada tingkatan cukup.

Secara umum pengertian kepuasan konsumen atau ketidakpuasan konsumen merupakan


perbedaan antara harapan (expectations) dan kinerja yang dirasakan (perceived performance).
Sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan konsumen berarti kinerja suatu barang/jasa
sekurang-kurangnya sama dengan yang diharapkan. Kotler (2000: 36) mengemukakan bahwa
tingkat kepuasan adalah:

Satisfaction is a persons feelings of pleasure or disapointment resulting fromcomparing a


products percieved performance (or outcome) in relation to his or her expectations.

Definisi lain menyebutkan bahwa kepuasan adalah perbedaan yang dirasakan antara
kenyataan dengan harapan (Pascoe). Sedangkan Linder dan Pelz mengatakan bahwa
kepuasan merupakan evaluasi positif dari dimensi pelayanan kesehatan yang berbeda dilihat
dari sudut pandang pasien. Jadi, kepuasan atau ketidakpuasan adalah kesimpulan dari
interaksi antara harapan dan pengalaman sesudah memakai jasa atau pelayanan.

Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan

Lupiyoadi (2001:158) menyatakan bahwa dalam menentukan tingkat kepuasan, terdapat lima
faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan, yaitu:

1. Kualitas produk; Pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka
menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.

2. Kualitas pelayanan; Terutama untuk industri jasa, pelanggan akan merasa puas bila
mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan.

3. Emosional; Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang
lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu yang
cenderung mempunyai tingkat kepuasan lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan
karena kualitas dari produk tetapi nilai sosial atau self esteem yang membuat
pelanggan menjadi puas terhadap merek tertentu.

4. Harga; Produk yang mempunyai kualitas sama tetapi menetapkan harga yang relatif
murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya.
5. Biaya; Pelanggan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu
membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap
produk atau jasa itu.

Menurut Budiastuti (2002 dalam Purwanto, 2007) pasien dalam mengevaluasi kepuasan
terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu pada beberapa faktor, antara lain:

1. Kualitas produk. Pelanggan akan puas bila kualitas produk (barang/jasa) yang
ditawarkan relatif baik. Kualitas produk ini merupakan dimensi global dan paling
tidak memiliki 6 elemen, yaitu penampilan produk (performance), daya tahan
(durability), keistimewaan (feature), keandalan/dapat dipercaya (reliability),
konsistensi (consistency), dan model (design). Pelanggan akan merasa puas saat
membeli produk yang kualitasnya bagus, tahan lama, modelnya apik, dan memiliki
banyak keunggulan (fasilitas). Produk yang berbentuk pelayanan jasa, kualitas yang
baik dapat diartikan sebagai pelayanan yang tepat waktu, aman, paripurna, dan
diberkan oleh ahli, dan mudah dijangkau (secara jarak maupun biaya)

2. Harga. Komponen yang satu ini hanya berlaku bagi mereka yang sensitif terhadap
masalah value of money. Dengan harga yang murah mereka yang sensitif akan
mendapatkan value of money yang tinggi dan merasa kepuasan karenanya.

3. Service Quality. Kedua faktor di atas (kualitas dan harga) ternyata bukan jaminan
untuk memuaskan pelanggan. Kualitas yang baik dan harga yang murah akan menjadi
hal yang tidak bermakna bila pelayanan yang diberikan karyawan tidak baik (tidak
ramah, prosedur yang susah, dan pelayanan yang tidak nyaman). Kualitas pelayanan
disokong oleh tiga hal, yaitu sistem, teknologi, dan manusia. Menurut konsep service
quality yang populer, ServQual dinyatakan bahwa kualitas pelayanan memiliki 5
dimensi, yaitu reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangible
(Parasuraman, 1985 dalam Rahmulyono, 2008).

4. Emotional factor. Pada awalnya kajian tentang kepuasan mengarah pada asumsi
bahwa para pelanggan menggunakan rasionalitasnya dalam berbelanja. Namun
kajian-kajian kekinian membuktikan bahwa pelanggan tidak selalu rasional untuk
melakukan transaksi, bahkan ada kecenderungan irasional. Sering terjadi pelanggan
mau membayar harga yang teramat tinggi (tidak masuk akal) untuk sebuah barang
maupun jasa, hanya karena barang terseut bentuknya/warnanya sesuai dengan
bentuk/penampilan/warna favoritnya. Dengan demikian kajian kekinian menjadikan
faktor emosi sebagai hal yang menjadi driver kepuasan pelanggan. Faktor emosional
ini ada tiga komponen, yaitu: estetika, self-expressive value, dan brand personality.

1. Aspek estetika mencakup bentuk, desain, ukuran, warna, maupun proporsi dan
kesimetrisan suatu barang. Untuk telepon seluler, semakin tipis, semakin kecil,
dan warna yang elegan semakin banyak yang dicari pelanggan. Untuk
pelayanan dalam seting rumah sakit, pelanggan akan merasa terpuaskan bila
menggunakan jasa pelayanan kesehatan dari rumah sakit yang ruang
perawatannya nyaman, banyak tamannya, bersih, mewah, dll.

2. Aspek self-expressive value menggambarkan bahwa pelanggan meras


terpuaskan bila orang-orang disekitarnya menjadi lebih menganggapnya
berwibawa, patut dikagumi, dihormati,dll. Seorang pasien akan memilih rung
perawatan yang berkelas meski jauh lebih mahal, karena mereka merasa lebih
dihargai, lebih percaya diri, dan lebih dihormati oleh orang-orang yang
menjenguknya maupun petugas kesehatan yang merawatnya.

3. Brand personality. Kalau self-expressive value merupakan emosi yang


terbentuk dari lingkungan sosial, maka brand personality akan memberikan
kepuasan kepada konsumen secara internal (tidak bergantung kepada
pandangan/penilaian orang-orang disekitarnya). Unsur yang satu ini bersifat
sangat personal (individual pelanggan). Dalam hal ini setiap pelanggan berhak
mendefinisikan kepuasannya masing-masing,terserah orang mau bilang apa
tentang standarnya. Dengan kata lain ada suatu kefanatikan terhadap suatu
produk (barang/jasa dengan merk tertentu). Contohnya, ada segolongan
pelanggan yang akan terpuaskan oleh salah satu merk/produk dari suatu
institusi, terlepas orang di sekitarnya mencemooh, menentang maupun
menilainya salah.

4. Kemudahan. Di samping faktor-faktor di atas, kemudahan mendapatkan


pelayanan/produk yang tawarkan produsen juga menjadi faktor penting yang
mempengaruhi kepuasan pelanggan. Pelanggan akan merasa puas bila mereka
dapat dengan mudah mengakses produk/layanan jasa yang dibutuhkan.
Kemampuan akses ini bisa diartikan tersedianya fasilitas yang mudah,
terjangkau dari segi jarak, dan terjangkau dari segi biaya, dll.

5. Iklan/promosi yang dijanjikan pemberi pelayanan/produsen barang.


Iklan/promosi yang dikeluarkan oleh pihak pemberi layanan/produk akan
mempengaruhi tinggi rendahnya harapan pelanggan terhadap suatu
layanan/produk. Semakin tinggi janji yang diberikan akan semakin tinggi pula
harapan pelanggan yang terbentuk. Janji yang muluk-muluk akan menjadi
bumerang bagi institusi. Pada saat institusi tidak mampu memenuhi janji yang
diberikan kepada pelanggan, pelanggan akan dengan mudah kehilangan
kepercayaannya.

Parasuraman, Zeithmal dan Berry (Walker et.al, 1992: 308311) mengemukakan bahwa
perbedaan (kesenjangan) antara jasa pelayanan yang dirasakan dengan yang diharapkan
terjadi karena adanya :

1. Kesenjangan antara harapan konsumen dengan pandangan manajemen (Gap


between the customers expectations and the manajemen perceptions)

Pihak manajemen tidak selalu memiliki pemahaman yang tepat tentang apa yang diinginkan
oleh para pelanggan atau bagaimana penilaian pelanggan terhadap usaha pelayanan yang
diberikan oleh perusahaan. Sebagai contoh : manajemen menganggap bahwa pelanggan
menilai mutu pelayanan rumah sakit dari kualitas (mutu) makanan yang diberikan, tetapi
sebenarnya yang diharapkan oleh pelanggan adalah cepat tanggap dan keramahan dari tenaga
medis. Oleh karena itu manajemen perlu mengumpulkan informasi untuk menentukan
atribut-atribut pelayanan apa yang dianggap penting oleh pelanggan. Parasuraman et al
(1990) dalam penelitiannya menyatakan ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi gap satu
ini, yaitu:
a. Manajer sebagai pengambil keputusan kurang mempergunakan atau bahkan tidak
menggunakan hasil penelitian pasar terhadap produk yang ditawarkannya.

b. Tidak adanya komunikasi yang efektif antara karyawan yang langsung berhadapan
dengan konsumen dengan pihak manajer sebagai penentu kebijaksanaan.

c. Terlalu banyak tingkatan birokrasi yang ada antara karyawan yang langsung berhadapan
dengan konsumen dengan manajer sebagai penentu kebijaksanaan.

2. Kesenjangan antara pandangan manajemen dengan spesifikasi kualitas pelayanan


(Gap between management perceptions and service quality specification)

Manajemen mungkin tidak membuat standar kualitas yang jelas, atau standar kualitas sudah
jelas tetapi tidak realistik, atau standar kualitas sudah jelas dan realistik namun manjemen
tidak berusaha untuk melaksanakan standar kualitas tersebut. Hal ini akan mengakibatkan
karyawan tidak memahami tentang kebijakan perusahaan dan ketidak percayaan terhadap
sikap manajemen, yang selanjutnya menurunkan prestasi kerja karyawan. Contoh : Adanya
keinginan manajemen untuk memberikan jawaban yang cepat terhadap telepon yang masuk,
namun tidak mempersiapkan operator telepon dalam jumlah yang cukup; adanya kebijakan
kebijakan yang tidak jelas, dikomunikasikan dengan buruk kepada karyawan. Gap ini dapat
terjadi karena:

a. Tidak adanya atau kurangnya komitmen dari manajer bahwa kualitas pelayanan
merupakan kunci dari strategi mencapai tujuan.

b. Ketidakyakinan manajer bahwa harapan pelanggan tersebut dapat dipenuhi

c. Kekurangan sumberdaya, baik peralatan maupun manusianya Perusahaan dalam


menetapkan standar tidak memperkirakan apa yang sekiranya menjadi standar konsumen
terhadap jasa tersebut.

3. Kesenjangan antara penyajian pelayanan dan komunikasi eksternal (Gap between


service quality specifications and service delivery)

Standar-standar yang tinggi harus didukung oleh sumber-sumber daya, program-program dan
imbalan yang diperlukan untuk mendorong karyawaan dalam memberikan pelayanan yang
baik kepada pelanggan. Banyak faktor yang mempengaruhi pemberian pelayanan, seperti
ketrampilan dan kompetensi karyawan, moral karyawan, peralataan yang digunakan,
pemberian penghargaan. Gap ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Karyawan tidak mengerti apa yang diharapkan oleh manajer atau atasan mereka dari
pelayanan yang mereka berikan serta bagaimana cara memenuhi harapan tersebut.

b. Adanya standar yang saling bertentangan satu dengan lainnya.

c. Ketidakcocokan antara ketrampilan atau keahlian karyawan dengan pekerjaan/tugas yang


diembannya.

d. Ketidaksesuaian antara peralatan yang disediakan dengan pekerjaan.


e. Ketidakjelasan dari sistem penilaian pekerjaan serta sistem bonus.

f. Ketidakmampuan karyawan untuk fleksibel terhadap situasi yang ada (rule by the book).
Manajer dan karyawan tidak mampu bekerja sebagai suatu tim yang solid.

4. Kesenjangan antara penyajian pelayanan dan komuniksi eksternal (Gap between


service delivery and external communications)

Harapan pelanggan dipengaruhi oleh janji-janji yang disampaikan penyedia jasa melalui
komunikasi eksternal seperti para wiraniaga, brosur- brosur, iklan, dan lain-lain. Hasil
pelayanan yang baik dapat mengecewakan pelanggan jika komunikasi pemasaran perusahaan
menyebabkan mereka memiliki harapan yang terlalu tinggi sehingga tidak tidak realistis lagi.
Contoh brosur hotel memperlihatkan ruangan yang indah dan kenyataannya pada saat tamu
datang ke hotel tersebut, mereka menemukan ruangan yang sederhana. Gap ini terjadi karena
beberapa faktor, antara lain:

a. Tidak jalannya hubungan antar departemen, yakni antara bagian periklanan dengan bagian
pelayanan, antara sales dengan pelayanan, antara bagian SDM, pemasaran dan pelayanan.

b. Memberikan janji yang terlalu berlebihan.

5. Kesenjangan antara pelayanan yang dirasakan dengan pelayanan yang diharapkan


(Gap between perceived service and expected service)

Perbedaan ini terjadi jika pihak manajemen gagal menutup salah satu atau lebih dari empat
kesenjangan tersebut di atas. Perbedaan inilah yang menimbulkan rasa ketidak puasan
pelanggan. Dari faktor-faktor yang telah diuraikan di atas, selanjutnya Zeithaml, Parasuraman
dan Berry (1988:36) membuat visualisasi tentang Konsep Model Kualitas Pelayanan
(Conceptual Model of Service Quality The Gap Analysis Model).

Determinan Kualitas Pelayanan

Zeithmalh, dkk (1990: 23) menyatakan bahwa dalam menilai kualitas jasa/pelayanan,
terdapat sepuluh ukuran kualitas jasa/ pelayanan, yaitu :

1. Tangible (nyata/berwujud)

2. Reliability (keandalan)

3. Responsiveness (Cepat tanggap)

4. Competence (kompetensi)

5. Access (kemudahan)

6. Courtesy (keramahan)

7. Communication (komunikasi)

8. Credibility (kepercayaan)
9. Security (keamanan)

10. Understanding the Customer (Pemahaman pelanggan)

Namun, dalam perkembangan selanjutnya dalam penelitian dirasakan adanya dimensi mutu
pelayanan yang saling tumpang tindih satu dengan yang lainnya yang dikaitkan dengan
kepuasan pelanggan. Selanjutnya menurut konsep service quality yang populer, ServQual
dinyatakan bahwa kualitas pelayanan memiliki 5 dimensi, yaitu reliability, responsiveness,
assurance, empathy, dan tangible (Parasuraman, 1985 dalam Rahmulyono, 2008).

1. Kehandalan (reliability)Kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan


tepat terpercaya, dapat dilihat dari:

2. Proses penerimaan pasien yang cepat dan tepat.

3. Pelayanan pemeriksaan, pengobatan yang cepat dan tepat.

4. Jadwal pelayanan dijalankan dengan tepat.

5. Prosedur pelayanan yang tidak berbelitbelit

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suhartati (2005) dengan judul Hubungan Mutu
Pelayanan Keperawatan dengan kepuasan pasien di Ruang Rawat Inap RSUD Kota
Yogyakarta, yang menghasilkan kesimpulan bahwa ada hubungan yang sangat kuat dan
bermakna antara mutu pelayanan keperawatan dengan kepuasan pasien. Oleh karena itu,
dengan semakin tinggi mutu pelayanan kesehatan yang dilihat dari segi persepsi pasien
tentang kehandalan maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan pasien yang dirasakan oleh
pasien.

1. Ketanggapan (responsiveness). Kemampuan untuk membantu pelanggan


danmemberikan jasa cepat dapat dilihat dari:

2. Kemauan petugas untuk cepat tanggap menyelesaikan keluhan pasien

3. Petugas memberikan informasi yang jelas,mudah dimengerti.

4. Tindakan cepat pada saat pasien membutuhkan.

Hasil penelitian yang dilakukan Agus Hufron (2008) dengan judul Analisis Hubungan
Persepsi Pasien Tentang Mutu Pelayanan Kesehatan Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Di
Puskesmas Penumping Kota Surakarta, yang membuktikan bahwa memang ada hubungan
yang positif dan signifikan antara persepsi pasien tentang ketanggapan dengan tingkat
kepuasan pasien di Puskesmas Penumping. Oleh karena itu, dengan semakin tinggi mutu
pelayanan kesehatan yang dilihat dari segi persepsi pasien tentang kehandalan maka semakin
tinggi pula tingkat kepuasan pasien yang dirasakan oleh pasien.

1. Keyakinan (assurance)

Pengetahuan, kemampuan dan kesopanan pemberi jasa untuk menimbulkan kepercayaan dan
keyakinan terlihat dari :
1. Pengetahuan dan kemampuan petugas menetapkan problematic pasien

2. Ketrampilan petugas dalam bekerja

3. Pelayanan yang sopan dan ramah.

4. Jaminan keamanan pelayanan dan kepercayaan terhadap pelayanan.

Hasil penelitian yang dilakukan Agus Hufron (2008) dengan judul Analisis Hubungan
Persepsi Pasien Tentang Mutu Pelayanan Kesehatan Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Di
Puskesmas Penumping Kota Surakarta membuktikan bahwa memang ada hubungan yang
positif dan bermakna antara persepsi pasien tentang keyakinan dengan tingkat kepuasan
pasien rawat jalan di Puskesmas Penumping. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2005) dengan judul Hubungan antara komunikasi,
sikap dan ketrampilan perawat dengan kepuasan pasien di RS Ortopedi Prof.Dr.R.Soeharso
Surakarta yang menghasilkan kesimpulan bahwa ada korelasi antara ketrampilan perawat
dengan tercapainya kepuasan pasien. Hal ini juga memberikan bukti sebagaimana yang
diterangkan oleh Philip Kotler (1997) bahwa pengetahuan, kemampuan dan kesopanan
pemberi jasa untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan yang berupa: pengetahuan dan
kemampuan petugas kesehatan menetapkan problematic pasien, ketrampilan petugas dalam
bekerja, pelayanan yang sopan dan ramah, serta jaminan keamanan pelayanan dan
kepercayaan terhadap pelayanan akan berdampak pada tingkat kepuasan pasien.

1. Perhatian (empathy). Perhatian pribadi yang diberikan pada pelanggan terlihat dari:

2. Memberikan perhatian secara khusus kepada setiap pasien

3. Perhatian terhadap keluhan pasien dan keluarga.

4. Pelayanan pada semua pasien tanpa memandang status sosial.

5. Penampilan (Tangible).

Penampilan fisik, peralatan serta personil.

1. Kebersihan, kerapian dan kenyamanan ruangan.

2. Penataan eksterior dan interior.

3. Kelengkapan, kesiapan dan kebersihan alatalat yang dipakai.

4. Kerapian dan kebersihan penampilan petugas

Hasil penelitian yang dilakukan Agus Hufron (2008) dengan judul Analisis Hubungan
Persepsi Pasien Tentang Mutu Pelayanan Kesehatan Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Di
Puskesmas Penumping Kota Surakarta, membuktikan bahwa ada hubungan yang positif dan
signifikan antara persepsi pasien tentang penampilan pelayanan kesehatan dengan tingkat
kepuasan pasien rawat jalan di Puskesmas Penumping. Hasil penelitian ini sejalan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2005) dengan judul Hubungan antara
komunikasi ,sikap dan ketrampilan perawat dengan kepuasan pasien di RS Ortopedi
Prof.Dr.R.Soeharso surakarta, yang menghasilkan kesimpulan bahwa ada hubungan antara
sikap perawat dengan kepuasan pasien. Hal ini juga memberikan bukti sebagaimana yang
diterangkan oleh Philip Kotler (1997) bahwa penampilan fisik, peralatan serta personil yang
mencakup kebersihan, kerapian dan kenyamanan ruangan, penataan eksterior dan interior,
kelengkapan, kesiapan dan kebersihan alat-alat yang dipakai, dan kerapian dan kebersihan
penampilan petugas terhadap pelayanan kesehatan pada pasien akan berdampak pada tingkat
kepuasan pasien. Oleh karena itu, semakin tinggi mutu pelayanan kesehatan yang dilihat dari
persepsi pasien tentang penampilan maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan yang diterima
oleh pasien.

Konsep Pelanggan

Pelayanan kesehatan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Setiap siklus


pelayanan memberikan kesempatan untuk evaluasi kualitas pelayanan oleh provider maupun
pelanggan. Secara umum pelanggan dalam pelayanan kesehatan diklasifikasikan menjadi 2
jenis, yaitu pelanggan internal dan eksternal. Pelanggan internal (internal costumer),
mengacu pada anggota organisasi pelayanan yang terlibat dalam pemberian/penyediaan jasa
pelayanan (dokter, perawat, petugas administrasi, petugas kebersihan, dsb), berperan juga
sebagai internal supplier. Adapun pelanggan eksternal (external costumer), mengacu pada
pihak yang menerima pelayanan dan atau menyediakan income/revenue (pasien).

Menurut Utama (2003), beberapa karakteristik individu yang menjadi determinan utama
prioritas indikator kualitas pelayanan kesehatan dan tingkat kepuasan pada pelanggan
eksternal (pasien) adalah:

1. Umur

2. Jenis kelamin

3. Lama perawatan

4. Sumber biaya

5. Diagnosis penyakit

6. Pekerjaan

7. Pendapatan

8. Pendidikan

9. Suku bangsa

10. Tempat tinggal

11. Kelas perawatan

12. Status perkawinan

13. Agama
14. Preferensi

Karakteristik pasien akan mempengaruhi persepsinya tentang kualitas pelayanan. Pasien


menghendaki kualitas perawatan terbaik untuk harga yang mereka bayar. Harapan-harapan
pasien sering berbeda dengan harapan dari penyedia jasa pelayanan. Harapan pasien ini
sering dipakai sebagai standar untuk mengevaluasi kualitas pelayanan di masa mendatang.
Dalam pasar global hiperkompetitif ini tidak ada satu bisnis pun yang dapat bertahan tanpa
adanya pelanggan yang puas. Perusahaan yang gagal memuaskan pelanggan akan
menghadapi masalah yang kompleks karena pengaruh bad word of mouth. Oleh karena itu,
kepuasan pelanggan sangat penting dan harus dijamin dengan menghasilkan produk
berkualitas tinggi. Kepuasan berimplikasi pada perbaikan terus menerus sehingga kualitas
harus diperbaharui setiap saat agar pelanggan tetap puas dan loyal. Persepsi seseorang sering
berbeda dengan perilakunya, sikap puas atau tidak puas terhadap suatu produk atau jasa
sering tidak berhubungan antara persepsinya dengan kenyataan sikapnya.

Persepsi seseorang sering dipengaruhi oleh motif, kepentingan, pengalaman masa lalu, dan
harapannya. Kepuasan pasien dalam penelitian ini dilihat dari persepsi pasien atau perasaan
pasien mengenai pelayanan pengobatan yang dirasakan sesuai dengan harapan pasien.
Persepsi tentang kepuasan pasien dilihat dari lima dimensi yaitu:

1. Kualitas pelayanan perawat

2. Kualitas pelayanan dokter

3. Kebersihan, kerapian dan kenyamanan ruangan

4. Kelengkapan alat dan obat

5. Pelayanan administrasi

Dalam penyelenggaraan praktik pelayanan kesehatan di pusat pelayanan kesehatan misal di


puskesmas, rumah sakit maupun di klinik swasta lima dimensi kualitas pelayanan kesehatan
ini sampai sekarang masih berorientasi pada penyedia jasa yang terfokus pada pemenuhan
standar-standar praktik, belum penilaian kualitas sebagaimana harapan pasien. Menurut
Kotler ada tiga harapan atau tuntutan pasien terhadap mutu pelayanan sebagai berikut:

1. Terhadap personel pemberi pelayanan meliputi:

1. Responsif: petugas harus siap dan cepat melayani

2. Kompeten: petugas harus mengetahui apa tugasnya dan bagaimana melaksanakan

3. Kesopanan: sikap ramahtamah, hormat, beretika baik, sopan, dan fleksibel

4. Kredibilitas: dapat dipercaya dan jujur

5. Sensitivitas: mengerti akan kebutuhan pasien, memberikan perhatian pasien, peka


terhadap lingkungan.

6. Terhadap tempat perawatanmeliputi:


1. Akses: waktu yang sesuai dan tempat yang cocok

2. Keamanan: aman dan privacy

3. Penampilan: fasilitas yang secara fisikmenarik

3. Terhadap proses pelayanan lebih lanjut:

1. Dapat dipercaya: kemampuan untukmenyediakanapa yang telah dijanjikan

2. Komunikasi

Menurut Walker dengan mengetahui bagaimana konsumen ingin diperlakukan merupakan


petunjuk yang berharga dalam penyelenggaraan pelayanan yang dapat memuaskan
pelanggan. Kepuasan ini bisa dipenuhi apabila penyedia jasa memberikan pelayanan sesuai
dengan harapan pasien/konsumen. Keluhan konsumen/pasien akan memberikan kesempatan
untuk mengidentifikasi keluhan tersebut selanjutnya dipakai untuk membenahi pelayanan
yang mendorong loyalitas. Tanggung jawab sosial suatu pelayanan untuk menjaga mutunya
harus memperhatikan kebutuhan dan hak-hak dasar dari konsumen yaitu:

1. Hak akan keselamatan

2. Hak untuk diberi informasi

3. Hak untuk memilih

4. Hak untuk didengar (diberi ganti rugi). Tindakan yang bertanggung jawab diperlukan
untuk kepentingan terbaik semua pihak.

Garner menetapkan empat kriteria pengukuran mutu suatu fasilitas pelayanan yaitu:

1. Fasilitas fisik yang meliputi gedung bangunan puskesmas

2. Penampilan dan kecukupan staf

3. Tingkat supervisi

4. Ketepatan pengobatan dasar

Pelaksanaan kontrol yang baik akan dapat memperbaiki kelemahan kelemahan dalam
perencanaan dan pelaksanaan program, dan dapat menumbuhkan motivasi kerja staf sehingga
dapat meningkatkan kinerjanya.

Menurut Solikhah, kepuasan pasien berhubungan dengan


kualitaspelayananyangdiharapkanolehpasiendilihat dari outcome produk yang dirasakan
dalam hubungannya dengan harapan seseorang. Kepuasan pelanggan rumah sakit atau
organisasi pelayanan kesehatan lainnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
pendekatan dan perilaku petugas serta mutu informasi yang diterima, prosedur perjanjian,
waktu tunggu, fasilitas umum yang tersedia, mutu makanan, pengaturan kunjungan, outcome
terapi dan perawatanyangditerima. Apabilasemuaharapan pasien tersebut terpenuhi bisa
dipastikan pasien akan loyal terhadap organisasi pelayanan kesehatan (rumah sakit atau
Puskesmas). Kunci untuk membentuk pasien loyal adalah fokus pada pasien dengan cara
menempatkan para karyawan untuk berhubungan dengan pasien danmemberdayakan mereka
untukmengambil tindakan yang diperlukan dalam rangka memuaskan pasien. Kedua aspek
dari mutu serta pengertian konsumenmenjadi titik tolak pengembangan sistem manajemen
puskesmas dan upayameningkatkan mutu pelayanan di puskesmas dan upaya meningkatkan
mutu pelayanan secara berkesinambungan, serta memberi kepuasan kepada pasien.

Roberts dan Prevost, penilaian terhadap dimensi mutu pelayanan tergantung dari sudut :

1. Pemakai jasa pelayanan meliputi: rasa tanggap petugas, kelancaran komunikasi,


keramahan, kesembuhan atas penyakit yang sedangdiderita

2. Penyelenggara pelayanan meliputi: kesesuaian dengan perkembangan ilmu teknologi,


otonomi, kebutuhan pasien, c) penyandang dana meliputi: efisiensi pemakaian dana,
kewajaran pembiayaan dan pengurangan kerugian.

Menurut Donabedian18 mutu pelayanan harus dilihat dari dua sisi yaitu dari sisi petugas dan
dari sisi pasien. Dari sisi pasien, mutu pelayanan dilihat dari terpenuhinya harapan pasien
terhadap kualitas pelayanan yang disediakan oleh pemberi pelayanan (puskesmas), yang
nantinya diharapkan akan mempengaruhi pasien untukmemanfaatkan kembali pelayanan
tersebut. Dari sisi petugas, mutu pelayanan berarti keleluasaan dalam melakukan tindakan
yang tepat untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan
standar teknis yang berlaku. Penyedia jasa (pelayanan kesehatan) harus memperhatikan
standarmutu pelayanan yang lebih baik dengan memperhatikan kriteria mutu yang ditetapkan
oleh konsumen, jika fokusnya pada pengembangan pelayanan yang ditujukan untuk
menjamin kepuasan konsumen sebagai pelanggan. Akan tetapi jika pengembangan mutu
ingin memperhatikan mengenai biaya pelayanan kesehatan yang harus ditanggung oleh
konsumen melalui lembaga asuransi sebagai efisiensi dan pelayanan kesehatan lebih terjamin
tanpa mengorbankan efektivitas pelayanan yaitu kesembuhan pasien, maka kegiatan
pelayanan kesehatan akan mampu menjamin kepuasan konsumen dengan biaya yang
terjangkau untuk masyarakat dan tidak bertentangan dengan standar operasional prosedur
medis dan keperawatan baku serta tidakmelanggar kode etik profesi

Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Alma (2003:22) mengemukakan beberapa cara yang digunakan untuk mengukur kepuasan
pelanggan, yaitu:

1. Complaint and Suggestion System (Sistem Keluhan dan Saran)

2. Consumer Satisfaction Surveys (Survey Kepuasan Pelanggan)

3. Ghost Shopping (Pembeli Bayangan)

4. Lost Costumer Analysis (Analisis Konsumen yang Beralih)

Bila mengacu pada konsep kepuasan pelanggan adalah perbandingan antara tingkat
kepentingan (expectation) dan kinerja (performa
nce) pemberi jasa yang dirassakan pasien sebagai pelanggan (experience), maka dapat
digunakan Importance Performance Analysis atau Analisis Tingkat Kepentingan dan
Kinerja (Martila dan James, 1977 dalam Supranto, 2006). Dalam kaitannya dengan pelayanan
kesehatan, penting juga untuk mengevaluasi kepuasan pelanggan internalnya, khususnya para
provider yang memberi asuhan langsung kepada pasien. Hal tersebut lebih populer dengan
istilah kepuasan kerja. Menurut Herzbergs Motivation-Hygiene Theory (1983), kepuasan
dapat dinilai secara intrinsik maupun ekstrinsik dengan mengembangkan deskriptor
berdasarkan faktor-faktor seperti dalam tabel berikut:

Faktor Ekstrinsik(Hygiene Factors) Faktor Instrinsik(Motivation faktors) Terdapat 4


skenario
dalam aplikasi
Kebijakan institusi
Herzbergs
Motivation-
Supervisi
Hygiene
Theory, yaitu:
Relasi dengan pimpinan
1. High
Kondisi pekerjaan

Gaji/upah

Relasi dengan peer/rekan kerja

Prestasi

Pengakuan

Pekerjaan itu sendiri

Tanggung jawab

Kemajuan karir

Peluang berkembang

Hygiene+High Motivation= Ideal, motivasi tinggi, sedikit keluhan

2. High Hygiene+Low Motivation= sedikit keluhan, motivasi rendah, pekerjaan=UANG

3. Low Hygiene+High Motivation= banyak keluhan, motivasi tinggi, pekerjaan


menyenangkan & menantang tetapi kondisi pekerjaan dan gaji tidak memadai.

4. Low Hygiene+Low Motivation= banyak keluhan, motivasi rendah (skenario terburuk)

Anda mungkin juga menyukai