Anda di halaman 1dari 8

B.

Model SERVQUAL

Analisis Kualitas Pelayanan atau Service Quality (akronimnya SERVQUAL) adalah suatu metode desktiptif
guna menggambarkan tingkat kepuasan pelanggan. Metode ini dikembangkan tahun 1985 oleh A.
Parasuraman, Valarie A. Zeithaml, dan Leonard L. Berry lewat artikel mereka di Journal of Marketing.
Metode di jurnal tersebut lalu direvisi oleh mereka lewat artikel “SERVQUAL: A Multiple-Item Scale for
Measuring Consumer Perceptions of Service Quality.”

Asal-Muasal SERVQUAL

Tahun 1985, dalam artikelnya mereka menekankan adanya fenomena umum bahwa pencapaian kualitas
dalam hal produk dan layanan menduduki posisi sentral. Kualitas layanan ini bagi mereka belum lagi
terdefinisikan secara baik. Kualitas layanan, menurut mereka, adalah perbandingan antara Harapan
(Expectation) dengan Kinerja (Performance). Dengan mengutip Lewis and Booms 1983, mereka
menyatakan:

"Service quality (kualitas layanan) adalah ukuran seberapa baik suatu layanan menemui kecocokan
dengan harapan pelanggan. Penyelenggaraan kualitas layanan berarti melakukan kompromi dengan
harapan pelanggan dengan tata cara yang konsisten.

Dalam upaya awal membangun konsepsi seputar kualitas pelayanan, Parasuraman, Zeithaml, and Berry
mengajukan skema berikut:

Dalam membandingkan antara Harapan dan Kinerja tercipta kesejangan (discrepancies). Kesenjangan ini
disebut dengan GAP. Terdapat 5 GAP sehubungan dengan masalah kualitas pelayanan.
GAP 1 adalah gap antara Harapan Pelanggan – Persepsi Manajemen. Sehubungan GAP 1 ini, ketiganya
mengajukan Proposisi 1: “Gap antara harapan pelanggan dan persepsi (kinerja) manajemen atas
harapan tersebut akan punya dampak pada penilaian pelanggan atas kualitas pelayanan.”

GAP 2 adalah gap antara Persepsi Manajemen – Spesifikasi Kualitas Pelayanan. Sehubungan dengan GAP
2 ini, ketiganya mengajukan Prosposisi 2: “Gap antara persepsi manajemen seputar harapan pelanggan
dan spesifikasi kualitan pelayanan akan berdampak pada kualitas pelayanan dari sudut pandang
pelanggan.”

GAP 3 adalah gap antara Spesifikasi Kualitas Pelayanan – Penyelenggaraan Pelayanan. Sehubungan
dengan GAP 3 ini, ketiganya mengajukan Prosisi 3: “Gap antara spesifikasi kualitas pelayanan dan
penyelenggaraan pelayanan aktual akan berdampak pada kualitas pelayanan dari sudut pandang
pelanggan.”

GAP 4 adalah gap antara Penyelenggaraan Pelayanan – Komunikasi Eksternal. Sehubungan dengan GAP
4 ini, ketiganya mengajukan Proposisi 4: “Gap antara penyelenggaraan pelayanan aktual dan komunikasi
eksternal tentang pelayanan akan berdampak pada kualitas pelayanan dari sudut pandang pelanggan.”

GAP 5 adalah gap antara Pelayanan Diharapkan (Expected Service) – Pelayanan Diterima (Perceived
Service). Sehubungan dengan GAP 5 ini, ketiganya mengajukan Proposisi 5: “Kualitas yang pelanggan
teriman dalam pelayanan adalah fungsi magnitude dan arah gap antara pelayanan yang diharapkan dan
pelayanan yang diterima.”

Berdasarkan GAP 1 hingga GAP 5, ketiganya mengajukan Proposisi 6 bahwa “GAP 5 =


f(GAP1,GAP2,GAP3,GAP4).
C. Keterbatasan Model SERVQUAL dan Implikasinya

Masalah yang sering dihadapi berkaitan dengan aplikasi model Servqual adalah paradoks kepuasan
pelanggan. Meskipun fakta menunjukan bahwa terjadi kegagalan penyampaian jasa, namun dapat saja
pelanggan merasa puas. Menurut Swan dan Bomers dalam Tjiptono 2000: 56, kepuasan total banyak
ditentukan oleh pengalaman keseluruhan dalam mengkonsumsi jasa, daripada penilaian atas aspek-
aspek individual jasa tersebut. Kedua pakar ini mengidentifikasi tiga keterbatasan utama model Servqual
yaitu :

a Model Servqual hanya berfokus pada individual dan mengabaikan arti penting proses “people doing
things together”, “interaksi di antara sesama konsumen ”.

b Model Servqual mengasumsikan bahwa para pelanggan adalah “attribute accountants” yang selalu
menilai kualitas jasa berdasarkan atribut-atribut terukur yang ditetapkan oleh peneliti. Faktanya kualitas
jasa dan kepuasan pelanggan mencakup pula berbagai interprestasi atas pengalaman pelanggan selama
mengkonsumsi jasa, yang tidak termasuk dalam atribut-atribut Servqual.

c Model Servqual hanya potret parsial atas proses jasa yang sesungguhnya. Model Servqual lebih
bersifat output-oriented, yang menekankan penilaian atas kualitas jasa sesudah proses komunikasi jasa
yang bersangkutan.

Padahal menurut Swan dan Bomers, jasa merupakan proses sosial yang melibatkan interaksi antar
manusia. Konsekuensinya, di dalamnya termasuk pula interprestasi atas makna berbagai obyek,
perkataan, dan sikap, baik sebelum, saat, maupun setelah proses jasa berlangsung.

Implikasi Keterbatasan Model Servqual Untuk mengatasi ketiga keterbatasan model Servqual tersebut
Swan dan Bomers dalam Tjiptono 2000: 57, menawarkan aplikasi konsep symbolic interaction dan
etnographic methods yang diadaptasi dari disiplin psikologi dan antopologi sosial sebagai perspektif
baru dalam penilaian kepuasan pelanggan dan kualitas jasa. Kedua pakar ini berpendapat bahwa
kombinasi dari dua metode tersebut memungkinkan peneliti dan manajer jasa mempelajari dan
memahami cara pelanggan menginterpretasikan pengalamannya dengan jasa tertentu. Selain itu juga
kombinasi ini diharapkan dapat memberikan perspektif terhadap jasa sebagai “obyek” yang dijadilan
acuan dan bukan semata-mata sebagai kinerja performance. Penanganan kegagalan jasa service failures
juga merupakan salah satu determinan penting yang mempengaruhi kualitas jasa dan kepuasan
pelanggan. Bila kegagalan jasa dapat ditangani sedini mungkin secara efektif, maka ada kemungkinan
pelanggan merasa puas. Ada tiga strategi pokok yang diajukan oleh Swan dan Bomers untuk
merealisasikan hal ini: a Menggunakan humor untuk meredakan kekecewaan pelanggan. b Mencari dan
menegosiasikan berbagai alternatif solusi dengan pelanggan dan penyedia jasa. c Mengambil tindakan
perbaikan sesegera mungkin. Pada intinya, paradigma yang ditawarkan Swan dan Bomers merupakan
ajakan „back to basics‟, memahami jasa sebagai proses sosial yang

melibatkan proses interaksi, interprestasi, dan penyesuaian antar individu. Implikasi penting dari
penggunaan symbolic interaction dan etnographic methods adalah perlunya kajian lebih mendalam
mengenai konseptualisasi “kepuasan pelanggan”, “kualitas jasa”,
D.model Model Alternatif

Pengukuran kualitas jasa dalam model Servqual didasarkan pada skala multi-item yang dirancang untuk
mengukur harapan dan persepsi pelanggan, serta gap diantara keduanya pada lima dimensi utama
kualitas jasa (reliabilitas, daya tanggap, jaminan, empati dan bukti fisik). Evaluasi kualitas jasa
menggunakan model Servqual mencakup perhitungan perbedaan diantara nilai yang diberikan para
pelanggan untuk setiap pasang pernyataan berkaitan dengan harapan dan persepsi. Skor Servqual untuk
setiap pasang pernyataan, bagi masingmasing pelanggan dapat dihitung berdasarkan rumus berikut
(Zeithaml, et al., 1990):

Skor SERVQUAL = Skor Persepsi – Skor Harapan (1)

Cronin & Taylor (1992, dalam Tjiptono dan Chandra, 2005), mengajukan tiga alternatif perhitungan
lainnya untuk menghitung skor servqual, yaitu :

a. Skor SERVQUAL = Skor Tingkat Kepentingan x (Skor Persepsi – Skor Harapan) (2)

b. Skor SERVQUAL = Skor Persepsi (3)

c. Skor SERVQUAL = Skor Tingkat Kepentingan x (Skor Persepsi) (4)

E. Sistem informasi kualitas jasa

Dalam mengembangkan kualitas pelayanan yang efektif melalui sistem informasi setidaknya ada lima
petunjuk yang perlu dilakukan: (Parasuraman dan Berry dalam Lupiyoadi, 2001)

1. Mengukur besarnya harapan pelanggan atas pelayanan. Perusahaan harus dapat mengukur besarnya
harapan yang muncul atas pelayanan yang diberikan kapada pelanggan. Misalnya, seberapa besar
tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan? Kapan pelayanan dinyatakan baik atau sangat baik?

2. Menentukan di mana titik berat kualitas informasi. Perusahaan harus dapat menetapkan letak titik
berat infomasi yang ingin dicapai. Misalnya menitik beratkan kualitas informasi pada proses keputusan
pihak manajemen yang berkaitan dengan peningkatan pelayanan yang diharapkan.

3. Mengetahui saran pelanggan. Perusahaan harus dapat mendengarkan dan memahami saran
pelanggan mengenai produk/jasa. Misalnya, apa yang menjadi perhatian pelanggan? Kelebihan dan
kekurangan apa yang terwujud dalam produk/jasa apabila dibandingkan dengan jasa pesaing?

4. Menghubungkan kinerja pelayanan dan output yang dihasilkan oleh perusahaan. Perusahaan
diharapkan mampu mengkaitkan kinerja pelayanan dengan tujuan yang diinginkan perusahaan. Apakah
akumulasi kinerja pelayanan dapat berakhir pada loyalitas pelanggan dan peningkatan pangsa pasar?
5. Menjangkau seluruh pegawai. Penerapan sistem informasi dalam kualitas pelayanan harus mampu
mencakup keseluruhan individu yang terkait di dalam hierarki organisasi. Sistem tersebut harus didesain
sedemikian rupa agar semua pegawai yang berada dalam fungsi yang berbeda mendapatkan informasi
yang sesuai.

Parasuraman dan Berry memberi 5 alat bantu dalam mengembangkan

sebuah sistem kualitas jasa agar terus berkembang:

1. PENGUKURAN HARAPAN PELAYANAN

Harapan konsumen terhadap pelayanan akan memberikan penilaian dari pelayanan tersebut. Terdapat
2 level harapan:

1. Desired Service (keinginan konsumen bahwa pelayanan it7u harus ada).

2. Adequate Service (tingkat minimum kualitas pelayanan yang harus diterima).

2. PENEKANAN PADA KUALITAS INFORMASI

Kualitas informasi — bukan kuantitas — adalah tujuan dari sistem informasi kualitas jasa. Ciri kualitas
informasi yaitu:

1. Relevant (saling berhubungan)

Informasi yang berkualitas untuk membantu pengambilan harus punya relevansi terhadap masalahnya.

2. Precise and Useful (tepat dan berguna)

Informasi harus simple dan spesifik sehingga memudahkan untuk dipakai, bukan luas dan umum yang
akan membingungkan. Informasi juga harus memungkinkan untuk dipakai karena memiliki dukungan
sumber daya.

3. In Context (terstruktur)

Informasi harus memberitahu secara terstruktur sehingga diketahui urutan prioritas kepentingannya. Itu
juga berarti prioritas informasi harus berubah secara dinamis mengikuti aktualitas).

4. Credible (dapat dipercaya)


Perusahaan dapat memperoleh informasi yang credible melalui riset dengan memakai sumber informasi
dari input yang tepat, dengan pertanyaan yang spesifik.

5. Understandable (dapat dimengerti)

Kualitas informasi juga ditentukan apakah informasi tersebut dapat dimengerti oleh penggunanya.
Karena sangat mungkin hasil riset statistika tidak dipahami oleh orang awam.

6. Timely (tepat waktu)

Informasi yang tidak tersedia pada saat dibutuhkan atau disediakan terlalu lama sebelum dibutuhkan
yang berakibat sudah menjadi tidak up to date lagi adalah contoh informasi yang tidak berkualitas.

3. MENGHIMPUN SUARA KONSUMEN

Sistem informasi kualitas pelayanan akan berbasis data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif berupa
tabel analisa perhitungan. Sedang data kualitatif berisi tentang persepsi rata-rata akan pelayanan dari
konsumen.

4. MENYELARASKAN KINERJA PELAYANAN DENGAN KINERJA BISNIS

Sistem informasi kualitas pelayanan harus kelihatan efeknya pada laba bisnis. Perusahaan dapat secara
langsung memperkirakan pengaruh laba dari perbaikan pelayanan yang efektif dan melihat dari waktu
ke waktu hubungannya. Sehingga bisa diperoleh ROI setelah tiap tahap perbaikan pelayanan dilakukan.

5. MENJANGKAU SETIAP PEGAWAI

Seluruh pegawai juga berperan sebagai pembuat keputusan dengan tingkat tanggung jawab yang
berbeda-beda. Karena setiap tindakan mereka ditentukan oleh keputusan yang mereka ambil, maka
sistem informasi kualitas jasa harus memberikan pelayanan yang relevan pada tiap pegawai, atau
dengan kata lain menjadi sistem komunikasi.

E. Customer Value

Kotler (2005:68), menyatakan bahwa


“Customer value adalah selisih antara evaluasi calon pelanggan atas semua manfaat serta semua biaya
tawaran tertentu dan alternatif-alternatif lain yang dipikirkan.”

Definisi yang diungkapkan Kotler menunjukan bahwa customer value menyangkut manfaat dan
pengorbanan, di mana pelanggan akan membandingkan perolehan dari manfaat dan pengorbanan yang
dilakukan. Apabila manfaat yang dirasakan lebih besar dari pengorbanan maka kemungkinan besar ia
akan memilih nilai tawaran tersebut, dan begitu pun sebaliknya apabila manfaat yang dirasakan lebih
sedikit dari pengorbanan yang dilakukan maka pelanggan tersebut akan meninggalkan tawaran
perusahaan.

Menurut Zeithaml dan Bitner (2000:441), terdapat empat cara yang tepat bagi perusahaan untuk
menetapkan harga jasa atau produk berdasarkan definisi value di mata pelanggan, yaitu sebagai berikut:

Value is low price.

Value adalah harga rendah atau murah. Konsumen mempersepsikan bahwa suatu produk atau jasa akan
bernilai jika menetapkan harga yang rendah atau murah.

Value is everything I want in a service.

Value adalah segala sesuatu yang diinginkan konsumen dalam produk atau jasa. Harga yang ditetapkan
bukan merupakan hal yang utama selama konsumen mendapatkan apa yang diinginkan dari produk atau
jasa yang diterima, sehingga nilai dipersepsikan sebagai kualitas tertinggi dari produk atau jasa.

Value is the quality I get for the price I pay.

Value adalah kualitas yang diterima konsumen dari harga yang dibayarkan. Sebagian konsumen melihat
value sebagai suatu pertukaran yang seimbang antara uang yang dibayarkan dengan kualitas dari produk
atau jasa yang diperoleh.

Value is all that I get from all that I give.

Value ialah apa yang diperoleh dari apa yang diberikan. Akhirnya konsumen menganggap bahwa segala
keuntungan yang diperoeh seperti uang, waktu, dan usaha dapat menjelaskan arti dari value.
Keempat pengertian value di mata pelanggan tersebut dapat diartikan dalam satu konsep pengertian
ekonomi yang konsisten, value yang diperoleh adalah segala hasil yang didapat oleh konsumen dari
bidang produk atau jasa berdasarkan persepsi dari apa yang diperoleh dan apa yang diberikan.

Persepsi pelanggan dalam menyikapi suatu produk berbeda-beda dan evaluasi terhadap produk yang
dilakukan tidak hanya pada saat memutuskan akan membeli tapi juga selama penggunaan dan setelah
menggunakan produk. Customer value merupakan bagian akhir dari sistem nilai yang akan menunjukan
keberhasilan produsen dalam memasarkan produk dan jasa kepada konsumen.

Daftar Pustaka

https://gintong.me/2015/11/30/warisan-servqual-dari-parasuraman-zeithami-dan-berry/

https://text-id.123dok.com/document/ky6o9877y-keterbatasan-model-servqual-konsep-kualitas.html

(Sumber Utama Lupiyoadi, Rambat, 2001:182-191).

http://ejurnal.itenas.ac.id/index.php/rekaintegra/article/download/326/433

https://chan9.files.wordpress.com/pemasaran-jasa-bab-14

https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-nilai-pelanggan-customer-value/13623/2

Anda mungkin juga menyukai