Anda di halaman 1dari 11

6

BAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR

A. Kajian Teori

1. Operasi Hitung Bilangan Pecahan

Berkaitan dengan operasi hitung bilangan pecahan berikut ini disajikan secara

singkat uraian dari masing-masing operasi hitung pada bilangan pecahan.

a. Operasi Penjumlahan pada Bilangan Pecahan

(1) Menjumlahkan dua pecahan yang senama

Untuk menjumlahkan dua pecahan yang senama (berpenyebut sama)

a c ac
berlaku: ;b0
b b b

1 2 1 2 3
Contoh:
5 5 5 5

(2) Menjumlahkan dua pecahan yang tidak senama

Untuk menjumlahkan dua pecahan yang tidak senama (berpenyebut tidak

sama) harus menyamakan penyebut dengan cara mencari KPK

penyebutnya.

3 2 9 4
(KPK 4 dan 6 adalah 12)
4 6 12 12
Contoh:

9 4 13 1
1
= 12 12 12

(3) Menjumlahkan pecahan biasa dengan pecahan campuran


7

1 1 1 2
Contoh: 1 1 (KPK 2 dan 4 adalah 4)
4 2 4 4

1 2 3
=1 1
4 4

(4) Menjumlahkan dua pecahan campuran

1 4 1 4 5
Contoh: 1 3 (1 3) 4
6 6 6 6

b. Operasi Penguarangan pada Bilangan Pecahan

(1) Mengurangan pecahan yang senama

Untuk mengurangkan pecahan yang senama (berpenyebut sama) berlaku:

a c ac
;b0
b b b

4 2 42 2
Contoh:
5 5 5 5

(2) Mengurangkan pecahan yang tidak senama

Untuk mengurangkan pecahan yang tidak senama (berpenyebut tidak sama)

maka harus menyamakan penyebut dengan cara mencari KPK penyebutnya.

6 1 18 7
Contoh: (KPK 7 dan 3 adalah 21)
7 3 21 21

11
=
21

(3) Mengurangkan bilangan pecahan dari bilangan asli

Untuk mengurangkan pecahan dari bilangan asli, bilangan aslinya terlebih

dahulu dijadikan pecahan atau pecahan campuran.


8

2 7 2 5
Contoh: 6- = 5 5
7 7 7 7

(4) Pengurangan dua pecahan campuran

1 2 3 6
Contoh: 5 2 5 2 (KPK 3 dan 5 adalah 15)
3 5 15 15

18 6 12 4
= 4 2 4 =4
15 15 15 5

c. Operasi Perkalian Pecahan

(1) Perkalian pecahan dengan bilangan asli

Untuk mengalikan bilangan pecahan dengan bilangan asli dilakukan dengan

b ab
cara sebagai berikut: a ;c0
c c

1 3 1 3 1
Contoh: 3 1
2 2 2 2

1 1 1 1 3 1
Atau 3 1
2 2 2 2 2 2

(2) Perkalian dua pecahan

Untuk mengalikan dua pecahan biasa berlaku:

a c ac
; b 0, d 0
b d b d

3 2 3 2 6 2
Contoh: 5 3 5 3 15 5

(3) Perkalian pecahan campuran dengan bilangan asli

1 1
Contoh: 2 5 (2 ) 5
4 4
9

1
= (2 5) + ( 5)
4

5 5 1
= 10 + 10 11
4 4 4

(4) Perkalian pecahan biasa dengan pecahan campuran

5 1 5 1
Contoh: 2 (9 )
6 2 6 2

5 5 1
= ( 9) ( )
6 6 2

59 5 1
=
6 6 2

49 5 98 5
=
6 12 12 12

103 7
= 8
12 12

(5) Perkalian pecahan campuran dengan pecahan campuran

Untuk mengalikan pecahan campuran dengan pecahan campuran kita harus

mengubah ke dalam bentuk pecahan biasa.

2 3 7 19
Contoh: 1 2
5 8 5 8

7 19
=
5 8

133 13
= 3
40 40

d. Operasi Pembagian Pecahan

Operasi pembagian adalah invers dari operasi perkalian.

(1) Membagi bilangan asli dengan bilangan pecahan


10

Untuk membagi bilangan asli dengan bilangan pecahan berlaku:

b c
a: a ,b0,c0
c b

5 6 18 3
Contoh: 2 : 3 =3
6 5 5 5

(2) Membagi pecahan biasa dengan pecahan biasa

Untuk membagi pecahan biasa dengan pecahan biasa berlaku

a c a d
: , b 0, c 0, d 0
b d b c

3 2 3 7 21 5
Contoh: : 2
4 7 4 2 8 8

(3) Membagi pecahan campuran dengan pecahan campuran

Untuk membagi pecahan campuran dengan pecahan campuran maka pecahan

campuran harus diubah ke dalam bentuk pecahan biasa.

1 2 5 5
Contoh: 1 :1 :
4 3 4 3

5 3 3
=
4 5 5

2. Sekilas Tentang Matematika sebagai Bahan Ajar

Matematika sebagai bahan ajar yang objeknya berupa fakta, konsep,

operasi, dan prinsip yang kesemuanya adalah bentuk abstrak. Matematika yang

memiliki penalaran deduktif yang berkenaan dengan ide-ide abstrak dan simbol-

simbol yang tersusun secara hirarki serta bersifat deduktif aksiomatik, sehingga

belajar matematika merupakan kegiatan mental tinggi. Oleh karena itu, belajar

matematika memerlukan beberapa kegiatan mental seperti melakukan abstraksi,


11

klasifikasi, dan generalisasi. Mengabstraksi berarti memahami kesamaan dari

berbagai objek yang berbeda, mengklasifikasi berarti memahami pengelompokan

dari berbagai objek berdasarkan pengetahuan yang dikembangkan melalui contoh-

contoh. Menggeneralisasi berarti mengambil kesimpulan berdasarkan contoh-contoh.

Berdasarkan hal di atas, belajar matematika merupakan proses psikologi.

Sebagai proses, yaitu berupa kegiatan aktif memahami dan menguasai matematika.

Kegiatan aktif dimaksudkan adalah pengalaman belajar matematika yang diperoleh

melalui interaksi dengan matematika dalam konteks kegiatan belajar mengajar di

lembaga pendidikan formal.

Gagne (Herman Hudoyo: 1990 : 78) menyatakan bahwa dalam mempelajari

konsep matematika hendaknya berprinsip bahwa seseorang dapat memahami suatu

topik sebelumnya. Berdasarkan teori ini mempelajari materi matematika memerlukan

prasyarat. Prasyarat ini harus benar-benar dimengerti dan dipahami agar dapat

memahami materi selanjutnya. Penguasaan materi prasyarat merupakan kesiapan

peserta didik untuk mengikuti pelajaran materi matematika selanjutnya.

3. Belajar Matematika dan Prosesnya

Belajar adalah merupakan proses perubahan tingkah laku berkat interaksi

dengan lingkungannya. Herman Hudoyo (1990:1) menyatakan bahwa seseorang

dikatakan belajar bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu suatu peroses yang

mengakibatkan perubahan tingkah laku. Dalam hal ini perubahan tingkah laku

tersebut merupakan hasil belajar. Jadi seseorang dikatakan melakukan kegiatan


12

belajar, setelah ia memperoleh hasil yaitu terjadinya perubahan. Misalnya dari tidak

tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti.

Sejalan dengan itu, Slameto (1989:2) mengemukakan bahwa, belajar adalah

proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan

tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu

sendiri dalam lingkungannya.

Selanjutnya Abdullah (1985:2) berpendapat bahwa belajar adalah proses

untuk mencapai perubahan tingkah laku dalam bentuk sikap, pengetahuan dan

keterampilan yang dimilikinya.

Sehubungan dengan kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri seseorang melalui proses tertentu

yang berbentuk sikap, pengetahuan dan keteramplilan yang dimilikinya. Perubahan

yang dimaksud adalah perubahan yang positif yaitu adanya peningkatan yang dicapai

akibat pengalaman yang diperoleh.

Matematika seringkali dilukiskan sebagai suatu kumpulan yang sistematik

yang masing-masing kumpulan bersifat deduktif. Matematika bersifat hirarkis.

Konsep yang mendasar umumnya dipakai secara berkesinambungan, sebagai sarana

untuk mempelajari konsep selanjutnya yang lebih tinggi.

Russeffendi (1988:4) menyatakan bahwa,

"Matematika adalah suatu pelajaran yang tersusun secara beraturan, logis,


berjenjang dari yang paling mudah hingga yang paling rumit, dengan
demikian pengajaran matematika tersusun sedemikian rupa sehingga
pengertian terdahulu mendasari pengertian yang berikutnya".
13

Proses berfikir dan bernalar dalam matematika memerlukan informasi yang

diperoleh dari belajar sebelumnya. Pengalaman belajar masa lalu dapat muncul

kembali dalam proses pemecahan masalah. Ide-ide yang muncul kemudian dapat

tersusun secara analogis yang menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang berupa

penyelesaian masalah dalam belajar matematika.

Seseorang dikatakan belajar matematika, apabila pada diri orang itu terjadi

suatu kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan tingkah laku yang berkaitan

dengan matematika. Misalnya, terjadinya perubahan dari tidak tahu sesuatu konsep

menjadi tahu konsep tersebut dan mampu menggunakan dalam mempelajari materi

lanjut atau dalam kehidupan sehari-hari. Mengingat matematika sekolah, menurut

Mulbar (Alwi, 2001:7) adalah pelajaran matematika yang diberikan pada jenjang

persekolahan, mulai pada jenjang pendidikan dasar sampai kepada jenjang

pendidikan menengah. Dengan demikian, belajar matematika sekolah adalah

merupakan suatu proses yang mengakibatkan seseorang mengalami perubahan

tingkah laku berdasarkan pengalaman atau latihannya mengenai materi matematika

di jenjang persekolahan.

Setiap orang yang ingin belajar matematika dengan baik, harus menguasai

konsep dasar sebagai prasyarat. Untuk menjawab soal-soal matematika ada sejumlah

aturan yang perlu dipelajari terlebih dahulu. Dengan demikian, untuk menjawab soal-

soal matematika seseorang hendaknya mengetahui hal-hal yang telah dipelajari dan

kemudian menggunakannya dalam situasi yang baru atau dalam menjawab soal-soal

yang baru.
14

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa belajar matematika

merupakan proses psikologis, yaitu berupa kegiatan aktif dalam upaya untuk

memahami dan menguasai matematika, berdasarkan pengalaman belajar yang telah

diberikan pada jenjang persekolahan.

4. Hasil Belajar Matematika

Perolehan pengetahuan sebagai hasil belajar matematika dapat dilihat dari

kemampuan menfungsionalkan matematika, baik secara konseptual maupun secara

mendengarkan, meniru, dan sebagainya. Hasil belajar adalah hasil yang dicapai

seseorang dalam waktu tertentu atau dengan perkataan lain hasil perubahan tingkah

laku dalam waktu tertentu.

Sedangkan menurut Alwi (2001:17) yang dimaksud dengan hasil belajar

adalah hasil yang dicapai oleh murid dalam bidang studi tertentu yang diukur dengan

menggunakan tes standar sebagai pengukur keberhasilan belajar seseorang.

Sejalan dengan itu, Sudjana (1989:22) mengemukakan bahwa hasil belajar

merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

belajarnya.

Berdasarkan uraian di atas, hasil belajar matematika adalah hasil yang

dicapai oleh murid pada mata pelajaran matematika yang diperoleh berdasarkan

pengalaman belajarnya yang diukur dengan tes standar sebagai pengukur

keberhasilan belajarnya.

B. Hasil Penelitian Yang Relevan


15

Hasil penelitian Alwi (2001 : 34) menunjukkan bahwa analisis tingkat

penguasaan operasi hitung bilangan pada siswa Kelas I SLTP Negeri 3 Sajoanging

Kabupaten Wajo diperoleh rata-rata skor pada operasi penjumlahan adalah 43,64%

yaitu siswa berada pada kategori cukup. Rata-rata skor pada operasi pengurangan

adalah 37,27% yaitu siswa berada pada kategori cukup. Rata-rata skor pada operasi

perkalian adalah 34,55% yaitu siswa berada pada kategori baik. Dan rata-rata skor

pada operasi pembagian adalah 58,18% yaitu siswa berada pada kategori cukup.

Hasil penelitian Juberia (2000 : 27) menunjukkan bahwa analisis tingkat

penguasaan operasi hitung bilangan pada siswa Kelas V Sekolah Dasar Inpres

Polewali diperoleh rata-rata skor dalam pengoperasian penjumlahan adalah 11, 40;

rata-rata skor dalam pengoperasian perkalian adalah 9,15; rata-rata skor dalam soal

cerita adalah 10,88.

Selanjutnya hasil penelitian Afandi (1995 : 33) menunjukkan bahwa rata-

rata skor penjumlahan pecahan biasa dengan pecahan biasa dengan rata-rata skor =

5,7; penjumlahan pecahan biasa dengan pecahan campuran dengan rata-rata skor =

4,6 dan penjumlahan pecahan campuran dengan pecahan campuran dengan rata-rata

skor = 3,8.

C. Kerangka Berfikir

Salah satu sifat dari matematika adalah hirarkis. Konsep yang mendasar

umumnya digunakan secara berkesinambungan untuk mempelajari konsep yang

lebih tinggi. Oleh karena itu dalam mempelajari konsep matematika, seseorang harus

sudah dapat menguasai dan memahami suatu topik matematika sebelumnya sebagai
16

materi prasyarat. Materi prasyarat tersebut harus benar-benar dimengerti dan

dipahami oleh murid agar dapat memahami materi selanjutnya.

Penguasaan materi prasyarat merupakan tanda kesiapan murid untuk

mengikuti pelajaran materi matematika selanjutnya. Karena itu akan menjadi suatu

hal yang berakibat buruk bila murid tidak menguasai dan memahami konsep dasar

sebagai prasyaratnya. Dengan demikian akan memunculkan kesulitan-kesulitan

belajar selanjutnya, demikian seterusnya yang akan dialami oleh murid (Mulbar,

2000 : 130). Salah satu materi esensi yang harus dikuasai oleh murid sekolah dasar

adalah penguasaan operasi hitung pada bilangan pecahan.

Dengan menunjukkan betapa pentingnya operasi pecahan, murid

diaharapkan mampu melakukan operasi dengan cara yang tepat dengan hasil yang

benar. Sementara itu, disisi lain diketahui bahwa penguasaan operasi pecahan murid

masih sangat rendah (Soedjadi, 1994:43). Untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan

pengajaran pecahan tersebut perlu dilakukan pengujian secara sahih dan dapat

dipercaya dengan menggunakan alat tes. Evaluasi yang dilakukan bertujuan untuk

mengetahui tingkat penguasaan murid dalam operasi bilangan pecahan. Hasil

evaluasi itu akan merupakan ukuran tingkat penguasaan murid dalam operasi

pecahan.

Anda mungkin juga menyukai