Anda di halaman 1dari 41

TUGAS KELOMPOK

GRUP DECISSION SUPPORT SYSTEM DALAM MEMILIH CAMERA TERBAIK

Dosen: Drs. Retantyo Wardoyo, M.Sc., Ph.D

1. Rizki Hesananda 1511600270


2. Gilang Ryan Fernandes 1511600056
3. Redo Abeputra S 1511600304
4. Andi Dwi Pangestu 1511601054
5. R. Ridwan Permana 1511600106

KELAS: Teknologi Sistem Informasi


SI R.815

MAGISTER ILMU KOMPUTER


UNIVERSITAS BUDILUHUR
JAKARTA

2016
BAB I

PENDAHULUAN

Pengambilan keputusan merupakan tindakan manajemen dalam mencapai


sasaran. Teori pengambilan keputusan memiliki unsur-unsur utama berupa pembuat
keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu yang dapat diperbandingkan satu sama
lain; Tujuan-tujuan, nilai-nilai atau sasaran yang mempedomani pembuat
keputusan amat jelas dan dapat ditetapkan tingkatannya sesuai dengan urutan
pentingnya. Berbagai alternatif untuk memecahkan masalah tersebut diteliti secara
seksama. Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh setiap alternatif yang dipilih dengan teliti.
Setiap alternatif dan masing-masing akibat yang menyertainya dapat dibandingkan dengan
alternatif- alternatif lainnya serta pembuat keputusan akan memilih alternative dan akibat-
akibatnya yang dapat memungkinkan tercapainya tujuan, nilai atau sasaran.
Pengambilan keputusan pun tidak hanya terjadi pada sebuah organisasi namun juga
terjadi pada kehidupan sehari-hari. Dalam makalah ini, masalah pengambilan keputusan
yang akan dibahas adalah memilih Camera terbaru di tahun 2016. Tentunya
sekarang begitu banyak merek Camera yang merajai Indonesia bahkan dunia. Mahalnya
harga merek smartphone terbaru membuat para calon pembeli bingung dalam memilih
Camera yang tepat sesuai kebutuhan. Metode pengambilan keputusan yang akan
digunakan metode Bayes. Metode bayes adalah teknik yang digunakan untuk
melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif.
Tentunya dalam pengambilan keputusan diperlukan beberapa kriteria yang krusial.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 AHP

Metode sistem pendukung keputusan sangatlah beragam, salah satunya


adalah metode Analytical Hierarchy Processatau yang biasa disebut dengan AHP.
Suatu model yang memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk
membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat
asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya
adalah suatu bentuk dari AHP. Gagasan yang digunakan untuk menentukan kriteria
dalam memecahkan suatu persoalan dan menggunakan asumsi gagasan tersebut
kemudian dikelompokkan menjadi suatu hirarki dan diberikan bobot dalam gagasan
tersebut sehingga didapatkan pemecahan yang diinginkan. Hal ini dipertegas oleh
(Maarif & Tanjung, 2003), bahwa Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan
suatu model yang luwes yang mampu memberikan kesempatan bagi perorangan atau
kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan
cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang
diinginkan darinya. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke
dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hierarki
sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis.

Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan


efektif atas persoalan dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan
keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata
bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada
pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai
pertimbangan ini untuk menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling
tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode ini juga
menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai
persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang
cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipersentasikan pada
pertimbangan yang telah dibuat.Ada dua jenis hierarki yaitu lengkap dan tidak lengkap.
Hierarki lengkap yaitu semua elemen pada satu tingkat memiliki hubungan dengan
semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya. Jika tidak demikian, hierarki yang
terbentuk adalah hierarki tidak lengkap.
Untuk mendapatkan keputusan yang rasional dengan menggunakan AHP,
perlu melakukan beberapa tahapan. Tahapan tahapan pengambilan keputusan dalam
metode AHP secara lebih rinci adalah sebagai berikut :

1. Mendefenisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. Menentukan


masalah yang akan dipecahkan secara jelas, detail dan mudah dipahami. Dari
masalah yang ada akan dapat menentukan solusi. Solusi dari masalah mungkin
berjumlah lebih dari satu. Solusi tersebut akan dipilah yang mungkin cocok bagi
masalah yang sedang di hadapi.

2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan utama. Setelah menyusun
tujuan utama sebagai level teratas akan disusun level hirarki yang berada di
bawahnya.dilanjutkan dengan kriteria-kriteria yang cocok untuk
dipertimbangkan dan menilai alternatif - alternatif pilihan yang ingin di
rangking. Tiap kriteria mempunyai intensitas yang berbeda-beda. Hirarki
dilanjutkan dengan subkriteria (jika diperlukan).

3. Cara membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan


kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan
kriteria yang setingkat diatasuntukmenilai bobot kriteria yang ada pada hirarki
tersebut. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan dari pembuat keputusan
dengan menilai tingkat-tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan dengan
elemen lainnya. Matriks yang digunakan bersifat sederhana dan berguna untuk
mendapatkan informasi lain yang mungkin dibutuhkan dengan semua
perbandingan yang mampu menganalisis kepekaan prioritas secara keseluruhan
untuk perubahan pertimbangan.

4. Mendefinisikan perbandingan berpasangan dengan menentukan prioritas.


Setelah hirarki dibuat, setiap elemen yang terdapat dalam hirarki harus diketahui
bobot relatifnya satu sama lain. Tujuan adalah untuk mengetahui tingkat
kepentingan pihak-pihak yang berkepentingan dalam permasalahan terhadap
kriteria dan struktur hirarki atau sistem secara keseluruhan. Perolehan jumlah
penilaian seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya
elemen yang dibandingkan. Hasil perbandingan dari masing-masing elemen
akan berupa angka dari 1 sampai 9 yang menunjukkan perbandingan tingkat
kepentingan suatu elemen. Langkah pertama dilakukan dalam menentukan
prioritas kriteria adalah menyusun perbandingan berpasangan, yaitu
membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh kriteria untuk setiap sub
sistem hirarki. Perbandingan tersebut kemudian ditransformasikan dalam bentuk
matriks perbandingan berpasangan untuk analisis numerik. Nilai numerik yang
dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala perbandingan 1
sampai 9 yang telah ditetapkan oleh Saat ini (Marimin & Maghfiroh, 2010),
seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 2.1. SkalaPenilaianPerbandinganBerpasangan

Tingkat Definisi Keterangan


Kepentingan

1 Sama Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama


Pentingnya

3 Agak lebih Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu


penting yang penting yang elemen dibandingkan dengan
satu atas pasangannya.
lainnya

5 cukup penting Pengalaman dan keputusan menunjukkan


kesukaan atas satu aktifitas lebih dari yang lain
7 sangat penting Pengalaman dan keputusan menunjukkan kesukaan
yang kuat atas satu aktifitas lebih dari yang lain

9 Mutlak Lebih Satu elemen mutlak lebih disukai dibandingkan


penting penting dengan pasangannya, pada tingkat
keyakinan tertinggi.

2,4,6,8 Nilai tengah Bila kompromi dibutuhkan


diantara dua
nilai keputusan
yang
berdekatan

Jika elemen i memiliki salah satu angka dari skala


perbandingan 1 sampai 9 yang telah ditetapkan
Respirokal Kebalikan oleh Saaty ketika dibandingkan dengan elemen j,
maka j memiliki kebalikannya ketika
dibandingkan dengan elemen i

Hasil dari pembobotan kriteria diatas adalah sebuah matriks yang besarnya nxn,
dimana n adalah jumlah banyaknya kriteria. Matriks yang dihasilkan adalah sebagai
berikut :

Dimana:

K11 = Nilai dari kriteria 1 dibandingkan dengan kriteria 1

K12 = Nilai dari kriteria 1 dibandingkan dengan kriteria 2

kij = Nilai dari kriteria ke i dibandingkan kriteria ke j

Untuk setiap kriteria ke i dan j, berlaku:

kii = 1, dan kij = kji-1

Matriks adalah sekumpulan elemen berupa angka/simbl tertentu yang tersusun


dalam baris dan kolom berbentuk persegi. Suatu matriks biasanya dinotasikan dengan
huruf kapital ditebalkan (misal matriks A, dituliskan dengan A).
5. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen didalam matriks
yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom. Normalisasi yang dilakukan
adalah membagi elemen matriks dengan jumlah seluruh elemen yang ada. Matriks
yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
6. Menghitung nilai eigen vector dan menguji nilai konsistensinya. Yang dimaksud
adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoeh dengan menggunakan matlab
maupun manual.
6. Mengulangi langkah 3, 4, 5 dan 6 untuk seluruh tingkat hirarki.
7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen
vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintetis pilihan dalam
penentuan prioritas elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.
8. Menguji konsistensi hirarki. Rasio konsistensi dapat dilihat dengan index
konsistensi. Konsistensi yang diharapkan adalah yang mendekati sempurna agar
menghasilkan keputusan yang mendekati valid. Salah satu yang membedakan model
AHP dengan model-model lainnya dalam pengambilan keputusan adalah tidak
adanya konsistensi mutlak. Dengan model AHP dapat menggunakan persepsi
decision maker sebagai inputnya maka ketidakkonsisten mungkin terjadi karena
manusia memiliki keterbatasan dalam menyatakan persepsinya secara konsisten
terutama bila harus membandingkan banyak kriteria. Consistency ratio merupakan
parameter yang digunakan untuk memeriksa perbandingan berpasangan yang telah
dilakukan dengan konsekuen atau tidak. Pengukuran konsistensi dari suatu matriks
didasarkan atas eigen value maksimum , dimana nilai index konsistensi dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :

Dimana :

CI = rasio penyimpangan (deviasi) konsistensi (Consistency Index)

n = Orde Matriks (banyaknya alternatif)

max = Nilai eigen terbesar dari matriks berordo n


Apabila Cl bernilai nol, maka matriks perbandingan berpasangan tersebut
konsisten. Batas ketidakkonsistenan yang telah ditetapkan ditentukan dengan
menggunakan Rasio Konsisten (CR) yaitu perbandingan indeks konsisten dengan nilai
Random Index (RI) yang didapat dari suatu eksperimen oleh Oak Ridge National
Laboratory yang dikembangkan oleh Wharton School. Nilai ini bergantung pada ordo
matriks n. Sehingga didapatkan rumus Rasio Kosistensi yaitu :

CR = Rasio Konsistensi

RI = Indeks Random
Tabel 2.2. Nilai Random Index (RI)

N 1 2 3 4 5 6

RI 0.00 0.00 0.58 0.90 1.12 1.24

Bila matriks pairwise comparison dengan nilai CR lebih kecil dari 0,100 maka
ketidakkonsistenan pendapat dari decision maker masih dapat diterima jika tidak
maka penilaian perlu diulang.

1. Kelebihan dan Kelemahan AHP


Seperti semua metode analisis, AHP juga memiliki kelebihan dan kelemahan
dalam sistem analisisnya. Kelebihan-kelebihan analisis ini adalah :

a. Kesatuan (Unity)
AHP membuat permasalahan yang luas dan tidak terstruktur menjadi suatu
model yang fleksinel dan mudah dipahami.
b. Kompleksitas (Complexity)
AHP dapat memecahkan permasalahan yang kompleks melalui pendekatan
sistem dan pngintegrasian secara deduktif.
c. Saling ketergantungan (Inter Dependence)
AHP dapat digunakan pada elemen-elemen sistem yang salin bebas dan tidak
memerlukan hubungan linier.
d. Struktur Hirarki (HierarchyStructuring)

AHP mewakili pemikiran alamiah yang cnderung mengelompokkan elemen


sistem ke level-level yang berbeda dari masing-masing level berisi elemen yang
serupa.
e. Pengukuran (Measurement)

AHP menediakan skala pengukuran dan metode untuk mendapatkan prioritas.

f. Konsistensi (Consistency)

AHP mempertimbangkan konsistensi logis dalam penilaian yang digunakan untuk


menentuka prioritas.

g. Sintesis (Synthesis)

AHP mengarah pada perkiraan keseluruhan mengenai seberapa diinginkannya


masing-masing alternatif.

h. Trade Off

AHP mempertimbangkan prioritas relatif faktor-faktor pada sistem sehingga


orang mampu memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan mereka.

i. Penilain dan Konsensus (Judgement and Consensus)

AHP tidak mengharuskan adanya suatu konsensus, tapi menggabungkan hasil


penilaian yang berbeda.
j. Pengulangan Proses (Process Repetition)

AHP mampu membuat orang menyaring definisi dari suatu prmasalahan dan
mengembangkakn penilaian serta pengertian mereka melalui proses penulangan.
Sedangkan kelemahan metode AHP adalah sebagai berikut :
[1] Ketergantungan model AHP pada input utamanya. Input utama ini berupa persepsi
seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan subyektifitas sang ahli. Selain itu
juga model menjadi tidak berarti jika ahli tersebut memberikan penilaian yang keliru.

[2] Metode AHP ini hanya metode matematis tanpa pengujian secara statistik sehingga
tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk.
B. Metode Interpolasi

Interpolasi adalah proses pencarian dan perhitungan nilai suatu fungsi yang
grafiknya melewati sekumpulan titik yang diberikan. Titik-titik tersebut mungkin
merupakan hasil eksperimen dalam sebuah percobaan atau diperoleh dari sebuah
fungsi yang diketahui. Fungsi interpolasi biasanya dipilih dari sekelompok fungsi
tertentu, salah satunya adalah fungsi polinomial yang paling banyak dipakai (Sahid,
2004).

Interpolasi digunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam bidang


teori hampiran yang lebih umum, untuk memberikan beberapa wawasan. Pendekatan
terhadap suatu nilai fungsi dibutuhkan pada beberapa kasus dimana nilai tersebut
akan sulit didapatkan dari suatu pendekatan analisis. Pendekatan numeris untuk hal
tersebut adalah dengan interpolasi. Suatu metode atau fungsi matematika yang
mengestimasikan atau memprediksi nilai pada beberapa data yang tidak tersedia
sesuai dengan sampel data yang diambil maka dilakukan interpolasi untuk
menentukan besar prediksi nilai tersebut. Dengan kata lain interpolasi adalah cara
mendapatkan data yang tidak tersedia dari beberapa data yang telah diketahui.

Interpolasi digunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam bidang


teori hampiran yang lebih umum serta memberikan beberapa wawasan. Pendugaan
atribut data atau estimasi dapat dilakukan berdasarkan lokasi-lokasi di sekitarnya dan
nilai pada titik-titik yang berdekatan akan lebih mirip dari pada nilai pada titik-titik
yang terpisah lebih jauh (Christanto,2005). Proses estimasi nilai pada wilayah yang
tidak disampel atau diukur, sehingga terbuatlah peta atau sebaran nilai pada seluruh
wilayah. Didalam melakukan interpolasi, sudah pasti dihasilkan sebuah bias danerror.
Error yang dihasilkan sebelum melakukan interpolasi bisa dikarenakan kesalahan
menentukan metode sampling data, kesalahan dalam pengukuran dan kesalahan
dalam analisa di laboratorium (Pramono,2008).
C. Simple Additive Weighting (SAW)

SAW sering juga disebut dengan istilah metode penjumlahan terbobot.


Konsep dasar metode SAW adalah mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja
pada setiap alternatif pada semua atribut (Fishburn, 1967).

Metode SAW membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan (X) ke


suatu skala yang dapat diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada.
Metode ini merupakan metode yang paling terkenal dan paling banyak digunakan
dalam menghadapi situasi Multiple Attribute Decision Making (MADM). MADM itu
sendiri merupakan suatu metode yang digunakan untuk mencari alternatif optimal
dari sejumlah alternatif dengan kriteria tertentu.

Metode SAW ini mengharuskan pembuat keputusan menentukan bobot bagi


setiap atribut. Skor total untuk alternatif diperoleh dengan menjumlahkan seluruh
hasil perkalian antara rating (yang dapat dibandingkan lintas atribut) dan bobot tiap
atribut.

Rating tiap atribut haruslah bebas dimensi dalam arti telah melewati proses
normalisasi matriks sebelumnya.
Langkah Penyelesaian Simple Additive Weighting (SAW)

a) Menentukan kriteria-kriteria yang akan dijadikan acuan dalam pengambilan


keputusan, yaitu Ci.
b) Menentukan rating kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria.
c) Membuat matriks keputusan berdasarkan kriteria (Ci), kemudian melakukan
normalisasi matriks berdasarkan persamaan yang disesuaikan dengan jenis atribut
(atribut keuntungan ataupun atribut biaya) sehingga diperoleh matriks
ternormalisasi R.
d) Hasil akhir diperoleh dari proses perankingan yaitu penjumlahan dari perkalian
matriks ternormalisasi R dengan vektor bobot sehingga diperoleh nilai terbesar
yang dipilih sebagai alternatif terbaik (Ai)sebagai solusi.
Formula untuk melakukan normalisasi tersebut adalah:

Dimana :

rij = rating kinerja ternormalisasi

Maxij = nilai maksimum dari setiap baris dan

kolom Minij = nilai minimum dari setiap baris dan

kolom Xij = baris dan kolom dari matriks

Dengan rij adalah rating kinerja ternormalisasi dari alternatif Ai pada atribut Cj; i
=1,2,m dan j = 1,2,,n.

Nilai preferensi untuk setiap alternatif (Vi) diberikan sebagai :

Dimana :

Vi = Nilai akhir dari alternatif

wj = Bobot yang telah

ditentukan rij = Normalisasi


matriks

Nilai Viyang lebih besar mengindikasikan bahwa alternatifAi lebih terpilih

D. Technique For Others Reference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS)

TOPSIS adalah salah satu metode pengambilan keputusan multikriteria yang


pertama kali diperkenalkan oleh (Hwang & Yoon, 1981). TOPSIS menggunakan
prinsip bahwa alternatif yang terpilih harus mempunyai jarak terdekat dari solusi
ideal positif dan terjauh dari solusi ideal negatif dari sudut pandang geometris dengan
menggunakan jarak Euclidean untuk menentukan kedekatan relatif dari suatu
alternatif dengan solusi optimal.
Solusi ideal positif didefinisikan sebagai jumlah dari seluruh nilai terbaik yang
dapat dicapai untuk setiap atribut, sedangkan solusi negatif-ideal terdiri dari seluruh
nilai terburuk yang dicapai untuk setiap atribut.
TOPSIS mempertimbangkan keduanya, jarak terhadap solusi ideal positif dan
jarak terhadap solusi ideal negatif dengan mengambil kedekatan relatif terhadap
solusi ideal positif. Berdasarkan perbandingan terhadap jarak relatifnya, susunan
prioritas alternatif bisa dicapai.
Metode ini banyak digunakan untuk menyelesaikan pengambilan keputusan
secara praktis. Hal ini disebabkan konsepnya sederhana dan mudah dipahami,
komputasinya efisien,dan memiliki kemampuan mengukur kinerja relatif dari
alternatif-alternatif keputusan.

Prosedur TOPSIS

a) Menghitung separation measure

b) Menentukan jarak antara nilai setiap alternatif dengan matriks solusi ideal
positif dan negatif

c) Menentukan nilai preferensi untuk setiap alternatif


d) Decision matrix D mengacu terhadap m alternatif yang akan dievaluasi
berdasarkan n kriteria yang didefinisikan sebagai berikut:

Langkah-langkah metode TOPSIS

a) Membangun normalized decision matrix Elemen rij hasil dari normalisasi

decision matrix R dengan metode Euclidean length of a vector adalah:


b) Membangun weighted normalized decision matrix Dengan bobot W= (w1,
w2,..,wn), maka normalisasi bobot matriks V adalah:

c) Menentukan solusi ideal dan solusi ideal negatif.Solusi ideal dinotasikan


A*, sedangkan solusi ideal negatif dinotasikan A- :

d) Menghitung separasi Si* adalah jarak (dalam pandangan Euclidean) alternatif dari
solusi ideal didefinisikan sebagai:

Dan jarak terhadap solusi negatif-ideal didefinisikan sebagai:

e) Menghitung kedekatan relatif terhadap solusi ideal


f) Merangking Alternatif
Alternatif dapat dirangking berdasarkan urutan Ci*. Maka dari itu,
alternatif terbaik adalah salah satu yang berjarak terpendek terhadap solusi ideal
dan berjarak terjauh dengan solusi negatif-ideal.

E. Profile Matching

Profile Matching merupakan suatu metode penelitian yang dapat digunakan


pada sistem pendukung keputusan, proses penilaian kompetensi dilakukan dengan
membandingkan antara satu profil nilai dengan beberapa profil nilai kompetensi
lainnya, sehingga dapat diketahui hasil dari selisih kebutuhan kompetensi yang
dibutuhkan, selisih dari kompetensi tersebut disebut gap, dimana gap yang semakin
kecil memiliki nilai yang semakin tinggi.
Menurut (Kusrini, 2007) metode profile matching atau pencocokan profil
adalah metode yang sering digunakan sebagai mekanisme dalam pengambilan
keputusan dengan mengasumsikan bahwa terdapat tingkat variabel prediktor yang
ideal yang harus dipenuhi oleh subyek yang diteliti, bukannya tingkat minimal yang
harus dipenuhi atau dilewati. Dalam proses profile matching secara garis besar
merupakan proses membandingkan antara nilai data aktual dari suatu profil yang akan
dinilai dengan nilai profil yang diharapkan, sehingga dapat diketahui perbedaan
kompetensinya (disebut juga gap), semakin kecil gap yang dihasilkan maka bobot
nilainya semakin besar.
Berikut adalah beberapa tahapan dan perumusan perhitungan dengan metode
profile matching:

a) Pembobotan

Pada tahap ini, akan ditentukan bobot nilai masing-masing aspek dengan
menggunakan bobot nilai yang telah ditentukan bagi masing-masing aspek itu sendiri.
Adapun inputan dari proses pembobotan ini adalah selisih dari profil nasabah dan
profil pencapaian. Dalam penentuan peringkat pada aspek kapasitas intelektual, sikap
kerja dan perilaku untuk jabatan yang sama pada setiap gap, diberikan bobot nilai
sesuai dengan tabel berikut:

Tabel 2.3. Keterangan Bobot Nilai Gap

No Selisih Gap Bobot Nilai Keterangan

1 0 5 Kompetensi sesuai dengan yang dibutuhkan

2 1 4,5 Kompetensi individu kelebihan 1 tingkat/level

3 -1 4 Kompetensi individu kurang 1 tingkat/level

4 2 3,5 Kompetensi individu kelebihan 2 tingkat/level

5 -2 3 Kompetensi individu kurang 2 tingkat/level

6 3 2,5 Kompetensi individu kelebihan 3 tingkat/level


7 -3 2 Kompetensi individu kurang 3 tingkat/level

8 4 1,5 Kompetensi individu kelebihan 4 tingkat/level

9 -4 1 Kompetensi individu kurang 4 tingkat/level

(Sumber: Kusrini, 2007)

b) Pengelompokan Core dan Secondary Factor

Setelah menentukan bobot nilai gap kriteria yang dibutuhkan, kemudian


tiapkriteria dikelompokkan lagi menjadi dua kelompok yaitu core factor dan
secondary factor.

Core Factor (Faktor Utama)
Merupakan aspek (kompetensi) yang menonjol. Core factor dibutuhkan oleh
suatu jabatan yang diperkirakan dapat menghasilkan kinerja optimal. Untuk

menghitung core factor digunakan rumus (Kusrini, 2007):

Keterangan:

NCF = Nilai Rata-rata core factor

NC = Jumlah total nilai core factor

IC = Jumlah item core factor



Secondary Factor (Faktor Pendukung)
Secondary factor adalah item-item selain aspek yang ada pada core factor.
Untuk menghitung secondary factor digunakan rumus (Kusrini, 2007):

Keterangan:

NSF = Nilai Rata-rata secondary factor

NC = Jumlah total nilai secondary factor

IC = Jumlah item secondary factor

Rumus diatas adalah rumus untuk menghitung core factor dan secondary factor dari
aspek kapasitas intelektual. Rumus diatas juga digunakan untuk menghitung core
factor dan secondary factor dari aspek sikap kerja dan perilaku.

Perhitungan Nilai Total
Dari perhitungan core factor dan secondary factor dari tiap-tiap aspek, kemudian
dihitung nilai total dari tiap-tiap aspek yang diperkirakan berpengaruh pada kinerja
tiap-tiap profil. Untuk menghitung nilai total dari masing-masing aspek, digunakan

rumus (Kusrini, 2007):

N = (X) % NCF + (X) % NSF

Keterangan:

N = Nilai total tiap aspek

NCF = Nilai rata-rata Core Factor

NSF = Nilai rata-rata secondary factor

(X)% = Nilai presentase yang diinputkan


Perankingan
Hasil akhir dari proses profile matching adalah ranking dari kandidat yang diajukan
untuk mengisi suatu jabatan/posisi tertentu. Penentuan mengacu ranking pada hasil

perhitungan yang ditunjukan oleh rumus(Kusrini, 2007):

Ranking = 70% NCF + 30% NSF

Keterangan:
NSF = Nilai Secondary Factor

NCF = Nilai Core Factor

F. Group Decision Support System (GDSS)

Sistem pendukung pengambilan keputusan kelompok adalah sistem berbasis


komputer yang membantu sekelompok orang melakukan tugas (atau mencapai
tujuan) yang sama dan memberikan antarmuka untuk digunakan bersama. istilah lain
juga digunakan untuk menggambarkan aplikasi tekhnologi informasi kedalam situasi
kelompok. Istilah lain antara lain sistem pendukung kelompok , kejasama berbantuan
komputer, dukungan kerja kolaboratif terkomputerisasi, dan sistem penemuan
elektronik. Peranti lunak yang digunakan dalam situasi ini diberi nama groupware.
Sifat yang penting dari suatu GDSS dapat disebutkan seperti berikut ini:

a) GDSS adalah sistem yang dirancang secara khusus, bukan menyerupai


konfigurasi dari komponen sistem yang sudah ada.
b) GDSS dirancang dengan tujuan untuk mendukung kelompok pembuat
keputusan dalammelakukan pekerjaan mereka.
c) GDSS mudah dipelajari dan mudah digunakan.
d) GDSS bisa bersifat spesifik (dirancang untuk satu jenis atau kelompok
masalah) atau bisabersifat umum (dirancang untuk berbagai keputusan
organisasional tingkat kelompok).
e) GDSS berisi mekanisme built-in.
Definisi GDSS begitu luas dan oleh karenanya, bisa berlaku atau diterapkan
ke berbagai Situasi keputusan kelompok, yang meliputi panel review, task
force meeting eksekutif / dewan, Pekerja jarak jauh, dan sebagainya.
Aktifitas dasar yang terjadi di kelompok manapun dan yang memerlukan
dukungan berdasarkan komputer adalah:

Pemanggilan informasi, melibatkan pemilihan nilai data dari database yang


ada maupunPemanggilan informasi sederhana.
Pembagian informasi, maksudnya menampilkan data pada layar penampil
agar bisa dilihat oleh semua kelompok.

Penggunaan informasi, mencakup aplikasi teknologi software, procedure, dan


teknik pemecahan masalah kelompok untuk data.

Komponen dasar dari segala GDSS meliputi hardware, software, orang-orang


dan prosedur. Selanjutnya kita akan membahas secara lebih rinci komponen tersebut.

HARDWARE

Tanpa memandang situasi keputusan spesifik, kelompok sebagai keseluruhan


atau setiap Anggota harus dapat mengakses prosesor komputer dan menampilkan
informasi. Keperluan (persyaratan) hardware minimal untuk system tersebut
mencakup: peralatan input/output, prosesor, Jalur komunikasi antara peralatan I/O dan
prosesor, dan layer penampil untuk umum atau monitor Perorangan guna
menampilkan informasi kepada kelompok.

SOFTWARE

Komponen software dari GDSS meliputi database, base model, program


aplikasi khusus yang akan digunakan oleh kelompok, dan interface pemakai fleksibel
yang mudah digunakan. Beberapa system GDSS sangat spesifik tidak memerlukan
database. Seperti system yang hanya mengumpulkan, mengorganisir. Komponen
GDSS yang paling khusus adalah softwere aplikasi yang dikembangkang secara
khusu yang mendukung kelompok dalam proses keputusan.

Gambar 1. Tipologi GDSS


G. Copeland Score

Copeland score merupakan salah satu metode voting yang tekniknya


berdasarkan pengurangan frekuensi kemenangan dengan frekuensi kekalahan dari
perbandingan berpasangan (Sari, Utami, & Lutfi, 2014).
Prosedur untuk agregasi preferensi dari kelompok pembuat keputusan
melibatkan (Decision Makers) mereduksi kumpulan dari preferensi kolektif menjadi
struktur tunggal.
Mempertimbangkan kumpulan dari DM, dimana tiap dari mereka mempunyai
kumpulan dari nilai yang diterima sebagai parameter (Tk, k=1,2,...,K), menampilkan
perbedaan jalan dari agregasi preferensi pada kumpulan dari pembuat keputusan
sebagai input dari data ke model dan sebagai output hasil dari model.
Gambar 2. Agregasi preferensi pada level input

Gambar 3. Agregasi preferensi pada leve output

Pada level input, opertor F(.) membawa penilaian individu (Tk), dengan sebuah
kumpulan dari T yang merupakan nilai yang diterima oleh kumpulan pembuat hasil
keputusan, ketika operator e(.) menghasilkan kumpulan hasil dari metode yang
kompatibel dengan tiap DM Tk, ketika operator h(.) bersama membawa hasil dari
kumpulan individu Rk, dengan hasil kumpulan R.
Ketika pada level input diminta ketika kumpulan dari DM setuju dengan
alternatif, kriteria, skor, bobot,threshold dan semua parameter sebelum model dikenalkan
ranking, level output diminta hanya ketika kumpulan konsensus dibutuhkan untuk
mendefinisikan kumpulan dari aksi potensial (Dias & Climaco, 2005)
BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN

A. Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang
dibutuhkan didapat melalui wawancara langsung dengan responden ahli melalui kuesioner yang
berkaitan dengan isi laporan. Data sekunder didapat melalui studi pustaka, yaitu dengan cara
melakukan studi literatur dan tulisan ilmiah yang berkaitan dengan topik dan tema laporan.

B. Teknik Pengambilan Contoh

Teknik pengambilan responden dilakukan dengan menggunakan metode purposive


Sampling yaitu dengan memilih secara sengaja responden yang terkait dengan topik laporan.
Teknik yang diambil adalah wawancara dari 3 pengambil keputusan(Decission Makers) yang
memiliki andil dalam pembangunan infrastruktur core banking, yaitu Manager IT, Kepala
Infrastruktur department dan Kepala Application Support.

C. Sistematika Pendukung Keputusan


Berikut ini adalah sistematika pendukung keputusan yang dipakai dalam menentukan
grup decision support system, dalam sistem pendukung keputusan ini dipilih banyak metode
yang berbeda dari setiap pengambil keputusan (Decission Makers) :
Dari Sistematika diatas, dapat dilihat bahwa untuk menentukan sistem pendukung
keputusan pada pembangunan core banking system, tiap pengambil keputusan menggunakan
metode yang berbeda, dari sini Kepala Divisi Infrstruktur selaku pengambil keputsan 1
(Decission Makers 1) menggunakan metode TOPSIS dan AHP, Manager IT selaku pengambil
keputusan 2 (Decission Makers 2), menggunakan AHP, Interpolasi dan SAW. Kepala Divisi App
Support selaku pengambil keputusan 3 (Decission Makers 3), menggunakan Profile Matching
(PM), Interpolasi , SAW, dan AHP sebagai metodenya. Dari semua DM dikumpulkan kemudian
dilakukan Group Decission Support System menggunakan Cope Land untuk mendapatkan Hasil
Akhir
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Variabel Penilaian & Alternatif Solusi

Variabel Penilaian yang dipakai dalam penilaian ini adalah sebagai berikut :
1. Parameter Harga
Parameter Harga bersifat numerik atau bisa dihitung, sehingga untuk parameter harga
ini biasa digunakan penilaian langsung atau menggunakan Interpolasi dengan kriteria
harga yang paling murah.
2. Parameter Spesifikasi
[a] Hardware
Hardware adalah salah satu parameter spesifikasi yang digunakan , dimana
hardware terdiri dari Pixel, Sensor dan Lensa, untuk parameter spesifikasi hardware
menggunakan kriteria kapasitas paling besar

[b] Software
Software adalah salah satu parameter spesifikasi yang digunakan, dimana Software
terdiri dari Quality Level dan Format. Untuk parameter spesifikasi software ini
menggunakan kriteria yang disukai, penilaianya subjektif.
3. Parameter Vendor
Parameter Vendor memiliki skala nominal atau tidak bisa dihitung, penilaianya
subjektif tergantung dari kesukaan tiap decision makers
4. Parameter Support
Parameter Support memiliki skala numerik atau bisa dihitung, sehingga untuk parameter
support ini bisa menggunakan interpolasi, atau pembobotan langsung
5. Parameter Vendor
Parameter Vendor memiliki skala nominal atau tidak bisa dihitung, penilaianya
subjektif tergantung dari kesukaan tiap decision makers Dari semua parameter tersebut
ada 4 alternatif solusi yang akan diambil yaitu Paket 1, Paket 2, Paket 3 dan Paket 4,
yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
4.2. Decission Makers 1 ( Kepala Divisi Infrasturktur )

Pada Decission Makers 1 ini parameter yang digunakan ialah, harga, spesifikasi, vendor
dan support, Kepala divisi infrastuktur menggunakan AHP dan topsis dalam penyelesaian
sistem pendukung keputusanya, dengan tahapan penyelesaian sebagai berikut :

4.2.1. Penentuan Bobot Multi kriteria

23
Pada tabel berikut penilaian bobot relatif didapat dari Decission Makers sendiri, dimana
di setiap bobot relatif maksimal 1, dan dilakukan kalkulasi pada setiap sub bobotnya,
sehingga mendapatkan bobot mutlak yang nilai jumlah dari bobot mutlak juga bernilai 1.
Dimana pada tahapan pertama ini diketahui ada 2 parameter yang berskala numerik dan
nominal. Agar bisa dilakukan penghitungan topsis, maka data yang berskala nominal
harus dilakukan perhitungan AHP.

4.2.2. Penilaian Matriks Yang Bersifat Subjektif

Penilaian matriks yang bersifat subjektif dalam penilaian decision maker pertama
ada 3 yaitu, parameter spesifikasi software Quality level, spesifikasi software
Format dan vendor. Dimana ketiga matriks tersebut dilakukan penilaian
menggunakan AHP

4.2.2.1. Penilaian Matriks OS Menggunakan AHP

Dari hasil ini diketahui prioritas yang akan digunakan sebagai nilai numerik untuk perhitungan
TOPSIS
4.2.2.2.Penilaian Matriks PA Menggunakan AHP

Dari hasil ini diketahui prioritas yang akan digunakan sebagai nilai numerik untuk perhitungan
TOPSIS

4.2.2.3.Penilaian Matriks Vendor Menggunakan AHP

Dari hasil ini diketahui prioritas yang akan digunakan sebagai nilai numerik untuk perhitungan
TOPSIS
4.2.3. Matriks Topsis setelah nilai berskala numerik

Setelah diketahui semua nilai numerik , nilai numerik tersebut dimasukan


kedalam matriks topsis dan kemudian dimasukan perhitungan yang akan
digunakan untuk normalisasi

4.2.4. Normalisasi

Semua cell yang ada dalam paket dibagi pada field pembagi, sehingga nilai
tersebut telah di normalisasi, sehingga mendapatkan nilai yang seimbang seperti
tabel berikut :

TOPSIS yang
4.2.5. Normalisasi Berbobot

Setelah dilakukan normalisasi, tahapan berikutnya ialah melakukan perkalian


bobot pada setiap cell , dan mencari nilai ideal positif dan ideal negative, ideal
positif dan negative tergantung pada kriteria yang diberikan, berikut ini adalah
tabel topsis yang sudah di normalisasi berbobot


4.2.6. Perhitungan S* ( Jarak ke Ideal Positif)

Tahap berikutnya ialah perhitungan jarak ke ideal positif, dimana setiap cell di
tiap parameter dikurangi dengan field ideal positif dan kemudian dipangkatkan,
sehingga menjadi tabel berikut :

Dari tabel berikut diketahui bahwa menurut jarak ke ideal positif, Paket 4 terdapat di
urutan pertama, diikuti dengan Paket 3, kemudian Paket 2 dan terakhir paket 1.

4.2.7. Perhitungan S- ( Jarak ke Ideal Negatif)

Tahap berikutnya ialah perhitungan jarak ke ideal negatif dimana setiap cell di
tiap parameter dikurangi dengan field ideal negatif dan kemudian dipangkatkan,
sehingga menjadi tabel berikut :
Dari perhitungan jarak ke ideal negative, paket 1 berada di urutan pertama, diikuti
dengan paket 2, kemudian paket 4 dan terakhir adalah paket 3

4.2.8. Penentuan Hasil Akhir Berdasarkan Topsis

Setelah didapatkan nilai jarak ke ideal negative dan ideal positif, tahap kemudian
ialah membagi jarak ideal negative dengan jarak ideal positif dikurangi jarak
ideal negative + jarak ideal positif, seperti tabel berikut

Kesimpulan Akhir Berdasarkan Topsis

4.2.9. Kesimpulan

Menurut kesimpulan dari Decission Makers 1 selaku Kepala Divisi Infrastruktur urutan
terbaik menggunakan Topsis dan AHP ialah :

[1] Paket 1 dengan nilai 0.773411

[2] Paket 2 dengan nilai 0.416945771

[3] Paket 4 dengan nilai 0.294317341

[4] Paket 3 dengan nilai 0.244910102


4.3. Decission Makers 2 ( Manager IT )

Pada Decission Makers 2, parameter yang digunakan ialah, harga, merk, vendor dan
support.Manager Camera menggunakan AHP, Interpolasi dan SAW dalam penyelesaian
sistem pendukung keputusannya, dengan tahapan penyelesaian sebagai berikut :

4.3.1. Penentuan Variabel dan pembentukan matriks penilaian

Tabel berikut adalah variabel yang digunakan dan nilai masing-masing matriks
sesuai dengan parameter dari alternatif solusi sebelumnya.

4.3.2. Perhitungan Bobot penilaian menggunakan AHP

Perhitungan bobot penilaian parameter dilakukan menggunakan metode AHP.


Didapatkan bobot sebagai berikut :

Dari hasil di atas diketahui bahwa nilai CR adalah 0,023923< 0,1 maka bernilai konsisten.

4.3.3. Perhitungan Interpolasi pada Harga

Bentuk penilaian pada matriks harga adalah nominal atau angka, maka dilakukan
interpolasi. Nilai interpolasi didapatkan dari
4.3.4. Perhitngan AHP pada merk

Perhitungan pada merk dilakukan menggunakan metode AHP. Didapatkan bobot


sebagai berikut :

Dari hasil di atas diketahui bahwa nilai CR adalah 0,097229 < 0,1 maka bernilai
konsisten.

4.3.5. Perhitungan AHP pada vendor

Perhitungan pada vendor dilakukan menggunakan metode AHP. Didapatkan


bobot sebagai berikut :

Dari hasil di atas diketahui bahwa nilai CR adalah 0,088954 < 0,1 maka bernilai konsisten.
4.3.6. Perhitungan operasi pada support

Bentuk penilaian pada matriks support adalah nominal atau angka, maka
dilakukan interpolasi dan didapatkan hasil seperti berikut

4.3.7. Perhitungan SAW

Setelah didapatkan hasil interpolasi dari matriks yang berbentuk angka yakni
harga dan support serta didapatkan juga hasil perhitungan menggunakan AHP
pada pembobotan parameter, pembobotan merk, dan pembobotan vendor dengan
demikian dilanjutkan dengan perhitungan menggunakan SAW seperti berikut ini

4
.
3
.
8
.

Kesimpulan

Menurut kesimpulan dari Decission Makers 2 selaku Manager Camera urutan


terbaik menggunakan AHP, Interpolasi dan SAW ialah :

[1] Paket 4 dengan nilai 2.030607267

[2] Paket 3 dengan nilai 0.787663398

[3] Paket 2 dengan nilai 0.076548

[4] Paket 1 dengan nilai -2.207938


4.4. Decission Makers 3 (Kepala Divisi Application Support)

Pada Decission Makers 3, parameter yang digunakan ialah, harga, merk, aplikasi dan
support. Kepala Divisi Application Support menggunakan Profile Matching, Interpolasi,
SAW dan AHP dalam penyelesaian sistem pendukung keputusannya, dengan tahapan
penyelesaian sebagai berikut :

4.4.1. Penentuan Variabel dan pembentukan matriks penilaian

Berikut adalah tabel dari variabel yang digunakan dan nilai masing-masing
matriks sesuai dengan parameter dari alternative solusi sebelumnya.

4.4.2. Perhitungan GAP dan Interpolasi pada Harga

Dalam perhitungan profile matching digunakan GAP yakni mencari selisis data
dalam target.Cara mencari nilai GAP = value attribute - value target. Dalam hal
ini nilai target/ ideal pada harga adalah 275.

4.4.3. Pembobotan GAP pada Merk

Perhitungan GAP juga dilakukan dalam pembobotan nilai GAP pada merk. Dalam
hal ini pemberian score tertinggi untuk nilai GAP = 0 dan score terendah = 1
diberikan pada nilai GAP terbesar. Nilai GAP terendah = 0 terletak pada merk
100D dan diberikan score 4, sedangkan nilai GAP tertinggi = 3 terletak pada merk
E-M10 II dan memiliki score 1.
4.4.4. Pembobotan GAP pada Aplikasi

Perhitungan GAP juga dilakukan dalam pembobotan nilai GAP pada aplikasi.
Dalam hal ini pemberian score tertinggi untuk nilai GAP = 0 dan score terendah =
1 diberikan pada nilai GAP terbesar. Nilai GAP terendah = 0 terletak pada
aplikasi postgree dan diberikan score 4, sedangkan nilai GAP tertinggi = 3 terletak
pada aplikasi oracle dan memiliki score 1.

4.4.5. Perhitungan GAP dan Interpolasi pada Support

Perhitungan GAP dilakukan juga pada support.Dalam hal ini nilai target/ ideal
pada support adalah 3. Maka didapati nilai GAP dan interpolasi sebagai berikut:
4.4.6. Perhitungan Bobot Menggunakan AHP

Perhitungan bobot dilakukan menggunakan metode AHP.

Dari hasil di atas diketahui bahwa nilai CR adalah 0,023923< 0,1 maka bernilai
konsisten.
4.4.7. Perhitungan SAW

Setelah didapatkan pembobotan GAP dan interpolasi pada harga dan support serta
pembobotan GAP pada merk dan vendor maka perhitungan dilanjutkan
menggunakan metode AHP. Setelah hasil perhitungan AHP diketahui yaitu
bernilai konsisten maka dapat dilanjutkan dengan metode SAW. Perhitungan
menggunakan metode SAW seperti berikut ini
4.4.8. Kesimpulan

Menurut kesimpulan dari Decission Makers 3 selaku Kepala Divisi


Application Support urutan terbaik menggunakan profile matching, interpolasi,
AHP dan SAW ialah :

[1] Paket 1 dengan nilai 4.316659

[2] Paket 2 dengan nilai 3.11315

[3] Paket 3 dengan nilai 2.694132

[4] Paket 4 dengan nilai 0.648653

4.5. Group Decission Suport System

4.5.1. Penentuan Bobot dalam GDSS

Setelah dilakukan perhitungan oleh 3 decision maker dengan berbagai metode


perhitungan untuk sistem pendukung keputusan penentuan pengadaan
infrastruktur TI, akan dilakukan penentuan bobot dalam GDSS. Berikut ini adalah
tabel penentuan bobot dalam GDSS untuk membuat keputusan bersama dari 3
decision maker tersebut, dimana DM1 berbobot 0.2 ; DM2 berbobot 0.5 ; dan
DM3 berbobot 0.3.
4.5.2. Perbandingan Paket Setiap Decission Makers Menggunakan Cope Land

Setelah dilakukan perhitungan oleh 3 decision maker dan pembobotan dalam


GDSS, maka selanjutnya dilakukan perbandingan berpasangan untuk alternative
yang ada seperti tabel berikut.

4.5.3. Penentuan Akhir dari Output dan Pengurutan

Jadi, dari perbandingan berpasangan untuk alternatif yang telah dilakukan,


didapatkan hasil untuk paket infrastruktur TI dengan nilai tertinggi 3 menempati
urutan ke-1 yaitu paket 4, nilai 2 diurutan ke-2 adalah paket 1, nilai 1 diurutan ke-
3 adalah paket 2, dan nilai 0 diurutan ke-4 adalah paket 3 seperti pada tabel
berikut :
BAB V

KESIMPULAN

Dari GDSS Menggunakan Copeland dapat diketahui bahwa Urutan Alternatif dengan 3
Decission Makers adalah sebagai berikut :

1. Paket 4 Berada di urutan pertama dengan nilai mutlak 3


2. Paket 1 Berada di urutan kedua dengan nilai mutlak 2
3. Paket 2 berada di urutan ketiga dengan nilai mutlak 1
4. Paket 3 berada di urutan keempat dengan nilai mutlak 0

Jadi bisa diambil kesimpulan,hasil Grup Decission Support System dalam memilih kamera
terbaik adalah Paket 4 yaitu camera Olympus tipe E-M10 II dengan harga 150 juta, resolusi pixel
200px, sensor sebesar 14 MP, dengan ukuran lensa 18 mm.
Daftar Pustaka

Dias, L. C., & Climaco, J. N. (2005). Dealing with imprecise information in group
multicriteria decisions: a methodology and a GDSS architecture, 160, 291307.
Hwang, C., & Yoon, K. (1981). Multiple Attribute Decision Making: Methods
and Applications, (Springer-Verlag, New York.).
Kusrini. (2007). Konsep dan Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan. Andi
Offset, Yogyakarta.
Marimin, & Maghfiroh, N. (2010). Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan Dalam
Manajemen Rantai Pasok. Kampus IPB Taman Kencana Bogor: PT. Penerbit
IPB Press.
Sari, D. R., Utami, E., & Lutfi, E. T. (2014). Sistem Pendukung Keputusan
Kelompok Untuk Menentukan Dosen Berprestasi Menggunakan Simple
Additive Weighting (SAW) dan Copeland Score (Studi Kasus: Universitas
Muhammadiyah Purwokerto), 15(1), 513.

Anda mungkin juga menyukai