Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Demam dengue merupakan suatu penyakit infeksi yang sering terjadi
pada daerah tropis yang disebabkan oleh virus dengue. Virus tersebut memerlukan
suatu vektor dalam transmisinya yaitu nyamuk Aedes aegypti. Dalam
perjalanannya, penyakit ini dapat mengancam jiwa apabila diikuti dengan
kebocoran plasma, perdarahan hebat, dan tanda-tanda syok pada pasien1
Kasus Demam Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis.
Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue dari genus Flavivirus dan famili
Flaviviridae. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan
pertama dalam jumlah penderita Kasus Dengue setiap tahunnya. Sementara itu,
terhitung sejak tahun 2000 hingga 2011, World Health Organization (WHO)
mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tergolong tinggi di
Asia Tenggara. Penyakit Dengue (DF/DHF) masih merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Di antara negara-negara Asia
Tenggara sendiri, Indonesia termasuk dalam grup A atau daerah hiperendemis.1
Infeksi Dengue sendiri telah menjadi masalah kesehatan masyarakat
Indonesia selama 40 tahun terakhir. Sejak tahun 2000 telah terjadi peningkatan
persebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DF/DHF, dari 2
provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun
2013. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DF/DHF, pada awal tahun
2000 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus diakhir tahun 2013, dengan sebagian
besar kasus dengue terjadi pada anak usia kurang dari 15 tahun.2
Berdasarkan patofisiologi infeksi dengue merupakan penyakit self limited.
Perdarahan merupakan salah satu dari komplikasi yang paling ditakutkan dan
berkaitan dengan tingginya angka mortalitas pada DBD ataupun Dengue dengan
syok. Mekanisme perdarahan pada dengue melibatkan multifaktor, tidak hanya
berkaitan dengan trombositopenia saja. Beberapa penelitian telah menunjukkan

1
bahwa derajat trombositopenia itu sendiri tidak berhubungan dengan
meningkatnya risiko perdarahan pada kasus dengue.3
Melihat dari bukti empiris diatas, pendekatan diagnosa dan
penatalaksanaan terhadap Dengue, sangatlah penting. Pengetahuan yang tepat
dapat menghindarkan penderita dari keadaan yang lebih parah dan berpotensi
fatal. Pedoman tata laksana dengue juga terus mengalami perkembangan sesuai
dengan epidemiologi dan prognosis.3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dengue Infection


Demam dengue merupakan suatu penyakit infeksi yang sering terjadi pada
daerah tropis yang disebabkan oleh virus dengue. Virus tersebut memerlukan
suatu vektor dalam transmisinya yaitu nyamuk Aedes aegypti. Dalam
perjalanannya, penyakit ini dapat mengancam jiwa apabila diikuti dengan
kebocoran plasma, perdarahan hebat, dan tanda-tanda syok pada pasien.4

2.2 Etiologi dan Epidemiologi


Demam dengue dan demam berdarah dengue merupakan masalah
kesehatan yang sedang berkembang di daerah subtropis. Di Asia Tenggara, dengan
total populasi 1,5 miliar, 1,3 miliar dari jumlah tersebut berisiko terinfeksi virus
dengue. Banyak faktor yang mempengaruhi epidemiologi demam dengue, dari
segi lingkungan, biologis, dan faktor demogafi. Insiden dengue terkait dengan
iklim yang hangat dan lembab. Suhu yang meningkat serta curah hujan yang
tinggi telah terbukti meningkatkan efisiensi vektor dan pola gigitan nyamuk
terutama pada awal-awal tahun. Epidemiologi infeksi dengue memuncak pada
bulan Oktober-April di masa-masa musim hujan.1
Virus Dengue merupakan suatu virus berukuran kecil (50nm) terbungkus
kapsul lipoprotein yang mengandung single-strand RNA. Virus ini termasuk ke
dalam genus Flavivirus dan keluarga (family) Flaviviridae. Dengue terdiri dari
tiga protein struktural yaitu nucleoaprid atau core protein (C), protein membrane
(M), envelope protein (E), dan tujuh protein non-struktural (NS). Dari
keseluruhan protein non-sruktural, hanya glikoprotein selaput (NS1) yang
memiliki kepentingan diagnosis dan patologis karena berkaitan dengan
hemaglutinasi dan aktovitas netralisasi.4
Terdapat 4 serotip virus dengue, yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-
3,DENV-4. Pada anak-anak, virus yang biasa menyerang adalah DEN 1 dan

3
DEN3 yang menyebabkan infeksi ringan serta DEN 2 dan 4 yang tidak
memberikan gejala. Sedangkan pada dewasa, DEN 1 dan 3 merupakan infeksi
berat sedangkan DEN 2 dan 4 memberika gejala ringan sampai sedang. Infeksi
sekunder dengan serotip berbeda atau adanya infeksi ganda dapat menyebabkan
klinis dengue yang berat seperti DBD atau syok dengue.5

2.3 Patogenesis dan Patofisiologi Infeksi Dengue


Patogenesis dengue masih belum dimengerti sepenuhnya. Namun
penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa demam dengue diasosiasikan
dengan infeksi sekunder oleh dengue serotipe 1-4 (Kliegman et al, 2007).
Walaupun pada beberapa pasien Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) dapat terjadi
pada infeksi primer. Peningkatan aktivasi imun, khususnya selama infeksi
sekunder, menyebabkan respon sitokin yang menghasilkan perubahan
permeabilitas vaskuler. Sebagai tambahan, produk virus seperti NS1 mungkin
memainkan peran dalam meregulasi aktivasi komplemen dan permeabilitas
vaskuler.4
Pada fase akut infeksi sekunder dengue terjadi peningkatan cepat aktivasi
dari sistem komplemen. Sesaat sebelum atau selama shock receptor Tumor
Necrosis Factor (TNF), Interferon- (IFN-), dan Interleukin-2 (IL-2)
meningkat. C1q, C3, C4, C5-C8, dan proaktivator C3 terdepresi dan kecepatan
katabolisme C3 meningkat. Faktor-faktor tersebut berinteraksi dengan sel endotel
menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular melalui jalur akhir Nitric Oxide.
Sistem pembekuan darah, fibrinolisis teraktivasi, dan kadar faktor XII (Hageman
Factor) terdepresi.1
Mekanisme Dengue Hemorrhagic fever tidak diketahui. Diduga berhubungan
dengan mild degree DIC, liver damage, thrombocytopenia. Capillary damage
menyebabkan bocornya cairan, elektrolit, protein kecil, sel darah merah ke ruang
ekstravaskular. Internal redistribution of fluid serta defisit cairan (e.c. puasa,
haus, muntah) menyebabkan hemokonsentrasi, hipovolemi, meningkatnya beban
kerja jantung, hipoksia jaringan, asidosis metabolik, hiponatremia. Ciri khas dari
DHF adalah peningkatan permeabilitas vaskuler yang menyebabkan kebocoran

4
plasma, berkurangnya volume plasma, dan shock pada kasus yang berat.
Kebocorannya unik sehingga ada kebocoran selektif plasma pada rongga pleura
dan peritoneum dan periode kebocorannya singkat 24-48 jam. Pemulihan yang
cepat dari shock tanpa sequelae dan tidak adanya inflamasi pada pleura dan
peritoneum mengindikasi perubahan fungsional pada integritas vascular daripada
kerusakan struktur endothelium sebagai mekanisme yang mendasari.5

2.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik maupun
simtomatik. Infeksi simtomatik berupa demam yang tidak dapat dibedakan
(sindroma viral), demam dengue (DF), atau demam berdarah dengue (DHF)
termasuk dengue shock syndrome (DSS). Manifestasi klinis tersebut tergantung
dari strain virus dan faktor inang seperti usia dan status imun.5
1. Undifferentiated Fever
Merupakan gejala demam yang dapat dialami bayi, anak, maupun
dewasa yang terinfeksi oleh virus dengue untuk pertama kalinya. Demam
yang terjadi biasanya ringan dan tidak dapat dibedakan dengan infeksi
virus lainnya.5
2. Dengue fever
Demam dengue lebih sering dialami anak-anak, remaja, dan
dewasa. Demam berlangsung akut dan terkadang bersifat bifasik disertai
nyeri kepala, myalgia, athralgia, rash, leukopenia, dan trombositopenia.
Gejala demam dengue yang paling berat biasanya hanya sebatas break-
bone fever yaitu nyeri otot, tulang, dan sendi khususnya pada dewasa.5
3. Dengue Haemorrhagic fever
Demam berdarah dengue (DBD) lebih sering menyerang anak-
anak usia kurang dari 15 tahun di area hiperendemik akibat infeksi
berulang. DBD ditandai dengan demam mendadak tinggi disertai gejala-
gejala lain seperti demam dengue di awal fase. Manifestasi perdarahan
yang muncul adalah rumpleed test atau tes tourniquet yang positif, petekie,
memar, dan perdarahan saluran cerna. Di akhir fase demam, penderita
rentan mengalami syok hipovolemik (Dengue shock syndome) akibat
adanya kebocoran plasma.5

5
Tanda bahaya yang perlu diwaspadai ialah muntah terus-menerus,
nyeri abdomen, gelisah, iritatif, dan oliguria. Patofisiologi DBD adalah
gangguan hemostasis dan kebocoran plasma. Temuan laboratorium seperti
trombositopenia dan peningkatan hematokrit biasa ditemukan sebelum
onset syok muncul. DBD umumnya terjadi pada anak-anak dengan infeksi
dengue sekunder dengan infeksi primer oleh DENV-1 dan DENV-3 seperti
pada bayi.5
4. Expanded dengue syndrome
Manifestasi yang jarang yang berkaitan dengan gangguan liver,
ginjal, otak, maupun jantung. Komplikasi ini terjadi akibat dari syok dan
komobid koinfeksi.5

2.5 Klasifikasi Demam Berdarah Dengue5

DF/DH Grade Tanda dan Gejala Laboratori

6
F
DF Demam dengan dua dari Leucopenia (wbc
kriteria berikut: 5000 sel/mm3 )
Sakit kepala Trombositopenia
Nyeri retro-orbital (hitung platetelet
Myalgia 150.000 sel/mm3)

Nyeri tulang/arthalgia Peningkatan hematokrit


(5%-10%)
Manifestasi
Tidak ada kehilangan
perdarahan
plasma
Tidak ada kebocoran
plasma
DHF I Demam dan manifestasi Trombositopenia 100.000
perdarahan (uji tourniquet sel/mm3; HCT meningkat
positif) dan bukti dari 20%
kebocoran plasma
DHF II Seperti grade I ditambah Trombositopenia 100.000
dengan perdarahan spontan sel/mm3; HCT meningkat
20%
DHF* III Seperti grade I dan II Trombositopenia 100.000
ditambah dengan kegagalan sel/mm3; HCT meningkat
sirkulasi (pulsasi lemah, 20%
tekanan pulsasi sempit ( 20
mmHg), hipotensi, gelisah
DHF* IV Seperti grade III ditambah Trombositopenia 100.000
syok dengan tidak terabanya sel/mm3; HCT meningkat
tekanan darah dan pulsasi 20%
*: DHF III dan IV adalah DSS

Diagnosis DHF ditegakkan bila semua dari kriteria ini terpenuhi:


- Demam akut 2-7 hari, biasanya bifasik.
- Terdapat minimal 1 dari Manifestasi perdarahan berikut:
o Rumpleed test atau tourniquet test (+)

7
o Petekie
o Ekimosis atau purpura
o Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi)
o hematemesis melena
- Trombositopenia (platelet count <100.000 cell/mm3)
- Adanya minimal 1 tanda kebocoran plasma akibat peningkatan
permeabilitas vaskular 5
o Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur
dan jenis kelamin
o Penurunan hematokrit >20% setelah pemberian terapi cairan
dibandingkan dengan hematokrit sebelumnya
o tanda kebocoran plasma: efusi pleura, ascites, hipoalbumin

Warning signs (tanda Bahaya):


- Tidak ada perbaikan klinis atau justru terjadi perburukan kondisi
selama perjalanan penyakit
- Muntah terus menerus tanpa intake yang baik
- Nyeri hebat abdomen
- Gelisah dan iritatif
- Perdarahan: epistaksis, melena, hematemesis, hematuria, dll.
- Hepatomegali
- Pucat, akral basah dan dingin
- Oliguria atau anuria dalam 4-6 jam

Kriteria MRS
Semua pasien dengan trombosit 100.000/mm3
Semua pasien dengan adanya tanda bahaya atau warning
signs
Pasien yang termasuk dalam kategori:
o Bayi (usia < 1thn)
o Pasien obesitas

8
o Pasien dengan penyakit lain sebagai komorbid
(diabetes, sindroma nefrotik, gagal ginjal kronis,
penyakit hemolitik, asma yang tidak terkontrol)
o Pasien dengan kondisi sosial buruk (hidup dirumah
sendirian, tempat tinggal jauh dari layahan kesehatan,
transportasi sulit)

2.6 Penatalaksanaan Demam Dengue dan Demam berdarah Dengue5


A. Manajemen Pasien DF/DHF Rawat Jalan
1. Pastikan asupan cairan peroral adekuat
Cairan yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan sesuai
umur.

2. Istirahat cukup (Adequate Bed rest)


3. Terpai supportif
4. Monitoring Hb, Hematokrit, dan trombosit per 24 jam.
5. Komunikasikan pada pasien untuk segera kontrol apabila terdapat
tanda-tanda warning sign.5

B. Manajemen Pasien Rawat Inap tanpa syok (DHF grade I-II) atau Pasien
Dengue tanpa Warning Sign
1. Monitoring darah lengkap setiap 24 jam
2. Pemberian cairan isotonik seperti Ringer laktat atau NaCl 0,9%. Jumlah cairan
disesuaikan dengan jumlah cairan rumatan menggunakan rumus Holliday
Segar.

9
3. Jika pasien tidak mengalami syok namun terdapat tanda dehidrasi ringan,
maka ditambahkan 5% defisit cairan yaitu

4. Cairan diberikn dalam waktu 24 jam, cairan rumatan tidak boleh dari 3000ml
per hari.

C. Manajemen Pasien Rawat Inap dengan Warning Sign Tanpa Syok


1. Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sebelum terapi cairan dan
sesudah terapi cairan adekuat selesai diberikan. Sedangkan monitoring
selanjtunya dilakukan setiap 24 jam.
2. Berikan hanya larutan isotonis seperti Ringer Laktat atau NaCl 0,9%
dengan laju infus:

3. Jika setelah terapi cairan diatas hematokrit meningkat tajam, tingkatkan


laju sebesar 5-10ml/kg/BB/jam selama 2 jam. Jika nilai hematokrit tetap
atau sedikit meningkat, lanjutkan dengan laju yang sama 2-3ml/kgBB/ jam
selama 2-4 jam.
4. lanjutkan dengan terapi cairan rumatan bila hematokrit menurun, output
urin baik, intak oral baik. Terapi cairan pada pasien dengue hanya
dibuthkan dalam waktu 24-48 jam.
5. Monitoring pemeriksaan laboratorium lanjutan 4

10
D. Manajemen Pasien Rawat Inap dengan Syok Terkompensasi (DHF Grade III)

11
E. Manajemen Pasien Rawat Inap dengan Syok Berkepanjangan (DHF Grade IV)

12
13
14
Tanda perbaikan klinis5
- Nadi, tekanan darah, dan laju respirasi stabil
- Temperatur normal
- Tidak terdapat tanda perdarahan baik internal maupun eksternal
- Kembalinya nafsu makan
- Tidak ada munta dan nyeri abdomen
- Produksi urin baik
- Hematokrit dalam batas normal
- Mulai menghilangnya peteki terutama pada ekstrimitas
Kriteria KRS5
- Tidak terdapat demam setidaknya 24 jam tanpa pemberian antipiretik
- Kembalinya nafsu makan
- Perbaikan klinis yang dapat terlihat
- Produksi urin baik
- Minimal 2-3 hari setelah perbaikan dari syok
- Tidak terdapat ascites ataupun tanda distres akibat efusi pleura
- Trombosit lebih dari 50.000/mm3. Jika belum tercapai, pasien diharap
menghindari aktivitas traumatik selama 1-2 minggu hingga jumlah
platelet normal. Pada kasus normal, platelet meningkat dalam 3-5 hari

2.7 Komplikasi
Syok yang berkepanjangan dapat mengakibatkan asidosis metabolik dan
perdarahan masif akibat terjadinya DIC. Syok yang tidak diatasi lebih dari 4 jam
akan menyebabkan kegagalan fungsi pada multiorgan seperti kegagalan fungsi
hepar (prognosis 50%) atau kegagalan fungsi hepar dan ginjal (prognosis 10%).
Apabila terdapat kegagalan fungsi dari minimal tiga organ dan salah satunya
adalah fungsi respirasi, maka prognosis sangat buruk.4
Perdarahan saluran cerna merupakan salah satu komplikasi yang
ditakutkan. Angka kejadian perdarahan saluran cerna lebih banyak ditemukan
pada DSS. Kondisi ini dapat dijelaskan karena perdarahan yang timbul akan
memperberat kehilangan volume plasma akibat kebocoran sehingga mempercepat
terjadinya syok.2 Selain komplikasi tersebut, pasien juga dapat mengalami
kelebihan cairan karena pemberian yang terlalu banyak pada saat-saat terjadi
kebocoran plasma.4

15
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

16
No Rekam medis : 6639
Nama : Ibu K.L
Usia : 64 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Banjar Abian Tegal
Pekerjaan : Pensiunan Guru
Pendidikan : S1
Suku : Bali
Agama : Hindu
Tanggal Kunjungan : 6 Februari 2017

3.2 Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis pada jam 10.20 di ruang lansia Puskesmas II
Denpasar Barat

Keluhan Utama
Demam sejak 2 hari yang lalu.

Keluhan Tambahan
Nyeri pada seluruh persendian tubuh dan mual.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan demam sejak 2 hari yang lalu, demam disertai
cenderung dirasakan saat malam hari terutama menjelang pagi hari. Selain
demam pasien juga mengeluhkan nyeri pada sendi pada seluruh tubuhnya.
Sejak 2 hari yang lalu pasien juga mengeluh mual tapi tidak muntah dan nafsu
makan menurun. Pasien tidak mengeluh adanya mimisan, bintik-bintik merah
pada kulit dan nyeri pada belakang mata. Buang air besar dan buang air kecil
dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah mengalami demam berdarah dan malaria saat pasien tinggal di
papua.

17
Riwayat Pengobatan
Pasien belum minum obat. Pasien tidak sedang mengkonsumsi obat jangka
panjang

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak terdapat anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama.

Riwayat Alergi
Pasien mempuanyai alergi terhadap cuaca dingin, dimana kulit pasien akan
muncul bercak merah dan gatal.

Riwayat Lingkungan
Rumah pasien bersebelahan dengan tepi sungai, dimana pada sore hari banyak
terdapat nyamuk berterbangan. Pasien tidak mengetahui tetangga yang
mengalami sakit pada daerah sekitar rumah.

3.3 Pemeriksaan Fisik


a. Tanggal 6 Februari 2017

Keadaan Umum : Sakit Ringan, compos mentis, kesan gizi baik


BB : 61 kg
TB : 160 cm

Tanda-Tanda Vital : TD 110/80 mmHg


Nadi 88x/menit
RR 24x/menit
T 37,2 C

Kepala : Konjungtiva anemis -/-


Sklera ikterik -/-
Nasal : Epistaksis -/-
Leher : Pembesaran kelenjar limfe /-

Thoraks

18
Cardio : S1 S2 tunggal, tidak ditemukan murmur dan
gallop
Paru : Simetris, stem fremitus D=S, perkusi sonor +/+
Suara nafas vesikular di seluruh lapang paru
Rhonki -/-,Wheezing -/-

Abdomen : Flat, BU+ normal, hepar kesan normal, lien kesan


normal, tidak ditemukan massa, perkusi thympani
Ekstremitas : Akral hangat, tidak ditemukan oedema, Rumple
Leed Test (-)
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 6 Februari 2017
HEMATOLOGI Hasil Nilai Rujukan
Hb 13,3 mg/dl L 13,3-17,7 P 11,7-
15,7
Hematokrit 40% L 40-54 P 35-47
Leukosit 7000 cell/cmm 4.000-11.000
Eritrosit 4,54 L 4,5-6,5 P 3,0-6,0
Trombosit 130.000 cell/cmm 150.000-450.000
Glukosa darah puasa 128 mg/dl <126mg/dl
Kolesterol Total 153 mg/dl <200 mg/dl
Asam Urat 5 mg/dl P : <6 mg/dl
L : <7 mg/dl

b. Tanggal 7 Februari 2017

Keadaan Umum : Sakit ringan, compos mentis, kesan gizi baik


BB : 61 kg
TB : 160 cm

Tanda-Tanda Vital : TD 100/70 mmHg


Nadi 78x/menit
RR 20x/menit
Tax 37 C

19
Kepala : Konjungtiva anemis -/-
Sklera ikterik -/-
Nasal : Epistaksis -/-
Leher : Pembesaran kelenjar limfe /-

Thoraks
Cardio : S1 S2 tunggal, tidak ditemukan murmur dan
gallop
Paru : Simetris, stem fremitus D=S, perkusi sonor +/+
Suara nafas vesikular di seluruh lapang paru
Rhonki -/-,Wheezing -/-

Abdomen : Flat, BU+ normal, hepar kesan normal, lien kesan


normal, tidak ditemukan massa, perkusi thympani
Ekstremitas : Akral hangat, tidak ditemukan oedema, Rumple
Leed Test (-)
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 7 Februari 2017
HEMATOLOGI Hasil Nilai Rujukan
Hb 12,6 mg/dl L 13,3-17,7 P 11,7-
15,7
Hematokrit 37,3% L 40-54 P 35-47
Leukosit 5600 cell/cmm 4.000-11.000
Eritrosit 4,28 L 4,5-6,5 P 3,0-6,0
Trombosit 111.000 cell/cmm 150.000-450.000

3.4 RESUME

Ibu K.L berusia 64 tahun datang dengan keluhan demam, dirasakan sejak 2
hari yang lalu, demam cenderung dirasakan saat malam hari terutama
menjelang pagi hari. Pasien mengeluhkan nyeri pada sendi pada seluruh

20
tubuhnya, mual, dan tidak nafsu makan. Pasien sebelumnya pernah mengalami
penyakit yang sama saat tinggal dipapua, dan juga pasien mempunyai alergi
terhadap cuaca dingin. Pasien tinggal bersebelahan dengan sungai diamana
pada sore hari terdapat banyak nyamuk.

Pemeriksaan fisik:
Tidak dijumpai kelainan dan uji rampel led test (negatif)

Pemeriksaan penunjang :
Tanggal 6 Februari 2017 :
o Trombosit : 130.000 cell/diff
o Hematokrit : 40%

Tanggal 7 Februari 2017 :


o Trombosit : 111.000 cell/diff
o Hematokrit : 37,3%

3.5 ASSESMENT PLANNING


3.5.1 DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : Febris ec Demam Dengue
Differential Diagnosis : Febris ec Demam Berdarah Dengue

3.5.2 PENATALAKSANAAN
Bed Rest total
Rehidrasi peroral min 2,5liter/hari
Paracetamol tab 500mg 3x/hari
Vitamin B kompleks tab 50mg 1x/hari
Cek DL/ Hari
KIE :
o Perbanyak konsumsi makanan sehat
o Jika terdapat tanda-tanda bahaya warning sign segera ke RS

21
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien merupakan perempuan berusia 64 tahun yang datang dengan


keluhan demam sejak 2 hari yang lalu. Demam cenderung dirasakan pada malam
hari. Sejak 2 hari yang lalu pasien juga mengeluh nyeri sendi, mual, dan tidak
nafsu makan
Dari autoanamnesa tersebut, didapatkan beberapa gejala demam dengue
yang dialami oleh pasien yaitu demam, mual disertai anoreksia, dan myalgia
athralgia. Pada pasien belum didapatkan kriteria dari penegakan diagnosis kerja
Dengue Haemorrhage Fever (DHF) maupun tanda warning sign. Sedangkan
dari hasil laboratorium didapatkan trombositopenia dengan nilai 130.000 cell/mm3
dengan hematokrit senilai 40% pada hari pertama dan trombositopenia dengan
nilai 111.000 cell/mm3 dengan hematokrit 37,3%. Adanya kebocoran plasma
belum dapat ditentukan karena hematokrit normal pasien tidak diketahui dan
belum ada tanda kebocoran lain seperti ascites dan efusi pleura. Untuk itu pasien
ini didiagnosis kerja sebagai Demam Dengue.
Pasien dengan demam dengue tanpa syok sudah mendapatkan terapi sesuai
dengan literatur namun masih harus dipantau lebih lanjut dikarenakan pasien
masih dalam fase penurunan hematokrit (hari ke 3) hal-hal yang dimonitoring
adalah nilai Hb, hematokrit, dan trombositnya. Untuk itu penegakan diagnosis
meenggunakan perbandingan nilai hematokrit sebelum dan sesudah resusitasi.
Setelah pemberian cairan, hematokrit pasien turun menjadi 37,3%. Meski
penurunan ini sebesar masih kurang dari 10%, tidak mencapai 20%, dan tidak

22
terdapat tanda kebocoran plasma, namun pasien tetap disuspek diagnosis DHF
dikarenakan masih dalam fase demam. Berdasarkan SEARO-WHO 2011,
penurunan hematokrit 10-20% harus tetap dicurigai sebagai DHF karena bisa jadi
saat itu pasien masih dalam tahap DHF fase febris yang hanya dalam hitungan
jam dapat menjadi DHF fase kritis dengan peningkatan hematokrit > 20%.
Sesuai protokol A, pasien mendapatkan terapi cairan per oral >2,5 lt/hari
,bed rest total, serta obat simptomatik yakni obat penurun panas dan edukasi
mengenai warning sign.

23
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Telah dilaporkan kasus pasien perempuan, 64 tahun, dengan keluahan
demam selama 2 hari dan gejala lain sesuai kriteria dari penegakan diagnosis
kerja Demam Dengue (DD). Pasien mendapatkan terapi cairan sesuai dengan
pedoman tatalaksana terbaru dari WHO. Pasien telah menerima penanganan
yang tepat dan adekuat dari puskemas. Pasien mengalami kemajuan yang baik
dan dapat KRS pada hari ke 5 rawat inap.

5.2 Saran
Diharapkan tenaga medis selalu memperbaharui pemahaman
mengenai diagnosis, dan penatalaksanaan demam berdarah dengue secara
tepat dan adekuat untuk pengobatan yang optimal karena pedoman
penatalaksaan dengue selalu berkembang dari waktu ke waktu.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO, 2011. Comprehensive and Guidelines for Prevention and Control


of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. WHO Regional Office of
South-East Asia.
2. Raihan et al, 2010. Faktor Prognosis Terjadinya Syok pada Demam
Berdarah Dengue. Sari Pediatri, Vol. 12, No.1, Juni 2010.
3. Setiati et al, 2006. Changing Epidemiology of Dengue Haemorrhagic
fever in Indonesia. Dengue Buletin. Volume 30-2006.
4. WHO, 2011. Guidelines for Treatment of Dengue Fever or Debgue
Haemorrhagic Fever in Small Hospitals. Regional Office for South-East
Asia: New Delhi.
5. Suhendro et al, 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam. Tropic Infection. PAPDI

25

Anda mungkin juga menyukai