Anda di halaman 1dari 9

BAB 6

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


Berdasarkan hasil penilaian tingkat perwujudan sistem pusat pelayanan dan sistem
prasarana utama, diketahui bahwa konsistensi struktur ruang di wilayah Provinsi
Nusa Tenggara Barat mencapai 50% (angka tertinggi konsistensi struktur ruang,
sesuai dengan bobot penilaiannya, adalah 60%). Adapun berdasarkan hasil penilaia
n simpangan pola ruang dan klarifikasinya dengan tutupan lahan pada saat penyusu
nan rencana, diketahui bahwa konsistensi pola ruang di wilayah Provinsi Nusa Ten
ggara Barat mencapai 31,43% (angka tertinggi konsistensi pola ruang, sesuai deng
an bobot penilaiannya, adalah 40%). Dengan demikian, tingkat kesesuaian pemanfaa
tan ruang di Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah 81,43% (jumlah dari nilai konsi
stensi struktur ruang dan nilai konsistensi pola ruang, angka tertinggi adalah 1
00%), yang artinya pelaksanaan pemanfaatan ruang telah sesuai dengan rujukan re
ncana tata ruangnya.
Selanjutnya, kesimpulan yang dapat dirumuskan dari kegiatan monitoring dan evalu
asi pemanfaatan ruang di Provinsi Nusa Tenggara Barat, serta rekomendasi khususn
ya bagi pemerintah daerah, dapat dilihat pada bagian berikut.
6.1 KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan yang dapat dirumuskan dari penilaian konsistensi perwujudan
struktur ruang Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah sebagai berikut:
1. Indikasi program utama untuk mewujudkan sistem perkotaan di wilayah Provinsi
Nusa Tenggara Barat, seperti yang tercantum dalam Lampiran Peraturan Daerah Prov
insi Nusa Tenggara Barat No. 3 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Pro
vinsi Nusa Tenggara Barat 2009-2029, terdiri dari:
a. Program Pengembangan Sistem PKN;
b. Program Pengembangan Sistem PKW;
c. Program Pengembangan Sistem PKWp
d. Program Pengembangan Sistem PKL;
2. Indikasi program utama untuk mewujudkan sistem transportasi di wilayah Provin
si Nusa Tenggara Barat dalam dokumen tersebut, terdiri dari :
a. Program Pengembangan Jaringan Jalan Nasional;
b. Program Pengembangan Jaringan Jalan Provinsi;
c. Program Pengembangan Jaringan Jalan Lintas Utara dan Lintas Selatan Pulau Lom
bok dan Pulau Sumbawa;
d. Program Pengembangan jembatan dan prasarana lainnya;
e. Program pengembangan jalur pelayaran provinsi dan regional;
f. Program Pengembangan Bandar udara.
3. Selanjutnya, indikasi program utama untuk mewujudkan sistem jaringan prasaran
a, sesuai RTRW Provinsi Nusa Tenggara Barat, terdiri dari :
a. Program Perwujudan Sistem Jaringan Energi dan Kelistrikan;
b. Program Sistem Jaringan Telekomunikasi;
c. Program Sistem Jaringan Sumberdaya Air (SDA);
d. Program Sistem Jaringan Persampahan
e. Program Sistem Jaringan Prasarana Sanitasi
4. Program-program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Bara
t; berdasarkan dokumen RKPD, dokumen LKPJ, penelusuran LPSE, wawancara dengan di
nas/instansi terkait, serta FGD; telah mengacu pada indikasi program yang telah
ditetapkan dalam Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat No. 3 Tahun 2010
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat 2009-2029. Denga
n demikian penilaian konsistensi struktur ruang provinsi tersebut dapat mencapai
angka 50%, dimana konsistensi sistem perkotaannya adalah 15% (angka tertinggi 2
0%) sedangkan konsistensi sistem jaringan prasarananya adalah 35% (angka terting
gi adalah 40%).
5. Namun demikian, walaupun hasil penilaian konsistensi struktur ruang Provinsi
Nusa Tenggara Barat mencapai 50% (angka tertinggi adalah penjumlahan dari 20% un
tuk sistem perkotaan, dan 40% untuk sistem jaringan prasarana), beberapa hal yan
g perlu diperhatikan oleh pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah sebagai
berikut:
a. Indikasi program utama dalam RTRW, khususnya untuk Program Sistem Perkotaan
Provinsi, sudah menggambarkan program-program perwujudan PKN, PKW dan PKL. Dala
m Pasal 14, Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat No. 3 Tahun 2010 tenta
ng Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat 2009-2029, disebutkan
bahwa hirarki perkotaan di Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah sebagai berikut
:
i. Pusat Kegiatan Nasional (PKN), yaitu Mataram;
ii. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), yaitu Praya, Sumbawa Besar, Raba;
iii. Pusat Kegiatan Wilayah (PKWp), yaitu Gerung, Tanjung, Selong, Taliwang, Dom
pu, Doha; dan
iv. Pusat Kegiatan Lokal (PKL), yaitu Lembar, Narmada, Kopang, Sengkol, Mujur, B
ayan, Pemenang, Masbagik, Keruak, Labuhan Lombok, Poto Tano, Jereweh, Alas, Empa
ng, Lunyuk, Lenangguar, Labangka, Calabai, Kempo, Hu u, Kilo, Kore, O o, Sila, Tangg
a, Wawo, Wera dan Sape.
Namun demikian, khususnya untuk program perwujudan PKL, masih terdapat ketidakse
suaian antara pelaksanaan program dengan yang telah direncanakan dalam Indikasi
Program dalam RTRW. Hal ini kemungkinan disebabkan kewenangan pembangunan di tin
gkat kecamatan, sebagai PKL, berada pada pemerintahan kabupaten/kota.
b. Dalam RTRW Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indikasi Program Utama Sistem Prasar
ana terdiri dari indikasi program Sistem Jaringan Transportasi, Sistem Jaringan
Energi dan Kelistrikan, Sistem Jaringan Telekomunikasi, Sistem Jaringan Persampa
han, Sistem Jaringan Sumber Daya Air dan Sistem Jaringan Prasarana Sanitasi.
Perwujudan Sistem Transportasi memuat program-program indikatif bagi Perwujudan
Pengembangan Jaringan Jalan Nasional, Pengembangan Jaringan Jalan Provinsi, Peng
embangan Jaringan Jalan Lintas Utara dan Lintas Selatan Pulau Lombok dan Pulau S
umbawa, pengembangan jembatan dan prasarana lainnya, pengembangan jalur pelayara
n provinsi dan regional dan pengembangan bandar udara.
Namun demikian dalam dokumen-dokumen pelaksanaan program/kegiatan di provinsi se
perti LKPJ dan RKPD, atau LPSE tidak banyak ditemukan laporan pelaksanaan progra
m perwujudan system jaringan seperti jaringan telekomunikasi, jaringan prasaran
a persampahan dan jaringan prasarana sanitasi.
c. Beberapa program yang tercantum dalam Tabel Indikasi Program Utama dalam RTRW
Provinsi Nusa Tenggara Barat, merupakan program Pemerintah Pusat atau Pemerinta
h Kabupaten/Kota, yang kadang-kadang tidak terpantau pelaksanaannya oleh pemerin
tah provinsi.
6. Rencana Pola Ruang Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari Kawasan Lindung
dan Kawasan Budidaya sebagai berikut:
a. Kawasan Lindung, memuat:
i. Kawasan Lindung
ii. Kawasan Hutan Mangrove
iii. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam, Cagar Budaya Alam.
b. Kawasan Budidaya, memuat:
i. Kawasan Hutan Produksi
ii. Kawasan Pertanian
iii. Kawasan Perkebunan
iv. Kawasan Permukiman
v. Kawasan Pertambangan
vi. Danau/Waduk
Dalam Peta Rencana Pola Ruang Provinsi NusaTenggara Barat, kawasan lindung tidak
dijabarkan secara rinci, sesuai dengan RTRWN. Namun, dalam Pasal 28, 29 dan Pas
al 30 Perda Provinsi Nusa Tenggara Barat No. 3 Tahun 2010 tentang Rencana Tata R
uang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat 2009-2029 disebutkan bahwa:
a. Kawasan Lindung di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari:
i. kawasan lindung yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yan
g terkait dengan wilayah Provinsi; dan
ii. kawasan lindung provinsi.
b. Kawasan lindung nasional yang terkait dengan wilayah provinsi meliputi :
i. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya nasional mel
iputi Hutan Lindung, dan Kawasan resapan air;
ii. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya nasional meliputi: Cag
ar Alam (CA.), Suaka Margasatwa (SM.), Taman Nasional (TN.) Gunung Rinjani, Tama
n Hutan Raya (Tahura) Nuraksa dan Taman Wisata Alam (TWA); dan
iii. kawasan lindung nasional lainnya adalah Taman Buru (TB) Pulau Moyo dan Tama
n Buru (TB) Tambora Selatan.
c. Adapun kawasan lindung provinsi meliputi:
i. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya meliputi: hu
tan lindung dan kawasan resapan air;
ii. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya nasional;
iii. kawasan lindung lainnya provinsi meliputi : rencana pengembangan cagar bios
fer/ramsar/taman buru/kawasan perlindungan plasma nutfah/kawasan pengungsian sat
wa/terumbu karang/kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut
iv. kawasan perlindungan setempat meliputi: sempadan pantai, sempadan sungai, ka
wasan sekitar danau atau waduk, dan ruang terbuka hijau kota; dan
v. kawasan rawan bencana alam
Dalam pola ruang RTRW terdapat Danau/Waduk, yang tidak hanya merupakan badan air
, akan tetapi kawasan disekitarnya yang termasuk kedalam kawasan perlindungan s
etempat.
Lebih lanjut Dalam Perda RTRW Provinsi Nusa Tenggara Barat, Gili Terawangan, Gil
i Meno dan Gili Air merupakan Kawasan Taman Wisata Alam, akan tetapi dalam peta
rencana pola ruang, ketiga gili tersebut merupakan kawasan perkebunan dan hutan
mangrove.
7. Tutupan lahan yang berkembang pada tahun 2016 ternyata telah ada sejak penyus
unan RTRW Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun (sebelum tahun 2009). Dengan demiki
an, simpangan pemanfaatan ruang di wilayah provinsi tersebut tidak dapat hanya d
engan membandingkan tutupan lahan tahun 2016 dengan rencana pola ruang dalam RTR
W, tetapi juga mempertimbangkan tutupan lahan yang telah ada sebelumnya.
Dalam tutupan lahan tahun 2009 terdapat tutupan lahan dengan klasifikasi hutan t
anaman dan tanah terbuka, yang mana klasifikasi ini tidak ada di dalam SNI.
Berdasarkan overlay antara Peta Pola Ruang RTRW Provinsi Nusa Tenggara Barat den
gan Peta Tutupan Lahan tahun 2016 dan 2009, ditemukan beberapa hal berikut:

Tabel 6.1
POLA RUANG, TUTUPAN LAHAN, DAN
PERUBAHAN FUNGSI DAN PERUNTUKAN KAWASAN LINDUNG DAN BUDIDAYA
PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
TUTUPAN
POLA
No. RUANG
LAHAN
(Simpangan
KAWASAN
1.
Permukiman
Kawasan LINDUNG
Lindung
Pola Ruang)
Pertanian Lahan Kering
2.
Sawah
Permukiman
Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam, Cagar Budaya Alam
3Pertanian
Permukiman
Kawasan Hutan
LahanMangrove
Kering
Pertanian Lahan Kering
KAWASAN
Sawah
1.
Permukiman
Kawasan BUDIDAYA
Hutan Produksi
Pertanian Lahan Kering
2.
Sawah
3.
Permukiman
Kawasan Perkebunan
Pertanian
4.
Sawah
5.
Sumber:
Permukiman
Pertambangan
Danau /Waduk
Analisis Berdasarkan Hasil Digitasi Peta Pola Ruang dan Peta Citra, Prov
insi Nusa Tenggara Barat

Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan beberapa hal berikut:


a. Terdapat indikasi penyimpangan pemanfaatan ruang dari Kawasan Lindung menjadi
kegiatan budidaya berupa permukiman, pertanian lahan kering, dan sawah.
b. Terdapat indikasi penyimpangan pemanfaatan ruang dari Kawasan Budidaya yang m
erupakan kawasan tidak terbangun (hutan produksi, pertanian, perkebunan, danau/w
aduk) menjadi kawasan terbangun (permukiman).
c. Terdapat indikasi penyimpangan pemanfaatan ruang dari Kawasan Budidaya terten
tu (hutan produksi, perkebunan) menjadi kawasan budidaya lain (pertanian lahan k
ering, sawah).

Gambar 6.1
SKEMA PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG
DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

8. Simpangan pemanfatan ruangyang terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barat dapat


disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah:
a. Ketidaktahuan masyarakat terhadap pemanfaatan ruang/fungsi ruang disekitar/di
sekeliling tempat tinggal mereka;
b. Ketidaktahuan para masyarakat pendatang terhadap RTRW/RDTR di lokasi yang men
jadi tempat tinggal mereka/ditempat usaha;
c. Ketidaktahuan masyarakat terhadap ijin-ijin penggunaan lahan yang ada;
d. Kurangnya sosialisasi dari setiap Rencana Tata Ruang yang ada, baik di tingka
t Provinsi, Kabupaten/Kota kepada masyarakat umum;
e. Lemahnya koordinasi dalam pelaksanaan program-program perwujudan struktur dan
pola ruang antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Pusat atau Pemerintah K
abupaten/Kota.
9. Jika analisis menggunakan peta skala 1 : 250.000 maka tidak akan dimunculkan
klasifikasi tutupan lahan seperti pada peta tematik yang digunakan saat penyusu
nan RTRW Provinsi Nusa Tenggara Barat. Peta tutupan lahan dalam penyusunan RTRW
Provinsi Nusa Tenggara Barat diperkirakan menggunakan skala 1 : 50.000.
Tabel 6.2
TIPOLOGI SIMPANGAN PEMANFAATAN RUANG DI WILAYAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LOKASI Kab/Kota
KAWASAN
TUTUPAN No.
LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA
LAHAN
ARAHAN
(Indikasi)
1.
REKOMENDASI
KAWASANPERATURAN
LINDUNG ZONASI
Dalam RTRW Nusa Tenggara Barat, APZ Kawasan Lindung tidak dijelaskan secara rinc
i, hal ini akan menimbulkan multitafsir dalam banyak hal, seyogyanya ada kawasan
yang spesifik di arahan APZ ini
Kawasan lindung di Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari :
Hutan Lindung dan Resapan Air (Pasal 52), Sempadan Pantai, Sempadan Sungai dan
RTR (Pasal 53), Kawasan konservasi laut, pantai berhutan mangrove, taman hutan
raya, cagar budaya dan ilmu pengetahuan, Kebun Raya (Pasal 54), Kawasan Perlidu
ngan Palsma Nutfah, Terumbu Karang dan Koridor Jenis Satwa/Biota (Pasal 55), Kaw
asan Keunikan batuan dan fosil, Keunikan Bentang Alam, Keunikan Proses Geologi d
an (Pasal 56); Kawasan Imbuhan Air dan Sempadan mata Air (Pasal 57).
TIPOLOGI
a.
Lombok
Permukiman
Kawasan
Barat
KAWASAN
LindungLINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA
Lombok Utara
Untuk
*Sumbawa
Pemetaan
APZ diulang
Kawasan
batasLindung
fisik kawasan
ini ketentuannya
lindung ;ada di Pasal 52 hingga Pasal 57
* Pemberian batas fisik yang jelas dan tegas untuk kawasan lindung;
* Pengembalian fungsi kawasan lindung dari pertanian lahan kering dan sawah menj
adi kawasan lindung (dengan program reboisasi);
* Perlu sosialisasi pada masyarakat dalam menjaga dan memelihara kawasan lindung
untuk keamanan bersama ;
* Pengembalian fungsi permukiman menjadi kawasan lindung (Penertiban dan pemind
ahan lokasiLahan
Pertanian
Bima permukiman
Kering )
Dompu
Lombok Barat
Sawah
Sumbawa
Dompu
Lombok Utara
Bima
Lombok
b. Kawasan
Tengah
Suaka Alam, Pelestarian Alam, Cagar Budaya Alam.

Tidak ada
Lombok
PermukimanBarat
APZ untuk kawasan suaka alam dan Pelestarian Alam, hanya ada untuk Cag
ar Budaya Alam di Pasal 54, yaitu :
a. pemanfaatan untuk penelitian, pendidikan, dan pariwisata; dan
b. ketentuan pelarangan kegiatan dan pendirian bangunan yang
b. tidak sesuai dengan fungsi kawasan.
c. hak akses masyarakat terhadap kawasan cagar budaya dan ilmu
*d.Pemetaan
pengetahuan.
ulang batas fisik Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam, Cagar Budaya
Alam ;
* Pemberian batas fisik yang jelas dan tegas untuk kawasan tersebut;
* Pengembalian fungsi kawasan ini dari pertanian lahan kering dan sawah menjadi
kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam, Cagar Budaya Alam (dengan program reboisa
si);
* Perlu sosialisasi pada masyarakat dalam menjaga dan memelihara kawasan ini unt
uk keamanan bersama;
* Membebaskan kawasan Suaka Alam, Pelstarian Alam dan Cagar Budaya Alam dari p
ermukiman (dibatasi agar kawasan permukiman tidak menjadi meluas atau di reloka
si Kawasan
Pertanian
c.
Bima
Lombok
Permukiman
bilaUtara
memungkinkan).
Lahan
HutanKering
Mangrove
Lombok Barat
LombokAPZ
Untuk Timur
kawasan mangrove ada di Pasal 54, yang ketentuannya sama dengan untuk
*kawasan
Pemetaan
cagar
ulang
budaya
batasalam
fisikdi Kawasan
atas. Hutan Mangrove;
* Pemberian batas fisik yang jelas dan tegas untuk kawasan tersebut;
* Pengembalian fungsi kawasan hutan Mangrove dari pertanian lahan kering dan s
awah menjadi kawasan Hutan Mangrove kembali (program reboisasi dan rehabilitasi
);
* Perlu sosialisasi pada masyarakat dalam menjaga dan memelihara kawasan hutan m
angrove ini untuk keamanan bersama;
* Membebaskan kawasan Hutan Mangrove dari permukiman (dibatasi agar kawasan
permukimanLahan
Pertanian
Dompu tidakKering
menjadi meluas atau di relokasi bila memungkinkan).
Lombok Timur Sumbawa
Sumbawa Barat
Dompu
Sawah
Bima
Lombok
2.
KAWASANTimur
BUDIDAYA
Lombok Barat
a. Kawasan
Lombok
Permukiman
BaratHutan Produksi
Pasal 58
Sumbawa
a. pembatasan pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga kelestarian sumber daya hut
an;
b. kemampuan untuk melakukan pemulihan kondisi sumber daya alam;
c. mengutamakan pemanfaatan hasil hutan melalui pembangunan hutan tanaman;
d. larangan pendirian bangunan pada hutan produksi kecuali hanya untuk menunjang
kegiatan pemanfaatan hasil hutan; dan
*e.Pemetaan
pembatasan
ulangpenggunaan
batas fisikkawasan
kawasanhutan
hutanproduksi
produksi;
* Pengembalian fungsi kawasan Hutan Produksi dari semua kegiatan diluar Hutan
Produksi.
* Perlu sosialisasi pada masyarakat dalam menjaga dan memelihara kawasan Hutan P
roduksi demi keamanan bersama;
* Pembebasan kawasan Hutan Produksi dari kegiatan permukiman (dibatasi agar ka
wasan permukiman
Pertanian
Bima Lahan Kering
tidak menjadi meluas atau di relokasi bila memungkinkan).
Dompu
Sumbawa
Sumbawa Barat
Bima
Sawah
b. Kawasan
Dompu
Lombok
Permukiman
TimurPertanian
Lombok Tengah
Sumbawa
Lombok59Utara
Pasal
a. pemanfaatan ruang untuk permukiman petani dengan kepadatan rendah;
b. ketentuan luasan sawah berkelanjutan dan kawasan pertanian non sawah;
c. perluasan areal kawasan sawah beririgasi;
d. ketentuan luasan lahan kering dan hortikultura dengan mempertimbangkan jenis
komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan keunggulan komparatif; dan
e. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan sawah menjadi lahan budidaya non perta
nian kecuali untuk pembangunan sistem jaringan infrastruktur utama dan prasarana
*sumber
Pemetaaan
dayaulang
air dengan
fisik kawasan
penerapanpertanian;
sistem kompensasi.
* Pemberian batas yang jelas dan tegas
* Mengembalikan fungsi pertanian lahan basah dari kegiatan permukiman (dibata
si agar kawasan permukiman tidak menjadi meluas atau di relokasi bila memungkink
an);
* Dibutuhkan pengawasan yang ketat untuk menjaga perkembangan permukiman di kawa
san pertanian ini, dilevel kelurahan.
* Penegakan aturan yang ketat sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku dan
mengikat.
c. Kawasan
Lombok
Permukiman
Tengah
Perkebunan
Lombok Barat
Lombok59Timur
Pasal
a. pemanfaatan ruang untuk areal perkebunan;
b. ketentuan jumlah dan jenis komoditas perkebunan yang memiliki nilai ekonomi t
inggi dan keunggulan komparatif; dan
c. pengembangan sistem jaringan infrastruktur utama;
*d.Penertiban
permukimandan
untuk
pemindahan
agroindustri
lokasihasil
permukiman
perkebunan.
* Pemberian batas yang jelas dan tegas
* Mengembalikan fungsi pertanian lahan basah dari kegiatan permukiman (dibata
si agar kawasan permukiman tidak menjadi meluas atau di relokasi bila memungkink
an);
* Dibutuhkan pengawasan yang ketat untuk menjaga perkembangan permukiman di kawa
san pertanian ini, dilevel kelurahan.
* Penegakan aturan yang ketat sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku dan
Lombok Barat
Sawah
mengikat.
Bima
Lombok
d. Kawasan
Tengah
Pertambangan
Permukiman
Sumbawa Barat
Pasal 61
a. potensi tambang yang tersedia;
b. keseimbangan antara risiko dan manfaat;
c. karakteristik ?sik alam dan ?sik buatan, status & fungsi kaw;
d. alokasi penempatan instalasi dan peralatan kegiatan pertambangan;
e. kebijakan pemanfaatan ruang yang telah ada;
f. zona operasi produksi berada di luar kawasan lindung, kawasan permukiman, ka
wasan pertanian pangan berkelanjutan, dan kawasan pariwisata sampai batas tidak
adanya dampak negatif secara teknis, ekonomi, dan lingkungan yang ditimbulkan ak
ibat usaha pertambangan; dan pengelolaan limbah pertambangan
10. Dalam melakukan analisis peta, 1 pixel pada peta dengan skala 1 : 250.000 ad
alah setara dengan lahan aktual seluas 6.25 Ha. Agar poligon pada peta skala 1:2
50.000 dapat terlihat/terbaca, maka poligon tersebut harus terdiri dari 4 pixel
dan setara dengan lahan aktual seluas 25 Ha. Dengan demikian, poligon dalam pet
a yang dianalisis lebih lanjut, untuk menemukan simpangan pola ruang adalah poli
gon yang memiliki minimal 4 pixel (25 Ha luas akual di lapangan).
6.2 REKOMENDASI
Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi (pemantauan dan penilaian) yang telah
dilakukan serta kesimpulan di atas, secara ringkas beberapa rekomendasi untuk me
njaga konsistensi pemanfaatan ruang di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat adal
ah sebagai berikut:
1. Aspek Struktur Ruang
a. Merujuk pada Peraturan Menteri PU No.15/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan
RTRW Provinsi, perwujudan rencana struktur ruang wilayah provinsi, meliputi:
i. perwujudan pusat kegiatan (PKN, PKSN, PKW, PKL) di wilayah provinsi; dan
ii. perwujudan sistem prasarana nasional dan wilayah dalam wilayah provinsi, men
cakup:
* perwujudan sistem jaringan prasarana transportasi di wilayah provinsi, yang me
liputi sistem prasarana transportasi darat, udara,dan air;
* perwujudan sistem jaringan prasarana sumber daya air;
* perwujudan sistem jaringan prasarana energi;
* perwujudan sistem jaringan prasarana telekomunikasi; dan
* perwujudan sistem jaringan prasarana lainnya (sesuai kebutuhan provinsi).
Selanjutnya dalam pedoman tersebut juga, disebutkan bahwa PKN atau Pusat Kegiata
n Nasional adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
internasional, nasional, atau beberapa provinsi. PKW atau Pusat Kegiatan Wilay
ah adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provins
i atau beberapa kabupaten/kota. Adapun PKL atau Pusat Kegiatan Lokal adalah kaw
asan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau
beberapa kecamatan
Indikasi program utama dalam RTRW Provinsi Nusa Tenggara Barat sudah menggambark
an upaya untuk mewujudkan sistem perkotaan di wilayah provinsi tersebut, mulai d
ari PKN hingga PKL. Selanjutnya, karena masih bersifat indikatif, pemerintah pr
ovinsi perlu menterjemahkan indikasi program tersebut kedalam program beserta ke
giatan SKPD terkait agar lebih nyata dan dapat diimplementasikan untuk mewujudka
n sistem perkotaan yang telah direncanakan.
b. Perlu adanya koordinasi antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupate
n/Kota untuk melaksanakan program perwujudan sistem pusat kegiatan dan sistem j
aringan prasarana;
2. Aspek Pola Ruang
a. Berdasarkan analisis overlay peta tutupan lahan 2016 dengan rencana pola ruan
g RTRW Provinsi Nusa Tenggara Barat 2009-2029, dan dengan mempertimbangkan tutup
an lahan pada saat rencana tata ruang disusun, indikasi simpangan pola ruang di
Provinsi Nusa Tenggara Barat terjadi pada:
i. Kawasan Lindung
ii. Kawasan Hutan Mangrove
iii. Kawasan Suaka Alam, Kelestarian Alam, Cagar Budaya Alam
iv. Kawasan Hutan Produksti
v. Kawasan Pertanian
vi. Kawasan Perkebunan
vii. Kawasan Pertambangan, dan
viii. Danau/Waduk.
Pada kedelapan kawasan tersebut, tutupan lahan yang diindikasikan menyimpang dar
i rencana pola ruangnya adalah pertanian lahan kering, sawah dan permukiman.
Dalam Pasal 76 Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 16 3Tahun 20
10 TentangRencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2009-20
29 disebutkan bahwa indikasi arahan peraturan zonasi untuk Hutan Lindung adalah
mengelola kegiatan budidaya yang telah berlangsung dalam hutan lindung berdasark
an analisis mengenai dampak lingkungan, dan menerapkan pengembangan kegiatan bud
idaya bersyarat di kawasan hutan lindung yang didalamnya terdapat deposit minera
l atau sumber daya alam lainnya.
Merujuk pada Pasal 99 Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tat
a Ruang Wilayah Nasional, peraturan zonasi untuk kawasan hutan lindung disusun d
engan memperhatikan:
i. pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa merubah bentang alam;
ii. ketentuan pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasa
n hutan dan tutupan vegetasi;dan
iii. pemanfaatan ruang kawasan untuk kegiatan budidaya hanya diizinkan bagi pend
uduk asli dengan luasan tetap, tidak mengurangi fungsi lindung kawasan, dan di b
awah pengawasan ketat.
Adapun indikasi arahan peraturan zonasi untuk Hutan Produksi, berdasarkan Pasal
80 peraturan perundang-undangan yang sama, adalah sebagai berikut:
i. melestarikan fungsi lingkungan hidup kawasan hutan untuk keseimbangan ekosist
em wilayah;
ii. mengendalikan neraca sumber daya kehutanan untuk memenuhi kebutuhan jangka p
anjang;
iii. memberlakukan persyaratan penebangan secara ketat untuk melindungi populasi
pohon dan ekosistem kawasan hutan; dan
iv. menanam kembali untuk mengganti setiap batang pohon yang ditebang.
Dengan merujuk pada Pasal107 Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Renc
ana Tata Ruang Wilayah Nasional, peraturan zonasi untuk kawasan hutan produksi d
an hutan rakyat disusun dengan memperhatikan:
i. pembatasan pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga kestabilan neraca sumber day
a kehutanan;
ii. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan pemanfaatan hasil
hutan; dan
iii. ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain yang dimaksud pada huruf ii.
Rekomendasi bagi pemanfaatan ruang di Kawasan Hutan Lindung dan Hutan Produksi T
erbatas merujuk pada arahan dalam PP No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN, yaitu:
i. Kegiatan pertanian lahan kering yang sudah berkembang perlu diawasi agar tida
k meluas, dan mengurangi fungsi lindung.
ii.
b. Program perwujudan pola ruang provinsi harus berdasarkan pada permasalahan pe
manfaatan ruang yang sedang terjadi di awal tahun rencana.
c. Diperlukan adanya campur tangan pemerintah provinsi kembali terhadap peri
zinan-perizinan yang dikeluarkan oleh di pemerintah kabupaten/kota, agar dapat
dikontrol pemanfaatan ruangnya.
Tambahan:
1. Izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan kete
ntuan RTRW Provinsi Nusa Tenggara Barat perlu diatur sebagai berikut:
a. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut disesuaikan denga
n fungsi kawasan berdasarkan ketentuan RTRW;
b. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, pemanfaatan ruang dilakukan sam
pai izin terkait habis masa berlakunya dan dilakukan penyesuaian dengan fungsi k
awasan berdasarkan ketentuan RTRW; dan
c. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak memungkinkan untuk dil
akukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan ketentuan RTRW, izin yang t
elah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akib
at pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak.
2. Kawasan lindung yang difungsikan untuk kegiatan budidaya secara bertahap dike
mbalikan fungsinya sebagai kawasan lindung setelah ijin kegiatan budidaya habis
masa berlakunya
3. Pemberian insentif dan pengenaan disinsetif, sesuai arahan RTRW Provinsi Nusa
Tenggara Barat. Arahan insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai deng
an rencana struktur ruang, rencana pola ruang, dan indikasi arahan pengaturan zo
nasi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Adapun arahan disinsentif
dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah, dibatasi, atau dikurang
i keberadaannya berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan
4. Pemantapan Kawasan Lindung, meliputi upaya-upaya untuk:
a. mempertahankan luas kawasan lindung;
b. mencegah alih fungsi lahan dalam kawasan lindung;
c. minimalisasi kerusakan kawasan lindung akibat aktivitas manusia dan alam;
d. rehabilitasi dan konservasi kawasan lindung; dan
e. mitigasi dan adaptasi kawasan rawan bencana alam
5.
Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Ruang Provinsi
6-1
di Wilayah Nusa Tenggara,Maluku, dan Papua
Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Ruang Provinsi
6-
11
di Wilayah Nusa Tenggara,Maluku, dan Papua
Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Ruang Provinsi
6-15
di Wilayah Nusa Tenggara,Maluku, dan Papua

Anda mungkin juga menyukai