Anda di halaman 1dari 32

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Kanker adalah proses penyakit yang bermula ketika sel abnormal diubah

oleh mutasi genetik dari DNA seluler (Smeltzer, 2001). Pengertian hepatoma

(karsinoma hepatoseluler) menurut www.medicastore.com adalah kanker yang

berasal dari sel sel hati. Pengertian lain menurut Isselbacher, 2000

karsinoma hepatoseluler (KHS) merupakan salah satu tumor yang

menimbulkan stenosis.

B. Penentuan Stadium Tumor Nodus Metastasis (TNM) untuk hepatoma:

NO. TINGKATAN KETERANGAN


1. Stadium I Tumor 1, Nodus 0, Metastasis 0
2. Stadium II Tumor 2, Nodus 0, Metastasis 0
3. Stadium III Tumor 1, Nodus 1, Metastasis 0
Tumor 2, Nodus 1, Metastasis 0
Tumor 3, Nodus 0, Metastasis 0
Tumor 3, Nodus 1, Metastasis 0
4 Stadium IV A Tumor 4, setiap Nodus , Metastasis 0
5. Stadium IV B Setiap Tumor, setiap Nodus , Metastasis 1
Tabel 1 : Penentuan stadium TNM untuk Hepatoma.
Sumber: Smeltzer, 2001: 1199

Keterangan:

T1 : tumor soliter yang memiliki ukuran terbesar 2 cm atau kurang tanpa

invasi vaskuler.
T2 : tumor soliter yang memiliki ukuran terbesar 2 cm atau kurang dengan

invasi vaskuler , atau

Tumor multiple yang terbatas pada satu lobus dengan ukuran

terbesar tidak lebih dari 2 cm tanpa invasi vaskuler, atau

Tumor soliter dengan ukuran terbesar lebih dari 2 cm tanpa invasi

vaskuler.

T3 : Tumor soliter yang memiliki ukuran terbesar lebih dari 2 cm tanpa

invasi vaskuler atau

Tumor multiple yang terbatas pada satu lobus dengan ukuran

terbesar tidak lebih dari 2 cm dan dengan invasi vaskuler atau

Tumor multiple yang terbatas pada satu lobus dan tidak ada satupun

yang memiliki ukuran terbesar lebih dari 2 cm, dengan atau tanpa

unvasi vaskuler.

T4 : Tumor meliputi pada lebih dari satu lobus paru atau tumor tumor

yang meliputi cabang utama vena porta atau vena hepatika.

Nodus Limfatikus

N0 : Tidak terdapat metastasis pada nodus limfatikus.

N2 : Metastasis terjadi pada nodus limfatikus regional.

Metasatasis jauh (M)

M0 : Tidak terdapat metastasis jauh.

M1 : Terdapat metastasis jauh.

7
C. Anatomi Dan Fisiologi

1. Anatomi

Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh, rata rata sekitar

1.500 gr atau 2,5 % berat badan pada orang dewasa normal. Hati

merupakan organ plastis lunak yang tercetak oleh struktur sekitarnya.

Gambar 1: Anatomi Hepar


Memperlihatkan bersatunya hati dan diaphragma: Lig. Falciforme hepatis
dan Lig. teres hepatic disayat; tampak ventral.

a. Permukaan superior cembung dan terletak dibawah kubah kanan

diagfragma dan sebagian kubah kiri.

b. Bagian bawah hati cekung dan merupakan atap ginjal kanan,

lambung, pankreas dan usus.

c. Hati memiliki dua lobus utama:

1) Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh

fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar.

8
2) Lobus kiri dibagi menjadi segmen segmen medial dan lateral

oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar.

Gambar 2 : Segmen medial dan lateral dari hepar; porta hepatis; pita
pengikat yang memfiksasi hati dan pembuluh-pembuluh darah disayat;
tampak dorsal.

3) Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah

kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada

diagfraghma. Dibawah peritoneum terdapat jaringan

penyambung padat yang dinamakan kapsula Glisson, yang

meliputi seluruh permukaan organ, kapsula ini pada hilus atau

porta hepatis dipermukaan inferior, melanjutkan diri ke dalam

massa hati, membentuk rangka untuk cabang cabang vena

porta, arteria hepatica, dan saluran empedu.

2. Fisiologi

a. Sirkulasi

Hati memiliki dua sumber suplai darah dari saluran cerna dan limpa

melalui vena porta, dan dari aorta melalui arteria hepatica. Sekitar

9
sepertiga darah yang masuk adalah darah arteria dan sekitar dua

pertiga adalah darah dari vena porta. Volume total darah yang

melewati hati setiap menit adalah 1.500 ml dan dialirkan melalui vena

hepatica kanan dan kiri yang selanjutnya bermuara pada vena kava

inferior.

b. Fungsi Hati

Hati sangat penting untuk mempertahankan hidup dan berperanan pada

hampir setiap fungsi metabolik tubuh, dan khusunya

bertanggungjawab atas lebih dari 500 aktivitas berbeda.

Hepar juga berhubungan dengan isi normal darah karena hepar

membentuk sel darah merah pada masa hidup janin, sebagian hepar

berperan dalam penghancuran sel darah merah. Hepar menyimpan

kromatin yang diperlukan untuk penyempurnaan sel darah merah baru,

membuat sebagian besar dari protein plasma, membersihkan bilirubin

dari darah dan berkenaan dengan prothrombin dan fibrinogen yang

perlu untuk penggumpalan (Inayah, 2004).

Fungsi hati menurut Price, 2004 dapat dilihat dalam tabel 2. Fungsi

Utama Hati.

10
Tabel 2: Fungsi Utama Hati

NO. FUNGSI KETERANGAN


1. Pembentukan dan ekskresi Garam empedu penting untuk
empedu, metabolisme pencernaan dan absorpsi lemak
garam empedu dan vitamin yang larut dalam
lemak di usus.
Metabolisme pigmen Bilirubin, pigmen empedu
empedu utama, merupakan hasil akhir
metabolisme pemecahan sel
darah merah yang sudah tua:
proses konjugasinya berlangsung
dalam hati dan diekskresi ke
dalam empedu.
2. Metabolisme karbohidrat, Hati memegang peranan penting
glikogenesis, glikogenolisis, dalam mempertahankan kadar
glukoneogenesis glukosa darah normal dan
menyediakan energi untuk
tubuh. Karbohidrat disimpan
dalam hati sebagai glikogen.
3. Metabolisme protein, Protein serum yang disintesis
sintesis protein oleh hati termasuk albumin serta
alfa dan beta globulin (gama
globulin tidak).
Pembentukan urea Urea dibentuk semata-mata
dalam hati dari NH2 yang
kemudian diekskresi dalam
kemih dan feses.
Penyimpanan protein (asam NH3 dibentuk dari diseminasi
amino) asam amino dan kerja bakteri
usus terhadap asam amino.
4. Metabolisme lemak Hodrolisis trigliserida,
kolesterol, fosfolipid, dan
lipoprotein (diabsorpsi dari usus)
menjadi asam lemak dan
gliserol.
Ketogenesis Hati memegang peranan utama
Sintesis kolesterol pada sintesis kolesterol, sebagian
besar diekskresi dalam empedu
sebagai kolesterol atau asam
folat.
Penyimpanan lemak
5. Penyimpanan vitamin dan Vitamin yang larut lemak (A, D,
mineral E, K) disimpan dalam hati, juga
vitamin B12, tembaga dan besi.
6. Metabolisme steroid Hati menginaktifkan dan

11
mensekresi aldosteron,
glukokortikoid, estrogen,
progesteron, dan testosteron.
7. Detoksikasi Hati bertanggungjawab atas
biotransformasi zat-zat
berbahaya menjadi zat-zat yang
tidak berbahaya yang kemudian
diekskresi oleh ginjal (misalnya
obat-obatan)
8. Ruang pengapung dan Sinusoid hati merupakan depot
fungsi penyaring darah yang mengalir kembali
dari vena kava (payah jantung
kanan); kerja fagositik sel
kupffer membuang bakteri dan
debris dari darah.
Sumber : Price, Patofisiologi, 2004 : 498

D. Etiologi

Timbulnya Karsinoma Hepatoseluler (KHS) menurut Smeltzer (2001),

Isselbacher (2000), PileMone (2000) disebabkan oleh:

1. Infeksi kronik virus Hepatitis B (HBV).

2. Infeksi kronis virus Hepatitis C (HCV).

3. Kontak dengan racun kimia tertentu (mis: Vinil, klorida, arsen).

4. Defisiensi 1 antitripsin, hemokromasitis dan tirosinemia.

5. Pemberian jangka panjang Steroid adrenogenik.

E. Patofisiologi

Perjalanan penyakit cepat, bila tidak segera diobati, sebagian besar pasien

meninggal dalam 3 sampai 6 bulan setelah diagnosis. Perjalanan klinis

keganasan hati tidak berbeda diantara pasien yang terinfeksi kedua virus

dengan hanya terinfeksi salah satu virus yaitu HBV dan HCV. Infeksi kronik

12
ini sering menimbulkan sirosis, yang merupakan faktor resiko penting untuk

karsinoma hepatoseluler (Isselbacher, 2000).

Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena

memiliki suplai darah sendiri. Seiring dengan berkembangnya inflamasi pada

hepar, pola normal pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah

normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel

hepar.

Inflamasi pada hepar terjadi karena invasi virus HBV atau HCV akan

mengakibatkan kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik (empedu

yang membesar tersumbat oleh tekanan nodul maligna dalam hilus hati),

sehingga menimbulkan nyeri. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa

mual dan nyeri di ulu hati. Sumbatan intrahepatik dapat menimbulkan

hambatan pada aliran portal sehingga tekanan portal akan naik dan terjadi

hipertensi portal.

Timbulnya asites karena penurunan sintesa albumin pada proses

metabolisme protein sehingga terjadi penurunan tekanan osmotik dan

peningkatan cairan atau penimbunan cairan didalam rongga peritoneum.

Gangguan metabolisme protein yang mengakibatkan penurunan sintesa

fibrinogen prothrombin dan terjadi penurunan faktor pembekuan darah

sehingga dapat menimbulkan perdarahan.

Ikterus timbul karena kerusakan sel parenkim hati dan duktuli empedu

intrahepatik maka terjadi kesukaran pengangkutan tersebut dalam hati.

Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus,

13
karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada

duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun

bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus yang

timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan,

konjugasi dan eksresi bilirubin, oleh karena nodul tersebut menyumbat vena

porta atau bila jaringan tumor tertanam dalam rongga peritoneal.

Peningkatan kadar billirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan

garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada

ikterus. (Smeltzer, 2003). Gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan

protein menyebabkan penurunan glikogenesis dan glukoneogenesis sehingga

glikogen dalam hepar berkurang, glikogenolisis menurun dan glukosa dalam

darah berkurang akibatnya timbul keletihan.

Kerusakan sel hepar juga dapat mengakibatkan penurunan fungsi

penyimpanan vitamin dan mineral sehingga terjadi defisiensi pada zat besi,

vitamin A, vitamin K, vitamin D, vitamin E, dll. Defisiensi zat besi dapat

mengakibatkan keletihan, defisiensi vitamin A mengakibatkan gangguan

penglihatan, defisiensi vitamin K mengakibatkan resiko terjadi perdarahan,

defisiensi vitamin D mengakibatkan demineralisasi tulang dan defisiensi

vitamin E berpengaruh pada integritas kulit.

(Isselbacher, 2000; Smeltzer, 2002; Sjamsuhidajat, 2004; Carpenito, 1998).

14
F. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik menurut Smeltzer (2001), PileMone (2000) adalah:

1. Gejala gangguan nutrisi: penurunan berat badan.

2. Kehilangan kekuatan.

3. Anoreksia dan anemia.

4. Nyeri abdomen disertai dengan pembesaran hati yang cepat serta

permukaan yang teraba iregular pada palpasi.

5. Ikterus hanya terjadi jika saluran empedu yang besar tersumbat oleh

tekanan nodul maligna dalam hilus hati.

6. Asites timbul setelah nodul tersebut menyumbat vena porta atau bila

jaringan tumor tertanam dalam rongga peritoneal.

7. Sering terdapat peningkatan kadar fosfatose alkali dan alfa lipoprotein

(AFP) serum.

Sebagian kecil pasien karsinoma hepatoseluler mungkin memperlihatkan

tanda sindroma paraneoplastik dapat terjadi eritrositosis akibat aktivitas

seperti eritropoetin yang dihasilkan oleh tumor, atau timbul hiperkalemia

akibat sekresi hormon seperti paratiroid. Manifestasi lainnya adalah:

1. Hiperkolesterolemia.

2. Hipoglikemia.

3. Porfiria didapat

4. Disfibrinogenemia.

5. Kriofibrinogenemia

15
G. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi akibat karsinoma hepatoseluler menurut

PileMone (2000) ini adalah:

1) Hipertensi.

2) Hiperbilirubinemia.

3) Ensefalopati hepatic terjadi pada kegagalan hati berat yang disebabkan

oleh akumulasi amonia serta metabolik toksin.

4) Kerusakan jaringan parenkim hati yang meluas akan menyebabkan serosis

hepatis.

H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien karsinoma hepatoseluler menurut Smeltzer

(2001) adalah:

1. Non Bedah

a. Terapi Radiasi

Tujuannya adalah memberikan radiasi langsung kepada sel sel tumor

agar tidak menyebar bertambah besar, nyeri dan gangguan rasa

nyaman dapat dikurangi secara efektif dengan terapi radiasi pada 70%

hingga 90% penderita. Gejala anoreksia, kelemahan dan panas juga

berkurang dengan terapi ini.

Metode pelaksanaan radiasi mencakup:

1) Penyuntikan antibodi berlabel isotop radioaktif secara intravena

yang secara spesifik akan menyerang antigen yang berkaitan

dengan tumor.

16
2) Penempatan sumber radisi perkutan intensitas tinggi untuk therapi

radiasi intertitial.

b. Kemoterapi

Kemoterapi sistemik dan kemoterapi infus regional merupakan

metode yang digunakan untuk memberikan preparat antineoplastik

kepada pasien tumor primer dan metastasis hati untuk memberikan

kemoterapi dengan konsentrasi tinggi kedalam hati melalui arteri

hepatika dipasang pompa yang dapat ditanam.

c. Drainase Bilier Perkutan atau Drainase Transhepatik

Ini digunakan untuk melakukan pintasan saluran empedu yang

tersumbat oleh tumor hati, pankreas atau saluran empedu pada pasien

tumor yang tidak dapat dioperasi atau pada pasien yang dianggap

beresiko. Prosedur seperti ini dikerjakan untuk membentuk kembali

sistem drainase bilier, mengurangi tekanan serta rasa nyeri karena

penumpukan empedu akibat obstruksi dan meredakan gejala pruritus

serta ikterus. Selama beberapa hari setelah dipasang, kateter dibuka

untuk drainase eksternal. Cairan empedu yang mengalir keluar

diobservasi dengan ketat untuk mengetahui jumlah, warna dan adanya

darah serta debris.

d. Bentuk terapi non bedah lainnya

1) Hipertermia pernah dilakukan sebagai suatu bentuk terapi untuk

mengatasi metastasis pada hati. Pemanasan diarahkan pada tumor

17
melalui beberapa cara untuk menimbulkan nekrosis pada jaringan

tumor tersebut sementara jaringan normal tetap terlindungi.

2) Pengembangan teknik pembekuan dingin sel-sel tumor hati dengan

cryosurgery dan penggunaan bedah laser sebagai salah satu bentuk

terapi masih berada dalam tahap awal.

3) Embolisasi untuk menggangu aliran darah arterial kedalam

jaringan tumor dengan memasukkan partikel-partikel gelfoam

kedalam pembuluh darah arteri yang memperdarahi tumor ternyata

cukup efektif pada pasien-pasien dengan tumor yang kecil.

4) Imunotherapi merupakan bentuk terapi lain yang masih diteliti.

Pada tahap ini, limfosit dengan reaktivitas anti tumor diberikan

kepada penderita tumor hati. Regresi tumor yang merupakan hasil

akhir yang diinginkan ternyata terlihat pada penderita kanker

metastasis yang tidak berhasil diobati dengan terapi standar.

I. Pengkajian Fokus

1. Demografi

a. Usia: Biasanya menyerang dewasa dan orang tua.

b. Jenis kelamin : KHS empat kali lebih sering terjadi pada laki-laki

daripada perempuan ( Isselbacher, 2000 ).

c. Pekerjaan: dapat ditemukan pada orang dengan aktivitas yang

berlebihan.

18
2. Perubahan Pola Fungsional.

Data dasar tergantung pada penyebab dan beratnya kerusakan/gangguan

hati menurut Doenges (1999) adalah:

a. Aktivitas.

Klien akan mengalami kelemahan, kelelahan, malaise.

b. Sirkulasi.

Bradikardi akibat hiperbilirubin berat, ikterik pada sklera, kulit dan

membran mukosa.

c. Eliminasi.

Warna urine gelap (seperti teh), diare feses warna tanah liat.

d. Makanan dan Cairan.

Anoreksia, berat badan menurun, perasaan mual dan muntah, terjadi

peningkatan edema, asites.

e. Neurosensori.

Peka terhadap rangsang, cenderung tidur, letargi, asteriksis.

f. Nyeri / Kenyamanan.

Kram abdomen, nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan atas,

mialgia, atralgia, sakit kepala, gatal-gatal (pruritus).

g. Keamanan.

Demam, urtikaria, lesi makulopopuler, eritema, splenomegali,

pembesaran nodus servikal posterior.

19
h. Seksualitas.

Pola hidup / perilaku meningkat resiko terpajan (contoh: homoseksual

aktif atau biseksual pada wanita).

3. Pemeriksaan Fisik.

Menurut Doenges (1999) hasil pemeriksaan fisik pada pasien dengan

hepatoma adalah:

a. Tanda tanda vital.

Tekanan darah meningkat, nadi bradikardia, suhu meningkat,

pernapasan meningkat.

b. Mata : sklera ikterik.

c. Mulut: mukosa kering, bibir pucat.

d. Abdomen: terdapat nyeri tekan pada kuadran kanan atas, pembesaran

hati, asites, permukaan teraba ireguler.

e. Kulit: gatal (pruritus), ikterik.

f. Ekstremitas: mengalami kelemahan, peningkatan edema.

4. Pemeriksaan Penunjang.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan karsioma

hepatoseluler menurut Isselbacher (2000) adalah:

a. Pemeriksaan Laboratorium.

1) Terjadi peningkatan kadar bilirubin, alkali fosfatase, asparat

aminotransferase (AST), glutamic oxaloacetik transaminase

(SGOT) dan lactic dehidogenase (LDH) dapat terjadi.

20
2) Leukositosis (peningkatan jumlah sel darah putih), eritrositosis

(peningkatan jumlah sel darah merah).

3) Hiperkalsemia, hipoglikemia dan hiperkolesterolemia juga terlibat

dalam pemeriksaan laboratorium.

b. USG Abdomen: mendeteksi adanya tumor hati.

c. Biopsi hati: terdapat resiko sel-sel tumor akan bermigrasi disepanjang

bekas biopsi.

d. Laparoskopi: untuk melakukan biopsi sel hati dibawah pandangan

langsung.

21
Infeksi kronik virus (HB )
Infeksi
hepatitiskronik
B virus (HC
V )
Kontak
hepatitisdengan
C racun kimia V
Defisien
tertentu ? 1 antitrips , hemokromasitis dan
J. Pathway Keperawatan Pemberian
si jangka
in panjang steroid
tirosinemia
adrenogenik

HEPATO Resti transmisi


MA Infeksi

Terdapat nodul maligna dalam


hilus hati

Pembengkakan
hepar Kerusakan sel sel
parenkim,
dan hati
duktuli empedu intra
Bendungan vena Penekanan Nye hepatik
porta syaraf ri

Penyumbat Ganggu Metabolis Metabolis Fungsi


anvena metabolisme
an mebilirubi Karbohidrme , lemak dan vitamin dan
penyimpanan
porta protein n at protein mineral
Hiperbilirubine Defisien
Penyempitan vena Sintes Sintesa Glikogenesis
mia si
porta albumi
a dan
fibrinogen glukoneogene
dan
n prothrombin sis
Hipertensi Zat Vitamin Vitamin Vitamin Vitamin
Garam Pigme
portal besi A K D E
Hipoalbumine Faktor empedu
dalam enmped Glikogen
mia dara
pembekuan darah u hepar
dalam
Ganggu Produk Penurun Pembeku Absorb Absorb
h berkurang SDM
perfusi
an Gatal- Ikteri ketajaman
an an dara kalsium
si di sike
Tekana
jaringan gatal visus h usus kulit
nosmoti Glikogenoli Anem
k sis ia
Perubahan Ganggu Hipokalse Turg
Cairan ekstra penampilan Glukosa dalam darah Oksi penglihat
an mia orkuli
seluler Gangguan citra berkurang Hb an t
diri Demineralis
Cepat / kelemah Metabolisme asi tulan
Penimbunan Penimbunan Penimbunan Gangguan g
Di
cairan Di paru- Pada jar. lelah an aerob
cairan cairan sensori
Kelebihan vol. abdomen paru perifer penglihatan
Asam Kerusak
cairan Asite
laktat antulan
s Edema
paru Gangguan g
Lema , keletih
aktivit
intoleran
Penekan s an
pada as Resti
an
lambung Ekspan Resti mobilitas
kerusakan
si par cidera fisik
Mual, ingin u
muntah Edema
Anoreks
perifer
ia
Intake in Gangguan
adekuat metabolisme
Zat gizi
Perubahan Tidak Resiko
kurang dari
pola
efektifnya kerusakan
pernapasan

Sumber: Price, 2005, Samsuhidajat, 2004, Isselbacher, 2000

22
K. Diagnosa Kperawatan

Diagnosa keperawatan pada penyakit hepatoma secara teori menurut

Doenges (1999), Carpenito (1998) dan Kim (1995) adalah:

1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar

dan bendungan vena porta.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan penurunan

peristaltic (reflek visceral), empedu tertahan. Kegagalan masukan untuk

memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan meningkatnya kebutuhan

metabolisme sekunder terhadap infeksi kronik hepatoma.

4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intra

abdomen, asites, dan penurunan ekspansi paru.

5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah

sekunder terhadap karsinoma hepatoseluler.

6. Kelebihan volume cairan berhubuangn dengan hipertensi portal, tekanan

osmotic koloid yang merendah akibat dari penurunan protein albumin

ditandai dengan penumpukan cairan bawah kulit, intake dan output tidak

seimbang.

7. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan

pruritus sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam

empedu.

23
8. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan penurunan produksi dan

sekresi eritropoetin, penurunan produksi sel darah merah, penurunan masa

hidup sel darah merah, gangguan faktor pembekuan darah dan peningkatan

kerapuhan kapiler.

9. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular

dari agent virus.

10. Resiko gangguan konsep diri : gangguan citra tubuh berhubungan dengan

perubahan peran, perubahan penampilan fisik (ikterik, asites).

24
L. Fokus Intervensi dan Rasional

Menurut Doenges (1999), Kim (1995) dan Carpenito (1998), intervensi

keperawatan pada penyakit hepatoma adalah sebagai berikut:

1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar

dan bendungan vena porta.

a. Kriteria Hasil.

Menunjukkan tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku dalam nyeri (tidak

meringis kesakitan, menangis intensitas dan lokasinya).

b. Intervensi dan Rasional.

1) Kolaborasi dengan individu untuk menentukan metode yang dapat

digunakan untuk intensitas nyeri.

Rasional: nyeri yang berhubungan dengan hepatitis sangat tidak

nyaman, oleh karena terdapat peregangan secara kapsula hati,

melalui pendekatan kepada individu yang mengalami perubahan

kenyamanan nyeri diharapkan lebih efektif mengurangi nyeri.

2) Tunjukkan pada klien penerimaan tentang respon klien terhadap

nyeri, akui adanya nyeri, dengarkan dengan penuh perhatian

ungkapan klien tentang nyerinya.

Rasional: klienlah yang harus mencoba meyakinkan pemberi

pelayanan kesehatan bahwa ia mengalami nyeri.

3) Berikan informasi akurat dan jelaskan penyebab nyeri serta

tunjukkan berapa lama nyeri akan berakhir, bila diketahui.

25
Rasional: klien yang disiapkan untuk mengalami nyeri melalui

penjelasan nyeri yang sesungguhnya akan dirasakan (cenderung

lebih tenang dibanding klien yang penjelasan kurang atau tidak

terdapat penjelasan).

4) Bahas dengan dokter penggunaan analgetik yang tak mengandung

efek hepatotoksik.

Rasional: kemungkinan nyeri sudah tak bisa dibatasi dengan teknik

untuk mengurangi nyeri.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan penurunan

peristaltic (reflek visceral), empedu tertahan. Kegagalan masukan untuk

memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.

a. Kriteria Hasil.

Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai

laboratorium normal dan bebas dari tanda-tanda mal nutrisi.

b. Intervensi dan Rasional.

1) Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.

Rasional: keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan.

2) Awasi pemasukan diet atau jumlah kalori, tawarkan makan sedikit

tapi sering dan tawarkan pagi paling sering.

Rasional: adanya pembesaran hepar dapat menekan saluran

gastrointestinal dan menurunkan kapasitasnya.

26
3) Pertahankan hygiene mulut yang baik sebelum makan dan sesudah

makan.

Rasional: akumulasi partikel makanan di mulut dapat menambah

baru dan rasa tak sedap yang menurunkan nafsu makan.

4) Anjurkan makan pada posisi duduk tegak.

Rasional: menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat

meningkatkan pemasukan.

5) Berikan diit tinggi kalori, rendah lemak.

Rasional: glukosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk

pemenuhan energi, sedangkan lemak sulit untuk diserap atau

dimetabolisme sehingga akan membebani hepar.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan meningkatnya kebutuhan

metabolisme sekunder terhadap infeksi kronik hepatoma.

a. Kriteria Hasil

Mengembangkan pola aktivitas atau istirahat konsisten dengan

keterbatasan fisiologis.

b. Intervensi dan rasional

1) Bantu pasien dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang

meningkatkan.

Rasional: memungkinkan klien dapat memprioritaskan kegiatan-

kegiatan yang sangat penting dan meminimalkan pengeluaran

energi untuk kegiatan yang kurang penting.

27
2) Ajarkan pasien untuk membuang atau mengurangi aktivitas yang

dapat menyebabkan nyeri atau lelah dan anjurkan untuk tirah

baring.

Rasional: tirah baring akan meminimalkan energi yang dikeluarkan

sehingga metabolisme dapat digunakan untuk penyembuhan

penyakit.

3) Ajarkan strategi koping koqnitif (seperti pembandingan, relaksasi,

pengendalian bernafas).

Rasional: respon emosional terhadap intoleransi aktivitas dapat

secara efektif ditangani dengan menggunakan strategi koping

koqnitif.

4) Ajarkan orang terdekat untuk membantu pasien dalam melakukan

aktivitas.

Rasional: dukungan sosial meningkatkan pelaksanaan.

4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intra

abdomen, asites, dan penurunan ekspansi paru.

a. Kriteria Hasil.

Pola nafas adekuat, perubahan nadi (60-80 x/menit), RR 16-24

x/menit, asites berkurang, nafas tidak cuping hidung, tidak edema.

b. Intervensi dan Rasional.

1) Awasi frekwensi, kedalaman dan upaya pernafasan.

Rasional: pernafasan dangkal atau cepat kemungkinan terdapat

hipoksia atau akumulasi cairan dalam abdomen.

28
2) Auskultasi bunyi nafas tambahan.

Rasional: kemungkinan menunjukkan adanya akumulasi cairan.

3) Berikan posisi semi fowler.

Rasional: memudahkan pernafasan dengan menurunkan tekanan

pada diafragma dan meminimalkan ukuran sekret.

4) Berikan latihan nafas dalam dan batuk efektif.

Rasional: membantu ekspansi paru dalam memobilisasi lemak.

5) Berikan oksigen sesuai kebutuhan.

Rasional: mungkin perlu untuk mencegah hipoksia.

5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah

sekunder terhadap karsinoma hepatoseluler.

a. Kriteria Hasil:

1) Membran mukosa warna merah muda.

2) Tidak ada tanda sianosis maupun hipoksia.

3) Capilari refil kurang dari 3 detik.

4) Nilai laboratorium dalam batas normal (Hb).

5) Konjungtiva tidak anemis.

6) Tanda-tanda vital stabil

Tekanan darah: 90/60-130/90 mmHg, suhu: 36,7-37 oC, respirasi

rate: 16-24 x/menit, nadi: 60-80 x/menit.

29
b. Intevensi dan Rasional

1) Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit dan

dasar kuku.

Rasional: memberi informasi tentang derajat atau keadekuatan

perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi.

2) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.

Rasional: meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan

oksigenasi untuk kebutuhan seluler.

3) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungandan tubuh

hangat sesuai indikasi.

Rasional: vasokonstriksi (keorgan vital) menurunkan sirkulasi

perifer. Kenyamanan klien atau kebutuhan rasa hangat harus

seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan

pencetus vasodilatasi (penurunan perfusi organ).

4) Kolaborasikan untuk pemberian O2.

Rasional: memaksimalkan transpor oksigen ke jaringan.

5) Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium (Hb).

Rasional: mengetahui status transpor O2.

6. Kelebihan volume cairan berhubuangn dengan hipertensi portal, tekanan

osmotic koloid yang merendah akibat dari penurunan protein albumin

30
ditandai dengan penumpukan cairan bawah kulit, intake dan output tidak

seimbang.

a. Kriteria Hasil

1) Volume cairan seimbang antara pemasukan dan pengeluaran, berat

badan stabil, tanda-tanda vital dalam batas normal.

2) Tidak ada bunyi paru.

3) Tidak ada edema.

4) Tidak ada asites, protein total (6,0-8,0 gr/dl), albumin (3,5-5,5

gr/dl), K+ (3,5-5,0 mEq/L), Na (135-145 mEq/L).

b. Intervensi dan Rasional

1) Ukur masukan dan keluaran catat keseimbangannya timbang berat

badan tiap hari dan catat peningkatan lebih dari 0,5 kg per hari.

Rasional: menunjukkan status sirkulasi, terjadinya perbaikan

perpindahan cairan, dan respon terhadap terapi. Keseimbangan

positif atau peningkatan berat badan sering menunjukkan retensi

cairan lanjut.

2) Awasi tanda-tanda vital.

Rasional: peningkatan tekanan darah biasanya berhubungan

dengan kelebihan cairan.

3) Auskultasi paru, catat penurunan atau tidak adanya bunyi nafas

tambahan contoh krekles.

Rasional: peningkatan kongesti pulmonal dapat mengakibatkan

gangguan pertukaran gas pada paru-paru.

31
4) Ukur dan catat lingkar perut tiap hari.

Rasional: untuk memantau perubahan pada pembentukan asites

dan penumpukan cairan.

5) Dorong untuk tirah baring.

Rasional: posisi rekumben untuk diuresis.

6) Awasi albumin serum dan elektrolit khusus kalium dan natrium.

Rasional: penuruan albumin serum mempengaruhi tekanan osmotik

koloid plasma, mengakibatkan pembentukan odem. Penurunan

aliran darah ginjal menyertai peningkatan kadar aldosteron dna

penggunaan diuretik untuk menurunkan air total tubuh, dapat

menyebabkan sebagai perpindahan atau ketidakseimbangan

elektrolit.

7) Batasi natrium dan cairan sesuai indikasi.

Rasional: natrium mungkin dibatasi untuk meminimalkan retensi

cairan dalam area ekstra vaskuler. Pembatasan cairan perlu untuk

memperbaiki / mencegah pengenceran.

8) Beri obat diuretik sesuai indikasi.

Rasional: digunakan untuk mengontrol odem dan asites.

Menghambat efek aldosteron, meningkatkan ekstresi air, bila terapi

dengan tirah baring dan pembatasan natrium tidak teratasi.

7. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan

pruritus sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam

empedu.

32
a. Kriteria Hasil

Jaringan kulit utuh, penurunan pruritus.

b. Intervensi dan Rasional

1) Pertahankan kebersihan tanpa menyebabkan kulit kering.

a) Sering mandi dengan menggunakan air dingin dan sabun ringan

(kadtril, lanolin).

b) Keringkan kulit, jaringan digosok.

Rasional: kekeringan meningkatkan sensitifitas kulit dengan

merangsang ujung syaraf.

2) Cegah penghangatan yang berlebihan dengan pertahankan suhu

ruangan dingin dan kelembaban rendah, hindari pakaian terlalu

tebal.

Rasional: penghangatan yang berlebih menambah pruritus dengan

meningkatkan sensitivitas melalui vasodilatasi.

3) Anjurkan tidak menggaruk, instruksikan klien untuk memberikan

tekanan kuat pada area pruritus untuk tujuan menggaruk.

Rasional: penggantian merangsang pelepasan hidtamin,

menghasilkan lebih banyak pruritus.

4) Pertahankan kelembaban ruangan pada 30%-40% dan dingin.

Rasional: pendinginan akan menurunkan vasodilatasi dan

kelembaban kekeringan.

8. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan penurunan produksi dan

sekresi eritropoetin, penurunan produksi sel darah merah, penurunan masa

33
hidup sel darah merah, gangguan faktor pembekuan darah dan peningkatan

kerapuhan kapiler.

a. Kriteria Hasil :

1) Menunjukkan perbaikan nilai laboratorium (trombosit 150-400

ribu/mmk, waktu pembekuan 2-6 menit, waktu perdarahan 1-3

menit).

2) Tidak ada tanda-tanda perdarahan (ecimosis, memar (purpural)).

b. Intervensi dan Rasional

1) Catat adanya perdarahan pada area tusukan infus (jika terpasang),

urin merah dan feses berdarah.

Rasional: perdarahan dapat terjadi dengan mudah karena

kerapuhan kapiler atau gangguan pembekuan dan dapat

memperburuk anemia.

2) Anjurkan untuk menggunakan sikat gigi yang halus.

Rasional: menurunkan resiko perdarahan atau hematoma.

3) Kolaborasikan pemeriksaan lanoratorium (hitung darah lengkap,

sel darah merah, hemoglobin, hematokrit, trombosit, waktu

pembekuan, waktu perdarahan).

Rasional: mengetahui status hematologi klien.

4) Berikan transfusi jika diindikasikan.

Rasional: tranfusi diperlukan apabila klien mengalami gejala

anemia simtomatik.

34
5) Berikan obat sesuai indikasi (sediaan besi, asam folat, pelunak

feses, antasida, hemastati atau penghambat fibrinolisis)

Rasional: berguna untuk memperbaiki keadaan anemia,

mengurangi mengejan untuk menurunkan beban energi,

menghambat perdarahan yang tidak reda secara spontan,

menetralkan asam lambung.

9. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular

dari agent virus.

a. Kriteria Hasil

Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.

b. Intervensi dan Rasional

1) Gunakan kewaspadaan umum terhadap substansi tubuh yang tepat

untuk menangani semua cairan tubuh.

a) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan semua klien

atau spesimen.

b) Gunakan sarung tangan untuk kontak dengan darah dan cairan

tubuh.

c) Tempatkan spuit yang telah digunakan dengan segera pada

wadah yang tepat, jangan menutup kembali atau memanipulasi

jarum dengan cara apapun.

Rasional: pencegahan tersebut dapat memutuskan metode transmisi

virus hepatitis.

35
2) Gunakan teknik pembuangan sampah infeksius, linen dan cairan

tubuh dengan tepat untuk membersihkan peralatan-peralatan dan

permukaan yang terkontaminasi.

Rasional: teknik ini membantu melindungi orang lain dari kontak

dengan materi infeksius dan mencegah transmisi penyakit.

3) Jelaskan pentingnya mencuci tangan dengan sering pada klien,

keluarga dan pengunjung lain dan petugas pelayanan kesehatan.

Rasional: mencuci tangan menghilangkan organisme yang merusak

rantai transmisi infeksi.

4) Rujuk ke petugas pengontrol infeksi untuk evaluasi departemen

kesehatan yang tepat.

Rasional: rujukan tersebut perlu untuk mengidentifikasikan sumber

pemajanan dan kemungkinan orang lain terinfeksi. .

10. Resiko gangguan konsep diri : gangguan citra tubuh berhubungan dengan

perubahan peran, perubahan penampilan fisik (ikterik, asites).

a. Kriteria Hasil :

1) Menunjukkan penerimaan akan perubahan dan situasi yang ada

saat ini.

2) Mampu mengungkapkan perasaan takut, sedih, bingung, marah,

cemas, malu.

b. Intervensi dan Rasional

1) Diskusikan perasaan klien takut, sedih, marah. Jelaskan hubungan

dengan asal penyakit.

36
Rasional: klien sangat sensitif terhadap perubahan tubuh dan juga

mengalami perasaan bersalah, marah, sedih bila penyebabnya

berhubungan dengan alkohol (80%) atau penggunaan obat lain.

2) Dukung dan dorong klien, berikan perawatan dengan perilaku

positif dan perilaku bersahabat.

Rasional: sikap perawat dalam memberikan perawatan akan

berpengaruh pada perasaan klien terkait penilaian pribadi.

3) Dorong keluarga atau ornag terdekat untuk mengatakan perasaan,

berkunjung atau berpartisipasi pada perawatan.

Rasional: anggota keluarga akan merasa bersalah, merasa sedih

terkait kondisi klien saat ini, partisipasi pada perawatan membantu

mereka merasa berguna dan meningkatkan kepercayaan antara staf,

klien dan perawat.

4) Bantu klien dan orang terdekat untuk mengatasi perubahan pada

penampilan klien, anjurkan memakai pakaian yang tidak

menonjolkan gangguan penampilan misalnya : menggunakan baju

merah, biru atau hitam.

Rasional:

5) Kolaborasi dengan rujuk ke pelayanan pendukung (konselor,

psikiatrik).

Rasional: meningkatkan kerentanan atau masalah sehubungan

dengan penyakit ini memerlukan sumber pelayanan tambahan.

37

Anda mungkin juga menyukai