Definisi Malaria
Penyakit malaria menurut World Health Organization (WHO) adalah penyakit yang disebabkan
oleh parasit malaria (plasmodium) bentuk aseksual yang masuk ke dalam tubuh manusia yang
ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles spp) betina.
Penyakit malaria termasuk salah satu penyakit menular yang dapat menyerang semua orang,
bahkan mengakibatkan kematian terutama yang disebabkan oleh parasit Plasmodium falciparum
(Depkes, 2003)
B. Jenis-jenis Malaria
Menurut Harijanto (2000) pembagian jenis-jenis malaria berdasarkan jenis plasmodiumnya
antara lain sebagai berikut :
Malaria tropika/ falciparum malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat, ditandai
dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia yang banyak dan sering terjadi
komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika menyerang semua bentuk eritrosit.
Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Plasmodium ini berupa Ring/ cincin kecil yang
berdiameter 1/3 diameter eritrosit normal dan merupakan satu-satunya spesies yang memiliki 2
kromatin inti (Double Chromatin).
Plasmodium Malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan Plasmoduim vivax, lebih kecil
dan sitoplasmanya lebih kompak/ lebih biru. Tropozoit matur mempunyai granula coklat tua
sampai hitam dan kadang-kadang mengumpul sampai membentuk pita. Skizon Plasmodium
malariae mempunyai 8-10 merozoit yang tersusun seperti kelopak bunga/ rossete. Bentuk
gametosit sangat mirip dengan Plasmodium vivax tetapi lebih kecil.
Malaria Tersiana (Plasmodium Ovale) bentuknya mirip Plasmodium malariae, skizonnya hanya
mempunyai 8 merozoit dengan masa pigmen hitam di tengah. Karakteristik yang dapat di pakai
untuk identifikasi adalah bentuk eritrosit yang terinfeksi Plasmodium Ovale biasanya oval atau
ireguler dan fibriated. Malaria ovale merupakan bentuk yang paling ringan dari semua malaria
disebabkan oleh Plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-16 hari, walau pun periode laten sampai 4
tahun. Serangan paroksismal 3-4 hari dan jarang terjadi lebih dari 10 kali walau pun tanpa terapi
dan terjadi pada malam hari.
1. a. Fase seksual
Fase ini terjadi di dalam tubuh manusia (Skizogoni), dan di dalam tubuh nyamuk
(Sporogoni). Setelah beberapa siklus, sebagian merozoit di dalam eritrosit dapat berkembang
menjadi bentuk-bentuk seksual jantan dan betina. Gametosit ini tidak berkembang akan mati bila
tidak di hisap oleh Anopeles betina. Di dalam lambung nyamuk terjadi penggabungan dari
gametosit jantan dan betina menjadi zigote, yang kemudian mempenetrasi dinding lambung dan
berkembang menjadi Ookista. Dalam waktu 3 minggu, sporozoit kecil yang memasuki kelenjar
ludah nyamuk.
Fase eritrosit dimulai dan merozoid dalam darah menyerang eritrosit membentuk
tropozoid. Proses berlanjut menjadi trofozoit- skizonmerozoit. Setelah 2-3 generasi merozoit
dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual. Masa antara permulaan infeksi
sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten, sedangkan masa tunas/
incubasi intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya gejala
klinis demam.
1. b. Fase Aseksual
Terjadi di dalam hati, penularan terjadi bila nyamuk betina yang terinfeksi parasit, menyengat
manusia dan dengan ludahnya menyuntikkan sporozoit ke dalam peredaran darah yang untuk
selanjutnya bermukim di sel-sel parenchym hati (Pre-eritrositer). Parasit tumbuh dan mengalami
pembelahan (proses skizogoni dengan menghasilakn skizon) 6-9 hari kemudian skizon masak
dan melepaskan beribu-ribu merozoit. Fase di dalam hati ini di namakan Pra -eritrositer
primer. Terjadi di dalam darah. Sel darah merah berada dalam sirkulasi lebih kurang 120 hari.
Sel darah mengandung hemoglobin yang dapat mengangkut 20 ml O2 dalam 100 ml darah.
Eritrosit diproduksi oleh hormon eritropoitin di dalam ginjal dan hati. Sel darah di hancurkan di
limpa yang mana proses penghancuran yang di keluarkan diproses kembali untuk mensintesa sel
eritrosit yang baru dan pigmen bilirubin yang dikelurkan bersamaan dari usus halus. Dari
sebagian merozoit memasuki sel-sel darah merah dan berkembang di sini menjadi trofozoit.
Sebagian lainnya memasuki jaringan lain, antara lain limpa atau terdiam di hati dan di sebut
ekso-eritrositer sekunder. Dalam waktu 48 -72 jam, sel-sel darah merah pecah dan merozoit
yang di lepaskan dapat memasuki siklus di mulai kembali. Setiap saat sel darah merah pecah,
penderita merasa kedinginan dan demam, hal ini di sebabkan oleh merozoit dan protein asing
yang di pisahkan. Secara garis besar semua jenis Plasmodium memiliki siklus hidup yang sama
yaitu tetap sebagian di tubuh manusia (aseksual) dan sebagian ditubuh nyamuk.
Kelas : Sporozoa
Subkelas : Coccidiida
Ordo : Eucoccidies
Sub-ordo : Haemosporidiidea
Famili : Plasmodiidae
Genus : Plasmodium
Sub-genus : Laverania
Plasmodium vivax
Plasmodium malariae
Plasmodium ovale
Untuk tujuan klinis dan diagnostik malaria dapat dianggap sebagai dua wujud penyakit. Malaria
yang paling berbahaya disebabkan oleh Plasmodium falciparum dan disebut sebagai malaria
tertiana maligna. Malaria ini menyebabkan timbulnya berbagai manifestasi klinis akut yang bila
tidak diobati dapat mematikan dalam beberapa hari sejak mulai terinfeksinya. Malaria jenis
kedua yaitu malaria yang disebabkan oleh Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, dan
Plasmodium malariae. Malaria tersebut disebut dengan malaria tertiana benigna, karena malaria
tersebut hampir tidak pernah mematikan penderitanya.
C. Karakteristik nyamuk
Menurut Harijanto (2000) malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk betina
Anopheles. Lebih dari 400 spesies Anopheles di dunia, hanya sekitar 67 yang terbukti
mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria. Di Indonesia telah ditemukan 24 spesies
Anopheles yang menjadi vektor malaria.
Sarang nyamuk Anopheles bervariasi, ada yang di air tawar, air payau dan ada pula yang
bersarang pada genangan air pada cabang-cabang pohon yang besar (Slamet, 2002, hal 103).
1. a. Hidup di daerah tropic dan sub tropic, ditemukan hidup di dataran rendah.
2. b. Menggigit antara waktu senja (malam hari) dan subuh hari.
3. c. Biasanya tinggal di dalam rumah, di luar rumah, dan senang mengigit manusia
(menghisap darah).
5. e. Pada saat menggigit bagian belakangnya mengarah ke atas dengan sudut 48 derajat.
D. ETIOLOGI
Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat cepat maupun lama prosesnya, malaria disebabkan
oleh protozoa genus Plasmodium bentuk aseksual yang masuk kedalam tubuh manusia
ditularkan oleh nyamsuk malaria (anopeles) betina. Selain berasal dari vektor nyamuk, malaria
juga dapat ditularkan melalui transfusi darah atau jarum suntik yang terkontaminasi darah
penderita malaria. Malaria kongenital disebabkan oleh penularan agen penyebab melalui barier
plasenta, namun kejadian ini jarang terjadi. Sebaliknya, malaria neonatus, agak sering terjadi dan
merupakan akibat dari pencampuran darah ibu yang terinfeksi dengan darah bayi selama proses
kelahiran.
Plasmodium sebagai penyebab malaria terdiri dari 4 spesies, yaitu Plasmodium vivax,
Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale. Malaria juga melibatkan
hospes perantara, yaitu manusia maupun vertebra lainnya, dan hospes definitif, yaitu nyamuk
Anopheles.
5.
Resiko tinggi
infeksi
Hiperter
mi
7. PATHWAYS
Sporozoit
Masuk jaringan TNF meningkat konsentrasi Interleukin
11.
Eritrosit lisis
Komponenseluler
Kompensasi
Menggigil
Penurunan suplai O2
Berkeringat berlebih
Kelelahan Rasa haus positif
Dehidrasi
6. Patofisiologi
Parasit Plasmodium yang berkembang biak dengan cara memisahkan tubuh dapat berkembang
biak di dalam sistem hati manusia dengan sangat cepat menjadi ribuan hanya dalam beberapa
menit setelah parasit ini disuntikan oleh nyamuk Anopheles betina yang sedang makan.
Terdapat dua tahap perkembangan penyakit malaria, yaitu tahap exoerthrocitic dan tahap
erithrocitic. Tahap exoeriyhrocitic adalah tahap dimana terjadinya infeksi pada sistem hati (liver)
manusia yang disebabkan oleh parasit plasmodium, sedangkan tahap erithrocitic adalah tahap
terjadinya infeksi pada sel darah merah (eritrosit).
Setelah masuk melalui darah dan sampai di sistem hati manusia, parasit ini akan berkembang
biak dengan cepat yang kemudian keluar dan menginfeksi sel darah merah, yang mana proses
inilah yang menimbulkan timbulnya demam pada penderita malaria. Selanjutnya adalah parasit
plasmodium akan terus berkembang biak dalam sel darah merah yang kemudian keluar untuk
menginfeksi sel darah merah lain yang masih sehat, hal inilah yang menyebabkan terjadinya
gejala panas atau demam naik turun pada penderita malaria.
Walaupun sebenarnya sistem limpa manusia bisa menghancurkan sel darah merah yang terinfeksi
oleh parasit, tetapi parasit plasmodium jenis falciparum dapat membuat sel darah merah
menempel pada pembuluh darah kecil dengan cara melepaskan protein adhesif, sehingga dengan
begini sel darah merah yang terinfeksi tidak dapat masuk kedalam sistem limpa untuk
dihancurkan. Dengan kemampuan inilah plasmodium falciparum sering menjadi penyakit
malaria akut, karena dengan kemampuan menempelkan sel darah merah yang telah terinfeksi di
dinding pembuluh darah kecil secara simultan sehingga dapat menyumbat peredaran darah ke
otak yang sering mengakibatkan kondisi koma pada penderita penyakit malaria (lihat gambar di
atas).
Lain halnya dengan sebagian parasit plasmodium jenis vivax atau ovale tidak mempunyai
kecenderungan yang mematikan seperti plasmdium falciparum tetapi dengan kemampuan
menghasilkan hipnosoites yang tetap aktif selama beberapa bulan bahkan tahun, sehingga
penderita penyakit malaria yang disebabkan plasmodium ini sering mengalami malaria yang baru
kambuh dan kambuh lagi selama beberapa bulan bahkan tahun setelah terinfeksi pertama kali,
dan sangat sulit dibasmi secara tuntas dari dalam tubuh manusia terinfeksi.
Patofisiologi pada malaria belum diketahui dengan pasti. Patofisiologi malaria adalah
multifaktorial dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut :
1. a. Penghancuran eritrosit.
Penghancuran eritrosit ini tidak saja dengan pecahnya eritrosit yang mengandung parasit, tetapi
juga oleh fagositosis eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit,
sehingga menyebabkan anemia dan anoksia jaringan. Dengan hemolisis intra vaskular yang
berat, dapat terjadi hemoglobinuria (blackwater fever) dan dapat mengakibatkan gagal ginjal.
1. b. Mediator endotoksin-makrofag.
Pada saat skizogoni, eirtosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitif
endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator yang berperan dalam perubahan patofisiologi
malaria. Endotoksin tidak terdapat pada parasit malaria, mungkin berasal dari rongga saluran
cerna. Parasit malaria itu sendiri dapat melepaskan faktor neksoris tumor (TNF). TNF adalah
suatu monokin , ditemukan dalam darah hewan dan manusia yang terjangkit parasit malaria. TNF
dan sitokin lain yang berhubungan, menimbulkan demam, hipoglimeia dan sindrom penyakit
pernafasan pada orang dewasa (ARDS = adult respiratory distress syndrome) dengan sekuestrasi
sel neutrofil dalam pembuluh darah paru. TNF dapat juga menghancurkan plasmodium
falciparum in vitro dan dapat meningkatkan perlekatan eritrosit yang dihinggapi parasit pada
endotelium kapiler. Konsentrasi TNF dalam serum pada anak dengan malaria falciparum akut
berhubungan langsung dengan mortalitas, hipoglikemia, hiperparasitemia dan beratnya penyakit.
Eritrosit yang terinfeksi plasmodium falciparum stadium lanjut dapat membentuk tonjolan-
tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen malaria dan
bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung
plasmodium falciparum terhadap endotelium kapiler darah dalam alat dalam, sehingga skizogoni
berlangsung di sirkulasi alat dalam, bukan di sirkulasi perifer. Eritrosit yang terinfeksi,
menempel pada endotelium kapiler darah dan membentuk gumpalan (sludge) yang membendung
kapiler dalam alam-alat dalam.
Protein dan cairan merembes melalui membran kapiler yang bocor (menjadi permeabel)
dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan. Anoksia jaringan yang cukup meluas dapat
menyebabkan kematian. Protein kaya histidin P. falciparum ditemukan pada tonjolan-tonjolan
tersebut, sekurang-kurangnya ada empat macam protein untuk sitoaherens eritrosit yang
terinfeksi plasmodium P. falciparum.
tropozoit hati
hipnozoit (DORMAN)
Fase eritrosit
Tropozoit matur (amuboid, inti parasite membelah menjadi inti lebih kecil) - 24 jam kedua
Demam periodik
Skizont darah
Malaise
Anorexia
Mual-muntah
ookinet PGE2
kelenjar liur
termostat
heat loss
berkeringat
suhu menurun
eritrosit pecah, penurunan interaksi Hb & dinding sel eritrosit, perubahan membrane eritrosit
SADT
Fragmentosit, Burr
cell, makaria
stipping
limpa hepar
splenomegali
hepatomegali
Bil. Total
Bil. indirek
jumlah eritrosit <<<
Hb yang mengikat O2
Hb
Conjungtiva
anemis
(www.Scibd.com)
G. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang di temukan pada klien dngan malaria secara umum menurut Mansjoer
(1999) antara lain sebagai berikut :
1. a. Demam
Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang (sporolasi). Pada Malaria
Tertiana (P.Vivax dan P. Ovale), pematangan skizon tiap 48 jam maka periodisitas demamnya
setiap hari ke-3, sedangkan Malaria Kuartana (P. Malariae) pematangannya tiap 72 jam dan
periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap serangan di tandai dengan beberapa serangan demam
periodik.
Gejala umum (gejala klasik) yaitu terjadinya Trias Malaria (malaria proxysm) secara berurutan
:
1) Periode dingin.
Mulai menggigil, kulit kering dan dingin, penderita sering membungkus diri dengan selimut atau
sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat
sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti
dengan meningkatnya temperatur.
2) Periode panas.
Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tetap tinggi sampai 40oC atau lebih,
respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah-muntah, dapat terjadi syok (tekanan
darah turun), kesadaran delirium sampai terjadi kejang (anak). Periode ini lebih lama dari fase
dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.
3) Periode berkeringat.
Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah, temperatur turun,
penderita merasa capai dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat
melakukan pekerjaan biasa.
1. b. Splenomegali
Komplikasi yang muncul adalah splenomegali adalah pembesaran limpa yang merupakan
gejala khas Malaria Kronik. Limpa mengalami kongesti, menghitam dan menjadi keras karena
timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat bertambah (Corwin , 2000, hal. 571).
Pembesaran limpa terjadi pada beberapa infeksi ketika membesar sekitar 3 kali lipat. Lien dapat
teraba di bawah arkus costa kiri, lekukan pada batas anterior. Pada batasan anteriornya
merupakan gambaran pada palpasi yang membedakan jika lien membesar lebih lanjut. Lien akan
terdorong ke bawah ke kanan, mendekat umbilicus dan fossa iliaca dekstra.
1. c. Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah anemia karena
Falcifarum. Anemia di sebabkan oleh penghancuran eritrosit yang berlebihan Eritrosit normal
tidak dapat hidup lama (reduced survival time). Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi
eritropoesis dalam sumsum tulang.
1. d. Ikterus
Ikterus adalah diskolorasi kuning pada kulit dan skIera mata akibat kelebihan bilirubin dalam
darah. Bilirubin adalah produk penguraian sel darah merah. Terdapat tiga jenis ikterus antara lain
:
1) Ikterus hemolitik
Disebabkan oleh lisisnya (penguraian) sel darah merah yang berlebihan. Ikterus ini dapat terjadi
pada destruksi sel darah merah yang berlebihan dan hati dapat mengkonjugasikan semua
bilirubin yang di hasilkan
2) Ikterus hepatoseluler
Penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh hati terjadi pada disfungsi hepatosit dan di
sebut dengan hepatoseluler.
Plasmodium Falcifarum menyerang sel darah merah seumur hidup. Infeksi Plasmodium
Falcifarum sering kali menyebabkan sel darah merah yang mengandung parasit menghasilkan
banyak tonjolan untuk melekat pada lapisan endotel dinding kapiler dengan akibat obstruksi
trombosis dan iskemik lokal. Infeksi ini sering kali lebih berat dari infeksi lainnya dengan angka
komplikasi tinggi (Malaria Serebral, gangguan gastrointestinal, Algid Malaria, dan Black Water
Fever).
Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain nyeri pada kepala dan
punggung, mual, pembesaran limpa, dan malaise umum. Komplikasi yang jarang terjadi namun
dapat terjadi seperti sindrom nefrotik dan komplikasi terhadap ginjal lainnya. Pada pemeriksaan
akan di temukan edema, asites, proteinuria, hipoproteinemia, tanpa uremia dan hipertensi.
Serangan paroksismal 3-4 hari dan jarang terjadi lebih dari dari 10 kali walaupun tanpa terapi
dan terjadi pada malam hari.
Gejala malaria jenis ini secara periodik 48 jam dengan gejala klasik trias malaria dan
mengakibatkan demam berkala 4 hari sekali dengan puncak demam setiap 72 jam.
H. Pemeriksaan diagnostic.
1. a. Pemeriksaan mikroskopis malaria.
Diagnosis malaria sebagai mana penyakit pada umumnya didasarkan pada manifestasi klinis
(termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya parasit (plasmodium) di dalam
penderita. Uji imunoserologis yang dirancang dengan bermacam-macam target dianjurkan
sebagai pelengkap pemeriksaan mikroskopis dalam menunjang diagnosis malaria atau ditujukan
untuk survey epidemiologi di mana pemeriksaan mikrokopis tidak dapat dilakukan. Diagnosis
definitif demam malaria ditegakan dengan ditemukanya parasit plasmodium dalam darah
penderita. Pemeriksaan mikrokropis satu kali yang memberi hasil negatif tidak menyingkirkan
diagnosis deman malaria. Untuk itu diperlukan pemeriksaan serial dengan interval antara
pemeriksaan satu hari.
1. Waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode demam memasuki
periode berkeringat. Pada periode ini jumlah trophozoite dalam sirkulasi dalam mencapai
maksimal dan cukup matur sehingga memudahkan identifikasi spesies parasit.
2. Volume yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler (finger prick) dengan
volume 3,0-4,0 mikro liter untuk sediaan tebal dan 1,0-1,5 mikro liter untuk sedian tipis.
3. Kualitas perparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies plasmodium yang tepat.
Prinsip dasar: tes floresensi yaitu adanya protein pada plasmodium yang dapat mengikat acridine
orange akan mengidentifikasi eritrosit terinfeksi plasmodium. QBC merupakan teknik
pemeriksaan dengan menggunakan tabung kapiler dengan diameter tertentu yang dilapisi
acridine orange tetapi cara ini tidak dapat membedakan spesies plasmodium dan kurang tepat
sebagai instrumen hitung parasit.
1. c. Pemeriksaan imunoserologis
Pemeriksaan imunoserologis didesain baik untuk mendeteksi antibodi spesifik terhadap paraasit
plasmodium maupun antigen spesifik plasmodium atau eritrosit yang terinfeksi plasmodium
teknik ini terus dikembangkan terutama menggunakan teknik radioimmunoassay dan enzim
immunoassay.
1. d. Pemeriksan Biomolekuler
Pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit/ plasmodium
dalam darah penderita malaria.tes ini menggunakan DNA lengkap yaitu dengan melisiskan
eritrosit penderita malaria untuk mendapatkan ekstrak DNA.
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan khusus pada kasus- kasus malaria dapat diberikan tergantung dari jenis
plasmodium, menurut Tjay & Rahardja (2002) antara lain sebagai berikut:
Biasanya di tanggulangi dengan kloroquin namun jika resisten perlu di tambahkan mefloquin
single dose 500 mg p.c (atau kinin 3 dd 600 mg selama 4-7 hari). Terapi ini disusul dengan
pemberian primaquin 15 mg /hari selama 14 hari)
1. Malaria Ovale
Berikan kinin dan doksisklin (hari pertama 200 mg, lalu 1 dd 100 mg selama 6 hari). Atau
mefloquin (2 dosis dari masing-masing 15 dan 10 mg/ kg dengan interval 4-6 jam).
Pirimethamin-sulfadoksin (dosis tunggal dari 3 tablet ) yang biasanya di kombinasikan dengan
kinin (3 dd 600 mg selama 3 hari).
1. Malaria Falcifarum
Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam dosis tunggal sebanyak
2-3 tablet. Kina 3 x 650 mg selama 7 hari. Antibiotik seperti tetrasiklin 4 x 250 mg/ hari selama
7-10 hari dan aminosiklin 2 x 100 mg/ hari selama 7 hari
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN MALARIA
1. Pengkajian
1. Aktivitas/ istirahat
1. Sirkulasi
1. Eliminasi
Gejela : Diare atau konstipasi; penurunan haluaran urine
urine.
1. Neuro sensori
koma.
1. Pernapasan.
1. Penyuluhan/ pembelajaran
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan malaria
berdasarkan dari tanda dan gejala yang timbul dapat
diuraikan seperti dibawah ini:
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan
yang tidak adekuat ; anorexia; mual/muntah
2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan sistem kekebalan tubuh;
prosedur tindakan invasive.
C. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan malaria berdasarkan masing-masing diagnosa diatas adalah:
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan
yang tidak sdekuat; anorexia; mual/muntah .
Tujuan :
Tindakan/ Intervensi :
1) Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai. Observasi dan catat masukan
makanan klien
5) Observasi dan catat kejadian mual/ muntah, dan gejala lain yang berhubungan
Rasional : Gejala GI dapat menunjukan efek anemia (hipoksia) pada organ
Rasional : Perlu bantuan dalam perencanaan diet yang memenuhi kebutuhan nutrisi.
2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan sistem tubuh (pertahanan
utama tidak adekuat), prosedur invasif.
Tujuan : Menunjukkan penyembuhan seiring perjalanan waktu, bebas dari tanda-tanda infeksi.
Tindakan/ Intervensi :
Rasional : Menggigil sering kali mendahului memuncaknya suhu pada infeksi umum.
Rasional : Dapat menunjukkan ketidak tepatan terapi antibiotik atau pertumbuhan dari
organisme.
Rasional : Suhu ruangan/ jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati
normal.
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
Tujuan :
Kriteria hasil :
Tindakan/ intervensi :
Rasional : Pada awal nadi cepat kuat karena peningkatan curah jantung, nadi dapat lemah atau
lambat karena hipotensi yang terus menerus, penurunan curah jantung dan vaso kontriksi perifer.
Rasional : Untuk mempertahankan perfusi jaringan, sejumlah besar cairan mungkin dibutuhkan
untuk mendukung volume sirkulasi.
5. Intoleran aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan nutrisi dari
kebutuhan.Tujuan : Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-
hari).
1. Intervensi :
1) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas/AKS normal, catat laporan
2) Awasi TD, nadi, pernapasan, selama dan sesudah aktivitas. Catat respons
menimbulkan dekompensasi/kegagalan.
Intervensi :
1) Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala 0-10) dan karakter nyeri.
keefektifan intervensi.
ketidaknyamanan kulit.
Tindakan/ intervensi:
2) Berikan informasi mengenai terapi obat obatan, interaksi obat, efek samping dan ketaatan
terhadap program.
Rasional : Meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama dalam penyembuhan dan
mengurangi kambuhnya komplikasi.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat cepat maupun lama prosesnya, malaria disebabkan
oleh protozoa genus Plasmodium bentuk aseksual yang masuk kedalam tubuh manusia
ditularkan oleh nyamsuk malaria (anopeles) betina. Selain berasal dari vektor nyamuk, malaria
juga dapat ditularkan melalui transfusi darah atau jarum suntik yang terkontaminasi darah
penderita malaria. Malaria yang paling berbahaya disebabkan oleh Plasmodium falciparum dan
disebut sebagai malaria tertiana maligna. Ada 4 jenis malaria: Malaria Tropika (Plasmodium
Falcifarum), Malaria Kwartana (Plasmoduim Malariae), Malaria Ovale (Plasmodium Ovale),
Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax).
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Mansjoer, A,dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Tiga Jilid Satu, Jakarta : FKUI
Smeltzer, Suzaanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC