Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi dimana individu mengalami perasaan sehat dan
bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima diri sendiri dan orang
lain sebagaimana adanya, serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang
lain (Depkes, 2010).
Kesehatan Jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan social yang
terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif,
konsep diri yang positif, dan kestabilan emosional (Videbeck, 2008).
Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan sejahtera yang
meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Maka
secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya sekedar bebas dari gangguan tetapi lebih
kepada perasaan sehat, sejahtera dan bahagia ( well being ), ada keserasian antara pikiran,
perasaan, perilaku, dapat merasakan kebahagiaan dalam sebagian besar kehidupannya serta
mampu mengatasi tantangan hidup sehari- hari.
Kondisi sehat tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai kondisi, salah satunya adalah
krisis ekonomi yang dihadapi Rakyat Indonesia. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia
saat ini menimbulkan dampak terjadinya banyak pengangguran dan terjadi persaingan
yang makin banyak dalam berbagai bidang, baik dalam pekerjaan maupun kehidupan
sosial. Disamping permasalahan yang sedang dihadapi, manusia memiliki kelebihan yaitu
mahluk social dimana manusia bisa beradaptasi dengan orang lain dan terus menerus
mengembangkan hubungan dengan orang lain serta berinteraksi dengan lingkungan.
Hubungan yang baik diperoleh jika tercipta kenyamanan selama berinteraksi dengan
orang lain. Sebaliknya hubungan yang tidak nyaman sering terjadi konflik yang dapat
menimbulkan stressor tersendiri bagi individu. Karena itu dibutuhkan strategi koping
yang efektif untuk beradaptasi terhadap perubahan perubahan yang terjadi.
Apabila manusia tidak mampu mengahadapi stesor yang dialaminya dan lebih
memilih memendam sendiri tanpa memerlukan bantuan orang lain, ini akan
mengakibatkan individu lebih banyak menghabiskan waktu sendiri dan melamun, jika
keadaan ini berlangsung lama individu akan membuat suatu persepsi yang menurutnya
benar untuk menghadapi stesor yang sedang dialaminya. Jika keadaan ini
1
berlangsung lama, individu akan semakin larut dengan persepsi itu atau disebut dengan
halusinasi.
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penghiduan ( Keliat, 2009 ).
Data demografi penderita gangguan jiwa di Indonesia masih menunjukan angka yang
cukup tinggi, hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian Direktorat Kesehatan Jiwa
Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 1996 sampai dengan tahun 2000,
melalui studi proporsi gangguan jiwa di 16 kota mengunakan Survei Ekonomi Nasional
dari setiap Badan Statistik Kotamadya terhadap 1.600 anggota rumah tangga dewasa,
diketahui 44% mengalami gangguan adiksi ( kecanduan ), 34% retardasi mental, 16%
mengalami disfungsi mental, misalnya kecemasan, depresi dan sebagainya, sedangkan
disintegrasi mental atau psikosis sebanyak 5,8% (Pandu, 2005).
Sedangkan halusinasi yang terjadi di Rumah Sakit Jiwa Soeharto Herdjan, data yang
didapatkan di ruangan perkutut dari bulan April sampai bulan Juni 2010 berjumlah 127
pasien. Dengan hasil presentasi dari jumlah terbanyak yaitu urutan pertama : klien dengan
gangguan sensori persepsi halusinasi sebanyak 65 orang ( 51,18% ), kedua : klien dengan
isolasi sosial sebanyak 56 orang ( 44,09% ), ketiga yaitu klien dengan harga diri rendah
sebanyak empat orang ( 3,15% ), dan keempat yaitu klien dengan resiko perilaku
kekerasan sebanyak dua orang ( 1,57% ). Prevalensi angka klien yang dirawat dengan
gangguan sensori persepsi : halusinasi cukup tinggi dibandingkan masalah lainnya dan
dilihat dari besarnya dampak yang ditimbulkan, maka dibutuhkan peran perawat.
Peran perawat pada klien meliputi aspek promotif, preventif kuratif dan rehabilitatif.
Promotif adalah memberikan penyuluhan tentang kesehatan jiwa, yang dilakukan di
masyarakat, sekolah, dan dirumah sakit untuk mencegah terjadinya gangguan kejiwaan.
Preventif adalah pendeteksian dini terhadap resiko terjadinya gangguan kejiwaan seperti
perubahan perilaku pada remaja ( tawuran ) sakit fisik menahun, mengalami kekerasan
dalam masa kanak kanak dari pola asuh yang salah yang dapat menyebabkan gangguan
kejiwaan. Kuratif yaitu peran perawat memberikan asuhan keperawatan pada klien yang
mengalami gangguan kejiwaan serta memberikan obat-obatan sebagai tindakan
kolaborasi dengan dokter. Rehabilitatif peran perawat dalam memperkenalkan pada
anggota keluarga cara merawat klien gangguan kejiwaan.
Berdasarkan fenomena di atas penulis tertarik untuk mengangkat kasus Gangguan
sensori persepsi : halusinasi karena jika halusinasi tidak diatasi akan menimbulkan resiko
perilaku kekerasan yang membahayakan individu dan orang lain, penulis menggunakan
proses Asuhahan Keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
implementasi, dan evaluasi dalam Karya Tulis Ilmiah dengan judul Asuhan
Keperawatan Pada Klien Tn. S Dengan Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi
pendengaran dan penglihatan di Rumah Sakit Soeharto Heerdjan Jakarta.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mendapatkan pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran dan Penglihatan.

2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khususnya adalah penulis mampu :
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan gangguan sensori persepsi
: halusinasi pendengaran dan penglihatan.
b. Mampu menentukan masalah keperawatan pada klien dengan gangguan sensori
persepsi : halusinasi pendengaran dan penglihatan
c. Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan sensori
persepsi : halusinasi pendengaran dan penglihatan.
d. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan gangguan sensori persepsi :
halusinasi pendengaran dan penglihatan.
e. Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan praktik.
f. Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat serta dapat mencari solusi
atau alternatif pemecahan masalah.
g. Mendokumentasikan semua kegiatan keperawatan pada klien dengan gangguan
sensori persepsi : halusinasi pendengaran dan pendengaran.

C. Ruang Lingkup
Penulisan makalah ilmiah ini membahas tentang asuhan keperawatan pada Tn. S
dengan gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran dan penglihatan di Ruang
Perkutut Rumah Sakit Jiwa Soeharto Heerdjan Jakarta yang dilaksanakan pada tanggal 20
23 Juli 2010.
D. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah ilmiah ini
menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus dan studi kepustakaan.
Dalam metode deskriptif pendekatan yang digunakan adalah studi kasus dimana peserta
didik mengelola 1 ( satu ) kasus dengan menggunakan proses keperawatan.

E. Sistematika Penulisan
Makalah ilmiah ini terdiri dari lima bab dengan sistematika penulisan meliputi :
BAB I : Pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup,
metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teori terdiri dari pengertian, psikodinamika (etiologi, proses dan
komplikasi), rentang respon neurobiologis, pengkajian keperawatan,
diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan,
dan evaluasi keperawatan.
BAB III : Tinjauan kasus meliputi : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan
keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan evaluasi keperawatan.
BAB IV : Pembahasan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi keperawatan.
BAB V : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

Anda mungkin juga menyukai