Sebelum membahas perkembangan HIV-AIDS di Indonesia. Ada baiknya kita mengerti dulu
apa itu HIV dan apa itu AIDS . HIV merupakan singkatan dari human immunodeficiency
virus. HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia
(terutama CD4 positive T-sel dan macrophages komponen-komponen utama sistem
kekebalan sel tubuh lainnya).
Selain itu virus ini juga menghancurkan atau mengganggu fungsi dari sel kekebalan tubuh
tersebut. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-
menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.
Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV tidak menyadarinya karena tidak ada gejala yang
tampak segera setelah terjadi infeksi awal. Beberapa orang mengalami gangguan kelenjar
yang menimbulkan efek seperti deman (disertai panas tinggi, gatal-gatal, nyeri sendi, dan
pembengkakan pada limpa), yang dapat terjadi pada saat seroconversion. Seroconversion
adalah pembentukan antibodi akibat HIV yang biasanya terjadi antara enam minggu dan tiga
bulan setelah terjadinya infeksi.
Kendatipun infeksi HIV tidak disertai gejala awal, seseorang yang terinfeksi HIV sangat
mudah menularkan virus tersebut kepada orang lain. Satu-satunya cara untuk menentukan
apakah HIV ada di dalam tubuh seseorang adalah melalui tes HIV.
Infeksi HIV menyebabkan penurunan dan melemahnya sistem kekebalan tubuh. Hal ini
menyebabkan tubuh rentan terhadap infeksi penyakit dan dapat menyebabkan
berkembangnya AIDS.
Lalu sebenarnya apa AIDS itu?. Istilah AIDS dipergunakan untuk tahap- tahap infeksi HIV
yang paling lanjut. Sebagian besar orang yang terkena HIV, bila tidak mendapat pengobatan,
akan menunjukkan tanda-tanda AIDS dalam waktu 8-10 tahun. AIDS diidentifikasi
berdasarkan beberapa infeksi tertentu, yang dikelompokkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia
(World Health Organization) sebagai berikut:
Tahap I penyakit HIV tidak menunjukkan gejala apapun dan tidak dikategorikan
sebagai AIDS.
Tahap II (meliputi manifestasi mucocutaneous minor dan infeksi-infeksi saluran
pernafasan bagian atas yang tak sembuh- sembuh)
Tahap III (meliputi diare kronis yang tidak jelas penyebabnya yang berlangsung lebih
dari satu bulan, infeksi bakteri yang parah, dan TBC paru-paru)
Tahap IV (meliputi Toksoplasmosis pada otak, Kandidiasis pada saluran tenggorokan
(oesophagus), saluran pernafasan (trachea), batang saluran paru-paru (bronchi), dan
Sarkoma Kaposi). Semua penyakit ini merupakan indikator dari AIDS.
Seberapa cepat HIV bisa berkembang menjadi AIDS?. Lamanya dapat bervariasi dari satu
individu dengan individu yang lain. Dengan gaya hidup sehat, jarak waktu antara infeksi HIV
dan menjadi sakit karena AIDS dapat berkisar antara 10-15 tahun, kadang-kadang bahkan
lebih lama. Terapi antiretroviral (ARV) dapat memperlambat perkembangan AIDS dengan
menurunkan jumlah virus (viral load) dalam tubuh yang terinfeksi. Terapi ARV bertujuan
untuk menghambat perjalanan penyakit HIV, hingga dapat memperpanjang usia dan
memperbaiki kualitas hidup. Virus HIV menyerang sel CD4 dalam sistem kekebalan tubuh
serta menggunakan sel ini untuk bereplikasi. Akibatnya, jumlah sel ini dalam tubuh pun
semakin menurun. Obat ini bekerja dengan cara menghambat proses pembuatan virus dalam
sel CD4, hingga jumlah CD4 pun dapat ditingkatkan.
Sampai dengan 30 Juni 2010 secara kumulatif jumlah kasus AIDS di Indonesia yang
dilaporkan sebanyak 21770 kasus. Berikut merupakan grafiknya :
Grafik Jumlah Kumulatif Kasus AIDS di Indonesia 10 Tahun Terakhir Berdasarkan Tahun
Pelaporan s.d 30 Juni 2010
Berdasarkan provinsi dengan kasus terbanyak di Indonesia dapat ditampilkan sebagai berikut
:
Sungguh sangat memprihatinkan bahwa penderita HIV-AIDS terletak pada usia produktif.
Dampaknya sangat luas bagi perekonomian suatu negara untuk jangka panjang. HIV dan
AIDS memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan menghancurkan jumlah manusia dengan
kemampuan produksi. Tanpa nutrisi yang baik, fasilitas kesehatan dan obat yang ada di
negara-negara berkembang, orang di negara-negara tersebut menjadi korban AIDS. Mereka
tidak hanya tidak dapat bekerja, tetapi juga akan membutuhkan fasilitas kesehatan yang
memadai. Ramalan bahwa hal ini akan menyebabkan runtuhnya ekonomi dan hubungan di
daerah. Di daerah yang terinfeksi berat, epidemik telah meninggalkan banyak anak yatim
piatu yang dirawat oleh kakek dan neneknya yang telah tua.
Pada tingkat rumah tangga, AIDS menyebabkan hilangnya pendapatan dan meningkatkan
pengeluaran kesehatan oleh suatu rumah tangga. Berkurangnya pendapatan menyebabkan
berkurangnya pengeluaran, dan terdapat juga efek pengalihan dari pengeluaran pendidikan
menuju pengeluaran kesehatan dan penguburan.
sumber :
www.aidsindonesia.or.id
http://id.wikipedia.org/wiki/AIDS
Laporan Triwulan Situasi Perkembangan HIV & AIDS di Indonesia sampai dengan 30 Juni
2010 Kementrian Kesehatan RI
Menurut UNAIDS(Badan PBB untuk penanggulangan AIDS) s/d akhir 1995, jumlah orang yang
terinfeksi HIV (Human Immuno-deficiency Virus) di dunia telah mencapai 28 juta dimana 2,4 juta
diantaranya adalah kasus bayi dan anak. Setiap hari terjadi infeksi baru sebanyak 8500 orang, sekitar
1000 diantaranya bayi dan anak.
Sejumlah 5,8 juta orang telah meninggal akibat AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome), 1,3
juta diantaranya adalah bayi dan anak. -AIDS telah menjadi penyebab kematian utama di Amerika
Serikat, Afrika Sub-sahara dan Thailand. Di Zambia, epidemi AIDS telah menurunkan usia harapan
hidup dari 66 tahun menjadi 33 tahun, di Zimbabwe akan menurun dari 70 tahun menjadi 4o tahun
dan di Uganda akan turun dari 59 tahun menjadi 31 tahun pada tahun 2010.
Virus AIDS ditemukan dalam cairan tubuh manusia, dan paling banyak ditemukan pada darah, cairan
sperma dan cairan vagina. Pada cairan tubuh lain juga bisa ditemukan (seperti misalnya cairan ASI)
tetapi jumlahnya sangat sedikit.
Sejumlah 75-85% penularan terjadi melalui hubungan seks (5-10% diantaranya melalui hubungan
homoseksual), 5-10% akibat alat suntik yang tercemar (terutama pada pemakai narkotika suntik), 3-
5% melalui transfusi darah yang tercemar.
Infeksi HIV sebagian besar (lebih dari 80%) diderita oleh kelompok usia produktif (15-49 tahun)
terutama laki-laki, tetapi proporsi penderita wanita cenderung meningkat.
Infeksi pada bayi dan anak, 90% terjadi dari ibu yang mengidap HIV. Sekitar 25-35% bayi yang
dilahirkan oleh Ibu pengidap HIV akan menjadi pengidap HIV, melalui infeksi yang terjadi selama
dalam kandungan, selama proses persalinan dan melalui pemberian ASI. Dengan pengobatan
antiretroviral pada ibu hamil trimester terakhir, risiko penularan dapat dikurangi menjadi hanya 8%.
Infeksi virus AIDS terutama disebabkan oleh perilaku seksual berganti-ganti pasangan. Oleh karena
itu yang paling berisiko untuk tertular AIDS adalah siapa saja yang mempunyai perilaku tersebut.
Harus diingat bahwa perilaku seperti ini bukan hanya dimiliki oleh kelompok pekerja seks tetapi juga
oleh kelompok lain seperti misalnya remaja, mahasiswa, eksekutif muda dsb. Jadi yang menjadi
masalah disini bukan pada "kelompok" mana tetapi pada "perilaku" yang berganti-ganti pasangan.
Sejak masuknya virus dalam tubuh manusia maka virus ini akan menggerogoti sel darah putih (yang
berperan dalam sistim kekebalan tubuh) dan setelah 5-10 tahun maka kekebalan tubuh akan hancur
dan penderita masuk dalam tahap AIDS dimana terjadi berbagai infeksi seperti misalnya infeksi
jamur, virus-virus lain, kanker dsb. Penderita akan meninggal dalam waktu 1-2 tahun kemudian
karena infeksi tersebut.
Di negara industri, seorang dewasa yang terinfeksi HIV akan menjadi AIDS dalam kurun waktu 12
tahun, sedangkan di negara berkembang kurun waktunya lebih pendek yaitu 7 tahun.
Setelah menjadi AIDS, survival rate di negara industri telah bisa diperpanjang menjadi 3 tahun,
sedangkan di negara berkembang masih kurang dari 1 tahun. Survival rate ini berhubungan erat
dengan penggunaan obat antiretroviral, pengobatan terhadap infeksi oportunistik dan kwalitas
pelayanan yang lebih baik.
Pola infeksi secara global, sekitar 90% kasus HIV/AIDS ada di negara berkembang.
Saat ini penyebarannya adalah :
Dengan globalisasi, pergerakan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, episentrum infeksi HIV/AIDS
saat ini bergeser ke Asia
PENCEGAHAN AIDS :
Pada prinsipnya, pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah penularan virus AIDS. Karena
penularan AIDS terbanyak adalah melalui hubungan seksual maka penularan AIDS bisa dicegah
dengan tidak berganti-ganti pasangan seksual. Pencegahan lain adalah melalui pencegahan kontak
darah, misalnya pencegahan penggunaan jarum suntik yang diulang, pengidap virus tidak boleh
menjadi donor darah.
Secara ringkas, pencegahan dapat dilakukan dengan formula A-B-C. A adalah abstinensia, artinya
tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah. B adalah be faithful, artinya jika sudah menikah
hanya berhubungan seks dengan pasangannya saja. C adalah condom, artinya jika memang cara A dan
B tidak bisa dipatuhi maka harus digunakan alat pencegahan dengan menggunakan kondom.
PREDIKSI YANG AKAN DATANG :
Tahun 2000, diperkirakan jumlah kasus HIV/AIDS akan meningkat menjadi 30-40 juta orang dan
pertambahan kasus baru terbanyak akan ditemukan di Asia Selatan dan Tenggara.
Di negara industri telah terlihat penurunan jumlah kasus baru (insidens) per tahun. Di Amerika
Serikat, telah turun dari 100.000 kasus baru/tahun menjadi 40.000 kasus baru/tahun. Pola serupa juga
terlihat di Eropa Utara, Australia dan Selandia Baru.
Penurunan kasus baru berkait dengan tingkat pemakaian kondom, berkurangnya jumlah pasangan
seks dan memasyarakatnya pendidikan seks untuk remaja.
Penurunan infeksi HIV juga terjadi sebagai dampak membaiknya diagnosa dini dan pengobatan yang
adekwat untuk penyakit menular seksual (PMS). Di Tanzania, daerah yang pelayanan PMSnya
berjalan baik mempunyai insidens HIV yang 40% lebih rendah. Penelitian di Pantai Gading, Afrika
memperlihatkan bahwa pengobatan PMS juga mengurangi viral load sehingga mengurangi infectivity.
Pada awalnya dimulai dengan penularan pada kelompok homoseksual (gay). Karena diantara
kelompok homoseksual juga ada yang biseksual, maka infeksi melebar ke kelompok heteroseksual
yang sering berganti-ganti pasangan.
Pada tahap kedua, infeksi mulai meluas pada kelompok pelacur dan pelanggannya.
Pada tahap ketiga, berkembang penularan pada isteri dari pelanggan pelacur.
Pada tahap ke empat mulai meningkat penularan pada bayi dan anak dari ibu yang mengidap HIV.
Wanita lebih rentan terhadap penularan HIV akibat faktor anatomis-biologis dan faktor sosiologis-
gender.
Kondisi anatomis-biologis wanita menyebabkan struktur panggul wanita dalam posisi "menampung",
dan alat reproduksi wanita sifatnya "masuk kedalam" dibandingkan pria yang sifatnya "menonjol
keluar". Keadaan ini menyebabkan mudahnya terjadi infeksi khronik tanpa diketahui oleh ybs.
Adanya infeksi khronik akan memudahkan masuknya virus HIV.
Mukosa (lapisan dalam) alat reproduksi wanita juga sangat halus dan mudah mengalami perlukaan
pada proses hubungan seksual. Perlukaan ini juga memudahkan terjadinya infeksi virus HIV.
Faktor sosiologis-gender berkaitan dengan rendahnya status sosial wanita (pendidikan, ekonomi,
ketrampilan). Akibatnya kaum wanita dalam keadaan rawan yang menyebabkan terjadinya pelcehan
dan penggunaan kekerasan seksual, dan akhirnya terjerumus kedalam pelacuran sebagai strategi
survival.
Kasus di Ghana dalam pembangunan Bendung Sungai Volta, menyebabkan ribuan penduduk tergusur
dari kampung halamannya. Kaum pria bisa memperoleh kesempatan kerja sebagai buruh dan
kemudian menjadi nelayan. Kaum wanita yang hanya terbiasa dengan pekerjaan pertanian akhirnya
tersingkir ke kota dan terjerumus pada pekerjaan hiburan dan penyediaan jasa seksual. Akibatnya
banyak yang menderita penyakit menular seksual (termasuk HIV) dan meninggal akibat AIDS.
Di Thailand Utara, akibat pembangunan ekonomi dan industri yang berkembang pesat menyebabkan
lahan pertanian berkurang dan wanita tergusur dari pekerjaan tradisionalnya di bidang pertanian.
Sebagian besar kemudian migrasi ke kota-kota besar dan menjadi pekerja seks dan akhirnya tertular
oleh HIV.
Sampai dengan bulan September 1996, jumlah kasus HIV/AIDS mencapai 449 orang, dengan
kelompok umur terbanyak pada usia 20-29 tahun (47%) dan kelompok wanita sebanyak 27%.
Kelompok usia produktif (15-49 tahun) mencapai 87%. Dilihat dari lokasi, kasus terbanyak
ditemukan di DKI Jakarta, Irian Jaya dan Riau.
Jumlah kasus yang tercatat diatas adalah menurut catatan resmi yang jauh lebih rendah dari kenyataan
sesungguhnya akibat keterbatasan dari sistem surveilance perangkat kesehatan kita.
Permasalahan HIV/AIDS di banyak negara memang memperlihatkan fenomena gunung es, dimana
yang tampak memang jauh lebih kecil dibandingkan jumlah sesungguhnya.
Proyeksi perkembangan kasus HIV/AIDS di Indonesia diperkirakan akan menembus angka 1 juta
kasus pada tahun 2005, dan sesuai pola epidemiologis yang ada maka jumlah kasus terbanyak akan
ada pada kelompok usia produktif (patut diingat bahwa pada tahun 2003 Indonesia akan memasuki
pasar bebas APEC dan membutuhkan SDM yang tangguh untuk bersaing di pasar global).
Kendala yang dihadapi untuk pengobatan adalah biaya yang mahal untuk penyediaan obat dan biaya
pemantauan laboratorium, yang mencapai US$ 16.000 - US$ 25.000/tahun. Kendala lain adalah
kepatuhan penderita untuk minum obat secara disiplin dalam jangka waktu 1,5 - 3 tahun, karena obat
yang diminum secara tidak teratur akan menyebabkan resistensi.
Diperkirakan karena mahalnya biaya pengobatan, maka hanya ada 5-10% pengidap HIV yang mampu
berobat dengan menggunakan triple drugs ini. Jika masalah biaya ini tidak bisa diatasi, maka adanya
obat tidak akan mampu memberantas HIV/AIDS secara bermakna.
Penelitian untuk menemukan vaksi pencegahan HIV juga terus dilakukan. Biaya vaksinasi
diperkirakan tidak akan semahal triple drugs. Seandainyaoun ditemukan vaksin untuk pencegahan
HIV, kendalanya adalah harus dicapainya jumlah cakupan vaksinasi yang tinggi (80%) jika
diinginkan dampak pemberantasan HIV. Untuk mencapai cakupan sebesar ini, diperkirakan akan
membutuhkan biaya yang cukup mahal dan sulit disediakan oleh negara berkembang.
Dampak sampingan dari mahalnya obat dan ketersediaan biaya untuk pelaksanaan vaksinasi,
menyebabkan munculnya isu diskriminasi baru yaitu kaya dan miskin. Pengidap HIV yang kaya akan
mampu menyediakan biaya untuk triple drugs, tetapi yang miskin tetap akan mati. Negara industri
kaya bisa menyediakan biaya untuk mencapai cakupan vaksinasi yang tinggi, sedangkan negara
berkembang mungkin tidak akan mampu.
KESIMPULAN :
Upaya pencegahan tetap lebih baik dan cost-effective dibandingkan dengan upaya pengobatan. Untuk
itu perlu dimasyarakatkan upaya pencegahan AIDS bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk untuk
kelompok remaja-mahasiswa.
file:///I:/hiv/index.php.htm