Anda di halaman 1dari 20

BAB II

PEMBAHASAN

1. Fenomena Pendidikan Abad-21

a. Karakteristik Abad-21

Abad XXI baru berjalan satu dekade, namun dalam dunia pendidikan sudah
dirasakan adanya pergeseran, dan bahkan perubahan yang bersifat mendasar pada
tataran filsafat, arah serta tujuannya. Tidaklah berlebihan bila dikatakan kemajuan
ilmu tersebut dipicu oleh lahirnya sains dan teknologi komputer. Dengan piranti
mana kemajuan sains dan teknologi terutama dalam bidang cognitive science, bio-
molecular, information technology dan nano-science kemudian menjadi kelompok
ilmu pengetahuan yang mencirikan abad XXI. Salah satu ciri yang paling
menonjol pada abad XXI adalah semakin bertautnya dunia ilmu pengetahuan,
sehingga sinergi di antaranya menjadi semakin cepat. Dalam konteks pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi di dunia pendidikan, telah terbukti semakin
menyempitnya dan meleburnya faktor ruang dan waktu yang selama ini menjadi
aspek penentu kecepatan dan keberhasilan penguasaan ilmu pengetahuan oleh
umat manusia. Bila disarikan, karakteristik abad XXI adalah:
1) Perhatian yang semakin besar terhadap masalah lingkungan hidup,
berikut implikasinya, terutama terhadap: pemanasan global. energy, pangan,
kesehatan, lingkungan binaan, mitigasi.
2) Dunia kehidupan akan semakin dihubungkan oleh teknologi informasi,
berikut implikasinya, terutama terhadap: ketahanan dan sistim pertahanan,
pendidikan, industry, komunikasi.
3) Ilmu pengetahuan akan semakin converging, berikut implikasinya,
terutama terhadap: penelitian, filsafat ilmu, paradigm pendidikan, kurikulum.
4) Kebangkitan pusat ekonomi dibelahan Asia Timur dan Tenggara, berikut
implikasinya terhadap: politik dan strategi ekonomi, industry, pertahanan.
5) Perubahan dari ekonomi berbasis sumber daya alam serta manusia kearah
ekonomi berbasis pengetahuan, berikut dengan implikasinya terhadap: kualitas
sumber daya insani, pendidikan, lapangan kerja,
6) Perhatian yang semakin besar pada industri kreatif dan industri budaya,
berikut implikasinya, terutama terhadap: kekayaan dan keanekaan ragam budaya,
pendidikan kreatif, entrepreneurship, technopreneurship, rumah produksi.
7) Budaya akan saling imbas mengimbas dengan Teknosains berikut
implikasinya, terutama terhadap: karakter, kepribadian, etiket, etika, hukum,
kriminologi, dan media.
8) Perubahan paradigma Universitas, dari Menara Gading ke Mesin
Penggerak Ekonomi. Terdapat kecenderungan semakin meningkatnya investasi
yang ditanamkan dari sektor publik ke perguruan tinggi untuk riset ilmu dasar dan
terapan serta inovasi teknologi/desain yang memberikan dampak pada
pengembangan industri dan pembangungan ekonomi dalam arti luas.

b. Tujuan Pendidikan Nasional Abad-21

Adalah cita-cita setiap bangsa untuk mewujudkan kesejahteraan dan


kebahagiaan bagi seluruh rakyatnya, dan hidup sejajar dan terhormat di kalangan
bangsa-bangsa lain. Demikian pula bangsa Indonesia bercita-cita untuk hidup
dalam kesejahteraan dan kebahagiaan, duduk sama rendah dan tegak sama tinggi
serta terhormat di kalangan bangsa-bangsa lain di dunia global dalam abad XXI
ini. Semua ini dapat dan harus dicapai dengan kemauan dan kemampuan sendiri,
yang hanya dapat ditumbuhkembangkan melalui pendidikan yang harus diikuti
oleh seluruh anak bangsa. Kata kunci dalam pendidikan ini adalah kemandirian.
Dengan demikian, tujuan pendidikan nasional dapat dirumuskan sebagai berikut
ini.

Pendidikan Nasional abad XXI bertujuan untuk mewujudkan cita-cita bangsa,


yaitu masyarakat bangsa Indonesia yang sejahtera dan bahagia, dengan
kedudukan yang terhormat dan setara dengan bangsa lain dalam dunia global,
melalui pembentukan masyarakat yang terdiri dari sumber daya manusia yang
berkualitas, yaitu pribadi yang mandiri, berkemauan dan berkemampuan untuk
mewujudkan cita-cita bangsanya.

c. Tantangan Pendidikan Abad-21

Kita sudah memasuki abad ke 21 ini tahun ke 13 tentunya harus


banyak persiapan- persiapan yang harus kita lakukan ,ada suatu hasil study Bank
Dunia tahun 2005 yang menyatakan bahwa faktor paling menentukan ke unggulan
suatu negara adalah kemampuan dalam berinovasi yang memberika kontribusi
45%.faktor ke unggulan lain nya adalah net working (25%),kemampuan teknologi
(20%),dan terakhir nbkakayaan sumber daya alam (10%). kemampuan
berinovasi itu menyangkut tataran kualitas SDM. Dalam kenyataan dapat kita
lihat bahwa negara, Finlandia dan Singapura tidak mempunyai kekayaan alam .
Ke dua nya merupakan negara kecil yang miskin sumber daya alam. Tetapi karena
kualiatas SDM-nya sangat bagus, maka ke dua nya tampil sebagai negara yang di
perhitungkan di pentas dunia.

Dan juga kita dapat mengutip hasil Global Agenda for Children : Learning
for 21 century(shaeffer,dkk,2000), yang menyatakan , bahwa untuk menghadapi
abad 21, kita di tuntut terus belajar lebih banyak. Kita juga harus belajar dengan
pendekatan ataw cara yang berbeda karena kita menghadapi zaman yang berbeda
pula. Para sisiwa di abad 21 menghadapi berbagai resiko dan ke tidakpastian
sejalan dengan perkembangan lingkungan yang begitu pesat seperti
teknologi,ilmu pengetahuan,ekonomi dan sosial-budaya,sehingga siswa di tuntut
untuk belajar lebih banyak dan ptroaktiv agar mereka memiliki pengetahuan dan
keahlian yang lebih kaya. Para siswa saat ini hidup dalam dunia yang berbeda dan
jauh lebih kompleks di banding zaman sebelum nya.

Ada pernyataan dalam website partner ship for century skill yang
menyatakan bahwa to day education sistem faces irrelevance unless webridge the
gap between how student live and how they learn. Pernyataan ini menegaskan
bahwa suatu pendidikan tidak akan relevan jika tidak menjembatani jurang antara
realita kehidupan yang akan di hadapi siswa di abad 21 dan sistem pendidikan,
dalam mempersiapkan pola pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan
zaman yang akan di hadapi siswa sebagai produk pendidikan tersebut. selain
guru,kepala sekolah dan pengawas sekolah adalah sosok kunci dalam proses
pendidikan. Mereka ini di tuntut mampu memberikan pengetahuan, sikap prilaku
dan keterampilan melalui strategi dan pola pembelajaran yang sesuai dengan
tuntutan dan perkembangan di abad 21.

Pola dan cara pembelajaran di era silam pun sudah tidak sesuai lagi
dengan tuntutan di era abad 21 yang makin kompleks. Kita perlu belajar lebih
banyak dan belajar dengan cara yang berbeda, baik teknik, metode, sarana
prasarana dan teknologi informasi,itu yang harus kita lakukan.

Di abad ke-21 ini, siswa menghadapi risiko yang lebih banyak dan situasi
yang penuh ketidakpastian. Sehingga siswa memerlukan pengetahuan yang lebih
banyak dibandingkan genarasi sebelumnya. Jika sekolah atau konsep pendidikan
tidak menyesuaikan dengan tuntutan di abad milenium ini, maka lulusan sekolah
tidak relevan dengan kehidupan yang dihadapi siswa zaman sekarang.

Kita tahu bahwa pembelajaran era sekarang juga tidak lagi memandang
siswa adalah gelas kosong, sebagai target memenuhi kewajiban pengajaran.
Pendidikan kini harus bisa merangsang siswa menjadi pembelajar yang aktif.
Siswa aktif mencari informasi, Para digma pembelajaran tradisional harus
berganti menjadi lebih fokus pada siswa.

Konsekuensi dari bergulirnya para digma pendidikan yang berfokus pada


siswa, sekolah memerlukan sumber belajar yang banyak. Harus diakui, masih
banyak sekolah yang sangat terbatas atau bahkan tak memilki sumber belajar
seperti perpustakaan. Kalau lah ada koleksi buku dan compact disk(CD) yang
dimiliki sekolah, banyak yang sudah usang. Patut di syukuri bahwa saat ini sudah
banyak buku dan alat peraga melalui pengadaan.

Teanga pendidikan yang makin profesional merupakan keharusan bagi


usaha mewujudkan lulusan pendidikan yang mampu menghadapi realitas
kehidupan di abad 21. Postur pengetahuan dan keahlian seperti apa yang di
harapkan terhadap sisiwa lulusan abad 21 ,di berbagai literatur menyebutkan
bahwa di abad 21 para siswa sebagai produk pendidikan dituntut untuk memilki
kemampuan dan pengetahuan yang dibutuhkan antara lain :

Communication skills
Critical and creative thinking
Information/digital literacy
Inquiry-reasoning skiil
Interpersonal skill
Multicultural-multilingual literacy
Problem solving
Tecnologi calskill basic skill

Berbagai keahlian dan pengetahuan di atas merupakan ciri dari tuntutan


lulusan pendidikan di abad 21 ini, sehingga perlu di respon oleh suatu model
pendidikan yang mampu menghasilkan lulusan yang memilki karakteristik
tersebut. Oleh karna itu, para guru harus mampu memberikan pola pembelajaran
yang dapat menciptakan dan menumbuhkan kemampuan siswa pada aspek
pemecahan masalah ( problem solving) , serta mendorong siswa untuk melakukan
eksperimen dan penyelidikan (inquiry) terhadap berbagai fenomena pengetahuan
yang dipelajari disekolah.

Teknologi canggih seprti ITC merupakan keterampilan yang sudah harus


melekat di dalam kehidupan guru, sihingga dalam melaksanakan tugas
pembelajaran dapat membantu dan mendorong pola belajar yang menumbuhkan
kreativitas dan sikap kritis para sisiwa. Dengan demikian,pola pembelajaran
tradisional yang cendrung satu arah di sertai sikap guru yang sangat dominan dan
oteriter di kelas, sudah sangat tidak cocok untuk menghasilkan lulusan yang di ciri
kan oleh abad 21 saat ini.

Tuntutan kompetensi lulusan sekolah untuk menghadapi abad 21 pada


giliran nya juga berimplikasi terhadap pola atau pendekatan pembelajaran yang
sangat berbeda di banding pada masa sebelum nya. Pada masa lalu, guru menjadi
satu-satunya pusat sumber belajar, sehingga siswa menjadi pasif dan tidak pro
aktiv dalam mengakses infrastruktur pengetahuan. Sekarang,internet telah menjadi
sumber belajar yang jauh lebih baik dan lebih cepat. Para siswa banyak
memanfaatkan kemajuan teknolgi informasi ini sebagai sumber belajar, sehingga
pengetahuan mereka menjadi lebih luas.

Makna yang dapat di petik dari pernyataan di atas terhadap dunia


pendidikan kita adalah guru dan tenaga kependidikan di tuntut untuk mampu
mendorong siswa terus belajar(active learners) dan pro aktif mencari informasi
baru di dalam dunia pengetahuan (search information). Pendidik dan tenaga
kependidikan di tuntut juga untuk menjadi pembelajar yang pro aktif sehingga
mampu memberikan pola pembelajaran yang lebih relevan dan mutakhir, untuk
memenuhi tuntutan pengetahuan dan ke ahlian seperti yang dipersyaratkan di abad
21.

Tugas untuk membimbing, mengajar, melatih, dan menginspirasi siswa


memang menjadi tugas guru. The excellent teacher adalah guru yang mampu
memberi inspirasi kepada siswa nya. The best teacher adalah guru yang mampu
mendemontrsikan atau memberikan contoh (model) kepada siswa nya. Better
teacher adaalah guru yang mampu menerangkan materi pelajaran kepada siswa
nya dengan baik. Good teacher adalah guru yang mampu bercerita atau
mendongeng di depan siswanya. semua hal yang harus di penuhi guru itu juga
harus dipahami kepala sekolah, pengawas sekolah dan tenaga kependidikan lain
nya, agar bisa menunjang tugas-tugas guru tersebut, .

Kemapuan berkolaborasi, merupakan sikap yang harus di miliki pendidik


dan tenaga kependidikan dalam melaksanakan proses pembelajaran di sekolah.
Guru perlu berkolaborasi dengan sesama guru, kepala sekolah, siswa, orang tua,
pengawas sekolah, tenaga perpustakaan sekolah, tenaga adminitrasi sekolah dan
tenaga laboratorium sekolah. Pola pembelajaran yang beroerintasi siswa juga
harus menempatkan siswa sebagai fokous yang di dorong untuk berkolaborasi
dalam menciptakan dan melakukan proses pembelajaran yang aktif, kreatif,
evektif, bermakna bagi siswa, menyenangkan, menarik, dan tidak menbosankan.

2. Strategi Pencapaian Pendidikan Abad-21


a. Konsep Pendidikan Abad-21

Di abad ke 21 ini, pendidikan menjadi semakin penting untuk menjamin


peserta didik memiliki keterampilan belajar dan berinovasi, keterampilan
menggunakan teknologi dan media informasi, serta dapat bekerja, dan bertahan
dengan menggunakan keterampilan untuk hidup (life skills). Tiga konsep
pendidikan abad 21 telah diadaptasi oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia untuk mengembangkan kurikulum baru untuk
Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas
(SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Ketiga konsep tersebut adalah
21st Century Skills (Trilling dan Fadel, 2009), scientific approach (Dyer, et al.,
2009) dan authentic assesment (Wiggins dan McTighe, 2011); Ormiston, 2011;
Aitken dan Pungur, 1996; Costa dan Kallick, 1992).

1. Keterampilan Abad-21

Keterampilan abad 21 adalah (1) life and career skills, (2) learning and
innovation skills, dan (3) Information msedia and technology skills. Ketiga
keterampilan tersebut dirangkum dalam sebuah skema yang disebut dengan
pelangi keterampilan-pengetahuan abad 21/21st century knowledge-skills rainbow
(Trilling dan Fadel, 2009). Skema tersebut diadaptasi oleh organisasi nirlaba p21
yang mengembangkan kerangka kerja (framework) pendidikan abad 21 ke seluruh
dunia melalui situs www.p21.org yang bsis di negara bagian Tuscon, Amerika.
Adapun konsep keterampilan abad 21 dan core subject 3R, dideskripsikan berikut
ini.
Gambar 1. Pelangi Keterampilan-Pengetahuan Abad 21 diadaptasi oleh P21
Sumber: www.p21.org

Pada skema yang dikembangkan oleh p21 diperjelas dengan tambahan


core subject 3R. dalam konteks pendidikan, 3R adalah singkatan dari reading,
writing dan (a)rithmatic, diambil lafal R yang kuat dari setiap kata. Dari subjek
reading dan writing, muncul gagasan pendidikan modern yaitu literasi yang
digunakan sebagai pembelajaran untuk memahami gagasan melalui media kata-
kata. Dari subjek aritmatik muncul pendidikan modern yang berkaitan dengan
angka yang artinya bisa memahami angka melalui matematika. Dalam pendidikan,
tidak ada istilah tunggal yang relevan dengan literasi (literacy) dan angka
(numeracy) yang dapat mengekspresikan kemampuan membuat sesuatu
(wrighting). 3R yang diadaptasi dari abad 18 dan 19 tersebut, ekivalen dengan
keterampilan fungsional literasi, numerasi dan ICT yang ditemukan pada sistem
pendidikan modern saat ini.

Selanjutnya, untuk memperjelas fungsi core subject 3R dalam konteks 21st


century skills, 3R di terjemahkan menjadi life and career skills, learning and
innovatiion skills dan information media and technology skills. Penjelasannya
dideskripsikan berikut ini.

Life and Career Skills


Life and Career skills (keterampilan hidup dan berkarir) meliputi
(a) fleksibilitas dan adaptabilitas/Flexibility and Adaptability, Siswa mampu
mengadaptasi perubahan dan fleksibel dalam belajar dan berkegiatan dalam
kelompok.
(b) inisiatif dan mengatur diri sendiri/Initiative and Self-Direction, Siswa
mampu mengelola tujuan dan waktu, bekerja secara independen dan menjadi siswa yang
dapat mengatur diri sendiri.

(c) interaksi sosial dan budaya/Social and Cross-Cultural Interaction, Siswa


mampu berinteraksi dan bekerja secara efektif dengan kelompok yang beragam.

(d) produktivitas dan akuntabilitas/Productivity and Accountability, Siswa


mampu menglola projek dan menghasilkan produk.

(e) kepemimpinan dan tanggungjawab/Leadership and Responsibility, Siswa


mampu memimpin teman-temannya dan bertanggungjawab kepada masyarakat luas.

Learning and Innovation Skills

Learning and innovation skills (keterampilan belajar dan berinovasi) meliputi:


(a) berpikir kritis dan mengatasi masalah/Critical Thinking and Problem Solving,
siswa mampu mengunakan berbagai alasan (reason) seperti induktif atau deduktif
untuk berbagai situasi; menggunaan cara berpikir sistem; membuat keputusan dan
mengatasi masalah.
(b) komunikasi dan kolaborasi/Communication and Collaboration, siswa mampu
berkomunikasi dengan jelas dan melakukan kolaborasi dengan anggota kelompok
lainnya.
(c) kreativitas dan inovasi/Creativity and Innovation siswa mampu berpikir
kreatif, bekerja secara kreatif dan menciptakan inovasi baru.
Information Media and Technology Skills
Information media and technology skills (keterampilan teknologi dan
media informasi) meliputi:
(a) literasi informasi/information literacy, siswa mampu mengakses informasi
secara efektif (sumber nformasi) dan efisien (waktunya); mengevaluasi informasi
yang akan digunakan secara kritis dan kompeten; mengunakan dan mengelola
informasi secara akurat dan efektf untuk mengatasi masalah.
(b) literasi media/media literacy, siswa mampu memilih dan mengembangkan
media yang digunakan untuk berkomunikasi.
(c) literasi ICT/Information and Communication Technology literacy, siswa
mampu menganalisis media informasi; dan menciptakan media yang sesuai untuk
melakukan komunikasi.

2. Pendekatan Sains dan Teknologi


Pendekatan saintifik diadaptasi dari konsep Inovators DNA (Dyer, et al.,
2009) yang menyatakan bahwa seseorang memiliki karakteristik sebagai inovator
jika memiliki kemampuan untuk mengasosiasikan satu peristiwa dengan peristiwa
lainnya (associating), bertanya tentang hal-hal yang belum pernah ada atau belum
pernah dilakukan (questioning), melakukan pengamatan lingkungan sekelilingnya
(observing), membuat jejaring untuk memperoleh hasil yang lebih baik
(networking) dan melakukan eksperimen untuk mencapai inovasi
(experimenting). Masing-masing aspek dijelaskan berikut ini.

a. Associating, atau kemampuan untuk menghubungkan sesuatu yang


kelihatannya tidak memiliki keterhubungan masalah, pertanyaan, atau gagasan
dari berbagai aspek yang berbeda, merupakan pusat dari DNA inovator. Untuk
memberikan pembelajaran desain, guru dapat memotivasi siswa untuk
mengasosiasikan (menghubungkan) kepribadian dengan warna dinding interior
ruang tidur anak-anak. Guru bisa menggunakan teori warna didasarkan pada
kepribadian. Dalam belajar, siswa bisa mengasosiasikan warna dan desain interior
ruang tertentu. Hasil asosiasi atau diskusi dengan temannya bisa di tulis dalam
portofolio atau laporan. Portofolio dan laporan bisa di unggah ke website supaya
dapat di lihat oleh publik. Semakin banyak publik melihat dan memberikan
komentar, semakin banyak pengetahuan yang diperoleh siswa untuk mempelajari
aspek-aspek desain dan warna selanjutnya. Dalam silabus, associating diturunkan
menjadi mendiskusikan, mengasosiasikan, menghubungkan, mengolah atau
menalar.

b. Questioning yaitu kemampuan untuk bertanya tentang sesuatu hal yang


berkaitan dengan banyak masalah relevan dengan desain. Mengapa siswa perlu
memiliki kompetensi mendesain? Bagaimana jika siswa tidak memiliki
kompetensi mendesain? Bagaimana mengajarkan kompetensi desain supaya siswa
memiliki kepekaan artistik dan estetika? Dalam belajar, siswa bisa bertanya
tentang desain kepada ahlinya, antara lain arsitek, desainer interior, pelukis,
pematung dan desainer grafis. Dalam silabus, questioning diturunkan menjadi
menanya.

c. Observing. Seorang inovator melihat sekeliling dengan teliti, termasuk


diantaranya teman, keluarga, lingkungan dan masyarakat. Mereka juga melihat
perkembangan teknologi, sekolah, kota dan sebagainya. Hasil pengamatan akan
membantu menemukan kedalaman gagasan dan menemukan hal baru untuk
melakukan sesuatu. Dalam pembelajaran, siswa dimotivasi untuk melihat
sekelilingnya, termasuk mengamati interior ruang tidurnya, mengamati dapur di
rumah, atau interior lain yang dijumpai di lokasi terdekat antara lain toko, cafe,
warung internet dan terminal atau bandara. Dalam silabus, observing diturunkan
menjadi mengamati, atau mengobservasi.

d. Networking. Inovator meluangkan banyak waktu untuk menemukan sesuatu


yang baru, mengujinya melalui jejaring yang berbeda, baik individual atau
kelompok yang memiliki latar belakang yang berbeda. Dalam pembelajaran, siswa
diajak untuk mengembangkan jejaring melalui jejaring sosial di internet,
kelompok kerja, kelompok diskusi, atau kelompok lain yang dapat memotivasi
mereka untuk meningkatkan pengetahuannya tentang desain. Dalam silabus,
networking diturunkan menjadi membangun jejaring, mengkomnikasikan,
memprsentasikan, atau menyajikan.

e. Experimenting. Inovator secara konstan mencoba dan mengimplementasikan


gagasan baru. Inovator mengeksplor dunia secara intelektual dan secara praktik,
menemukan dan menguji hipotesis secara berkelanjutan. Mereka mengunjungi
tempat baru, mencoba hal baru, mencari informasi baru, dan melakukan
eksperimen untuk mempelajari seseuatu yang baru. Dalam pembelajaran, siswa
diajak untuk melakukan eksperimen desain. Misalnya membuat furniture dari
karton bekas kemasan (corrugated board), dan dengan bahan lain. Dalam silabus,
experimenting diturunkan menjadi mencoba, mencipta, membuat, atau melakukan
eksperimen.

Pendekatan saintifik yang digunakan dalam pembelajaran dikemas secara


berurutan, menjadi (1) mengamati (observing), (2) menanya (questioning), (3)
menalar (associating), (4) mencoba (experimenting) dan (5) membuat jejaring
(networking). Namun pada pelaksanaannya bisa dimulai dari tahapan manapun,
ketika peserta didik sudah mencapai pemahaman tentang proses inovasi secara
koheren. Tabel 1 dibawah ini adalah tahapan pendekatan saintifik dan deskripsi
setiap tahapan.

Tabel 1. Langkah Pembelajaran Pendekatan Saintifik

LANGKAH KEGIATAN BELAJAR KOMPETENSI YANG


PEMBELAJARA DIKEMBANGKAN
N
Mengamati Membaca, mendengar, Melatih kesungguhan,
menyimak, melihat (tanpa ketelitian, mencari
atau dengan alat) informasi
Menanya Mengajukan pertanyaan Mengembangkan
tentang informasi yang tidak kreativitas, rasa ingin
dipahami dari apa yang tahu, kemampuan
diamati atau pertanyaan merumuskan pertanyaan
untuk mendapatkan informasi untuk membentuk pikiran
tambahan tentang apa yang kritis yang perlu untuk
diamati (dimulai dari hidup cerdas dan belajar
pertanyaan faktual sampai ke sepanjang hayat
pertanyaan yang bersifat
hipotetik)

Mengumpulkan melakukan eksperimen Mengembangkan sikap


informasi/ membaca sumber lain selain teliti, jujur,sopan,
eksperimen buku teks menghargai pendapat
mengamati objek/ orang lain, kemampuan
kejadian/aktivitas berkomunikasi,
wawancara dengan nara menerapkan kemampuan
sumber mengumpulkan informasi
melalui berbagai cara
yang dipelajari,
mengembangkan
kebiasaan belajar dan
belajar sepanjang hayat.
Mengasosiasikan/ mengolah informasi yang Mengembangkan sikap
mengolah sudah dikumpulkan baik jujur, teliti, disiplin, taat
informasi terbatas dari hasil kegiatan aturan, kerja keras,
mengumpulkan/eksperimen kemampuan menerapkan
mau pun hasil dari kegiatan prosedur dan kemampuan
mengamati dan kegiatan berpikir induktif serta
mengumpulkan informasi. deduktif dalam
Pengolahan informasi yang menyimpulkan .
dikumpulkan dari yang
bersifat menambah keluasan
dan kedalaman sampai
kepada pengolahan informasi
yang bersifat mencari solusi
dari berbagai sumber yang
memiliki pendapat yang
berbeda sampai kepada yang
bertentangan
Mengkomunikasik Menyampaikan hasil Mengembangkan sikap
an pengamatan, kesimpulan jujur, teliti, toleransi,
berdasarkan hasil analisis kemampuan berpikir
secara lisan, tertulis, atau sistematis,
media lainnya mengungkapkan pendapat
dengan singkat dan jelas,
dan mengembangkan
kemampuan berbahasa
yang baik dan benar.
Sumber : Permendikbud 81A tahun 2013

3. Penilaian Autentik
b. Model pendidikan Masa depan

Sadar akan tingginya tuntutan penciptaan SDM, maka sistem serta model
pendidikan pun harus mengalami transformasi. Telah banyak literatur yang
merupakan buah pemikiran dan hasil penelitian yang membahas mengenai hal ini,
bahkan beberapa model pendidikan yang sangat berbeda telah diterapkan oleh
sejumlah sekolah maupun kampus di berbagai belahan dunia. Berdasarkan hal
tersebut, maka dapat dideskripsikan sejumlah ciri dari model pendidikan di abad
XXI yang perlu dicermati dan dipertimbangkan sebagian besar dipaparkan berikut
ini.

1. Pemanfaatan Teknologi Pendidikan

Tidak dapat disangkal lagi, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi


merupakan salah satu penyebab dan pemicu perubahan dalam dunia pendidikan.
Dengan ditemukan dan dikembangkannya internet sebuah jejaring raksasa yang
menghubungkan milyaran pusat-pusat data/informasi di seluruh dunia dan
individu/komunitas global telah merubah proses pencarian dan pengembangan
ilmu dalam berbagai lembaga pendidikan. Melalui search engine seorang ilmuwan
dapat dengan mudah mencari bahan referensi yang diinginkannya secara real
time dengan biaya yang teramat sangat murah; sementara dengan memanfaatkan
electronic mail para ilmuwan berbagai negara dapat berkolaborasi secara efektif
tanpa harus meninggalkan laboratoriumnya; atau dengan mengakses situs
repositori video seorang mahasiswa dapat melihat rekaman kuliah dosen dari
berbagai universitas terkemuka di dunia. Semua itu dimungkinkan karena bahan
ajar dan proses interaksi telah berhasil didigitalisasikan oleh kemajuan
teknologi. Salah satu butir kesepakatan Konferensi WSIS (World Summit of
Information Society) tahun 2004 di Jenewa, telah disepakati bahwa paling lambat
tahun 2015, seluruh sekolah-sekolah hingga kampus-kampus di seluruh dunia
telah terhubung ke internet. Hal ini dimaksudkan agar terjadi proses tukar
menukar pengetahuan dan kolaborasi antar siswa-siswa dan guru-guru di seluruh
dunia untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia.
2. Peran Strategis Guru/Dosen dan Peserta Didik

Dengan adanya dan mudahnya akses terhadap berbagai pusat


pembelajaran melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, maka
peran guru/dosen dan peserta didik pun menjadi berubah. Kalimat the world is
my class mencerminkan bagaimana seluruh dunia beserta isinya ini menjadi
tempat manusia pembelajar meningkatkan pengetahuan dan kompetensinya,
dalam arti kata bahwa proses pencarian ilmu tidak hanya berada dalam batasan
dinding-dinding kelas semata. Peran guru pun tidak lagi menjadi seorang
infomediary karena sang peserta didik sudah dapat secara langsung mengakses
sumber-sumber pengetahuan yang selama ini harus diseminasi atau
didistribusikan oleh guru/dosen di kelas. Guru akan lebih berfungsi sebagai
fasilitator, pelatih (coach), dan pendamping para siswa yang sedang mengalami
proses pembelajaran. Bahkan secara ekstrim, tidak dapat disangkal lagi bahwa
dalam sejumlah konteks, guru dan murid bersama-sama belajar dan menuntut
ilmu melalui interaksi yang ada di antara keduanya ketika sedang membahas suatu
materi tertentu. Di samping itu, penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar pun
harus diperluas melampaui batas-batas ruang kelas, dengan cara memperbanyak
interaksi siswa dengan lingkungan sekitarnya dalam berbagai bentuk metodologi.

3. Metode Belajar Mengajar Kreatif

Berpegang pada prinsip bahwa setiap individu itu unik dan memiliki
talentanya masing-masing, maka metode belajar mengajar pun harus
memperhatikan keberagaman learning style dari masing-masing individu. Oleh
karena itulah model belajar yang menekankan pada ciri khas dan keberagaman ini
perlu dikembangkan, seperti misalnya yang diperkenalkan dalam: PBL (Problem
Based Learning), PLP (Personal Learning Plans), PBA (Performance Based
Assessment), dan lain sebagainya. Di samping itu, harus pula ditekankan model
pembelajaran berbasis kerjasama antar individu tersebut untuk meningkatkan
kompetensi interpersonal dan kehidupan sosialnya, seperti yang diajarkan dalam
konsep: Cooperative Learning, Collaborative Learning, Meaningful Learning,
dan lain sebagainya. Adalah merupakan salah satu tugas utama guru untuk
memastikan bahwa melalui mekanisme pembelajaran yang dikembangkan, setiap
individu dapat mengembangkan seluruh potensi diri yang dimilikinya untuk
menjadi manusia pembelajar yang berhasil.

4. Materi Ajar yang Kontekstual

Besarnya pengaruh media (seperti televisi, surat kabar, majalah, internet,


dan radio) terhadap masyarakat secara tidak langsung berpengaruh terhadap
kondisi kognitif peserta didik dalam arti kata bagi mereka akan lebih mudah
menggambarkan kejadian atau hal-hal yang nyata (faktual) dibandingkan dengan
membayangkan sesuatu yang bersifat abstrak. Oleh karena itulah maka materi ajar
pun harus mengalami sejumlah penyesuaian dari yang berbasis konten menjadi
berorientasi pada konteks. Tantangan yang dihadapi dalam hal ini adalah
mengubah pendekatan pola penyelenggaraan pembelajaran dari yang berorientasi
pada diseminasi materi dari sebuah mata ajar menjadi pemahaman sebuah
fenomena dipandang dari berbagai perspektif ilmu pengetahuan (multidisiplin
atau ragam mata ajar). Contoh-contoh kasus sehari-hari yang ditemui di
masyarakat, problem-problem yang bersifat dilematis atau paradoksial, tantangan
riset yang belum terpecahkan, simulasi kejadian di dunia nyata, hanyalah
merupakan sejumlah contoh materi ajar yang kontekstual dan dapat dicerna oleh
peserta ajar dengan mudah. Paling tidak manfaat yang dapat segera diperolah dari
model pembelajaran berbasis multi disiplin ilmu ini adalah bahwa yang
bersangkutan dapat mengerti konteks ilmu yang diberikan dalam penerapannya
sehari-hari dan di saat yang sama diperoleh sejumlah alternatif pemecahan
masalah yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan nyata.

5. Struktur Kurikulum Mandiri berbasis Individu

Karena setiap individu berusaha untuk mengembangkan potensi diri


berdasarkan bakat dan talenta yang dimilikinya, yang didorong dengan cita-cita
atau target pencapaian dirinya di masa mendatang, maka struktur kurikulum yang
diterapkan pun harus dapat dicustomised (tailor made curriculum) sesuai dengan
kebutuhan dan rencana atau agenda masing-masing individu. Mengembangkan
kurikulum mandiri berbasis individu ini bukanlah pekerjaan yang mudah.
Diperlukan suatu desain dan konsep yang matang serta terbukti efektif dalam
implementasinya. Disamping itu perlu adanya sejumlah prasyarat atau prakondisi
yang harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum menerapkan struktur kurikulum
seperti ini, antara lain: kesiapan fasilitas dan sarana prasarana, kematangan peserta
ajar, infrastruktur dan suprastruktur manajemen institusi yang handal, konten
pengetahuan yang lengkap, dan lain sebagainya.

c. Pergeseran Paradigma Pembelajaran

Pergeseran tata cara penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pembelajaran


di dalam kelas atau lingkungan sekitar lembaga pendidikan tempat peserta didik
menimba ilmu. Pergeseran itu meliputi proses pembelajaran:

a. dari berpusat pada guru menuju berpusat pada siswa. Jika dahulu biasanya yang
terjadi adalah guru berbicara dan siswa mendengar, menyimak, dan menulis
maka saat ini guru harus lebih banyak mendengarkan siswanya saling berinteraksi,
berargumen, berdebat, dan berkolaborasi. Fungsi guru dari pengajar berubah
dengan sendirinya menjadi fasilitator bagi siswa-siswanya.

b. dari satu arah menuju interaktif. Jika dahulu mekanisme pembelajaran yang
terjadi adalah satu arah dari guru ke siswa, maka saat ini harus terdapat interaksi
yang cukup antara guru dan siswa dalam berbagai bentuk komunikasinya. Guru
berusaha membuat kelas semenarik mungkin melalui berbagai pendekatan
interaksi yang dipersiapkan dan dikelola.

c. dari isolasi menuju lingkungan jejaring. Jika dahulu siswa hanya dapat bertanya
pada guru dan berguru pada buku yang ada di dalam kelas semata, maka sekarang
ini yang bersangkutan dapat menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja
yang dapat dihubungi serta diperoleh via internet.

d. dari pasif menuju aktif menyelidiki. Jika dahulu siswa diminta untuk pasif saja
mendengarkan dan menyimak baik-baik apa yang disampaikan gurunya agar
mengerti, maka sekarang disarankan agar siswa harus lebih aktif dengan cara
memberikan berbagai pertanyaan yang ingin diketahui jawabannya.

e. dari maya/abstrak menuju konteks dunia nyata. Jika dahulu contoh-contoh yang
diberikan guru kepada siswanya kebanyakan bersifat artifisial, maka saat ini sang
guru harus dapat memberikan contoh-contoh yang sesuai dengan konteks
kehidupan sehari-hari dan relevan dengan bahan yang diajarkan.

f. dari pribadi menuju pembelajaran berbasis tim. Jika dahulu proses pembelajaran
lebih bersifat personal atau berbasiskan masing-masing individu, maka yang harus
dikembangkan saat ini adalah model pembelajaran yang mengedepankan
kerjasama antar individu.

i. dari luas menuju perilaku khas memberdayakan kaidah keterikatan. Jika dahulu
ilmu atau materi yang diajarkan lebih bersifat umum (semua materi yang
dianggap perlu diberikan), maka saat ini harus dipilih benar-benar ilmu atau
materi yang benar-benar relevan untuk ditekuni dan diperdalam secara sungguh-
sungguh (hanya materi yang relevan bagi kehidupan sang siswa yang diberikan).

j. dari stimulasi rasa tunggal menuju stimulasi ke sehala penjuru. Jika dahulu
siswa hanya menggunakan sebagian panca inderanya dalam menangkap materi
yang diajarkan guru (mata dan telinga), maka saat ini seluruh panca indera dan
komponen jasmani-rohani harus terlibat aktif dalam proses pembelajaran
(kognitif, afektif, dan psikomotorik).

k. dari alat tunggal menuju alat multimedia. Jika dahulu ilmu guru hanya
mengandalkan papan tulis untuk mengajar, maka saat ini diharapkan guru dapat
menggunakan beranekaragam peralatan dan teknologi pendidikan yang tersedia
baik yang bersifat konvensional maupun moderen.

l. dari hubungan satu arah bergeser menuju kooperatif. Jika dahulu siswa harus
selalu setuju dengan pendapat guru dan tidak boleh sama sekali menentangnya,
maka saat ini harus ada dialog antar guru dan siswa untuk mencapai kesepakatan
bersama.
m. dari produksi massa menuju kebutuhan pelanggan. Jika dahulu seluruh siswa
tanpa kecuali memperoleh bahan atau konten materi yang sama, maka sekarang
ini setiap siswa berhak untuk mendapatkan konten sesuai dengan ketertarikan atau
keunikan potensi yang dimilikinya.

n. dari usaha sadar tunggal menuju jamak. Jika dahulu siswa harus secara seragam
mengikuti sebuah cara dalam berproses maka yang harus ditonjolkan saat ini
justru adanya keberagaman inisiatif yang timbul dari masing-masing individu.

o. dari satu ilmu pengetahuan bergeser menuju pengetahuan disiplin jamak. Jika
dahulu siswa hanya mempelajari sebuah materi atau fenomena dari satu sisi
pandang ilmu, maka saat ini konteks pemahaman akan jauh lebih baik dimengerti
melalui pendekatan pengetahuan multi disiplin.

p. dari kontrol terpusat menuju otonomi dan kepercayaan. Jika dahulu seluruh
kontrol dan kendali kelas ada pada sang guru, maka sekarang ini siswa diberi
kepercayaan untuk bertanggung jawab atas pekerjaan dan aktivitasnya masing-
masing.

q. dari pemikiran faktual menuju kritis. Jika dahulu hal-hal yang dibahas di dalam
kelas lebih bersifat faktual, maka sekarang ini harus dikembangkan pembahasan
terhadap berbagai hal yang membutuhkan pemikiran kreatif dan kritis untuk
menyelesaikannya.

r. dari penyampaian pengetahuan menuju pertukaran pengetahuan. Jika dahulu


yang terjadi di dalam kelas adalah pemindahan ilmu dari guru ke siswa, maka
dalam abad moderen ini yang terjadi di kelas adalah pertukaran pengetahuan
antara guru dan siswa maupun antara siswa dengan sesamanya.

Akhirnya, perubahan hanya dapat terjadi dan memberikan dampak yang


bermakna jika dilaksanakan secara menyeluruh dan tidak sepotong-sepotong.
Untuk itulah maka diperlukan keberanian untuk meninjau kembali sistem
pendidikan nasional yang dimiliki saat ini, mengkaji celah yang ada dengan
kebutuhan karakteristik sistem pendidikan abad XXI, dan menentukan program-
program yang harus segera dilaksanakan untuk menutup kesenjangan dan
mengejar kemajuan yang terjadi di dunia pendidikan nasional.

3. Implementasi Pendidikan Abad-21 dalam Pembelajaran Biologi

a.

b.

c.

Anda mungkin juga menyukai