Anda di halaman 1dari 22

LEPTOSPIROSIS

A; PENGERTIAN
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme,
yaituLeptospira tanpa memandang bentuk spesifik serotipnya. Penyakit ini dapat
berjangkit pada laki-laki atau perempuan semua umur. Banyak ditemui didaerah
tropis, dan biasanya penyakit ini juga dikenal dengan berbagai nama seperti mud
fever, slime fever, swamp fever, autumnal fever, infectious jaundice, filed fever, cane
cutre fever dan lain-lain (Mansjoer dkk, 2007).
Leptospirosis adalah penyakit hewan yang dapat menjangkiti manusia, termasuk
penyakit zoonosis yang paling sering di dunia. Leptospirosis juga dikenal dengan
nama flood feveratau demam banjir karena memang muncul karena banjir. Di
beberapa negara leptospirosis dikenal dengan nama demam icterohemorrhagic,
demam lumpur, penyakit Stuttgart, penyakit Weil, demam canicola, penyakit
swineherd, demam rawa atau demam lumpur (Judarwanto, 2009)
Menurut NSW Multicultural Health Communication Service (2003), Leptospirosis
adalah penyakit manusia dan hewan dari kuman dan disebabkan kuman Leptospira
yang ditemukan dalam air seni dan sel-sel hewan yang terkena. Leptospirosis
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman leptospira patogen.

B; ETIOLOGI

Leptospirosis disebabkan bakteri pathogen berbentuk spiral


genus Leptospira, familyleptospiraceae dan ordo spirochaetales. Spiroseta berbentuk
bergulung-gulung tipis, motil, obligat, dan berkembang pelan anaerob.
Genus Leptospira terdiri dari 2 spesies yaitu L interrogans yang pathogen dan L
biflexa bersifat saprofitik (Judarwanto, 2009).
1; Patogen L Interrogans

Terdapat pada hewan dan manusia. Mempunyai sub group yang masing-masing
terbagi lagi atas berbagai serotip yang banyak, diantaranya; L. javanica, L.
cellodonie, L. australlis, L. Panama dan lain-lain.

2; Non Patogen L. Biflexa


Menurut beberapa penelitian, yang paling tersering menginfeksi manusia adalah: L.
icterohaemorrhagiae dengan resorvoir tikus, L. canicola dengan resorvoir anjing,
L. pomonadengan reservoir sapi dan babi.
Leptospira dapat menginfeksi sekurangnya 160 spesies mamalia di antaranya tikus,
babi, anjing, kucing, rakun, lembu, dan mamalia lainnya. Hewan peliharaan yang
paling berisiko adalah kambing dan sapi. Resevoar utamanya di seluruh dunia adalah
binatang pengerat dan tikus.

C; MANIFESTASI KLINIS

Infeksi leptospirosis mempunyai manifestasi yang sangat bervariasi dan kadang


asimtomatis, sehingga sering terjadi misdiagnosis. Hampir 15-40% penderita terpapar
infeksi tidak bergejala tetapi serologis positif. Masa inkubasi 7-12 hari dengan rentang
2-20 hari. Sekitar 90% penderita ikterus ringan, 5-10% ikterus berat yang sering
dikenal sebagai penyakit Weil. Perjalanan penyakit leptospira terdiri dari 2 fase, yaitu
fase septisemia dan fase imun. Pada periode peralihan fase selama 1-3 hari kondisi
penderita membaik (Judarwanto, 2009).
1; Fase awal dikenal sebagai fase septisemik atau fase leptospiremik karena bakteri
dapat diisolasi dari darah, cairan serebrospinal dan sebagian besar jaringan tubuh.
Fase awal sekitar 4-7 hari, ditandai gejala nonspesifik seperti flu dengan beberapa
variasinya. Manifestasi klinisnya demam, menggigil, lemah dan nyeri terutama
tulang rusuk, punggung dan perut. Gejala lain adalah sakit tenggorokan, batuk, nyeri
dada, muntah darah, ruam, nyeri kepala frontal, fotofobia, gangguan mental, dan
meningitis. Pemeriksaan fisik sering mendapatkan demam sekitar 40 0C disertai
takikardi. Subconjunctival suffusion, injeksi faring, splenomegali, hepatomegali,
ikterus ringan, mild jaundice, kelemahan otot, limfadenopati dan manifestasi kulit
berbentuk makular, makulopapular, eritematus, urticari, atau rash juga didapatkan
pada fase awal penyakit.
2; Fase kedua sering disebut fase imun atau leptospirurik karena sirkulasi antibody
dapat dideteksi dengan isolasi kuman dari urine; mungkin tidak dapat didapatkan
lagi dari darah atau cairan serebrospinalis. Fase ini terjadi pada 0-30 hari akibat
respon pertahanan tubuh terhadap infeksi. Gejala tergantung organ tubuh yang
terganggu seperti selaput otak, hati, mata atau ginjal. Gejala nonspesifik seperti
demam dan nyeri otot mungkin lebih ringan dibandingkan fase awal selama 3 hari
sampai beberapa minggu. Sekitar 77% penderita mengalami nyeri kepala terus
menerus yang tidak responsif dengan analgesik. Gejala ini sering dikaitkan dengan
gejala awal meningitis selain delirium. Pada fase yang lebih berat didapatkan
gangguan mental berkepanjangan termasuk depresi, kecemasan, psikosis dan
demensia.

D; PATOFISIOLOGI

Kuman leptospira masuk ke dalam tubuh penjamu melalui luka iris/luka abrasi pada
kulit, konjungtiva atau mukosa utuh yang melapisi mulut, faring, osofagus, bronkus,
alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi droplet infeksius dan minum air yang
terkontaminasi. Meski jarang ditemukan, leptospirosis pernah dilaporkan penetrasi
kuman leptospira melalui kulit utuh yang lama terendam air, saat banjir. Infeksi melalui
selaput lendir lambung jarang terjadi, karena ada asam lambung yang mematikan
kuman leptospira. Kuman leptospira yang tidak virulen gagal bermultiplikasi dan
dimusnahkan oleh sistem kekebalan dari aliran darah setelah 1 atau 2 hari infeksi.
Organisme virulen mengalami mengalami multiplikasi di darah dan jaringan, dan
kuman leptospira dapat diisolasi dari darah dan cairan serebrospinal pada hari ke 4
sampai 10 perjalanan penyakit.

Kuman leptospira merusak dinding pembuluh darah kecil; sehingga menimbulkan


vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenitas kuman leptospira yang
paling penting adalah perlekatannya pada permukaan sel dan toksisitas selluler.
Lipopolysaccharide (LPS) pada kuman leptospira mempunyai aktivitas endotoksin
yang berbeda dengan endotoksin bakteri gram negatif, dan aktivitas lainnya yaitu
stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel dan trombosit, sehingga terjadi agregasi
trombosit disertai trombositopenia. Kuman leptospira mempunyai fosfolipase yaitu
hemolisin yang mengakibatkan lisisnya eritrosit dan membran sel lain yang
mengandung fosfolipid.
Beberapa strain serovar Pomona dan Copenhageni mengeluarkan protein sitotoksin. In
vivo, toksin in mengakibatkan perubahan histopatologik berupa infiltrasi makrofag dan
sel polimorfonuklear. Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan
hati. Di dalam ginjal kuman leptospira bermigrasi ke interstisium, tubulus ginjal, dan
lumen tubulus.
Pada leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan
meningkatkan permeabilitas kapiler, sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan
hipovolemia. Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel-sel hati yang ringan, pelepasan
bilirubin darah dari jaringan yang mengalami hemolisis intravaskular, kolestasis
intrahepatik sampai berkurangnya sekresi bilirubin.
Conjungtival suffusion khususnya perikorneal; terjadi karena dilatasi pembuluh darah,
kelainan ini sering dijumpai pada patognomonik pada stadium dini. Komplikasi lain
berupa uveitis, iritis dan iridosiklitis yang sering disertai kekeruhan vitreus dan
lentikular. Keberadaan kuman leptospira di aqueous humor kadang menimbulkan
uveitis kronik berulang.
Kuman leptospira difagosit oleh sel-sel sistem retikuloendotelial serta mekanisme
pertahanan tubuh. Jumlah organisme semakin berkurang dengan meningkatnya kadar
antibodi spesifik dalam darah. Kuman leptospira akan dieleminasi dari semua organ
kecuali mata, tubulus proksimal ginjal, dan mungkin otak dimana kuman leptospira
dapat menetap selama beberapa minggu atau bulan.
Pathways

E; KOMPLIKASI

Pada leptospira, komplikasi yang sering terjadi adalah iridosiklitis, gagal ginjal,
miokarditis, meningitis aseptik dan hepatitis. Perdarahan masif jarang ditemui dan bila
terjadi selalu menyebabkan kematian.

F; PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk konfirmasi diagnosis dan mengetahui
gangguan organ tubuh dan komplikasi yang terjadi.
1; Urine yang paling baik diperiksa karena kuman leptospira terdapat dalam urine sejak
awal penyakit dan akan menetap hingga minggu ke tiga. Cairan tubuh lainnya yang
mengandung leptospira adalah darah, cerebrospinal fluid (CSF) tetapi rentang
peluang untuk isolasi kuman sangat pendek Isolasi kuman leptospira dari jaringan
lunak atau cairan tubuh penderita adalah standar kriteria baku. Jaringan hati, otot,
kulit dan mata adalah sumber identifikasi kuman tetapi isolasi leptospira lebih sulit
dan membutuhkan beberapa bulan.
2; Spesimen serum akut dan serum konvalesen dapat digunakan untuk konfirmasi
diagnosis tetapi lambat karena serum akut diambil 1-2 minggu setelah timbul gejala
awal dan serum konvalesen diambil 2 minggu setelah itu. Antibodi antileptospira
diperiksa menggunakan microscopic agglutination test (MAT).
3; Titer MAT tunggal 1:800 pada sera atau identifikasi spiroseta pada mikroskopi
lapang gelap dikaitkan dengan manifestasi klinis yang khas akan cukup bermakna.
4; Pemeriksaan complete blood count (CBC) sangat penting. Penurunan hemoglobin
dapat terjadi pada perdarahan paru dan gastrointestinal. Hitung trombosit untuk
mengetahui komponen DIC. Blood urea nitrogen dan kreatinin serum dapat
meningkat pada anuri atau oliguri tubulointerstitial nefritis pada penyakit Weil.
5; Peningkatan bilirubin serum dapat terjadi pada obstruksi kapiler di hati. Peningkatan
transaminase jarang dan kurang bermakna, biasanya <200 U/L. Waktu koagulasi
akan meningkat pada disfungsi hati atau DIC. Serum creatine kinase (MM fraction)
sering meningkat pada gangguan muskular.
6; Analisis CSF bermanfaat hanya untuk eksklusi meningitis bakteri. Leptospires dapat
diisolasi secara rutin dari CSF, tetapi penemuan ini tidak mengubah tatalaksana
penyakit.
7; Pemeriksaan pencitraan foto polos paru dapat menunjukkan air space bilateral. Juga
dapat menunjukkan kardiomegali dan edema paru pada miokarditis. Perdarahan
alveolar danpatchy multiple infiltrate dapat ditemukan. Ultrasonografi traktus bilier
dapat menunjukkan kolesistitis akalkulus.
8; Perwarnaan silver staining dan immunofluorescence dapat mengidentifikasi
leptospira di hati, limpa, ginjal, CNS dan otot. Selama fase akut pemeriksaan
histology menunjukkan organisma tanpa banyak infiltrate inflamasi.

G; DIAGNOSIS BANDING
1; Dengue Fever
2; Hantavirus Cardiopulmonary Syndrome
3; Hepatitis
4; Malaria
5; Meningitis
6; Mononucleosis, influenza
7; Enteric fever
8; Rickettsial disease
9; Encephalitis
10; Primary HIV infection

H; PENATALAKSANAAN

Obat antibiotika yang biasa diberikan adalah penisillin, strptomisin, tetrasiklin,


kloramfenikol, eritromisin dan siproflokasasin. Obat pilihan utama adalah penicillin G
1,5 juta unit setiap 6 jam selama 5-7 hari. Dalam 4-6 jam setelah pemeberian penicilin
G terlihat reaksi Jarisch Hecheimmer yang menunjukkan adanya aktivitas
antileptospira> obat ini efektif pada pemberian 1-3 hari namun kurang bermanfaat bila
diberikan setelah fase imun dan tidak efektif jika terdapat ikterus, gagal ginjal dan
meningitis. Tindakan suporatif diberikan sesuai denan keparahan penyakit dan
komplikasi yang timbul.
I; PROGNOSIS

Tergantung keadaan umum klien, umur, virulensi leptospira, dan ada tidaknya
kekebalan yang didapat. Kematian juga biasanya terjadi akibat sekunder dari faktor
pemberat seperti gagal ginjal atau perdarahan dan terlambatnya klien mendapat
pengobatan.
J; PENGKAJIAN
1; Identitas

Keadaan umum klien seperti umur dan imunisasi., laki dan perempuan tingkat
kejadiannya sama.
2; Keluhan utama

Demam yang mendadakTimbul gejala demam yang disertai sakit kepala, mialgia dan
nyeri tekan (frontal) mata merah, fotofobia, keluahan gastrointestinal. Demam
disertai mual, muntah, diare, batuk, sakit dada, hemoptosis, penurunan kesadaran
dan injeksi konjunctiva. Demam ini berlangsung 1-3 hari.
3; Riwayat keperawatan
a; Imunisasi, riwayat imunisasi perlu untuk peningkatan daya tahan tubuh
b; Riwayat penyakit, influenza, hapatitis, bruselosis, pneuma atipik, DBD, penyakit
susunan saraf akut, fever of unknown origin.
c; Riwayat pekerjaan klien apakah termasuk kelompok orang resiko tinggi seperti
bepergian di hutan belantara, rawa, sungai atau petani.
4; Pemeriksaan dan observasi
a; Fisik

Keadaan umum, penurunan kesadaran, lemah, aktvivitas menurun


Review of sistem :
1) Sistem pernafasan
Epitaksis, penumonitis hemoragik di paru, batuk, sakit dada
2) Sistem cardiovaskuler
Perdarahan, anemia, demam, bradikardia.
3) Sistem persyrafan
Penuruanan kesadaran, sakit kepala terutama dibagian frontal, mata
merah.fotofobia, injeksi konjunctiva,iridosiklitis
4) Sistem perkemihan
Oligoria, azometmia,perdarahan adernal
5) Sistem pencernaan
Hepatomegali, splenomegali, hemoptosis, melenana
6) Sistem muskoloskletal
Kulit dengan ruam berbentuk makular/makulopapular/urtikaria yang
teresebar pada badan. Pretibial.
b; Laboratorium

1) Leukositosis normal, sedikit menurun,


2) Neurtrofilia dan laju endap darah (LED) yang meninggiu
3) Proteinuria, leukositoria
4) Sedimen sel torak
5) BUN, ureum dan kreatinin meningkat
6) SGOT meninggi tetapi tidak melebihi 5 x normal
7) Bilirubin meninggi samapai 40 %
8) Trombositopenia
9) Hiporptrombinemia
10) Leukosit dalam cairan serebrospinal 10-100/mm3
11) Glukosa dalam CSS Normal atau menurun
K; DIAGNOSA KEPERAWATAN
1; Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, proses penyakit
2; Nyeri akut berhubungan dengan agen biologis (proses penyakit)
3; Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk
mengabsorbsi zat-zat bergizi karena faktor bilogis, proses penyakit.
4; Defisit volume cairan b.d kekurangan cairan dan elektrolit aktif
5; Cemas/ takut berhubungan dengan perubahan kesehatan (penyakit leptospirosis)
6; Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif
7; Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek kerja penyakit, deficit
imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia.
L; RENCANA KEPERAWATAN

No Tujuan dan Criteria Hasil


Diagnosa Keperawatan Intervensi (NIC)
(NOC)
1 Hipertermiaberhubungan NOC : Thermoregulation NIC :
dengan peningkatan Kriteria Hasil : Fever treatment
metabolisme tubuh, Suhu tubuh dalam rentang Monitor suhu sesering
proses penyakit normal mungkin
Nadi dan RR dalam Monitor IWL
rentang normal Monitor warna dan suhu
Tidak ada perubahan kulit
warna kulit dan tidak ada Monitor tekanan darah,
pusing, merasa nyaman nadi dan RR
Monitor penurunan
tingkat kesadaran
Monitor WBC, Hb, dan
Hct
Monitor intake dan
output
Berikan anti piretik
Berikan pengobatan
untuk mengatasi penyebab
demam
Selimuti pasien
Lakukan tapid sponge
Berikan cairan intravena
Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila
Tingkatkan sirkulasi
udara
Berikan pengobatan
untuk mencegah terjadinya
menggigil
Temperature regulation
Monitor suhu minimal
tiap 2 jam
Rencanakan monitoring
suhu secara kontinyu
Monitor TD, nadi, dan
RR
Monitor warna dan suhu
kulit
Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan suhu
dan kemungkinan efek
negatif dari kedinginan
Beritahukan tentang
indikasi terjadinya keletihan
dan penanganan emergency
yang diperlukan
Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan penanganan
yang diperlukan
Berikan anti piretik jika
perlu

2 Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :


dengan agen biologis Pain Level, Pain Management
(proses penyakit) Pain control, Lakukan pengkajian
Comfort level nyeri secara komprehensif
Kriteria Hasil : termasuk lokasi,
Mampu mengontrol nyeri karakteristik, durasi,
(tahu penyebab nyeri, mampu frekuensi, kualitas dan faktor
menggunakan tehnik presipitasi
nonfarmakologi untuk Observasi reaksi
mengurangi nyeri, mencari nonverbal dari
bantuan) ketidaknyamanan
Melaporkan bahwa nyeri Gunakan teknik
berkurang dengan komunikasi terapeutik untuk
menggunakan manajemen mengetahui pengalaman
nyeri nyeri pasien
Mampu mengenali nyeri Kaji kultur yang
(skala, intensitas, frekuensi mempengaruhi respon nyeri
dan tanda nyeri) Evaluasi pengalaman
Menyatakan rasa nyaman nyeri masa lampau
setelah nyeri berkurang Evaluasi bersama pasien
Tanda vital dalam rentang dan tim kesehatan lain
normal tentang ketidakefektifan
kontrol nyeri masa lampau
Bantu pasien dan
keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor
presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
Monitor penerimaan
pasien tentang manajemen
nyeri
Analgesic Administration
Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian, dan
dosis optimal
Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama
kali
Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)

3 Ketidakseimbangan NOC : NIC :


nutrisi kurang dari Nutritional Status : food Nutrition Management
kebutuhan tubuh b.d and Fluid Intake Kaji adanya alergi
ketidakmampuan untuk Nutritional Status : nutrient makanan
mengabsorbsi zat-zat Intake Kolaborasi dengan ahli
bergizi karena faktor Weight control gizi untuk menentukan
bilogis, proses penyakit. Kriteria Hasil : jumlah kalori dan nutrisi
Adanya peningkatan berat yang dibutuhkan pasien.
badan sesuai dengan tujuan Anjurkan pasien untuk
Berat badan ideal sesuai meningkatkan intake Fe
dengan tinggi badan Anjurkan pasien untuk
Mampumengidentifikasi meningkatkan protein dan
kebutuhan nutrisi vitamin C
Tidak ada tanda tanda Berikan substansi gula
malnutrisi Yakinkan diet yang
Menunjukkan peningkatan dimakan mengandung tinggi
fungsi pengecapan dari serat untuk mencegah
menelan konstipasi
Tidak terjadi penurunan Berikan makanan yang
berat badan yang berarti terpilih ( sudah
dikonsultasikan dengan ahli
gizi)
Ajarkan pasien
bagaimana membuat catatan
makanan harian.
Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
Berikan informasi
tentang kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas
normal
Monitor adanya
penurunan berat badan
Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan
Monitor interaksi anak
atau orangtua selama makan
Monitor lingkungan
selama makan
Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak selama
jam makan
Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan mudah
patah
Monitor mual dan
muntah
Monitor kadar albumin,
total protein, Hb, dan kadar
Ht
Monitor makanan
kesukaan
Monitor pertumbuhan
dan perkembangan
Monitor pucat,
kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
Monitor kalori dan
intake nuntrisi
Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet

4 Defisit volume cairan b.d NOC: NIC :


kekurangan cairan dan Fluid balance Fluid management
elektrolit aktif Hydration Timbang
Nutritional Status : Food popok/pembalut jika
and Fluid Intake diperlukan
Kriteria Hasil : Pertahankan catatan
Mempertahankan urine intake dan output yang
output sesuai dengan usia dan akurat
BB, BJ urine normal, HT Monitor status
normal hidrasi ( kelembaban
Tekanan darah, nadi, suhu membran mukosa, nadi
tubuh dalam batas normal adekuat, tekanan darah
Tidak ada tanda tanda ortostatik ), jika diperlukan
dehidrasi, Elastisitas turgor Monitor vital sign
kulit baik, membran mukosa Monitor masukan
lembab, tidak ada rasa haus makanan / cairan dan hitung
yang berlebihan intake kalori harian
Kolaborasikan
pemberian cairan IV
Monitor status
nutrisi
Berikan cairan IV
pada suhu ruangan
Dorong masukan
oral
Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
Dorong keluarga
untuk membantu pasien
makan
Tawarkan snack ( jus
buah, buah segar )
Kolaborasi dokter
jika tanda cairan berlebih
muncul meburuk
Atur kemungkinan
tranfusi
Persiapan untuk
tranfusi

5 Cemas/ takut NOC : NIC :


berhubungan dengan Anxiety control Anxiety Reduction
perubahan kesehatan Coping (penurunan kecemasan)
(penyakit leptospirosisi) Impulse control Gunakan pendekatan
Kriteria Hasil : yang menenangkan
Klien mampu Nyatakan dengan
mengidentifikasi dan jelas harapan terhadap
mengungkapkan gejala cemas pelaku pasien
Mengidentifikasi, Jelaskan semua
mengungkapkan dan prosedur dan apa yang
menunjukkan tehnik untuk dirasakan selama prosedur
mengontol cemas Pahami prespektif
Vital sign dalam batas pasien terhdap situasi stres
normal Temani pasien untuk
Postur tubuh, ekspresi memberikan keamanan dan
wajah, bahasa tubuh dan mengurangi takut
tingkat aktivitas menunjukkan Berikan informasi
berkurangnya kecemasan faktual mengenai diagnosis,
tindakan prognosis
Dorong keluarga
untuk menemani anak
Lakukan back / neck
rub
Dengarkan dengan
penuh perhatian
Identifikasi tingkat
kecemasan
Bantu pasien
mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
Barikan obat untuk
mengurangi kecemasan

6 Kurang pengetahuan NOC : NIC :


tentang penyakit, Kowlwdge : disease Teaching : disease Process
prognosis dan process 1. Berikan penilaian
pengobatan berhubungan Kowledge : health tentang tingkat pengetahuan
dengan kurangnya Behavior pasien tentang proses
informasi, Kriteria Hasil : penyakit yang spesifik
misinterpretasi, Pasien dan keluarga 2. Jelaskan patofisiologi
keterbatasan kognitif menyatakan pemahaman dari penyakit dan bagaimana
tentang penyakit, kondisi, hal ini berhubungan dengan
prognosis dan program anatomi dan fisiologi,
pengobatan dengan cara yang tepat.
Pasien dan keluarga 3. Gambarkan tanda dan
mampu melaksanakan gejala yang biasa muncul
prosedur yang dijelaskan pada penyakit, dengan cara
secara benar yang tepat
Pasien dan keluarga 4. Gambarkan proses
mampu menjelaskan kembali penyakit, dengan cara yang
apa yang dijelaskan tepat
perawat/tim kesehatan lainnya. 5. Identifikasi
kemungkinan penyebab,
dengna cara yang tepat
6. Sediakan informasi
pada pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
7. Hindari harapan yang
kosong
8. Sediakan bagi keluarga
atau SO informasi tentang
kemajuan pasien dengan
cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan
gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang
akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan
terapi atau penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup
atau agensi di komunitas
lokal, dengan cara yang tepat
14. Instruksikan pasien
mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang
tepat
7 Resiko kerusakan NOC : Tissue Integrity : Skin NIC : Pressure
integritas kulit and Mucous Membranes Management
berhubungan dengan efek Kriteria Hasil : Anjurkan pasien untuk
kerja penyakit, deficit Integritas kulit yang baik menggunakan pakaian yang
imunologik, penurunan bisa dipertahankan (sensasi, longgar
intake nutrisi dan anemia. elastisitas, temperatur, hidrasi, Hindari kerutan padaa
pigmentasi) tempat tidur
Tidak ada luka/lesi pada Jaga kebersihan kulit
kulit agar tetap bersih dan kering
Perfusi jaringan baik Mobilisasi pasien (ubah
Menunjukkan pemahaman posisi pasien) setiap dua jam
dalam proses perbaikan kulit sekali
dan mencegah terjadinya Monitor kulit akan
sedera berulang adanya kemerahan
Mampu melindungi kulit Oleskan lotion atau
dan mempertahankan minyak/baby oil pada derah
kelembaban kulit dan yang tertekan
perawatan alami Monitor aktivitas dan
mobilisasi pasien
Monitor status nutrisi
pasien
Memandikan pasien
dengan sabun dan air hangat
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2003. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Judarwanto, W. 2009. Cermin Dunia Kedokteran; Leptospirosis pada Manusia.
Jakarta: Allergy Behaviour Clinic, Picky Eaters Clinic Rumah Sakit Bunda
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
NSW Multicultural Health Communication Service. 2003. Leptospirosis. Dimuat
dalam http://mhcs.health.nsw.gov.au (Diakses 20 Februari 2012)
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika

Anda mungkin juga menyukai