Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Antibiotik
2.1.1. Definisi dan latar belakang
Seperti yang pertama kali dikemukakan oleh S. A. Waksman pada tahun 1942,

antibiotik adalah sebuah kelas obat antimikroba atau antibakteri yang digunakan untuk

mengatasi dan mencegah infeksi bakteri. Antibiotik dibuat dari beberapa jenis jamur dan

bakteri yang menjadikannya alami. Antibiotik atau antibakteria bekerja pada dua prinsip

utama yaitu: 1) membunuh mikroorganisme infektif, dan 2) mencegah pertumbuhan mikroba

yang bertujuan membatasi perkembangan mikroba tersebut dan penyebarannya dalam tubuh.

Hal ini bertujuan untuk membatasi perkembangan infeksi dan tingkat keparahannya dalam

tubuh (Mehta dan Sharma, 2016).


2.1.2. Klasifikasi antibiotik
Antibiotik dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelas menurut cara kerjanya, yaitu:

Tabel 1: Klasifikasi antibiotik (Mehta dan Sharma, 2016)

1
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat disimpulkan 4 target utama aktivitas antibiotik

pada bakteri, yaitu:


1. Inhibisi sintesis protein
2. Inhibisi sintesis RNA/DNA
3. Inhibisi sintesis folat
4. Inhibisi sintesis dinding sel
(Mehta dan Sharma, 2016)

Gambar 1: target utama antibiotik pada infeksi bakteri (Mehta dan Sharma, 2016)

2.2 Golongan Sefalosporin

Sefalosporin adalah jenis antibiotik yang merupakan bagian dari salah satu kelas

terpenting antibiotik yang diketahui sebagai beta laktam atau -lactam. Kelas antibiotik ini

2
disebut demikian karena semua antibiotik yang berada dalam kelas ini memiliki cincin -

lactam di dalam struktur molekulernya. Dikarenakan semua antibiotik adalah alami,

sefalosporinpun bersifat alami yang dibuat dari jamur Acremonium. Kelas antibiotik ini telah

banyak diteliti selama banyak generasi dan dengan meningkatnya tingkat resistensi terhadap

jenis ini, penelitian yang dilakukan terhadap antibiotik kelas ini pun makin banyak dan

seiring berjalannya waktu antibiotik ini kemudian dikelompokkan ke dalam 5 kelas, yaitu

generasi pertama, generasi kedua, generasi ketiga, generasi keempat dan generasi kelima

(Mehta dan Sharma, 2016).

Gambar 2: cincin -lactam (Mehta dan Sharma, 2016)

2.2.1 Mekanisme aksi sefalosporin

Antibiotik beta laktam bekerja dengan menghambat pertumbuhan dinding sel bakteri

yang menginfeksi tubuh, sehingga berdampak pada terbatasnya pertumbuhan dan penyebaran

bakteri serta kematian sel. Jika kita melihat lebih dalam menggunakan mikroskop, kita dapat

melihat bahwa dinding sel bakteri terdiri dari peptidoglikan yang memiliki keunikannya sendiri-

sendiri pada tiap bakteri. Dinding sel ini menyelimuti membran sitoplasma dan memberi bentuk

pada struktur sel. Dinding sel terdiri dari polimer polisakarida dan polipeptida. Polisakarida

dibentuk dengan mengganti gugus antara gula amino, N-asetil glukosamin, dan N-asetil asam

3
muramat ke dalam struktur D-alanil-D-alanin. Selama pertumbuhan sel protein pengikat

penisilin (PBP) menghapus struktur alanin terminal untuk membentuk ikatan silang dengan

peptida terdekat. Antibiotik beta laktam bekerja dengan menghambat pembentukan ikatan silang

dengan menginhibisi ikatan kovalen dengan PBP yang berujung pada transpeptidasi final. Aksi

bakterisidal final dilakukan dengan inaktivasi dari inhibitor enzim autolitik dalam dinding sel

yang berujung pada lisis dari bakteri. Mekanisme aksi sefalosporin mirip dengan penisilin,

yaiitu menghambat enzim yang dibutuhkan dalam sintesis dinding sel bakteri dengan

mengombinasikan diri dengan PBP. (Mehta dan Sharma, 2016).

Untuk lebih mudahnya memahami mekanisme kerja sefalosporin, dinding sel bakteri

yang rigid dapat dipahami sebagai susunan unit-unit yang saling mengunci seperti ubin lantai.

Saat replikasi terjadi, sebuah bakteri melepas ubin tersebut secara berkeliling untuk

menyediakan proses pembelahan sel melalui mekanisme pencubit dengan secara cepat

menempatkan ubin-ubin baru pada bagian-bagian yang telah menjadi dua bakteri. Proses ini

membutuhkan enzim yang berfungsi mengunci ubin-ubin pengganti ubin yang telah dirusak.

Enzim tersebut adalah target antibiotik beta-laktam yang disebut PBP atau protein pengikat

penisilin. Antibiotik akan mengikatkan diri dengan PBP, yang kemudian menghambat PBP

menutupi bagian-bagian lemah sel yang sedang membagi diri dan menyebabkan tekanan

hiperosmotik intrabakteri alami untuk memecahkan bakteri (Harrison dan Bratcher, 2008).

2.2.2 Mekanisme resistensi bakteri

Antibiotik beta laktam sangat mudah terikat dengan sebagian besar PBP dari patogen

yang dilawannya. Tiap strain bakteri memiliki banyak PBP berbeda. Bakteri gram negatif dapat

memiliki susunan PBP yang berbeda dari bakteri gram positif. Sefalosporin berbeda terikat

4
dengan intensitas berbeda pada PBP berbeda (biasanya pada PBP 2B, 1A dan 2X, jarang pada

PBP3). Mutasi PBP dapat mereduksi afinitas antibiotik beta laktam pada patogen tertentu, yang

mengharuskan dilakukannya peningkatan konsentrasi obat untuk menghentikan pertumbuhan

bakteri dikarenakan antibiotik harus berada pada posisi lebih dekat dengan PBP yang

mengalami mutasi (Harrison dan Bratcher, 2008).

Mekanisme resistensi umum lainnya adalah produksi beta-laktamase, sebuah enzim

bakteri yang memecah inti cincin beta laktam dan mengakibatkan antibiotik tidak dapat

berikatan dengan PBP. Salah satu contoh ialah TEM-1 beta laktamase yang menginaktivasi

sefaklor dan sefprozil. Perubahan struktural yang direkayasa ke dalam cincin sefalosporin atau

rantai samping melindungi situs cincin lemah dari beta-laktamase. Karenanya, sefuroksim atau

seftriakson bersifat stabil terhadap banyak beta-laktamase, termasuk TEM-1. Beta-laktamase

spektrum luas (ESBLs) dan beta-laktamase Amp-C, yang biasanya terdapat pada patogen gram

negatif nosokomial, dapat menginaktivasi sefalosporin yang ada saat ini (Harrison dan Bratcher,

2008).

2.2.3. Farmakokinetik sefalosporin

5
Menurut Masoud dkk, farmakokinetik dari sefalosporin dapat disimpulkan dalam tabel

di bawah ini:

Tabel 2: karakteristik fisiokimia dan farmakokinetik sefalosporin (Masoud et al., 2014)

2.2.3 Klasifikasi sefalosporin

6
Sefalosporin dapat diklasifikasikan dalam berbagai karakteristik seperti spektrum,

generasi, struktur kimia, resistensi terhadap -laktamase, dan farmakologi klinis. Walau begitu,

pembagian yang paling sering dipakai adalah menurut generasinya (Mehta dan Sharma, 2016).

Secara umum, sefalosporin generasi awal memiliki aktivitas lebih melawan bakteri gram positif

dan generasi lanjut terhadap bakteri gram negatif. Efek samping dari sefalosporin tidaklah

berbeda dengan penisilin. Ruam nonpruritik muncul pada 1% hingga 2.8% pasien dan bukan

merupakan kontraindikasi pemakaian di masa mendatang. Reaksi anafilaktik yang sesungguhnya

terhadap sefalosporin jarang terjadi, dengan estimasi risiko 0.0001% hingga 0.1% (Harrison dan

Bratcher, 2008).

Tabel 3: Klasifikasi obat golongan Sefalosporin (Mehta dan Sharma, 2016)

7
8

Anda mungkin juga menyukai