Pembimbing:
Mayor Laut (K/W) dr Titut H. M.Kes
Penyusun :
Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkah
dan rahmatNya, kami dapat menyelesaikan referat dengan topik
Hubungan Terapi Hiperbarik Oksigen Terhadap PGE2 Dan Nf Kb ini.
Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas wajib untuk
menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian LAKESLA RSAL dr.
RAMELAN Surabaya, dengan harapan dapat dijadikan sebagai tambahan
ilmu yang bermanfaat bagi pengetahuan penulis maupun pembaca.
Dalam penulisan dan penyusunan laporan kasus ini tidak lepas dari
bantuan dan dukungan berbagai pihak, untuk saya mengucapkan terima
kasih kepada:
a. dr.Titut Harnanik , M.Kes selaku pembimbing.
b. Para dokter di bagian LAKESLA RSAL dr. RAMELAN Surabaya.
c. Para perawat dan staf di LAKESLA RSAL dr. RAMELAN Surabaya.
Kami menyadari bahwa referat yang kami susun ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka saran dan kritik yang membangun dari semua pihak
sangat diharapkan. Semoga referat ini dapat memberi manfaat.
Penyusun
3
Daftar Isi
LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
Daftar Isi..........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................3
2.1 Terapi Oksigen Hiperbarik..............................................................................3
2.1.1 Definisi.......................................................................................................3
2.1.2 Sejarah Terapi Oksigen Hiperbarik........................................................3
2.1.3 Fisiologi terapi oksigen hiperbarik.........................................................4
2.1.4 Efek dan mekanisme aksi.......................................................................5
2.1.5 Indikasi terapi oksigen hiperbarik........................................................10
2.1.6 Kontraindikasi terapi oksigen hiperbarik.............................................12
2.2 Inflamasi..........................................................................................................14
2.2.1 Definisi.....................................................................................................15
2.3 Prostaglandin.................................................................................................20
2.3.1 Definisi prostaglandin............................................................................20
2.3.2 Peran prostaglandin....................................................................................20
2.3.3 Regulasi prostaglandin...............................................................................20
BAB III Kerangka Konseptual...................................................................................30
3.1 Hubungan terapi oksigen hiperbarik dengan PGE2..................................30
2.3. Hubungan terapi oksigen hiperbarik dengan Nf-kB......................................30
BAB IV Kesimpulan....................................................................................................32
Daftar Pustaka..............................................................................................................33
4
BAB I
PENDAHULUAN
1
penyembuhan luka, dapat meningkatkan kadar oksigen, Osteogenesis,
dapat membunuh bakteri, meningkatkan kemampuan dari fungsi
fagositosis dan sel-sel natural killer, meyebabkan penyempitan dari lumen
pembuluh darah sehingga mengurangi oedema, dapat menyebabkan
penurunan volume dari gelembung udara termasuk gelembung nitrogen
pada DCS. (Susanto, 2015).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
3
Bertekanan Tinggi (RUBT). Sedangkan menurut Undersea and Hyperbaric
Medical Society (UHMS), terapi oksigen hiperbarik merupakan suatu
perlakuan dimana pasien menghirup 100% oksigen murni di dalam suatu
ruangan tertutup yang diberi tekanan lebih besar dari tekanan di atas
permukaan laut (1 ATA). Peningkatan tekanan yang dilakukan harus
sistemik and diberikan di dalam suatu monoplace atau multiplace
chambers (Gill, 2004).
Terapi hiperbarik pertama kali dicatat pada tahun 1662, ketika Dr.
Henshaw dari Inggris membuat RUBT untuk pertama kalinya. Sejak itu,
penggunaan RUBT ini banyak menghasilkan manfaat dalam mengobati
penyakit. Pada tahun 1879, penggunaan terapi hiperbarik dalam operasi
mulai dilakukan. Pada tahun 1921 Dr. J. Cunningham mulai
mengemukakan teori dasar tentang penggunaan oksigen hiperbarik untuk
mengobati keadaan hipoksia. Tetapi usahanya mengalami kegagalan.
Tahun 1930 penelitian tentang penggunaan oksigen hiperbarik mulai
terarah dan mendalam. Sekitar tahun 1960an Dr. Borrema memaparkan
hasil penelitiannya tentang penggunaan oksigen hiperbarik yang larut
secara fisik di dalam cairan darah sehingga dapat memberi hidup pada
keadaan tanpa Hb yang disebut life without blood. Hasil penelitiannya
tentang pengobatan gas gangren dengan oksigen hiperbarik membuat Dr.
Borrema dikenal sebagai Bapak RUBT. Sejak saat itu, terapi oksigen
hiperbarik berkembang pesat dan terus berlanjut sampai sekarang (S,
Rijadi, 2016).
Dasar dari terapi oksigen hiperbarik terletak pada hukum gas ideal
yaitu :
4
a. Hukum Boyle menyatakan bahwa pada suhu konstan, tekanan dan
volume gas berbanding terbalik.
P1 V1 = P 2 V 2
P = P1 + P2 + P3 + ..
PV
=K
T
5
2.1.4 Efek dan mekanisme aksi
6
merupakan suatu molekul pemberi sinyal yang penting pada berbagai jalur
untuk faktor pertumbuhan, sitokin, dan hormon. ROS merupakan suatu
istilah yang digunakan untuk O 2 yang dihasilkan oleh spesies non radikal
maupun O2 yang dthasilkan radikal bebas seperti hydrogen peroksida dan
hypochlorous acid. ROS ini merupakan bagian dari metabolisme normal
oleh mitokondria, retikulurn endoplasma, dan berbagai macam enzim
oksidase dan metabolisme fostolipid (Thorn, 2011).
meningkatkan kerja dari tirosin kinase dan mencegah kerja dari tirosin
fosfatase dan juga pada residu serin dan atau threonin. Selain itu ROS
juga melepaskan komplek ASK1-Trx yang akan mengaktivasi kinase.
Tidak seperti mekanisme pada umumnya yang bekerja pada tingkat
makromolekul, namun ROS dan RNS bekerja pada tingkat atom (Susanto,
2015).
7
Efek menguntungkan lainnya dari HBOT muncul melalui jejas
yang ditimbulkan dari peningkatan ROS dan RNS, karena hampir semua
rangsangan (stimulus) jejas, ketika diberikan dibawah ambang batas
(threshold) kerusakan, malah akan mengaktifkan mekanisme-mekanisme
perlindungan endotel yang secara signifikan akan menurunkan tingkat
kerusakan pada rangsang jejas berikutnya. Untuk rangsang iskemia,
fenomena ini telah diberi nama iskemia prekondisi atau toleransi iskemia.
Iskemia prekondisi dapat dipicu oleh berbagai macam rangsang seperti
iskemia, hipoxia, oksigen hiperbarik, agen kimia, depresi yang menyebar
pada kortikal (cortical spreading depression), dan hipertermia maupun
hipotermia. Keuntungan dari munculnya iskemia prekondisi melalui HBOT
dibandingkan melalui keadaan- keadaan lainnya seperti hipoksia hipobarik
adalah keamanannya. Pemberian air breaks selama 5 menit pada HBOT
akan memberikan keadaan iskemia prekondisi. (Susanto, 2015)
HBOT akan menyebabkan hiperoksia jaringan yang
menyebabkan meningkatnya ROS dan RNS yang seianjutnya
menyebabkan meningkatnya NF-kB. NF-Kb merupakan kelompok faktor
transkripsi yang terlibal dalam pengaturan proses inflamasi. NF-Kb
berinteraksi dengan jalur PHD-HIF sehingga terjadi kaitan antara hipoksia
dan inflamasi. HIF (Hypoxia inducible factor) memiliki peran dalam
perlindungan terhadap kondisi hypoxia dari berbagai sel dalam tubuh
termasuk sel endotel dan tubulus. Manfaat yang didapatkan dari iskemia
prekondisi diperoleh melalui faktor transkripsi hypoxia inducible factor 1
(HIF-1) yang merupakan sebuah kunci pengatur {key- regulator) yang
berperan dalam adaptasi dan survival sel dalam keadaan hipoksia.
Penelitian saat ini menunjukkan bahwa HIF-1 tidak hanya dipicu oleh
kondisi hipoksia saja namun juga oleh peningkatan kadar ROS. Oleh
karena HBOT meningkatkan pembentukan ROS maka akan meningkatkan
ekspresi HIF-1 dan gen-gen dibawahnya yang diperantarai. Penelitian
menunjukan bahwa HBOT dapat menstabilisasi dan mengaktifkan HIF
namun responnya berbeda antar jaringan dimana penelitian yang
8
menggunakan jaringan saraf didapatkan penurunan kadar HIF setelah
perlakuan hiperbarik (Susanto, 2015).
ROS dan RNS akan segera menginduksi diproduksinya sitokin
pro-inflamasi. Sebagai hasilnya, maka akan terdapat kontrol dari tubuh
dengan dihasilkannya antoksidan dan sitokin anti inflamasi untuk
mengembalikan keadaan homeostasis (Schaue, et al. 2012).
HBO meningkatkan pembentukan radikal bebas oksigen, yang
mengoksidasi protein dan lipid membran, yang kemudian akan
menyebabkan kerusakan DNA dan menghambat fungsi metabolisme
bakterI. HBO sangat efektif terhadap bakteri, dan memfasilitasi sistem
peroksidase tergantung oksigen yang digunakan leukosit untuk
membunuh bakteri. HBO juga meningkatkan transport oksigen tergantung
antibiotik tertentu di dinding sel bakteri (Gill, 2004)
HBO meningkatkan penyembuhan luka dengan memperkuat
gradien oksigen sepanjang pinggir luka iskemik, dan membantu
pembentukan kolagen matriks tergantung oksigen yang dibutuhkan untuk
angiogenesis (Gill, 2004).
Infiltrasi leukosit pada jaringan iskemik diikuti dengan
pengeluaran protease dan radikal bebas yang menyebabkan
vasokontriksi dan kerusakan yang patologis. Hal ini memperburuk cedera,
menyebabkan crush compartment syndrome dan menyebabkan
kegagalan cangkok kulit, penjahitan luka, dll. Pada terapi HBO terdapat
penurunan infiltrasi leukosit dan vasokonstriksi dalam jaringan iskemik
(Gill, 2004).
9
Terakhir, HBO menghambat penurunan produksi ATP post-trauma
dan mengurangi akumulasi produksi asam laktat pada jaringan iskemik.
Kesimpulannya, HBO memiliki efek yang kompleks pada imunitas,
transpor oksigen dan heodinamik. Efek positif terapi ini dikerenakan
adanya pengurangan hypoxia dan oedema yang memungkinkan
timbulnya respon host normal terhadap infeksi dan iskemia (Gill, 2004).
1. Angiogenesis.
2. Hiperoksigenasi.
3. Osteogenesis.
4. Microbiological.
5. Imunologi.
6. Menurunkan inflamasi.
7. Vasokonstriksi.
10
Terapi HBO dapat meyebabkan penyempitan dari lumen pembuluh
darah sehingga mengurangi oedema.
9. Perbaikan jaringan.
Iskemi cerebral
Emboli fibrokartilago
Cortical blindness
Tetraparesis
b. Pada muskulo-skeletal:
Athletic injury
Tendolitis
11
Desmitis
Periostitis
Fraktur
Laminitis
Myositis
Crush injury
Osteomyelitis
Septic arthtrtis
Septikemia
Blastomitosis
Lyme disease
Infeksi anaerob
d. Pada cardiovaskular:
Hipotensi
Shock
Infark jantung
Anemia akut
Reperfusion disease
12
Toksisitas CO atau CO2
Limpanitis
e. Pada respirasi:
Pleuritis
Pulmonary edema
Cutaneous wounds
Thermal burns
f. Pada gastrointestinal:
Ileus
Pankreatitis
Peritonitis
Ulser
g. Pada genitounrinary:
Infertilitas
13
Keracunan karbon monoksida
Cedera remuk
Penyakit dekompresi
Karena radiasi, tandur kulit (skin grafts and flaps) dan luka
bakar
14
Contraindications Contraindicated Prior to HBOT
Untreated Thoracostomy
pneumothorax Tension pneumothorax
Pneumomediastinum
15
(Previous studies from be used in
Russia suggest HBOT is emergencies
safe.)
Seizures May have lower seizure Should be stable on
threshold medications; may be
treated with
benzodiazepines
Upper respiratory Barotrauma Resolution of
infection (URI) symptoms or
decongestants
2.2 Inflamasi
16
mengeluarkan enzim-enzim lisosomal dan asam arakhidonat.
Metabolisme asam arakhidonat menghasilkan prostaglandin-prostaglandin
yang mempunyai efek pada pembuluh darah, ujung saraf, dan pada sel-
sel yang terlibat dalam inflamasi (Katzung, 2014).
2.2.1 Definisi
Mekanisme Inflamasi
Inflamasi dibagi dalam 3 fase, yaitu inflamasi akut (respon awal terhadap
cidera jaringan), respon imun (pengaktifan sejumlah sel yang mampu
menimbulkan kekebalan untuk merespon organisme asing), dan inflamasi
17
kronis (Katzung, 2014). Proses inflamasi akut dan inflamasi kronis ini
melibatkan sel leukosit polimorfonuklear sedangkan sel leukosit
mononuklear lebih berperan pada proses inflamasi imunologis.
Secara umum, dalam proses inflamasi ada tiga hal penting yang terjadi
yaitu :
18
vaskuler yang lokal dipengaruhi oleh komplemen melalui jalur klasik
(kompleks antigen-antibodi), jalur lectin (mannose binding lectin) ataupun
jalur alternative (Abbas et al., 2005).
19
makrofag dan sel endotel untuk memproduksi kemokin yang berperan
pada influks neutrofil melalui peningkatan ekspresi molekul adhesi. IFN-
(interferon-) dan TNF- akan mengaktifkan makrofag dan neutrofil yang
dapat meningkatkan fagositosis dan pelepasan enzim ke rongga jaringan
(Abbas et al. 2005).
20
Mediator-mediator inflamasi dalam keadaan normal akan
didegradasi setelah dilepaskan dan diproduksi secara serempak jika ada
picuan. Selama proses inflamasi berlangsung, diproduksi sinyal untuk
menghentikan reaksi inflamasi. Mekanisme ini meliputi perubahan
produksi mediator proinflamasi menjadi mediator antiinflamasi antara lain
antiinflamasi lipoxin, antiinflamasi sitokin, transforming growth factor-
(TGF-) dan perubahan kolinergik yang menghambat produksi TNF pada
makrofag. Sistem tersebut dibutuhkan untuk mencegah terjadinya
inflamasi yang berlebihan yang dapat memicu kerusakan jaringan. Hal
yang sama juga dapat terjadi ketika infeksi jaringan yang terjadi terlalu
besar dan respon inflamasi akut yang terjadi tidak mampu mengatasinya.
Proses inflamasi tersebut akan tetap berlangsung terus-menerus dan
dapat memicu terjadinya inflamasi kronis misalnya pada mekanisme
penyakit tukak lambung (Kumar et al. 2015).
21
Gambar 2.2 Respon Terhadap Stimulus (Abbas et al. 2005).
2.3 Prostaglandin
22
respon imun dan mekanisme efek yang berbeda dalam imunitas (Kalinski,
2012. Nakanisi, 2012).
Degradasi prostaglandin
23
Jalur sinyal dan reseptor prostaglandin
24
dan atraksi lokal serta degranulasi dalammekanisme yang menyangkut
EP1 dan EP3 (Kalinski, 2012).
2.4. Nf Kb
2.4.1 Definisi
25
Terapi oksigen hiperbarik tidak hanya meningkatkan oksigenasi
jaringan tubuh tetapi juga menstimulus formasi H2O2 yang merupakan
secondary messeger dari phosphorylasi Nuclear Factor Kappa Beta (NF-
kB). Nuclear Factor Kappa Beta / Rel Proteins memiliki peran penting
dalam proses transkripsi gen gen sel peradangan.( Susilo et al.,2016)
Semua protein dari NF- B family sama sama memiliki domain Rel
homologi pada Nterminus. Subfamily dari protein NF-B , termasuk RelA,
RelB, dan c-Rel, memiliki transactivation domain pada C-Termini mereka.
Sebaliknya, NF-B1 dan NF-B2 protein disintesis sebagai prekursor
besar, p105, dan P100, yang mengalami pengolahan untuk membentuk
subunit NF-B matang, P50 dan p52 . pengolahan P105 dan P100
diperantarai oleh ubiquitin /jalur proteasome dan melibatkan degradasi
selektif pada daerah C-terminal yang mengandung ankyrin berulang.
26
Sedangkan pembentukan p52 dari P100 adalah sebuah proses yang
diatur ketat, P50 dihasilkan dari pengolahan konstitutif p105. (Tripathi P,
2006. Amanda L, 2016).
RelB
c-Rel
AKTIVASI NF- B
27
memungkinkan NF-B untuk bertindak sebagai "kelompok pertama yang
merespon" untuk rangsangan seluler berbahaya. Stimulasi dari berbagai
reseptor permukaan sel , seperti RANK, TNFR, secara langsung
mengaktifkan NF-B dan membuat perubahan cepat dalam ekspresi gen.
(Amanda L, 2016)
INHIBISI NF-kB
28
Localization Signal/ NLS) dari protein NF-B dan menjaga mereka
diasingkan dalam keadaan tidak aktif di dalam sitoplasma. IBs adalah
family dari protein yang memiliki N-terminal domain, diikuti oleh enam atau
lebih ankyrin repeats dan PEST domain di dekat C terminus mereka
(Lindsey, 2013).
Meskipun keluarga IB terdiri dari IB, IB, IB, IB, dan Bcl-3,
yang paling dipelajari dan IB utama adalah IB. Karena adanya ankyrin
repeats dalam bagian C-terminal, maka p105 dan P100 juga berfungsi
sebagai IB protein. Dari semua anggota IB, IB merupakan yang
terunik karena disintesis dari gen nF-kb1 menggunakan promotor internal,
sehingga menghasilkan protein yang identik dengan C-terminal setengah
dari p105. [20] cterminal setengah dari P100, yang sering disebut sebagai
IB, juga berfungsi sebagai inhibitor. Degradasi IB sebagai respon
terhadap rangsangan perkembangan, seperti yang ditransduksi melalui
LTR, memungkinkan terjadi NF- B dimer aktivasi dalam tergantung NIK
jalur. non - kanonik Aktivasi dari NF-B dimulai oleh sinyal-induced IB
degradasi protein (Tripathi P, 2006).
29
proliferasi selular. NF-B menyalakan sendiri ekspresi represor nya yaitu
IB. IB yang baru disintesis kemudian kembali menghambat NF-B
dan, dengan demikian (Lindsey, 2013)
Non-kanonik
30
yang kanonik dan nonkanonik dimer , yaitu relativitas: P50 dan RelB: p52,
dalam lingkungan selular juga saling terkait secara mekanis. Analisis ini
menunjukkan bahwa yang terintegrasi NF-B jaringan sistem aktivasi
mendasari dari kedua relativitas dan RelB mengandung dimer dan bahwa
tidak berfungsinya jalur kanonik akan memimpin ke respon selular
menyimpang juga melalui jalur non-kanonik (Lindsey, 2013).
31
2.4 Mekanisme Kerja Nf-kB
32
BAB III
Kerangka Konseptual
HBOT
Po2
Sitoplasma
ROS
TLRs
EP3
SOD
HO-1
GPX
33
NUKLEUS Nf-kB
AA
COX1/COX2
el
PGE2
Lai
n
34
2.3. Hubungan terapi oksigen hiperbarik dengan Nf-kB
35
Sehingga dapat menekan peningkatan ROS dan Nf-kB. (Chavco et al,
2007).
BAB IV
Kesimpulan
36
menjadi PGH2 yang selanjutnya diubah menjadi PGE2 sehingga
pemberian HBO disini berperan sebagai antiinflamasi (Noori et al, 2006.
Nakanisi, 2012).
Daftar Pustaka
Amanda L, Albert S. 2016. The Nf-kB pathway and cancer stem cells.
Department of pathology and laboratory madicene university of
north calorina, chapel hill, USA
37
Gill, A. L. 2004. Hyperbaric oxygen: its uses, mechanisms of action and
outcomes. QJ Med. Volume 97. diakses pada 13 maret 2017.
Katzung. 2015. Dasar dan klinik farmakologi. Edisi 12. Jakarta : EGC
7th
Kumar V, Abbas AK, Fausto N. 2005. Pathologic basic of disease. ed.
Philadelphia: Elsavier Saunders,
38
Riyadi, 2016. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik,
Lakesla Supondha, Erick. 2014. Terapi Oksigen Hiperbarik. Matana
Bina Utama: Tangerang
Susanto L. 2015. Efek Terapi Hiperbarik Oksigen pada Ekspresi pada NF-
Kb dan avb3 Integrin pada Endometrium Tikus Betina (Rattus
norvegicus Wistars)
LAMPIRAN
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53