Anda di halaman 1dari 26

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan


4.1.1 Hasil Analisis FFA Metil Ester
Pada percobaan ini, dilakukan Analisis kadar FFA terhadap etil ester yang
dihasilkan. Diperoleh kadar FFA:
1. Analisis Kadar Ester
Tabel 4.1 Analisis Kadar FFA
Bahan Baku Kadar FFA
Minyak Kedelai 0,556%
Minyak Biji Bunga Matahari 0,287%
Minyak Kelapa 0,369%
Minyak Bimoli 0,282%
Minyak Jagung 0,278%
Minyak Jelantah 0,832%

2. Metil ester
Tabel 4.2 Hasil AnalisisMassa Metil Ester Minyak Kedelai

Katalis Waktu Suhu Perbandingan Massa Metil


Run
(%) (Menit) (oC) Mol Ester (gr)
I 45 97,59
II 0,75 60 70,77

III 70 78,68

IV 45 96,03

V 1,0 60 60 6:1 78,39

VI 70 89,19

VII 45 90,58

VIII 1,25 60 54,92

IX 70 75,64
Tabel 4.3 Hasil Analisis Massa Metil Ester Minyak Biji Bunga Matahari
Katalis Waktu Suhu Perbandingan Massa Metil
Run
(%) (Menit) (oC) Mol Ester (gr)
I 45 85,44
II 0,75 60 93,32

III 70 75,06

IV 45 91,64

V 1,0 60 60 6:1 83,14

VI 70 94,32

VII 45 93,62

VIII 1,25 60 83,91

IX 70 90,77

Tabel 4.4 Hasil Analisis Massa Metil Ester Minyak Kelapa

Katalis Waktu Suhu Perbandingan Massa Metil


Run
(%) (menit) (oC) Mol Ester (gr)
I 45 113,91
II 0,75 60 94,52

III 70 121,18

IV 45 95,16

V 1,0 60 60 6:1 95,33

VI 70 115,01

VII 45 93,15

VIII 1,25 60 92,22

IX 70 98,74

Tabel 4.5 Hasil Analisis Massa Metil Ester Minyak Bimoli


Katalis Waktu Suhu Perbandingan Massa Metil
Run
(%) (menit) (oC) Mol Ester (gr)
I 45 89,24
II 0,75 60 84,32

III 70 91,24

IV 45 100,10

V 1,0 60 60 6:1 87,76

VI 70 72,50

VII 45 100,22

VIII 1,25 60 100,13

IX 70 81,78

Tabel 4.6 Hasil Analisis Massa Metil Ester Minyak Jagung

Katalis Waktu Suhu Perbandingan Massa Metil


Run
(%) (Menit) (oC) Mol Ester (gr)
I 45 88,19
II 0,75 60 75,11

III 70 93,87

IV 45 75,18

V 1,0 60 60 6:1 90,28

VI 70 70,42

VII 45 91,02

VIII 1,25 60 67,26

IX 70 42,08

Tabel 4.7 Hasil Analisis Massa Metil Ester Minyak Jelantah


Katalis Waktu Suhu Perbandingan Massa Metil
Run
(%) (Menit) (oC) Mol Ester (gr)
I 45 77,55
II 0,75 60 52,28

III 70 52,04

IV 45 48,86

V 1,0 60 60 6:1 39,37

VI 70 56,02

VII 45 63,47

VIII 1,25 60 66,07

IX 70 72,08

Tabel 4.8 Hasil Analisis Metil Ester Hasil Transesterifikasi Minyak Kedelai
Viskositas
Densitas (40
Massa Viskositas (40 C) Kinematik Yield
Run C)
(gram) 3
X 10-3 (kg/m.s) (40 C) (%)
(kg/m )
(mm2/s)
I 97,59 0,8260 2,978 3,60 97,96
II 70,77 0,8591 4,650 5,41 71,04
III 78,68 0,7701 2,503 3,25 78,69
IV 96,03 0,8473 3,116 3,68 96,40
V 78,39 0,8125 4,807 5,92 78,69
VI 89,19 0,8260 2,804 3,39 89,53
VII 90,58 0,8119 2,890 3,56 90,93
VIII 54,92 0,7992 2,839 3,55 55,13
IX 75,64 0,8375 2,910 3,48 75,93

Tabel 4.9 Hasil Analisis Metil Ester Hasil Transesterifikasi Minyak Biji Bunga
Matahari
Run Massa Densitas (40 Viskositas (40 C) Viskositas Yield
(gram) C) X 10-3 (kg/m.s) Kinematik (%)
(kg/m3) (40 C)
(mm2/s)

I 85,44 0,8665 1,710 1,973 86,72


II 93,32 0,8673 0,844 0,973 94,71
III 75,06 0,8480 0,648 0,765 76,18
IV 91,64 0,8590 0,665 0,774 93,01
V 83,14 0,8390 0,671 0,801 84,39
VI 94,32 0,8513 0,717 0,843 95,73
VII 93,62 0,8580 0,712 0,712 95,02
VIII 83,91 0,8505 0,433 0,509 85,16
IX 90,77 0,8438 0,734 0,869 92,13

Tabel 4.10 Hasil Analisis Metil Ester Hasil Transesterifikasi Minyak Kelapa
Viskositas
Densitas (40
Massa Viskositas (40 C) Kinematik Yield
Run C)
(gram) 3
X 10-3 (kg/m.s) (40 C) (%)
(kg/m )
(mm2/s)
I 113,91 0,825 9,010 5,943 81,23
II 94,52 0,831 4,615 5,559 72,38
121,1
III 0,831 6,119 92,79
8 5,084
IV 95,16 0,828 4,986 6,019 72,87
V 95,33 0,864 4,621 5,386 73,00
VI 115,01 0,823 5,471 6,645 88,07
VII 93,15 0,867 5,330 6,146 71,33
VIII 92,22 0,863 4,390 5,082 70,62
IX 98,74 0,822 5,212 6,336 75,61

Tabel 4.11 Hasil Analisis Metil Ester Hasil Transesterifikasi Minyak Bimoli
Viskositas
Densitas (40
Massa Viskositas (40 C) Kinematik Yield
Run C)
(gram) 3
X 10-3 (kg/m.s) (40 C) (%)
(kg/m )
(mm2/s)
I 89,24 0,836 1,112 1,330 86,77
II 84,32 0,862 0,744 0,860 81,99
III 91,24 0,868 0,676 0,780 88,72
100,1
IV 0,864 0,940 97,33
0 0,812
V 87,76 0,883 0,727 0,820 85,33
VI 72,50 0,788 0,552 0,700 70,50
100,2
VII 0,854 0,930 97,45
2 0,792
100,1
VIII 0,851 0,950 97,36
3 0,810
IX 81,78 0,825 0,647 0,780 79,52

Tabel 4.12 Hasil Analisis Metil Ester Hasil Transesterifikasi Minyak Jagung
Viskositas
Massa Densitas (40
Viskositas (40 C) Kinematik Yield
Run (gram C)
X 10-3 (kg/m.s) (40 C) (%)
) (kg/m3)
(mm2/s)
I 88,19 0,861 4,46 0,518 87,82
II 75,11 0, 847 3,76 0,443 74,79
III 93,87 0,857 4,44 0,528 93,48
IV 75,18 0,874 3,80 0,434 75,46
V 90,28 0,870 3,68 0,422 89,90
VI 70,42 0,872 3,82 0,438 70,12
VII 91,02 0,864 3,77 0,436 90,64
VIII 67,26 0,879 3,72 0,422 66,98
IX 42,08 0,850 3,22 0,379 41,90

Tabel 4.13 Hasil Analisis Metil Ester Hasil Transesterifikasi Minyak Jelantah
Viskositas
Massa Densitas (40
Viskositas (40 C) Kinematik Yield
Run (gram C)
X 10-3 (kg/m.s) (40 C) (%)
) (kg/m3)
(mm2/s)
I 77,55 0,859 1,072 1,250 78,32
II 52,28 0,842 1,022 1,210 52,80
III 52,04 0,842 1,010 1,200 52,56
IV 48,86 0,851 1,039 1,220 49,34
V 39,37 0,846 1,049 1,240 39,76
VI 56,02 0,851 1,047 1,230 56,57
VII 63,47 0,859 1,042 1,210 64,10
VIII 66,07 0,851 1,050 1,230 66,72
IX 72,08 0,842 1,059 1,260 72,79

4.2 Pembahasan
4.2.1 Analisis Kadar FFA Bahan Baku
Analisa kadar FFA bahan baku dari beberapa bahan baku minyak nabati seperti
gambar 4.1 berikut ini.
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0

Gambar 4.1 Grafik Kadar FFA

Pada gambar 4.1 didapat hasil kadar FFA yang terdapat dalam beberapa varian
sampel seperti minyak kedelai, minyak biji bunga matahari, minyak kelapa, minyak
bimoli, minyak jagung, dan minyak jelantah.
Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa kadar FFA yang paling tinggi adalah
minyak jelantah dan kadar FFA yang paling rendah adalah minyak bimoli. Kadar
FFA yang diperoleh dengan sampel minyak kedelai, minyak biji bunga matahari,
minyak kelapa, minyak bimoli, minyak jagung, dan minyak jelantah masing-masing
adalah 0,556%, 0,287%, 0,369%, 0,282%, 0,278%, dan 0,832%.
Berdasarkan teori, asam lemak bebas adalah asam lemak yang terlepas dari
trigliseridanya, berdasarkan kandungannya biodiesel dapat diklasifikasikan :
a. Refined Oil: minyak nabati dengan kandungan FFA kurang dari 1,5%
b. Minyak nabati dengan kandungan FFA rendah kurang dari 4%
c. Minyak nabati dengan kandungan FFA tinggi lebih dari 20%
Berdasarkan kadungan FFA dalam minyak nabati maka proses pembuatan
biodiesel dapat dibedakan atas dua bagian yaitu:
a. Transeseterifikasi dengan menggunakan katalis basa untuk refined Oil atau
minyak nabati dengan kandungan FFA rendah.
b. Esterifikasi dengan katalis asam untuk minyak nabati dengan kandungan
FFA yang tinggi di lanjutkan dengan transesterifikasi dengan katalis basa.
Berdasarkan teori diatas, dapat disimpulkan bahwa seluruh sampel biodiesel
yang divariankan, termasuk minyak nabati dengan kandungan FFA kurang dari 1,5%
atau biasa disebut dengan refined oil yang dapat dilakukan dengan proses
transesterifikasi untuk peroses pembuatan biodiesel.

4.2.2Analisis Densitas Metil Ester


Berikut adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara densitas dengan
suhu reaksi pada tiap sampel dengan konsentrasi katalis 0,75%
1
0.9
0.8
0.7
Minyak Kedelai Minyak0.6
Biji Bunga Matahari Minyak Kelapa Minyak Bimoli Minyak Jagung

Densitas ( gram/cm3) 0.5


0.4
0.3
0.2
Minyak Jelantah
0.1
0
45 60 70
Suhu Reaksi (oC)

Gambar 4.2 Hubungan Densitas Metil Ester dengan Suhu Reaksi pada Setiap Sampel
dengan Konsentrasi Katalis 0,75%
Berikut adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara densitas dengan
suhu reaksi pada tiap sampel dengan konsentrasi katalis 1,0%
1
0.9
0.8
0.7
Minyak Kedelai Minyak0.6
Biji Bunga Matahari Minyak Kelapa Minyak Bimoli Minyak Jagung

Densitas ( gram/cm3) 0.5


0.4
0.3
0.2
Minyak Jelantah
0.1
0
45 60 70
Suhu Reaksi (oC)

Gambar 4.3 Hubungan Densitas Metil Ester dengan Suhu Reaksi pada Setiap Sampel
dengan Konsentrasi Katalis 1,0%
Berikut adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara densitas dengan
suhu reaksi pada tiap sampel dengan konsentrasi katalis 1,25%
1
0.9
0.8
0.7
Minyak Kedelai Minyak0.6
Biji Bunga Matahari Minyak Kelapa Minyak Bimoli Minyak Jagung

Densitas ( gram/cm3) 0.5


0.4
0.3
0.2
Minyak Jelantah
0.1
0
45 60 70
Suhu Reaksi (oC)

Gambar 4.4 Hubungan Densitas Metil Ester dengan Suhu Reaksi pada Setiap Sampel
dengan Konsentrasi Katalis 1,25%

Berdasarkan grafik tersebut untuk percobaan dengan sampel minyak kedelai


densitas terus mengalami fluktuasi seiring dengan pertambahan suhu pada
konsentrasi katalis 0,75%. Pada konsentrasi katalis 1,0% densitas yang diperoleh
juga mengalami fluktuasi seiring dengan pertambahan suhu. Sedangkan, pada
konsentrasi katalis 1,25% grafik densitas yang diperoleh mengalami fluktuasi seiring
dengan pertambahan suhu. Dimana pada suhu ke 45 dan 60 densitas mengalami
penurunan dan pada menit ke 70 densitas mengalami kenaikan kembali. Densitas
yang diperoleh pada suhu ke 45, 60, dan 75 dengan konsentrasi katalis 0,75% adalah
0,826; 0,859; dan 0,770 gr/cm3. Densitas yang diperoleh pada suhu ke 45, 60, dan 75
dengan konsentrasi katalis 1,0% adalah 0,847; 0,812; dan 0,826 gr/cm3. Densitas
yang diperoleh pada menit ke 45, 60, dan 75 dengan konsentrasi katalis 1,25%
adalah 0,811; 0,799; dan 0,837 gr/cm3.
Untuk percobaan dengan sampel minyak biji bunga matahari densitas terus
mengalami penurunan seiring dengan pertambahan suhu pada konsentrasi katalis
0,75%. Pada konsentrasi katalis 1,0% densitas yang diperoleh mengalami fluktuasi
seiring dengan pertambahan suhu. Dimana pada suhu ke 45 oC dan 60 oC densitas
mengalami penurunan dan pada suhu ke 70 oC densitas mengalami kenaikan
kembali. Sedangkan, pada konsentrasi katalis 1,25% grafik densitas yang diperoleh
mengalami penurunan seiring dengan pertambahan suhu. Densitas yang diperoleh
pada suhu ke 45, 60, dan 75 dengan konsentrasi katalis 0,75% adalah 0,866; 0,867;
dan 0,848 gr/cm3. Densitas yang diperoleh pada suhu ke 45, 60, dan 75 dengan
konsentrasi katalis 1,0% adalah 0,859; 0,839; dan 0,851 gr/cm3. Densitas yang
diperoleh pada menit ke 45, 60, dan 75 dengan konsentrasi katalis 1,25% adalah
0,858; 0,850; dan 0,843 gr/cm3.
Untuk percobaan dengan sampel minyak kelapa densitas mengalami
peningkatan seiring dengan pertambahan suhu pada konsentrasi katalis 0,75%. Pada
konsentrasi katalis 1,0% densitas yang diperoleh mengalami fluktuasi seiring dengan
pertambahan suhu. Dimana pada suhu ke 45 dan 60 densitas mengalami penurunan
dan pada menit ke 70 densitas mengalami kenaikan kembali. Sedangkan, pada
konsentrasi katalis 1,25% grafik densitas yang diperoleh mengalami penurunan
seiring dengan pertambahan suhu. Densitas yang diperoleh pada suhu ke 45, 60, dan
75 dengan konsentrasi katalis 0,75% adalah 0,825; 0,831; dan 0,831 gr/cm3. Densitas
yang diperoleh pada suhu ke 45, 60, dan 75 dengan konsentrasi katalis 1,0% adalah
0,828; 0,864; dan 0,823 gr/cm3. Densitas yang diperoleh pada menit ke 45, 60, dan
75 dengan konsentrasi katalis 1,25% adalah 0,867; 0,863; dan 0,822 gr/cm3.
Untuk percobaan dengan sampel minyak bimoli densitas mengalami
peningkatan seiring dengan pertambahan suhu pada konsentrasi katalis 0,75%. Pada
konsentrasi katalis 1,0% densitas yang diperoleh mengalami fluktuasi seiring dengan
pertambahan suhu. Dimana pada suhu ke 45 dan 60 densitas mengalami peningkatan
dan pada menit ke 70 densitas mengalami penurunan kembali. Sedangkan, pada
konsentrasi katalis 1,25% grafik densitas yang diperoleh mengalami penurunan
seiring dengan pertambahan suhu. Densitas yang diperoleh pada suhu ke 45, 60, dan
75 dengan konsentrasi katalis 0,75% adalah 0,836; 0,862; dan 0,868 gr/cm3. Densitas
yang diperoleh pada suhu ke 45, 60, dan 75 dengan konsentrasi katalis 1,0% adalah
0,864; 0,883; dan 0,788 gr/cm3. Densitas yang diperoleh pada menit ke 45, 60, dan
75 dengan konsentrasi katalis 1,25% adalah 0,854; 0,851; dan 0,825 gr/cm3.
Untuk percobaan dengan sampel minyak jagung densitas mengalami fluktuasi
seiring dengan pertambahan suhu pada konsentrasi katalis 0,75%. Dimana pada suhu
ke 45 dan 60 densitas mengalami penurunan dan pada menit ke 70 densitas
mengalami peningkatan kembali. Pada konsentrasi katalis 1,0% densitas yang
diperoleh mengalami fluktuasi seiring dengan pertambahan suhu. Dimana pada suhu
ke 45 dan 60 densitas mengalami penurunan dan pada menit ke 70 densitas
mengalami peningkatan kembali. Sedangkan, pada konsentrasi katalis 1,25% grafik
densitas yang diperoleh mengalami fluktuasi seiring dengan pertambahan suhu.
Dimana pada suhu ke 45 dan 60 densitas mengalami peningkatan dan pada menit ke
70 densitas mengalami penurunan kembali. Densitas yang diperoleh pada suhu ke 45,
60, dan 75 dengan konsentrasi katalis 0,75% adalah 0,861; 0,847; dan 0,857 gr/cm3.
Densitas yang diperoleh pada suhu ke 45, 60, dan 75 dengan konsentrasi katalis 1,0%
adalah 0,874; 0,870; dan 0,872 gr/cm3. Densitas yang diperoleh pada menit ke 45,
60, dan 75 dengan konsentrasi katalis 1,25% adalah 0,864; 0,879; dan 0,850 gr/cm3.
Untuk percobaan dengan sampel minyak jelantah densitas mengalami
penurunan seiring dengan pertambahan suhu pada konsentrasi katalis 0,75%. Pada
konsentrasi katalis 1,0% densitas yang diperoleh mengalami fluktuasi seiring dengan
pertambahan suhu. Dimana pada suhu ke 45 dan 60 densitas mengalami penurunan
dan pada menit ke 70 densitas mengalami peningkatan kembali. Sedangkan, pada
konsentrasi katalis 1,25% grafik densitas yang diperoleh mengalami penurunan
seiring dengan pertambahan suhu. Densitas yang diperoleh pada suhu ke 45, 60, dan
75 dengan konsentrasi katalis 0,75% adalah 0,859; 0,842; dan 0,842 gr/cm3. Densitas
yang diperoleh pada suhu ke 45, 60, dan 75 dengan konsentrasi katalis 1,0% adalah
0,851; 0,846; dan 0,851 gr/cm3. Densitas yang diperoleh pada menit ke 45, 60, dan
75 dengan konsentrasi katalis 1,25% adalah 0,859; 0,851; dan 0,842 gr/cm3.
Kerapatan(densitas) adalah jumlah atau kuantitas suatu zat pada suatu
unitvolume. Densitas dapat dinyatakan dalam mass density ( ) satuan dalam SI
adalah (kg.m-3). Massa jenis menunjukkan perbandingan massa persatuan
volume,karakteristik ini berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkanoleh
mesin diesel persatuan volume bahan bakar (Sitorus, 2011).
Berdasarkan teori, pengaruh katalis terhadap massa jenis terlihat bahwa
kenaikan konsentrasi katalis dengan metode esterifikasi insitu, berdampak pada
kenaikan massa jenis (Dyah, 2011).
Pengaruh perubahan suhu terhadap densitas biodiesel dapat ditunjukkan
dengan persamaan berikut :
SG = a + bT (Tesfa, dkk., 2010)
Dimana, SG adalah specific gravity dari campuran biodiesel, T adalah
termperatur dalam C, dan a dan b konstan tergantung pada perbedaan persentasi dari
campuran biodiesel (Tesfa, dkk., 2010). Sehingga dari persamaan di atas dapat kita
simpulkan bahwa semakin tinggi suhu reaksi, maka akan semakin besar pula specific
gravity dari campuran biodiesel dan densitasnya akan semakin besar pula. Menurut
teori, syarat mutu densitas biodiesel menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 04-
7182-2006 yaitu antara 850 - 890 kg/m3.
Berdasarkan teori tersebut maka hasil percobaan yang sesuai dengan teori yaitu
sampel minyak biji bunga matahari dengan konsentrasi katalis 1,25%; minyak kelapa
dengan konsentrasi katalis 1,25%; minyak bimoli dengan konsentrasi katalis 1,25%;
minyak jelantah dengan konsentrasi katalis 1,25%. Sedangkan untuk sampel minyak
kedelai dengan konsentrasi katalis 0,75%; 1,0%; dan 1,25%; minyak biji bunga
matahari dengan konsentrasi katalis 0,75% dan 1,0%; minyak kelapa dengan
konsentrasi katalis 0,75% dan 1,0%; minyak bimoli dengan konsentrasi katalis
0,75% dan 1,0%; minyak jagung dengan konsentrasi katalis 0,75%; 1,0% dan 1,25%;
dan minyak jelantah dengan konsentrasi katalis 1,0% hasil yang didapatkan belum
sesuai dengan teori. Hal ini disebabkan :
1. Pada proses pemisahan dengan corong pemisah, gliserol, katalis sisa, dan metanol
yang berada pada lapisan bawah tidak terbuang seluruhnya sehingga
mempengaruhi densitas dari metil ester yang diperoleh.
2. Penggunaan katalis alkalin yang menpengaruhi suhu reaksi.
3. Proses penimbangan yang dilakukan secara langsung setelah proses pengeringan
mempengaruhi massa metil ester yang diperoleh.

4.2.3 Analisis Viskositas Metil Ester


Berikut adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara viskositas dengan
suhu reaksi pada konsentrasi katalis 0,75%
10.00
9.00
8.00
7.00
Minyak Kedelai Minyak6.00
Biji Bunga Matahari Minyak Kelapa Minyak Bimoli
Viskositas x10-3 (gram/cm.s) 5.00
4.00
3.00
2.00
Minyak Jagung Minyak1.00
Jelantah
0.00
45 60 70
Suhu Reaksi (oC)

Gambar 4.5 Hubungan Viskositas dengan Suhu Reaksi pada Konsentrasi Katalis
0,75%
Berikut adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara viskositas dengan
suhu reaksi pada konsentrasi katalis 1,0%
6.00
5.50
5.00
4.50
4.00
Minyak Kedelai Minyak3.50
Biji Bunga Matahari Minyak Kelapa Minyak Bimoli
Viskositas x10-3 (gram/cm.s) 3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
Minyak Jagung Minyak0.50
Jelantah
0.00
45 60 70
Suhu Reaksi (oC)

Gambar 4.6 Hubungan Viskositas dengan Suhu Reaksi pada Konsentrasi Katalis
1,0%

Berikut adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara viskositas dengan


suhu reaksi pada konsentrasi katalis 1,75%
6.00
5.50
5.00
4.50
4.00
Minyak Kedelai Minyak3.50
Biji Bunga Matahari Minyak Kelapa Minyak Bimoli
Viskositas x10-3 (gram/cm.s) 3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
Minyak Jagung Minyak0.50
Jelantah
0.00
45 60 70
Suhu Reaksi (oC)

Gambar 4.7 Hubungan Viskositas dengan Suhu Reaksi pada Konsentrasi Katalis
1,75%

Berdasarkan grafik di atas untuk percobaan dengan sampel minyak kedelai


dengan persen katalis 0,75%; 1,0% dan 1,25% viskositas metil ester mengalami
fluktuasi seiring dengan pertambahan suhu. Viskositas yang diperoleh dengan persen
katalis 0,75% pada suhu 45, 60, dan 70 menit adalah sebesar 2,978 gr/cm.s; 4,650
gr/cm.s dan 2,503 gr/cm.s. Dengan persen katalis 1,0% pada waktu 45, 60, dan 70
menit adalah sebesar 3,116 gr/cm.s; 4,807 gr/cm.s dan 2,804 gr/cm.s. Dengan persen
katalis 1,25% pada suhu waktu 45, 60, dan 70 menit adalah sebesar 2,890 gr/cm.s;
2,839 gr/cm.s dan 2,910 gr/cm.s.
Untuk percobaan dengan sampel minyak biji bunga matahari dengan persen
katalis 0,75% viskositas metil ester mengalami penurunan, pada persen katalis 1,0%
viskositas metil ester menglami peningkatan seiring dengan pertambahan suhu
reaksi. Sedangkan pada konsentrasi katalis 1,25% viskositas metil ester mengalami
fluktuasi seiring dengan pertambahan suhu. Viskositas yang diperoleh dengan persen
katalis 0,75% pada suhu 45, 60, dan 70 menit adalah sebesar 1,710 gr/cm.s; 0,844
gr/cm.s dan 0,648 gr/cm.s. Dengan persen katalis 1,0% pada waktu 45, 60, dan 70
menit adalah sebesar 0,665 gr/cm.s; 0,671 gr/cm.s dan 0,717 gr/cm.s. Dengan persen
katalis 1,25% pada suhu waktu 45, 60, dan 70 menit adalah sebesar 0,712 gr/cm.s;
0,433 gr/cm.s dan 0,734 gr/cm.s.
Untuk percobaan dengan sampel minyak kelapa dengan persen katalis 0,75%;
1,0%; dan 1,25% viskositas metil ester mengalami fluktuasi seiring dengan
pertambahan suhu reaksi. Viskositas yang diperoleh dengan persen katalis 0,75%
pada suhu 45, 60, dan 70 oC adalah sebesar 9,010 gr/cm.s; 4,615 gr/cm.s dan 5,084
gr/cm.s. Dengan persen katalis 1,0% pada waktu 45, 60, dan 70 oC adalah sebesar
4,986 gr/cm.s; 4,621 gr/cm.s dan 5,471 gr/cm.s. Dengan persen katalis 1,25% pada
suhu waktu 45, 60, dan 70 oC adalah sebesar 5,330 gr/cm.s; 4,390 gr/cm.s dan 3,212
gr/cm.s.
Untuk percobaan dengan sampel minyak bimoli dengan persen katalis 0,75%
dan 1,0% viskositas metil ester mengalami penurunan, sedangkan pada persen katalis
1,25% viskositas metil ester mengalami fluktuasi seiring dengan pertambahan suhu
reaksi. Viskositas yang diperoleh dengan persen katalis 0,75% pada suhu 45, 60, dan
70 oC adalah sebesar 1,112 gr/cm.s; 0,744 gr/cm.s dan 0,676 gr/cm.s. Dengan persen
katalis 1,0% pada waktu 45, 60, dan 70 oC adalah sebesar 0,812 gr/cm.s; 0,727
gr/cm.s dan 0,552 gr/cm.s. Dengan persen katalis 1,25% pada suhu waktu 45, 60, dan
70 oC adalah sebesar 0,792 gr/cm.s; 0,810 gr/cm.s dan 0,647 gr/cm.s.
Untuk percobaan dengan sampel minyak jagung dengan persen katalis 0,75%,
1,0% viskositas metil ester yang diperoleh mengalami fluktuasi, sedangkan pada
persen katalis 1,25% viskositas metil ester yang diperoleh mengalami penurunan
seiring dengan pertambahan suhu reaksi. Viskositas yang diperoleh dengan persen
katalis 0,5% pada suhu 45, 60, dan 75 oC adalah sebesar 4,46 gr/cm.s; 3,76 gr/cm.s;
dan 4,44 gr/cm.s. Dengan persen katalis 1,0% pada suhu 45, 60, dan 75 oC adalah
sebesar 3,80 gr/cm.s; 3,68 gr/cm.s; dan 3,82 gr/cm.s. Dengan persen katalis 1,25%
pada suhu suhu 45, 60, dan 75 oC adalah sebesar 3,77 gr/cm.s; 3,72 gr/cm.s; dan 3,22
gr/cm.s.
Untuk percobaan dengan sampel minyak jelantah dengan persen katalis 0,75%
viskositas metil ester yang diperoleh mengalami penurunan, sedangkan pada persen
katalis 1,0% viskositas metil ester yang diperoleh mengalami fluktuasi seiring
dengan pertambahan suhu reaksi. Pada persen katalis 1,25% viskositas metil ester
yang diperoleh mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan suhu reaksi.
Viskositas yang diperoleh dengan persen katalis 0,75% pada suhu 45, 60, dan 75 oC
adalah sebesar 1,072 gr/cm.s; 1,022 gr/cm.s; dan 1,010 gr/cm.s. Dengan persen
katalis 1,0% pada suhu 45, 60, dan 75 oC adalah sebesar 1,039 gr/cm.s; 1,049
gr/cm.s; dan 1,047 gr/cm.s. Dengan persen katalis 1,25% pada suhu suhu 45, 60, dan
75 oC adalah sebesar 1,042 gr/cm.s; 1,050 gr/cm.s; dan 1,059 gr/cm.s.
Berdasarkan teori viskositas yang tepat suatu bahan bakar diperlukan untuk
operasi yang tepat pula dari suatu mesin. Pelumasan, gesekan di antara bagian-bagian
yang bergerak, serta keausan mesin bergantung pada sifat ini. Sifat ini penting bagi
aliran minyak ketika melewati pipa saluran dan penyuntik alat pemercik. Viskositas
yang terlalu rendah akan menimbulkan kebocoran pada pipa injeksi, menyulitkan
penyebaran bahan bakar, sehingga minyak tidak akan segera terbakar, menghasilkan
asap yang kotor karena kelambatan aliran dan akan sulit mengalami atomisas. Proses
atomisasi yang efektif dari suatu bahan bakar di dalam silinder memerlukan tingkat
viskositas yang lebih rendah untuk menghindari tekanan pompa yang berlebihan.
Viskositas suatu fluida merupakan ukuran ketahanan suatu fluida terhadap deformasi
atau perubahan bentuk (Sitorus, 2011).
Pengaruh konsentrasi katalis terhadap viskositas adalah semakin tinggi
konsentrasi katalis maka viskositasnya cenderung menurun. Karena semakin banyak
persen katalis yang diberikan akan semakin cepat terpecahnya trigliserida menjadi
tiga ester asam lemak yang akan menurunkan viskositas 5-10 persen.
Peristiwa perubahan viskositas dapat dijelaskan dengan teori termodinamika
yang menyatakan bahwa semakin tinggi termperatur suatu fluida, molekul fluida
akan bergerak cepat sehingga secara makro akan meningkatkan tekanan. Jika tidak
terdapat batas pada materi tersebut maka materi akan mengembang dan memperbesar
jarak antar molekulnya. Jarak antar molekul yang lebar akan menghasilkan viskositas
semakin menurun (Dyah, 2011).
Berdasarkan teori tersebut maka hasil percobaan yang telah sesuai dengan teori
yaitu sampel minyak biji bunga matahari dengan konsentrasi katalis 0,75%; minyak
bimoli dengan konsentrasi katalis 0,75% dan 1,0%; minyak jagung dengan
konsentrasi katalis 1,25%; dan minyak jelantah dengan konsentrasi katalis 0,75%.
Sedangkan utuk sampel minyak kedelai dengan konsentrasi katalis 0,75%; 1,0% dan
1,25%; minyak biji bunga matahari dengan konsentrasi katalis 1,0% dan 1,25%;
minyak kelapa dengan konsentrasi katalis 0,75%, 1,0% dan 1,25%; minyak bimoli
dengan konsentrasi katalis 1,25%; minyak jagung dengan konsentrasi katalis 0,75%
dan 1,0%; dan minyak jelantah dengan konsentrasi katalis 1,0% dan 1,25% hasil
yang didapatkan belum sesuai dengan teori. Hal ini disebabkan oleh:
1. Proses pemurnian metil ester yang tidak sempurna sehingga masih terdapat
komponen lain yang mempengaruhi nilai viskositas biodiesel.
o
2. Kesulitan dalam menjaga suhu agar tetap konstan pada suhu 40 C saat
pengukuran viskositas dengan menggunakan viskosimeter Oswald, hal ini
berpengaruh pada nilai viskositas, dimana viskositas merupakan fungsi waktu.
4.2.4Analisis Viskositas Kinematik Metil Ester
Berikut adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara viskositas kinematik
dengan suhu reaksi pada konsentrasi katalis 0,75%

6.20

5.20

Minyak Kedelai Minyak Biji Bunga


4.20Matahari Minyak Kelapa Minyak Bimoli Minyak Jagung

Viskositas Kinematik (mm2/s) 3.20

2.20

Minyak Jelantah 1.20

0.20
45 60 70
Suhu Reaksi (oC)

Gambar 4.8Hubungan Viskositas Kinematik dengan Suhu Reaksi pada Konsentrasi


Katalis 0,75%

Berikut adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara viskositas kinematik


dengan suhu reaksi pada konsentrasi katalis 1,0%

6.20

5.20

Minyak Kedelai Minyak Biji Bunga


4.20Matahari Minyak Kelapa Minyak Bimoli Minyak Jagung

Viskositas Kinematik (mm2/s) 3.20

2.20

Minyak Jelantah 1.20

0.20
45 60 70
Suhu Reaksi (oC)

Gambar 4.9 Hubungan Viskositas Kinematik dengan Suhu Reaksi pada Konsentrasi
Katalis 1,0%
Berikut adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara viskositas kinematik
dengan suhu reaksi pada konsentrasi katalis 1,25%

6.2

5.2

Minyak Kedelai Minyak Biji Bunga


4.2Matahari Minyak Kelapa Minyak Bimoli Minyak Jagung

Viskositas Kinematik (mm2/s) 3.2

2.2

Minyak Jelantah 1.2

0.2
45 60 70
Suhu Reaksi (oC)

Gambar 4.10 Hubungan Viskositas Kinematik dengan Suhu Reaksi pada Konsentrasi
Katalis 1,25%

Berdasarkan grafik di atas untuk percobaan dengan sampel minyak kedelai


pada konsentrasi katalis 0,75% dan 1,0% viskositas kinematik mengalami fluktuasi
seiring dengan penambahan suhu reaksi. Sedangkan pada konsentrasi katalis 1,25%
viskositas kinematis mengalami penurunan seiring dengan kenaikan suhu reaksi.
Viskositas kinematik yang diperoleh pada suhu 45, 60, dan 70 oC dengan konsentrasi
katalis 0,75% adalah sebesar 3,60 mm2/s; 5,41 mm2/s dan 3,25 mm2/s. Pada suhu 45,
60, dan 70 oC dengan konsentrasi katalis 1,0% adalah sebesar 3,68 mm2/s; 5,92
mm2/s dan 3,39 mm2/s. Pada suhu 45, 60 dan 70 oC dengan konsentrasi katalis 1,25%
adalah sebesar 3,56 mm2/s; 3,55 mm2/s dan 3,48 mm2/s.
Untuk percobaan dengan sampel minyak biji bunga matahari pada konsentrasi
katalis 0,75% viskositas kinematik mengalami penurunan, pada konsentrasi katalis
1,0% viskositas kinematik mengalami peningkatan seiring dengan penambahan suhu
reaksi. Sedangkan pada konsentrasi katalis 1,25% viskositas kinematis mengalami
fluktuasi seiring dengan kenaikan suhu reaksi. Viskositas kinematik yang diperoleh
pada suhu 45, 60, dan 70 oC dengan konsentrasi katalis 0,75% adalah sebesar 1,973
mm2/s; 0,973 mm2/s dan 0,765 mm2/s. Pada suhu 45, 60, dan 70 oC dengan
konsentrasi katalis 1,0% adalah sebesar 0,774 mm2/s; 0,801 mm2/s dan 0,843 mm2/s.
Pada suhu 45, 60 dan 70 oC dengan konsentrasi katalis 1,25% adalah sebesar 0,712
mm2/s; 0,509 mm2/s dan 0,869 mm2/s.
Untuk percobaan dengan sampel minyak kelapa pada konsentrasi 0,75%, 1,0%,
dan 1,25% viskositas kinematik mengalami fluktuasi seiring dengan penambahan
suhu reaksi. Viskositas kinematik yang diperoleh pada suhu 45, 60 dan 70 oC dengan
konsentrasi katalis 0,75% adalah sebesar 5,943 mm2/s; 5,559 mm2/s dan 6,119
mm2/s. Pada suhu 45, 60 dan 70 oC dengan konsentrasi katalis 1,0% adalah sebesar
6,019 mm2/s; 5,386 mm2/s dan 6,645 mm2/s. Pada suhu 45, 60 dan 70 oC dengan
konsentrasi katalis 1,25% adalah sebesar 6,146 mm2/s; 5,082 mm2/s dan 6,336
mm2/s.
Untuk percobaan dengan sampel minyak bimoli pada konsentrasi 0,75% dan
1,0% grafik mengalami penurunan seiring dengan penambahan suhu reaksi.
Sedangkan pada konsentrasi 1,25% grafik mengalami fluktuasi seiring dengan
penambahan suhu reaksi. Viskositas kinematik yang diperoleh pada suhu 45, 60 dan
70 oC dengan konsentrasi katalis 0,75% adalah sebesar 1,330 mm2/s; 0,860 mm2/s
dan 0,780 mm2/s. Pada suhu 45, 60 dan 70 oC dengan konsentrasi katalis 1,0%
adalah sebesar 0,940 mm2/s; 0,820 mm2/s dan 0,700 mm2/s. Pada suhu 45, 60 dan 70
o
C dengan konsentrasi katalis 1,25% adalah sebesar 0,930 mm2/s; 0,950 mm2/s dan
0,780 mm2/s.
Untuk percobaan dengan sampel minyak jagung pada konsentrasi 0,75% dan
1,0% grafik mengalami fluktuasi, sedangkan pada konsentrasi 1,25% grafik
mengalami penurunan seiring dengan penambahan suhu reaksi. Viskositas kinematik
yang diperoleh pada suhu 45, 60 dan 70 oC dengan konsentrasi katalis 0,75% adalah
sebesar 0,518 mm2/s; 0,443 mm2/s dan 0,528 mm2/s. Pada suhu 45, 60 dan 70 oC
dengan konsentrasi katalis 1,0% adalah sebesar 0,434 mm2/s; 0,422 mm2/s dan 0,438
mm2/s. Pada suhu 45, 60 dan 70 oC dengan konsentrasi katalis 1,25% adalah sebesar
0,436 mm2/s; 0,422 mm2/s dan 0,379 mm2/s.
Untuk percobaan dengan sampel minyak jelantah pada konsentrasi 0,75%
grafik mengalami penurunan, pada konsentrasi katalis 1,0% grafik mengalami
fluktuasi, sedangkan pada konsentrasi 1,25% grafik mengalami peningkatan seiring
dengan penambahan suhu reaksi. Viskositas kinematik yang diperoleh pada suhu 45,
60 dan 70 oC dengan konsentrasi katalis 0,75% adalah sebesar 1,250 mm2/s; 1,210
mm2/s dan 1,200 m2/s. Pada suhu 45, 60 dan 70 oC dengan konsentrasi katalis 1,0%
adalah sebesar 1,220 mm2/s; 1,240 mm2/s dan 1,230 mm2/s. Pada suhu 45, 60 dan 70
o
C dengan konsentrasi katalis 1,25% adalah sebesar 1,210 mm2/s; 1,230 mm2/s dan
1,260 mm2/s.
Viskositas kinematik adalah suatu angka yang menyatakan besarnya
perlawanan atau hambatan dalam dari sebuah bahan cairan untuk mengalir atau
ukuran tahanan geser dari bahan cair. Viskositas kinematik juga merupakan salah
satu karakteristik bahan bakar diesel yang sangat penting karena akan mempengaruhi
kinerja injektor pada mesin diesel. Viskositas yang diharapkan adalah viskositas yang
rendah sehingga akan memperkecil tahanan untuk mengalir (Riyanti, dkk., 2012).
Berdasarkan teori viskositas, pada perlakuan suhu tinggi terdapat indikasi
terjadi reaksi oksidasi termal, yaitu dekomposisi susunan kimiawi akibat pengaruh
panas. Peristiwa oksidasi ini menyebabkan terbentuknya molekul hidroperoksida,
aldehida dan keton dan asam yang dapat mengubah sifat bahan-bahan. Senyawa
hidroperoksida memicu terjadinya polimerisasi dan mengakibatkan terbentuknya
endapan yang tidak larut. Hal ini menyebabkan viskositas metil ester meningkat.
Suhu reaksi yang tinggi dapat memacu laju reaksi transesterifikasi seiring dengan
meningkatnya konstanta laju reaksi, namun perlakuan inisekaligus meningkatkan
viskositas kinematik biodiesel (Sumangat dan Tatang, 2008).
Nilai viskositas biodiesel mengalami penurunan dengan semakin lamanya
waktu reaksi maka semakin meningkatnya suhu (Affandi, dkk., 2013). Standard
Nasional Indonesia bahwa nilai viskositas metil ester yaitu 2,6 - 6,0 cst (SNI, 2006).
Berdasarkan teori tersebut maka hasil percobaan yang telah sesuai dengan teori
yaitu sampel minyak kedelai dengan konsentrasi katalis 1,25%; minyak biji bunga
matahari dengan konsentrasi katalis 0,75%; minyak bimoli dengan konsentrasi
katalis 0,75% dan 1,0%; minyak jagung dengan konsentrasi katalis 0,75% dan 1,0%;
dan minyak jelantah dengan konsentrasi katalis 0,75%. Sedangkan utuk sampel
minyak kedelai dengan konsentrasi katalis 0,75% dan 1,0%; minyak biji bunga
matahari dengan konsentrasi katalis 1,0% dan 1,25%; minyak kelapa dengan
konsentrasi katalis 0,5%, 1,0% dan 1,5%; minyak bimoli dengan konsentrasi katalis
1,25%; dan minyak jelantah dengan konsentrasi katalis 1,0% dan 1,25% hasil yang
didapatkan belum sesuai dengan teori. Hal ini disebabkan oleh:
1. Proses pemurnian metil ester yang tidak sempurna sehingga masih terdapat
komponen lain yang mempengaruhi nilai viskositas biodiesel.
o
2. Kesulitan dalam menjaga suhu agar tetap konstan pada suhu 40 C saat
pengukuran viskositas dengan menggunakan viskosimeter Oswald, hal ini
berpengaruh pada nilai viskositas, dimana viskositas merupakan fungsi waktu.

4.2.5 AnalisisYield Metil Ester


Berikut adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara yield dengan suhu
reaksi pada konsentrasi katalis 0,75%
120

100

80
Minyak Kedelai Minyak Biji Bunga Matahari Minyak Kelapa Minyak Bimoli

Yield ( % ) 60

40

20
Minyak Jagung Minyak Jelantah

0
45 60 70
Suhu Reaksi (oC)

Gambar 4.11 Hubungan Yield dengan Suhu Reaksi pada Konsentrasi Katalis 0,75%

Berikut adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara yield dengan suhu
reaksi pada konsentrasi katalis 1,0%
120.00

100.00

80.00
Minyak Kedelai Minyak Biji Bunga Matahari Minyak Kelapa Minyak Bimoli

Yield ( % ) 60.00

40.00

20.00
Minyak Jagung Minyak Jelantah

0.00
45 60 70
Suhu Reaksi (oC)

Gambar 4.12 Hubungan Yield dengan Suhu Reaksi pada Konsentrasi Katalis 1,0%

Berikut adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara yield dengan suhu
reaksi pada konsentrasi katalis 1,25%
120

100

80
Minyak Kedelai Minyak Biji Bunga Matahari Minyak Kelapa Minyak Bimoli

Yield ( % ) 60

40

20
Minyak Jagung Minyak Jelantah

0
45 60 70
Suhu Reaksi (oC)

Gambar 4.13 Hubungan Yield dengan Suhu Reaksi pada Konsentrasi Katalis 1,25%

Berdasarkan grafik di atas untuk percobaan dengan sampel minyak kedelai


pada konsentrasi katalis 0,75%, 1,0%, dan 1,25% yield yang dihasilkan mengalami
fluktuasi seiring dengan penambahan suhu reaksi. Yield yang diperoleh untuk
konsentrasi katalis 0,75% pada suhu 45, 60 dan 75 oC adalah sebesar 97,96%,
71,04% dan 78,69%. Yield yang diperoleh untuk konsentrasi katalis 1,0% pada suhu
45, 60 dan 75 oC adalah sebesar 96,40%, 78,69% dan 89,53%. Yield yang diperoleh
untuk konsentrasi katalis 1,25% pada suhu 45, 60 dan 75 oC adalah sebesar 90,93%,
55,13% dan 75,93%.
Berdasarkan grafik di atas untuk percobaan dengan sampel minyak biji bunga
matahari pada konsentrasi katalis 0,75%, 1,0%, dan 1,25% yield yang dihasilkan
mengalami fluktuasi seiring dengan penambahan suhu reaksi. Yield yang diperoleh
untuk konsentrasi katalis 0,75% pada suhu 45, 60 dan 75 oC adalah sebesar 86,72%,
94,71% dan 76,18%. Yield yang diperoleh untuk konsentrasi katalis 1,0% pada suhu
45, 60 dan 75 oC adalah sebesar 93,01%, 84,39% dan 95,73%. Yield yang diperoleh
untuk konsentrasi katalis 1,25% pada suhu 45, 60 dan 75 oC adalah sebesar 95,02%,
85,16% dan 92,13%.
Untuk percobaan dengan sampel minyak kelapa yield dengan konsentrasi
katalis 0,75% dan 1,25% mengalami fluktuasi seiring dengan penambahan suhu
reaksi. Sedangkan pada konsentrasi katalis 1,0% yield mengalami peningkatan
seiring dengan penambahan suhu reaksi. Yield yang diperoleh untuk konsentrasi
katalis 0,75% pada suhu 45, 60 dan 75 oC adalah sebesar 81,23%, 72,38% dan
92,79%. Yield yang diperoleh untuk konsentrasi katalis 1,0% pada suhu 45, 60 dan
75 oC adalah sebesar 72,87%, 73,00% dan 88,07%. Yield yang diperoleh untuk
konsentrasi katalis 1,25% pada suhu 45, 60 dan 75 oC adalah sebesar 71,33%,
70,62% dan 75,61%.
Untuk percobaan dengan sampel minyak bimoli yield dengan konsentrasi
katalis 0,75% dan 1,25% mengalami fluktuasi seiring dengan penambahan suhu
reaksi. Sedangkan pada konsentrasi katalis 1,0% yield mengalami penurunan seiring
dengan penambahan suhu reaksi. Yield yang diperoleh untuk konsentrasi katalis
0,75% pada suhu 45, 60 dan 75 oC adalah sebesar 86,77%, 81,99% dan 88,72%.
Yield yang diperoleh untuk konsentrasi katalis 1,0% pada suhu 45, 60 dan 75 oC
adalah sebesar 97,33%, 85,33% dan 70,50%. Yield yang diperoleh untuk konsentrasi
katalis 1,25% pada suhu 45, 60 dan 75 oC adalah sebesar 97,45%, 97,36% dan
79,52%.
Untuk percobaan dengan sampel minyak jagung yield dengan konsentrasi
katalis 0,75% dan 1,0% mengalami fluktuasi seiring dengan penambahan suhu
reaksi. Sedangkan pada konsentrasi katalis 1,25% yield mengalami penurunan seiring
dengan penambahan suhu reaksi. Yield yang diperoleh untuk konsentrasi katalis
0,75% pada suhu 45, 60 dan 75 oC adalah sebesar 87,82%, 74,79% dan 93,48%.
Yield yang diperoleh untuk konsentrasi katalis 1,0% pada suhu 45, 60 dan 75 oC
adalah sebesar 75,46%, 89,90% dan 70,12%. Yield yang diperoleh untuk konsentrasi
katalis 1,25% pada suhu 45, 60 dan 75 oC adalah sebesar 90,64%, 66,98% dan
41,90%.
Untuk percobaan dengan sampel minyak jelantah yield dengan konsentrasi
katalis 0,75% mengalami penurunan seiring dengan penambahan suhu reaksi. Pada
konsentrasi katalis 1,0% yield mengalami fluktuasi seiring dengan penambahan suhu
reaksi. Sedangkan pada konsentrasi katalis 1,25% yield mengalami peningkatan
seiring dengan penambahan suhu reaksi. Yield yang diperoleh untuk konsentrasi
katalis 0,75% pada suhu 45, 60 dan 75 oC adalah sebesar 78,32%, 52,80% dan
52,56%. Yield yang diperoleh untuk konsentrasi katalis 1,0% pada suhu 45, 60 dan
75 oC adalah sebesar 49,34%, 39,76% dan 56,57%. Yield yang diperoleh untuk
konsentrasi katalis 1,25% pada suhu 45, 60 dan 75 oC adalah sebesar 64,10%,
66,72% dan 72,79%.
Menurut teori, kadar metil ester akan terus meningkat dengan semakin
tingginya suhu pada waktu reaksi yang sama. Konversi yang semakin besar juga
didapat dengan semakin lamanya waktu reaksi (Wahyuni, 2010). Konsentrasi KOH
yang tinggi akan mengurangi yield karena akan terbentuk sabun dan juga
menyebabkan biaya pengolahan tambahan (Karnwal, 2010).
Berdasarkan teori tersebut maka hasil percobaan yang telah sesuai dengan teori
yaitu sampel minyak kelapa dengan konsentrasi katalis 1,0% dan minyak jelantah
dengan konsentrasi katalis 1,25%. Sedangkan untuk sampel minyak kedelai dengan
konsentrasi katalis 0,5%, 1,0% dan 1,5%; minyak biji bunga matahari dengan
konsentrasi katalis 0,5%, 1,0% dan 1,5%; minyak kelapa dengan konsentrasi katalis
0,75% dan 1,25%; minyak bimoli dengan konsentrasi katalis 0,75%, 1,0%, dan
1,25%; minyak jagung dengan konsentrasi katalis 0,5%, 1,0% dan 1,5%; dan minyak
jelantah dengan konsentrasi katalis 0,75% dan 1,0% hasil yang didapatkan belum
sesuai dengan teori. Hal ini disebabkan oleh:
1. Trigliserida tidak terkonversi menjadi metil ester yang sempurna karena terjadinya
reaksi saponifikasi antara asam lemak dengan katalis basa yang mengurangi
konversi trigliserida untuk biodiesel.
2. Proses pemanasan yang tidak stabil pada proses transesterifikasi.

Anda mungkin juga menyukai