Anda di halaman 1dari 36

Laporan Kasus

TRANSIENT ISCHEMIC ATTACK

Oleh
M. Tommy Prima Taruna
I4A011031

Pembimbing
dr., Sp. S

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF


FKUNLAM-RSUD PENDIDIKAN ULIN
BANJARMASIN
Mei, 2017
STATUS PENDERITA

I. DATA PRIBADI

Nama : Tn. HB

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 67 tahun

Bangsa : Indonesia

Suku : Banjar

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Swasta

Status : Menikah

Alamat : Jl Kuin Selatan

MRS : 27 April 2017

II. ANAMNESIS

Heteroanamnesis dengan anak pasien tanggal 27 April 2017

Keluhan Utama : Kelemahan sebelah kanan

Keluhan yang berhubungan dengan keluhan utama : Bicara pelo

Perjalanan Penyakit :

Pasien datang dengan keluhan kelemahan sisi sebelah kanan. Keluhan

muncul mendadak sejak empat jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan

mendadak muncul setelah pasien pergi berbelanja kepasar. Keluhan

dirasakan terus menerus namun sudah dirasakan berkurang.

2
Pasien juga merasakan kesulitan bicara/ bicara pelo. Keluhan ini dirasakan

muncul mendadak bersamaan dengan kelemahan sisi sebelah kanan.

Awalnya pasien sangat kesulitan berbicara namun keluhan ini juga sudah

berkurang.

Pasien tidak ada mengeluhkan nyeri kepala hebat, mual dan muntah, kejang

ataupun penurunan kesadaran. Riwayat demam serta trauma juga disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien memiliki riwayat diabetes dan darah tinggi selama dua puluh tahun

yang lalu namun rutin mengkonsumsi obat, pasien juga memiliki riwayat

merokok sejak usia muda

Intoksikasi :

Tidak ditemukan riwayat keracunan obat, zat kimia, makanan dan minuman.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Keluarga penderita tidak ada yang memiliki riwayat hipertensi dan kencing

manis

III. STATUS INTERNE SINGKAT

Keadaan Umum : Kesadaran : Compos mentis,

GCS : E4V5M6

Tensi : 150/100 mmHg

Nadi : 98 kali /menit

Respirasi : 20 kali/menit

Suhu : 36,3oC

3
Kepala/Leher :

- Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik

- Mulut : Mukosa bibir kering

- Leher : JVP normal, KGB tidak membesar

Thoraks

- Pulmo : Bentuk dan pergerakan simetris, suara napas vesikuler,

wheezing dan ronki tidak ada.

- Cor : BJ I/II tunggal, tidak ada bising

Abdomen : supel, hepar dan lien tidak teraba, perkusi timpani, bising

usus normal

Ekstremitas : Atrofi (-/-), edema(-), hemiparese dextra, akral hangat

4. STATUS PSIKIATRI SINGKAT

Emosi dan Afek : normothym

Proses Berfikir : Realistis

Kecerdasan : Sesuai dengan pendidikan

Penyerapan : baik

Kemauan : baik

Psikomotor : normoaktif

5. NEUROLOGIS

A. Kesan Umum:

Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6

4
Pembicaraan : Disartri : (+)

Monoton : (-)

Scanning : (-)

Afasia : Motorik : (+)

Sensorik : (-)

Anomik : (-)

Kepala:

Besar : Normal

Asimetri : (-)

Sikap paksa : (-)

Tortikolis : (-)

Muka:

Mask/topeng : (-)

Miophatik : (-)

Fullmooon : (-)

B. Pemeriksaan Khusus

1. Rangsangan Selaput Otak

Kaku Tengkuk : (-)

Kernig : (-)/(-)

Laseque : (-)/(-)

Bruzinski I : (-)

Bruzinski II : (-)/(-)

2. Saraf Otak

5
Kanan Kiri

N. Olfaktorius

Hyposmia (-) (-)

Parosmia (-) (-)

Halusinasi (-) (-)

N. Optikus Kanan Kiri

Visus baik baik

Yojana Penglihatan dbn dbn

Funduskopi tdl tdl

N. Occulomotorius, N. Trochlearis, N. Abducens

Kanan Kiri

Kedudukan bola mata tengah tengah

Pergerakan bola mata ke

Nasal : Normal Normal

Temporal : Normal Normal

Atas : Normal Normal

Bawah : Normal Normal

Temporal bawah : Normal Normal

Eksopthalmus : - -

Celah mata (Ptosis) : - -

Pupil

Bentuk bulat bulat

Lebar 3mm 3mm

6
Perbedaan lebar isokor isokor

Reaksi cahaya langsung (+) (+)

Reaksi cahaya konsensuil (+) (+)

Reaksi akomodasi (+) (+)

Reaksi konvergensi (+) (+)

N. Trigeminus

Kanan Kiri

Cabang Motorik

Otot Maseter dbn dbn

Otot Temporal dbn dbn

Otot Pterygoideus Int/Ext dbn dbn

Cabang Sensorik

I. N. Oftalmicus (+) (+)

II. N. Maxillaris (+) (+)

III. N. Mandibularis (+) (+)

Refleks kornea langsung Normal Normal

Refleks kornea konsensuil Normal Normal

N. Facialis

Kanan Kiri

Waktu Diam

Kerutan dahi sama tinggi

Tinggi alis kiri lebih tinggi

Sudut mata kiri lebih tinggi

7
Lipatan nasolabial kiri lebih tinggi

Waktu Gerak

Mengerutkan dahi sama tinggi

Menutup mata (+) (+)

Bersiul sde

Memperlihatkan gigi kiri lebih tinggi

Pengecapan 2/3 depan lidah tdl

Sekresi air mata tdl

Hyperakusis tdl

N. Vestibulocochlearis

Vestibuler

Vertigo : (-)

Nystagmus : (-)

Tinitus aureum :Kanan: (-) Kiri : (-)

Cochlearis : tdl

N. Glossopharyngeus dan N. Vagus

Bagian Motorik:

Suara : tidak ada parau

Menelan : Normal

Kedudukan arcus pharynx : normal/normal

Kedudukan uvula : di tengah

Pergerakan arcus pharynx : Normal

Detak jantung : normal

8
Bising usus : normal

Bagian Sensorik:

Pengecapan 1/3 belakakang lidah : sde

Refleks muntah: (+)

Refleks palatum mole: (+)

N. Accesorius

Kanan Kiri

Mengangkat bahu (+) (+)

Memalingkan kepala (+) (+)

N. Hypoglossus

Kedudukan lidah waktu istirahat : miring ke kanan

Kedudukan lidah waktu bergerak : sde

Atrofi : tidak ada

Kekuatan lidah menekan pada bagian : lemah/baik

Fasikulasi/Tremor pipi (kanan/kiri) : -/-

3. Sistem Motorik

Kekuatan Otot

Tubuh : Otot perut : normal

Otot pinggang : normal

Kedudukan diafragma : Gerak : normal

Istirahat : normal

Lengan (Kanan/Kiri)

M. Deltoid : 4/5

9
M. Biceps : 4/5

M. Triceps : 4/5

Fleksi sendi pergelangan tangan : 4/5

Ekstensi sendi pergelangan tangan : 4/5

Membuka jari-jari tangan : 4/5

Menutup jari-jari tangan : 4/5

Tungkai (Kanan/Kiri)

Fleksi artikulasio coxae : 4/5

Ekstensi artikulatio coxae : 4/5

Fleksi sendi lutut : 4/5

Ekstensi sendi lutut : 4/5

Fleksi plantar kaki : 4/5

Ekstensi dorsal kaki : 4/5

Gerakan jari-jari kaki : 4/5

Besar Otot :

Atrofi :-

Pseudohypertrofi :-

Respon terhadap perkusi : normal

Palpasi Otot :

Nyeri :-

Kontraktur :-

Konsistensi : Normal

10
Tonus Otot :

Lengan Tungkai

Kanan Kiri Kanan Kiri

Hipotoni + - + -

Spastik - - - -

Rigid - - - -

Rebound - - - -

phenomen

Gerakan Involunter

Tremor : Waktu Istirahat : -/-

Waktu bergerak : -/-

Chorea : -/-

Athetose : -/-

Balismus : -/-

Torsion spasme : -/-

Fasikulasi : -/-

Myokimia : -/-

Koordinasi :

Telunjuk kanan kiri normal

Telunjuk-hidung normal

Gait dan station : tdl

4. Sistem Sensorik

Kanan/kiri

11
Rasa Eksteroseptik

Rasa nyeri superfisial : normal/normal

Rasa suhu : normal/normal

Rasa raba ringan : normal/normal

Rasa Proprioseptik

Rasa getar : tdl

Rasa tekan : normal/normal

Rasa nyeri tekan : normal/normal

Rasa gerak posisi : normal/normal

Rasa Enteroseptik

Refered pain : tidak ada

Rasa Kombinasi

Streognosis : Normal

Barognosis : Normal

Grapestesia : Normal

Two point tactil discrimination : Normal/Normal

Sensory extimination : Normal/Normal

Loose of Body Image : tidak ada

Fungsi luhur

Apraxia : tidak ada

Alexia : tidak ada

Agraphia: tidak ada

Membedakan kanan-kiri : ada

12
5. Refleks-refleks

Reflek kulit

Refleks kulit dinding perut : normal

Refleks cremaster :-

Refleks gluteal : Tdl

Refleks anal : Tdl

Refleks Tendon/Periosteum (Kanan/Kiri):

Refleks Biceps : 2/2

Refleks Triceps : 2/2

Refleks Patella : 2/2

Refleks Achiles : 2/2

Refleks Patologis :

Tungkai

Babinski : -/- Chaddock : -/-

Oppenheim : -/- Rossolimo : -/-

Gordon : -/- Schaffer : -/-

Lengan

Hoffmann-Tromner : -/-

Reflek Primitif : Grasp (-)

Snout (-)

Sucking (-)

Palmomental (-)

6. Susunan Saraf Otonom

13
Miksi : inkontinensi (-)

Defekasi : konstipasi (-)

Sekresi keringat : normal

Salivasi : normal

Ggn tropik : Kulit, rambut, kuku : (-)

7. Columna Vertebralis

Kelainan Lokal

Skoliosis : tidak ada

Khypose : tidak ada

Khyposkloliosis : tidak ada

Gibbus : tidak ada

Gerakan Servikal Vertebra

Fleksi : normal

Ekstensi : normal

Lateral deviation : normal

Rotasi : normal

Gerak Tubuh : tdl

8. Pemeriksaan Tambahan

Hasil Laboratorium 27 April 2017

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


HEMATOLOGI
Hemoglobin 12,2 12,5 16,7 g/dL
Leukosit 10 4.650 10.300 ribu/uL
Eritrosit 4,42 4,10 6,00 juta/uL
Hematokrit 38,2 42,00 52,00 vol%
Trombosit 189 150.000 356.000 /uL
RDW-CV 14,1 12,1 14,0 %

14
MCV, MCH, MCHC
MCV 87,8 75,0 96,0 Fl
MCH 27 28,0 32,0 Pg
MCHC 30,8 33,0 37,0 %
HITUNG JENIS
Gran% 66,8 50,0 70,0 %
Limfosit% 24,1 25,0 40,0 %
MID% 9,1 4,0 11,0 %
Gran# 5,30 2,50-7,00 ribu/ul
Limfosit# 1,9 1,25-4,0 ribu/ul
MID# 0,7 0,3-1,0 ribu/ul
KIMIA
GULA DARAH
GDS 327 <200 mg/dl
HATI
SGOT 31 0 46 U/I
SGPT 14 0 45 U/I
GINJAL
Ureum 32 10 50 mg/dL
Kreatinin 1,6 0,7 1,4 mg/dL
ELEKTROLIT
Natrium 135 135 - 146 mmol/l
Kalium 4,2 3,4 5,4 mmol/l
Chlorida 102 95 - 100 mmol/l

Hasil Foto Toraks

15
Hasil EKG

RESUME

16
1. ANAMNESIS

Pasien datang dengan keluhan kelemahan sisi sebelah kanan dan

kesulitan berbicara yang muncul mendadak 4 jam sebelum masuk rumah

sakit. Keluhan pasien tersebut berangsur-angsur berkurang dengan

sendirinya hingga saat dilakukakan pemeriksaan. Pasien memiliki riwayat

merokok dan penyakit hipertstensi serta diabetes yang diderita sudah sejak

20 tahun yang lalu.

2. PEMERIKSAAN

Interna

Kesadaran : CM, GCS 4-5-6

Tekanan darah : 150/100 mmHg

Nadi : 98 kali/menit

Respirasi : 20 kali/menit

Suhu : 36,3o C

Kepala/Leher : tidak bisa bicara

Thorax : tidak ada kelainan

Abdomen : tidak ada kelainan

Ekstremitas : hemiparese dextra

Status psikiatri : tidak ada kelainan

Status Neurologis

Kesadaran : CM, GCS 4-5-6

Pupil isokor, diameter 3/3 mm refleks cahaya +/+, gerak mata simetris

Rangsang selaput otak; normal, tak ada kelainan

17
Saraf kranialis : Parese N.VII dan XII

Motorik : lengan 4/5, tungkai 4/5

Tonus : Lengan : menurun/normal, Tungkai : menurun/normal

Sensorik : Lengan : normal/normal, Tungkai : normal/normal

Reflek fisiologis BPR : 2/2, TPR: 2/2, KPR : 2/2, APR : 2/2

Refleks patologis tidak ada

Susunan saraf otonom :tidak ada kelainan

Columna Vertebralis tidak ada kelainan

Kelainan kognitif: tidak ada

3. DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis : Hemiparese dextra, parese n.VII, parese n.XII

Diagnosis Etiologis : Transient ischemic attack

Diagnosis Topis : Hemisfer sinistra

Diagnosis Banding : Stroke non hemoragik

4. PENATALAKSANAAN

IVFD RL 18 tts/menit

Inj. Citicolin 2x500 mg

Inj. Ranitidin 2x1

p.o. Aspilet 2x1

p.o Metformin 2x500mg

18
PEMBAHASAN

Transient ischemic attack (TIA) didefinisikan sebagai suatu gejala

neurologis yang bersifat sementara tanpa bukti adanya infark akut. Kelainan ini

merupakan faktor risiko utama dan penting untuk terjadinya stroke di masa yang

akan. Gejala umum biasanya bersifat mendadak dan sementara, serta meliputi

hemiparesis, gangguan bicara, dan kebutaan monokular. Evaluasi yang segera

sangat diperlukan pada pasien TIA dan mencakup pencitraan neuroimaging,

pemeriksaan pembuluh darah servikosephalik, evaluasi kardiologis, pengukuran

tekanan darah, dan pengujian laboratorium rutin. Penilaian ABCD2 (age, blood

pressure, clinical presentation, diabetes mellitus, duration of symptoms) harus

ditentukan selama evaluasi awal dan dapat membantu menilai risiko segera

terjadinya iskemik berulang dan stroke. Pasien dengan skor ABCD2 yang lebih

tinggi harus diobati sebagai pasien rawat inap, sedangkan pasien yang memiliki

skor lebih rendah berisiko lebih rendah terhadap stroke di masa yang akan datang

dan dapat ditatalaksana pasien rawat jalan.1

Sekitar 200.000 sampai 500.000 TIA didiagnosis setiap tahun di Amerika

Serikat. TIA membawa risiko jangka pendek sangat tinggi terhadap stroke, dan

sekitar 15 % dari stroke didiagnosis didahului oleh TIA .2

Insiden TIA meningkat dengan bertambahnya usia, dari 1-3 kasus per

100.000 pada usia yang lebih muda dari 35 tahun meningkat menjadi 1.500 kasus

per 100.000 pada usia lebih dari 85 tahun. Kurang dari 3 % dari semua infark

serebral besar terjadi di anak-anak. Stroke Pediatric sering memiliki etiologi yang

19
sangat berbeda dari stroke dewasa dan cenderung terjadi dengan frekuensi lebih

sedikit.2

Insiden TIA pada pria (101 kasus per 100.000 penduduk) secara signifikan

lebih tinggi dibandingkan pada wanita (70 per 100.000). Insiden TIA di kulit

hitam (98 kasus per 100.000 penduduk) lebih tinggi dibandingkan dalam putih (81

per 100.000 penduduk).2

Anamnesis

Pada pasien ini didapatkan keluhan kelemahan anggota badan sebelah

kanan yang disertai dengan gangguan berbicara. Muncul secara mendadak

beberapa jam sebelum masuk rumah sakit. Pada perjalanananya keluhan ini

mengalami perbaikan dengan sendirinya.

Pasien ini memiliki merokok sejak usia muda dan riwayat diabetes melitus

serta hipertensi yang sudah dialami sejak 20 tahun yang lalu. Riwayat adanya

trauma, riwayat keluhan serupa maupun riwayat adanya stroke disangkal.

TIA merupakan suatu defisit neurologis secara tiba-tiba dan defisit

tersebut berlangsung hanya sementara (tidak lebih lama dari 24 jam). Sekelompok

ahli baru-baru ini mendefinisikan TIA sebagai episode singkat disfungsi

neurologis yang disebabkan oleh iskemik otak fokal atau retina, dengan gejala

klinis biasanya berlangsung < 1 jam, dan tanpa bukti infark akut. Setiap definisi

memiliki kelebihan dan kekurangan, dan definisi yang tepat saat ini masih dalam

perdebatan. Kebanyakan penelitian yang dilakukan telah menggunakan definisi

klasik, yaitu defisit neurologis berlangsung < 24 jam karena iskemik fokal di otak

atau retina.2,3

20
Pada presentasi awal, sebuah riwayat yang komprehensif harus mencakup

identifikasi gejala yang sesuai dengan defisit neurologis fokal, dan waktu onset

gejala dan waktu terjadinya resolusi. Hal ini penting karena gejala sering telah

membaik pada saat pasien datang. Perhatian juga harus diberikan pada ada atau

tidaknya gejala nonspesifik yang biasa terjadi pada TIA. Keluarga/orang yang

berada didekat kejadian dapat membantu dalam menggambarkan gejala yang tidak

dirasakan oleh pasien. anamnesis faktor risiko yang terkait dengan penyakit

iskemik, seperti merokok, obesitas, diabetes melitus, dislipidemia, dan hipertensi,

serta riwayat penyakit dahulu atau keluarga tentang gangguan hiperkoagulatasi,

stroke, atau TIA. Gejala TIA terjadi secara tiba-tiba dan mencakup defisit atau

hilangnya fungsi neurologis. Sangat penting untuk menanyakan gejala TIA yang

berulang karena TIA yang rekuren (crescendo TIA) memerlukan evaluasi

segera.1,4

TIA disebabkan oleh faktor penyebab yang sama dengan stroke. Iskemia

adalah istilah kedokteran yang biasa digunakan untuk menggambarkan penurunan

suplai darah dan oksigen pada sel. Stroke iskemik terjadi saat arteri yang

mensuplai perdarahan otak mengalami gangguan. Keadaan ini bisa disebabkan

oleh stenosis dari arteri, yang mengganggu aliran darah, kemudian menyebabkan

turbulensi yang dapat membentuk trombus. Klot tersebut dapat terbentuk pada

arteri yang memperdarahi otak, atau dapat terjadi pada bagian tubuh lainnya yang

kemudian terbawa sampai ke otak.5

Partikel bebas yang terbawa arus dinamakan embolus, dan klot yang

terbawa bebas dinamakan tromboemboli. Klot lokal dan yang berasal dari bagian

21
tubuh lainnya merupakan penyebab utama dari stroke dan TIA. Emboli otak yang

paling sering menjadi penyebab stroke berasal dari arteri carotis pada leher.5

Faktor resiko terjadinya TIA sama dengan faktor resiko penyebab stroke.

Definisi dari faktor resiko sendiri, yaitu karakteristik, tanda atau kumpulan gejala

pada penyakit yang diderita individu yang mana secara statistik berhubungan

dengan peningkatan kejadian kasus baru berikutnya (beberapa individu lain pada

suatu kelompok masyarakat). Beberapa faktor resiko TIA ada yang dapat

dimodifikasi dan ada yang tidak. Faktor yang dapat dimodifikasi yaitu:5

- Hipertensi

Merupakan penyebab utama pada stroke. Meskipun seseorang dengan

peningkatan tekanan darah sedang, tetap memiliki resiko lebih tinggi

untuk terkena stroke dibandingkan seseorang dengan tekanan darah

yang normal. Peningkatan darah ringan hingga besar pada seseorang

meningkatkan kejadian terkena stroke pada individu tersebut hingga 10

kali lipat. Tekanan darah yang lebih tinggi berarti resiko yang

meningkat. Meskipun pengurangan tekanan diastol yang hanya sebesar

6 mmHg, nilai tersebut dapat menurunkan resiko stroke sebesar 42%.

- Merokok

Merokok saat ini telah menunjukkan dapat meningkatkan kejadian

hipertensi, aterosklerosis, dan peningkatan resiko terkena stroke

hingga 2 sampai 4 kali dibandingkan dengan individu yang tidak

merokok. Teradapat hubungan respon berdasarkan dosis antara

22
merokok dengan kejadian iskemia serebral, perokok berat memiliki

resiko yang lebih tinggi.

Konsumsi tembakau lebih dari satu bungkus sehari dapat

melipatgandakan resiko terkena stroke. Berhenti merokok selama 5

tahun akan mengurangi resiko terjadinya stroke hingga sama dengan

resiko pada orang yang tidak pernah merokok.

- Penyakit Jantung dan Aritmia

Keadaan ini juga sering menjadi penyebab stroke, namun beberapa

keadaan tersebut bersifat kongenital. Tipe aritmia yang dinamakan

atrial fibrilasi seringkali dihubungkan dengan terjadinya stroke. AF

dapat meningkatkan kejadian stroke dan terbentuknya emboli hingga 5

kali lipat.

- Konsumsi Alkohol

Hubungan antara konsumsi alkohol dan stroke merupakan sesuatu

yang kompleks. Konsumsi alkohol dengan jumlah sedikit dapat

menurunkan resiko terjadinya stroke, sedangkan mengkonsumsi

alkohol dalam jumlah yang banyak dapat meningkatkan kejadian

stroke hingga 2-5 kali.

- Diabetes melitus meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler dan

serebrovaskuler. Kadar gula darah yang terkontrol dapat menurunkan

resiko terjadinya stroke. Peningkatan kejadian serangan awal dari

stroke meningkat sebanyak 2-6,5 kali pada wanita dan 1,5-2 kali pada

pria.

23
Berikut merupakan faktor yang tidak dapat dimodifikasi:5

- Jenis Kelamin

Pria memiliki kecenderungan terkena stroke sebanyak 1,25 kali lebih

besar dibandingkan dengan wanita, namun karena wanita rerata usia

hidupnya lebih lama dibandingkan pria, lebih banyak wanita yang mati

karena stroke tiap tahunnya.

- Usia

Usia adalah salah satu faktor resiko tunggal yang paling penting pada

stroke. Setiap individu di atas 55 tahun memiliki resiko 2 kali lipat

untuk terkena stroke, baik pada pria maupun wanita.

- Genetik

Peningkatan kejadian stroke pada suatu keluarga telah lama dicatat.

Penyebab faktor familial juga berperan pada stroke antara lain adalah

karena faktor keturunan yang cenderung mengidap stroke, faktor

keturunan terhadap faktor resiko stroke lain, dan pola hidup keluarga

tersebut. Penelitian belakangan ini menemukan bahwa terdapat

peningkatan reisko pada pria dengan ibu yang meninggal akibat stroke

dan wanita yang memiliki stroke pada riwayat penyakit keluarga.

- Ras

Kejadian stroke dan angka mortalitas sangat bervariasi antara ras satu

dengan lainnya. Ras kulit hitam memiliki resiko sebesar 2 kali lipat

untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit putih. Pada usia

45-55 tahun, angka kematian pada ras Afirka-Amerika meningkat 4

24
sampai 5 kali dibandingkan dengan ras kulit putih, perbedaan tersebut

berkurang seiring dengan peningkatan usia.

Ras asia, terutama suku Cina dan Jepang, memiliki angka kejadian

stroke yang tinggi. Kejadian stroke dan angka kematiannya di Jepang

sangat tinggi belakangan ini yang sebagian besar disebabkan oleh

penyakit jantung.

Gejala yang menyerupai TIA lebih sering terjadi pada pasien dengan

riwayat gangguan kognitif, kejang, hipotensi postural, dan vertigo. Gejala yang

umumnya tidak menandakan TIA mencakup kelemahan umum, pusing, bingung,

penurunan kesadaran, tinitus, disfagia, skotoma, Sakit kepala, sakit mata, dan

nyeri dada. Penting untuk dicatat bahwa adanya gejala umum yang mnyerupai

TIA tersebut tidak menyingkirkan kecurigaan adanya TIA; Namun, kelainan yang

menyerupai TIA tersebut perlu dipertimbangkan pada pasien tanpa adanya defisit

fokal yang menyertai. Tabel 1 memperlihatkan diagnosis banding TIA.6,7,8

Tabel 1. Diagnosis Banding Transient Ischemic Attack (TIA)1

25
Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah yang meningkat

yaitu 150/100 mmHg. Pada pemeriksaan neurologis didapatkan kelemahan

motorik sisi sebelah kanan (4/5), wajah yang jatuh pada sisi sebelah kanan, serta

lidah yang sedikit miring kesebelah kanan. Tanda ini menunjukan hemiparese

dextra disertai parese nervus VII dan XII sentral.

Presentasi klinis yang menunjukkan kelemahan motorik dan gangguan

berbicara sangat sugestif TIA, dan dapat juga dikaitkan dengan risiko lebih tinggi

terkena stroke dini setelah TIA. Pemeriksaan fisik harus mencakup pengukuran

tanda vital, pemeriksaan kardiovaskular, dan Pemeriksaan neurologis yang

komprehensif. Tekanan darah biasanya meningkat pada iskemia serebral sehingga

harus dinilai, beserta evaluasi bruit karotid atau aritmia jantung.1,9

Perlu diperiksa secara teliti adanya defisit neurologis fokal dan distribusi

neurovaskular yang terkait. Pemeriksaan Saraf kranial, kekuatan motor somatik,

sensorik somatik, pembicaraan dan bahasa, dan pengujian sistem serebelum harus

dilakukan. Temuan yang paling umum untuk TIA dalam pemeriksaan saraf kranial

adalah diplopia, hemianopia, kebutaan monokuler, pandangan diskonjugasi, wajah

jatuh sesisi, gerakan lidah lateral, disfagia, dan disfungsi vestibular. Uji sistem

serebelum mencakup gerakan okular dan jari-ke-hidung. Dan gerakan heel-to-

shin, yang bisa menunjukkan nistagmus, past-pointing, dystaxia, atau ataksia.

Pemeriksaan motorik yang menunjukkan TIA dapat mengungkapkan spastisitas,

klonus, kekakuan, atau kelemahan sesisi pada ekstremitas atas, bawah, dan lidah.
7,8

26
Kelemahan unilateral dan gangguan bicara adalah manifestasi klinis yang

paling umum pada pasien dengan TIA, dan gejala ini lebih mungkin dikaitkan

dengan infark serebral akut pada MRI. Dalam analisis pasien dengan TIA, 31

sampai 54 persen menunjukan kelemahan fokal, 25 sampai 42 persen mengalami

perubahan wicara, 16 sampai 32 persen memiliki gejala yang berlangsung satu

jam atau kurang, dan 37 sampai 72 persen memiliki gejala yang berlangsung lebih

dari satu jam.10,11,12

Pemeriksaan penunjang

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan laboratorium, EKG, dan X-ray

thorax. Pada laboratorium didapatkan hiperglikemia (GDS 327). Pada EKG

didapatkan sinus takikardi, depresi anterolateral dan hipertofi ventrikel kiri. Hal

ini juga sejalan dengan temuan X-Ray yang mengarah pada cardiomegali

(CTR>50%). Temuan temuan ini mengindikasikan adanya hubungan terhadap

faktor risiko yang sudah dijelaskan sebelumnya, yaitu proses atherosklerosis dan

hiperglikemi.

AHA/ASA merekomendasikan neuroimaging dalam 24 jam setelah

terjadinya onset gejala. MRI merupaka modalitas yang lebih disarankan karena

lebih sensitif dibandingkan CT Scan. Namun, CT lebih sering digunakan

dibandingkan MRI karena ketersediaan dan kemampuan untuk mengidentifikasi

perdarahan intraserebral secara cepat. jika pasien menjalani pemeriksaan CT

emergensi, follow-up MRI perlu dilakukan apabila tersedia karena superioritasnya

dalam mengeidentifikasi infark serebri.13,14

27
Temuan infark pada MRI dapat memiliki implikasi prognostik yang

penting. Sebuah penelitian yang mendefinisikan TIA secara klasik menunjukan

bahwa pasien dengan infark pada MRI memiliki angka rawat inap stroke sebesar

19,4%, dibandingkan dengan 1,3% pada pasien tanpa bukti adanya infark.

Menggunakan definisi terbaru, beberapa pasien dengan TIA yang didefinisikan

secara klasik dapat didefinisi ulang dengan stroke minor jika ditemukan infark

pada MRI. Penelitian terbaru menggunakan definisi baru TIA untuk mengevaluasi

pasien yang memiliki gejala yang membaik dalam 24 jam. Pasien dengan infark

pada MRI, 7,1% mengalami stroke dalam tujuh hari berikutnya, dibandingkan

dengan hanya 0,4% pada pasien tanpa bukti adanya infark.15,16

Elektrokardiografi harus dilakukan pada evaluasi awal. Echocardigrafi

transtorakal atau transesofageal dapat juga digunakan untuk mencari sumber

kardioemboli dan menentukan adanya paten foramen ovale, penyakit katup,

thrombus kardiak, dan atherosclerosis. Pemantauan kardiologis secara terus-

menerus dapat pula dilakukan terutama untuk mengevaluasi antrial fibrilasi

paroksismal.13

Pada evaluasi awal gejala TIA, glukosa darah dan serum elektorlit perlu di

ukur untuk membantu menyingkirkan hipoglikemi dan imbalans elekrolit sebagai

penyebab perubahan status mental. Pengukuran darah lengkap dan koagulasi

dapat membantu menetukan kecenderungan kelainan perdarahan dan thrombotik.

Profil lipid perlu dilakukan untuk menentukan risiko kardiovaskuler dan kadar

kolesterol, untuk menentukan dosis awal yang tepat terapi statin yang diperlukan

untuk mencapai kadar LDL rendah.13,17

28
Stratifikasi risiko dan kriteria rawat inap

Pada pasien ini telah dilakukan evaluasi penilaian risiko berdasarkan Skor

ABCD2. Pasien ini memiliki skor maksimal, yaitu sebesar tujuh poin. Nilai ini

mengindikasikan pasien tersebut tergolong berisiko tinggi sehingga perlu

dilakukan penatalaksanaan rawat inap.

Skor ABCD2 (age, blood pressure, clinical presentation, diabetes

mellitus, duration of symptoms) (Tabel 2) merupakan versi modifikasi dari skor

ABCD original, yang dikembangkan untuk menentukan risiko stroke setelah

terjadinya TIA. Skor ABCD2 telah terbukti menjadi metode yang sangat prediktif

dalam keparahan stroke; semakin tinggi skor berkorelasi dengan semakin

tingginya disabilitas dan lamanya rawat inap. Selain itu, penelitian berbasis

populasi TIA menunjukan bahwa skor ABCD 2 sangat prediktif terhadap

munculnya stroke dalam 24 jam. Pada studi tersebut, 76% pasien dengan

rekurensi memiliki skor ABCD2 lebih dari lima.

29
Tabel 2. Sistem skoring ABCD2 untuk mengevaluasi risiko stroke setelah
TIA1

Penatalaksanaan

Pada pasien ini dilakukan penatalaksanaan rawat inap. Pasien diberikan

tatalaksana secara farmakologis dan nor farmakologis. Pada pasien diberikan inf.

Rl 18 tpm, Inj. Ranitidin 2x1, inj. Citicholin 2x1, per oral aspilet 2x1,dan

metformin 2x500mg.

Begitu terdapat suspek terhadap TIA, penatalaksanaan segera yang

dilakukan adalah mengembalikan fungsi optimal perfusi otak dan mencegah

terjadinya stroke. Pertimbangkan beberapa strategi penatalaksanaan berikut: (1)

Pertahankan posisi kepala pada bidang lunak yang datar. Posisi ini telah terbukti

dapat meningkatkan perfusi otak hingga 20%, dibandingkan dengan posisi

30
menekuk ke atas 30o. (2) Pertahankan euvolemi dan keseimbangan elektrolit. (3)

Optimalisasi perfusi jaringan dengan mencegah terjadinya hipoksia. Pemberian

oksigen telah terbukti memiliki hubungan dengan peningkatan perbaikan sel-sel

saraf .20

Tabel 3. Rekomednasi penatalaksanaan stroke iskemik akut


Rekomendasi AHA/ASA untuk penatalaksanaan Stroke
Iskemik Akut
1. Pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik atau terapi reperfusi
lainnya dengan tekanan sistole 185 mmHg atau tekanan diastole 110
mmHg, harus diturunkan tekanan darahnya terlebih dahulu. Tekanan
sistole >180 mmHg atau diastole >110 mmHg adalah kontraindikasi
untuk terapi trombolitik intravena.
2. Pasien yang memiliki indikasi penatalaksanaan cepat terhadap tekanan
darah harus segera ditangani.
3. Pada pasien tanpa terapi trombolitik atau terapi reperfusi lainnya
tekanan darah harus diturunkan jika meningkat hingga 220 mmHg
untuk tekanan sistole dan 120 mmHg untuk tekanan diastole.
4. Pasien dengan hipotensi, penyebab hipotensi harus dicari. Hipovolemia
dan aritmia jantung harus ditangani dengan cepat, dapat diberikan
vasopresor untuk meningkatkan aliran darah otak.
5. Pengobatan antihipertensi diindikasikan untuk mencegah stroke
berulang dan kejadian vaskuler lainnya. Untuk stroke iskemik pengobat
dilakukan setelah periode akut stroke (dalam 24 jam).
6. Target pasti untuk tekanan darah tidak ada, disesuaikan secara
individual, manfaat penurunan tekanan darah yang tercapai rata-rata
10/5 mmHg
7. Modifikasi pola hidup harus dilakukan dengan pendekatan yang
komprehensif
8. Obat pilihan sebagai terapi antihipertensi masih belum jelas, pilihan
yang sering digunakan adalah diuretik atau diuretic ditambah dengan
ACE inhibitor, dianjurkan menggunakan laporan JNC 7 dalam memilih
antihipertensi untuk stroke iskemik.

AHA/ASA merekomendasikan terapi untuk menurunkan tekanan darah

dimulai dalam 24 jam setelah terjadinya onset stroke iskemik akut. Terdapat

banyak variabel yang berpengaruh pada tekanan darah dan respon seseorang

terhadap antihipertensi, terutama menyangkut masalah usia.20

31
AHA/ASA merekomendasikan hanya pasien dengan tekanan darah >

220/120 mmHg yang diberikan terapi antihipertensi, kecuali ditemukan indikasi

pemberian antihipertensi lainnya (Gagal Jantung Kongestif, Infark miokard, dan

Aorta Diseksi). Alasannya adalah otak yang iskemik dapat kehilangan

kemampuannya dalam autoregulasi dan MAP yang lebih tinggi diperlukan untuk

memaksimalkan perfusi ke jaringan melalui pembuluh darah kolateral.20

Target tekanan darah yang dianjurkan pada fase akut adalah 180/105

mmHg pada pasien dengan hipertensi dan 160-180/90-100 mmHg pada pasien

dengan tensi normal (harus dinaikan). Dalam 24-48 jam pertama, diperlukan

tekanan darah yang tinggi untuk mengkompensasi aliran darah otak hingga sistem

autoregulasi otak kembali. Fase selanjutnya, dianjurkan untuk menurunkan

tekanan darah untuk mencegah terjadinya edema cerebri, stroke berulang, dan

komplikasi kardiovaskuler. . Target yang direkomendasikan pada fase setelah 48

jam adalah sesuai dengan JNC 7, yaitu <140/90 mmHg untuk pasien tanpa

komplikasi dan <130/80 pada pasien yang memiliki diabetes melitus atau

Penyakit Ginjal Kronis.20

Aspirin adalah regimen yang paling banyak telah dipelajari dan diterima

sebagai obat antiplatelet, dan memiliki alasan yang kuat digunakan sebagai terapi

awal. Obat ini dapat menurunkan resiko rekurensi stroke hingga 15%, pada dosis

yang berkisar antara 50mg hingga 1500mg. Dosis yang lebih rendah (61mg-325

mg per hari) juga efektif dan memiliki insiden perdarahan gastrointestinal yang

lebih rendah. Dosis aspirin yang berkisar antara 25 mg 2 kali sehari hingga 325

mg 4 kali sehari telah menunjukan manfaat dalam pencegahan stroke pasca TIA.20

32
Pada TIA juga terdapat langkah pengobatan awal dan pengobatan lanjutan,

yaitu:21

a. Pengobatan awal pada pasien TIA

- Aspirin 300 mg, kemudian dilanjutkan 75 mg (berikan PPI jika

pasien mengalami dispepsia)

- Gunakan clopidogrel hanya apabila pasien memiliki intoleransi

aspirin dan dispepsia berat

- Nasehati pasien untuk tidak mengemudi selama 1 bulan

- Pertimbangkan pemeriksaan ulang apabila TIA terjadi lebih dari

sekali dalam 7 hari, fluktuasi gejala, dan sakit kepala yang

signifikan.

b. Pengobatan lanjutan

- Simvastatin 20mg 40mg jika kadar kolesterol total > 3,5

- Penurunan tekanan darah dengan diuretik thiazid dan penghambat

ACE jika tekanan darah meningkat terutama pada pasien usia muda,

dengan diabetes, atau gagal ginjal.

- Dipyridamole MR 200mg 2 kali sehari (stop setelah 2 tahun).

Cytidine-5-diphosphocholine (citicoline atau CDP-choline) adalah zat

antara penting dalam biosintesis phosphatidylcholine, komponen penting dari

membran sel saraf. Cholin yang dilepaskan dari citicoline dapat dimetabolisme

menjadi metionin, yang selanjutnya dapat dikonversi menjadi glutathione melalui

S-adenosyl-L-methionine. Glutathione merupakan salah satu sistem pertahanan

antioksidan endogen utama di otak. Penurunan aktivitas glutathione reduktase

33
glutathione yang signifikan telah dilaporkan terjadi pada TIA. Citicoline dapat

memberikan neuroproteksi dengan meningkatkan sistem pertahanan ini, karena

kerusakan oksidatif berkontribusi terhadap kematian neuronal.22

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Simmon BB, Cirignano B, dan Gadegbeku AB. Transient ischemic attack:


part I. Diagnosis and evaluation. Am Fam Phsician 2012;86(6):521-6.

2. Ovbiagele B, Kidwell CS, Saver JL. Epidemiological impact in the United


States of a tissue-based definition of transient ischemic attack. Stroke.
2003;34(4):919924.

3. Simmons BB, Cirignano B, Gadegbeku AB. Transient ischemic attack: part


II. Risk factor modification and treatment. Am Fam Physician.
2012;86(6):527532

4. Shah KH, Edlow JA. Transient ischemic attack: review for the emergency
physician. Ann Emerg Med. 2004;43(5):592604.

5. MediResource Medical Review Faculty. Transient Ischemic Attack.


Mediresource Inc: canada; 2017 [dikutip pada 10 mei 2017]. Tersedia dari:
http://www.chealth.cnoe.com

6. Hand PJ, Kwan J, Lindley RI, Dennis MS, Wardlaw JM. Distinguishing
between stroke and mimic at the bedside: the brain attack study. Stroke.
2006;37(3):769775.

7. Shah KH, Edlow JA. Transient ischemic attack: review for the emergency
physician. Ann Emerg Med. 2004;43(5):592604.

8. Albucher JF, Martel P, Mas JL. Clinical practice guidelines: diagnosis and
immediate management of transient ischemic attacks in adults. Cerebrovasc
Dis. 2005;20(4):220225.

9. Johnston SC, Rothwell PM, Nguyen-Huynh MN, et al. Validation and


refinement of scores to predict very early stroke risk after transient ischaemic
attack. Lancet. 2007;369(9558):283292

10. Cucchiara BL, Messe SR, Taylor RA, et al. Is the ABCD score useful for risk
stratification of patients with acute transient ischemic attack? Stroke.
2006;37(7):17101714.

11. Crisostomo RA, Garcia MM, Tong DC. Detection of diffusion-weighted MRI
abnormalities in patients with transient ischemic attack: correlation with
clinical characteristics. Stroke. 2003;34(4):932937.

35
12. Shah SH, Saver JL, Kidwell CS, et al. A multicenter pooled, patient-level data
analysis of diffusion-weighted MRI in TIA patients [abstract]. Stroke.
2007;38(2):463.

13. Easton JD, Saver JL, Albers GW, et al. Definition and evaluation of transient
ischemic attack. Stroke. 2009;40(6):22762293.

14. Edlow JA, Kim S, Pelletier AJ, Camargo CA Jr. National study on emergency
department visits for transient ischemic attack, 19922001. Acad Emerg Med.
2006;13(6):666672.

15. Ay H, Koroshetz WJ, Benner T, et al. Transient ischemic attack with


infarction: a unique syndrome? Ann Neurol. 2005;57(5):679686.

16. Giles MF, Albers GW, Amarenco P, et al. Early stroke risk and ABCD2 score
performance in tissue-vs time-defined TIA: a multicenter study. Neurology.
2011;77(13):12221228.

17. Adams HP Jr, del Zoppo G, Alberts MJ, et al. Guidelines for the early
management of adults with ischemic stroke: a guideline from the American
Heart Association/American Stroke Association Stroke Council, Clinical
Cardiology Council, Cardiovascular Radiology and Intervention Council, and
the Atherosclerotic Peripheral Vascular Disease and Quality of Care
Outcomes in Research Interdisciplinary Working Groups: the American
Academy of Neurology affirms the value of this guideline as an educational
tool for neurologists [published corrections appear in Stroke. 2007;38(9):e96,
and Stroke. 2007;38(6):e38]. Stroke. 2007;38(5):16551711.

18. Rothwell PM, Giles MF, Flossmann E, et al. A simple score (ABCD) to
identify individuals at high early risk of stroke after transient ischaemic
attack. Lancet. 2005;366(9479):2936.

19. Chandratheva A, Geraghty OC, Luengo-Fernandez R, Rothwell PM; Oxford


Vascular Study. ABCD2 score predicts severity rather than risk of early
recurrent events after transient ischemic attack. Stroke. 2010;41(5):851856.

20. Matthew SS, Transient Ischemic Attack: An Evidence-Baced Update.


Emergency Medicine Practice. 2013;15.1

21. Clinical Manual. Transient Ischemic Attack: Management Guidelines. 2012.

22. Rao Muralikrishna Adibhatla, J.F. Hatcher, R.J. Dempsey. Effects of


Citicoline on Phospholipid and Glutathione Levels in Transient Cerebral
Ischemia. Stroke. 2001;32:2376-2381.

36

Anda mungkin juga menyukai