Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

APLIKASI KOMUNIKASI TERAPEUTIK

( Dosen : Mona Saparwati, S.Kep., Ns. M.Kep )

OLEH :

Sumarni ( 010113a115 )

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak mungkin lepas dari berkomunikasi.
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar
manusia. Salah satu kajian ilmu komunikasi adalah komunikasi kesehatan yang merupakan
hubungan timbal balik antara tingkah laku manusia masa lalu dan masa sekarang dengan
derajat kesehatan dan penyakit, tanpa mengutamakan perhatian pada penggunaan praktis
dari pengetahuan tersebut atau partisipasi profesional dalam program-program yang
bertujuan memperbaiki derajat kesehatan melalui pemahaman yang lebih besar tentang
hubungan timbal balik melalui perubahan tingkah laku sehat ke arah yang diyakini akan
meningkatkan kesehatan yang lebih baik.
Pada profesi keperawatan, komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan
metode utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan. Pengalaman ilmu untuk
menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang lebih besar
(Abdalati, 1989). Oleh karena hal tersebut, perawat membutuhkan kemampuan khusus dan
kepedulian sosial yang mencakup kemampuan intelektual, teknikal, dan interpersonal yang
tercermin dari perilaku kasih sayang dan cinta dalam berkomunikasi dengan orang lain
(Johnson, 1989).
Seorang perawat penting sekali untuk menguasai kemampuan komunikasi terapeutik.
Komunikasi terapeutik jika dikuasai dengan baik oleh seorang perawat, maka ia akan lebih
mudah menjalin hubungan saling percaya dengan pasien. Tak hanya hal itu saja, dengan
kemampuan komunikasi terapeutik yang baik maka perawat dapat mengatasi masalah legal,
memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan, dan meningkatkan citra
perawat.
Komunikasi yang baik dari seorang perawat, khususnya komunikasi terapeutik, dapat
memberikan kepercayaan diri pasien. Dalam hal ini ditekankan bahwa seorang perawat
harus mampu berbicara banyak serta bisa menunjukkan kesan low profile pada pasiennya.
Dalam tulisan ini, kami membahas mengenai komunikasi terapeutik yang meliputi
pengertian, tahapan/fase-fase dalam komunikasi terapeutik, serta tekniknya.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah hubungan interpersonal di mana perawat dan klien
memperoleh pengalaman belajar bersama serta memperbaiki pengalaman emosional klien
yang negative (Stuart Laraia, 2000).
Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat klien yang
bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien yang mempengaruhi perilaku pasien.
Hubungan perawat klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar bersama dan
pengalaman dengan menggunakan berbagai tekhnik komunikasi agar perilaku klien berubah
ke arah positif seoptimal mungkin. Untuk melaksanakan komunikasi terapeutik yang efektif
perawat harus mempunyai keterampilan yang cukup dan memahami tentang dirinya.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanankan secara sadar, bertujuan
dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati, 2003). Komunikasi
terapeutik bukan merupakan pekerjaan yang dapat dikesampingkan, namun harus
direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan professional seorang perawat. Akan tetapi,
jangan sampai karena terlalu asik dan sibuk bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai
manuasia dengan bergbagai macam latar belakang dan masalahnya (Arwani, 2003).
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi
terapeutik adalah komunikasi terencanakan yang terjadi antara perawat dan klien secara
langsung atau tatap muka dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah dan membantu
proses penyembuhan klien (Depkes RI, 1997; Northouse, 1998; Mulyana, 2000; Indrawati,
2003; Arwani, 2003).

B. Prinsip-prinsip Komunikasi Terapeutik


Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik adalah :
1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati, memahami dirinya
sendiri serta nilai yang dianut.
2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling
menghargai.
3. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.
4. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas berkembang
tanpa rasa takut.
5. Perawat harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki
motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap, tingkah lakunya sehingga tumbuh
makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.
6. Perawat harus mampu menguasahi perasaan sendiri secara bertahap untuk
menguasahi dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun
frustasi.
7. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan
konsistensinya.
8. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati
bukan tindakan yang terapeutik.
9. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.
10. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang
lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu mempertahankan sesuatu
keadaan sehat fisik mental, spiritual, dan gaya hidup.
11. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila dianggap mengganggu.
12. Altruisme untuk mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara
manusiawi.
13. Berpegangan pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin mengambil
keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.
14. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri
atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain.

C. Tujuan
Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien kearah yang
lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi :
1. Realisi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan diri
Memulai komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalm diri klien. Klien
yang menderita penyakit kronis ataupun terminal umumnya mengalami perubahan dalam
dirinya, ia tidak mampu menerima keberadaan dirinya, mengalami gambaran diri,
penurunan harga diri, merasa tidak berarti dan pada akhirnya merasa putus asa dan
depresi.
2. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling
bergantung dengan orang lain.
Melalui komunikasi terapeutik, orang belajar bagaimana menerima dan diterima orang
lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima klien apa adanya, perawat
akan dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya
(Hibdon, 200). Rogers (1974) dalam Abraham dan Shanley (1997) mengemukakah
bahwa hubungan mendalam yang digunakan dalam proses interaksi antara perawat dan
klien merupakan area untuk mengekspresikan kebutuhan, memecahkan masalah dan
meningkatkan kemampuan koping.
3. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan
yang reistis.
Terkadang klien menetapkan ideal diri atau tujuan terlalu tinggi tanpa mengukur
kemampuannya. Taylor, Lilis dan La Mone (1997) mengemukakan bahwa individu yang
merasa kenyataan dirinya mendekati ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi
sedangkan individu yang merasa kenyataan hidupnya jauh dari ideal dirinya akan merasa
rendah diri.
4. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan
yang reistis.
Klien yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa
percaya diri dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan
perawat dapat membantu klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang
jelas.
D. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik meningkatkan pemahaman dan membantu terbentuknya
hubungan yang konstruktif meningkatkan pemahaman dan membantu terbentuknya
hubungan yang konstruktif diantar perawat klien. Tidak seperti komunikasi sosial,
komunikasi ini mempunyai tujuan untuk membantu klien mencapai suatu tujuan dalam
asuhan keperawatan. Oleh karena itu sangat penting bagi perawat untuk memahami prinsip
dasar komunikasi terapeutik berikut ini :
1. Hubungan perawat dan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan,
didasarkan pada prinsip humanity of nurses and clients
2. Perawat harus menghargai keunikan klien, menghargai perbedaan karakter, memahami
perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga, budaya,
dan keunikan setiap .individu.
3. Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun
penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dininya dan harga
diri klien.
4. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) harus dicapai
terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternatif pemecahan
masalah. Hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah kunci dan
komunikasi terapeutik.
5. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti memahami dirinya sendiri serta
nilai yang dianut.
6. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling
menghargai.
7. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh klien.
8. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.
9. Perawat haruis menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi
untuk mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah lakunya sehingga tumbuh makin
matang dan dapat memecahkan masalah masalah yang dihadapi.
10. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan
mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun fungsi.

E. Ciri - Ciri Komunikasi Terapeutik


Komunikasi terapeutik mempunyai ciri sebagai berikut
1. Terjadi antara perawat dengan pasien
2. Mempunyai hubungan akrab
3. Berfokus pada pasien yang membutuhkan bantuan
4. Perawat dengan aktif, mendengarkan dan memberikan respon pada pasien
F. Karakteristik Komunikasi Terapeutik
Ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik yaitu sebagai
berikut: (Arwani, 2003 : 54).

1. Ikhlas (Genuiness)

Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien barus bisa diterima dan pendekatan
individu dengan verbal maupun non verbal akan memberikan bantuan kepada pasien
untuk mengkomunikasikan kondisinya secara tepat.

2 Empati (Empathy)

Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi pasien. Obyektif dalam memberikan
penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak berlebihan.

3. Hangat (Warmth)

Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien dapat memberikan dan
mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga pasien bisa mengekspresikan
perasaannya lebih mendalam.

G. Sikap Komunikasi Terapeutik

Lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi
komunikasi yang terapeutik menurut Egan, yaitu :

1. Berhadapan

Artinya dari posisi ini adalah Saya siap untuk anda.

2. Mempertahankan kontak mata Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai
klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.

3. Membungkuk ke arah klien Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau
mendengar sesuatu.

4. Mempertahankan sikap terbuka


Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.

5. Tetap rileks
Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi
respon kepada klien.

H. Jenis Komunikasi Terapeutik


Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan
individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Menurut Potter dan
Perry (1993) dalam Purba (2003), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu intrapersonal,
interpersonal dan publik.

Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995)
dalam Purba (2003) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulis dan non-verbal yang
dimanifestasikan secara terapeutik.

1. Komunikasi Verbal

Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah
sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap
muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu.

Kata-kata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau
perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan
ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat
seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap
individu untuk berespon secara langsung.

Komunikasi Verbal yang efektif harus:

1) Jelas dan ringkas

2) Perbendaharaan Kata (Mudah dipahami)

3) Arti denotatif dan konotatif

4) Selaan dan kesempatan berbicara


5) Waktu dan Relevansi

6) Humor

2. Komunikasi Tertulis

Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering


digunakan dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat menyurat, pembuatan memo,
laporan, iklan di surat kabar dan lain- lain.

a. Prinsip-prinsip komunikasi tertulis terdiri dari :

1) Lengkap

2) Ringkas

3) Pertimbangan

4) Konkrit

5) Jelas

6) Sopan

7) Benar

b. Fungsi komunikasi tertulis adalah:

1) Sebagai tanda bukti tertulis yang otentik, misalnya; persetujuan operasi.

2) Alat pengingat/berpikir bilamana diperlukan, misalnya surat yang telah diarsipkan.

3) Dokumentasi historis, misalnya surat dalam arsip lama yang digali kembali untuk
mengetahui perkembangan masa lampau.

4) Jaminan keamanan, umpamanya surat keterangan jalan.

5) Pedoman atau dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat perintah, surat
pengangkatan.
c. Keuntungan Komunikasi tertulis adalah:

1) Adanya dokumen tertulis

2) Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman

3) Dapat meyampaikan ide yang rumit

4) Memberikan analisa, evaluasi dan ringkasan

5) menyebarkan informasi kepada khalayak ramai

6) Dapat menegaskan, menafsirkan dan menjelaskan komunikasi lisan.

7) Membentuk dasar kontrak atau perjanjian

8) Untuk penelitian dan bukti di pengadilan

d. Kerugian Komunikasi tertulis adalah:

1) Memakan waktu lama untuk membuatnya

2) Memakan biaya yang mahal

3) Komunikasi tertulis cenderung lebih formal

4) Dapat menimbulkan masalah karena salah penafsiran

5) Susah untuk mendapatkan umpan balik segera

6) Bentuk dan isi surat tidak dapat di ubah bila telah dikirimkan

7) Bila penulisan kurang baik maka akan membingungkan Si pembaca.

3. Komunikasi Non Verbal

Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-kata.


Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain.
Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dan
saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non verbal
menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan
menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.

Morris (1977) dalam Liliweni (2004) membagi pesan non verbal sebagai berikut:

1) Kinesik

Kinesik adalah pesan non verbal yang diimplementasikan dalam bentuk bahasa
isyarat tubuh atau anggota tubuh. Perhatikan bahwa dalam pengalihan informasi
mengenai kesehatan, para penyuluh tidak saja menggunakan kata-kata secara verbal
tetapi juga memperkuat pesan-pesan itu dengan bahasa isyarat untuk mengatakan suatu
penyakit yang berbahaya, obat yang mujarab, cara memakai kondom, cara mengaduk
obat, dan lain-lain.

2) Proksemik

Proksemik yaitn bahasa non verbal yang ditunjukkan oleh ruang dan jarak
antara individu dengan orang lain waktu berkomunikasi atau antara individu dengan
objek.

3) Haptik

Haptik seringkali disebut zero proxemics, artinya tidak ada lagi jarak di antara
dua orang waktu berkomunikasi. Atas dasar itu maka ada ahli kumunikasi non verbal
yang mengatakan haptik itu sama dengan menepuk-nepuk, meraba-raba, memegang,
mengelus dan mencubit. Haptik mengkomunikasikan relasi anda dengan seseorang.

4) Paralinguistik

Paralinguistik meliputi setiap penggunaan suara sehingga dia bermanfaat kalau


kita hendak menginterprestasikan simbol verbal. Sebagai contoh, orang-orang Muang
Thai merupakan orang yang rendah hati, mirip dengan orang jawa yang tidak
mengungkapkan kemarahan dengan suara yang keras. Mengeritik orang lain biasanya
tidak diungkapkan secara langsung tetapi dengan anekdot. Ini berbeda dengan orang
Batak dan Timor yang mengungkapkan segala sesuatu dengan suara keras.

5) Artifak

Kita memehami artifak dalam komunikasi komunikasi non verbal dengan


pelbagai benda material disekitar kita, lalu bagaimana cara benda-benda itu digunakan
untuk menampilkan pesan tatkala dipergunakan. Sepeda motor, mobil, kulkas, pakaian,
televisi, komputer mungkin sekedar benda. Namun dalam situasi sosial tertentu benda-
benda itu memberikan pesan kepada orang lain. Kita dapat menduga status sosial
seseorang dan pakaian atau mobil yang mereka gunakan. Makin mahal mobil yang
mereka pakai, maka makin tinggi status sosial orang itu.

6) Logo dan Warna

Kreasi pan perancang untuk menciptakan logo dalam penyuluhan merupaka karya
komunikasi bisnis, namun model keija m dapat ditirn dalam komunikasi kesehatan.
Biasanya logo dirancang untuk dijadikan simbol da suatu karaya organisasi atau produk
da suatu organisasi, terutama bagi organisasi swasta. Bentuk logo umumnya berukuran
kecil dengan pilihan bentuk, warna dan huruf yang mengandung visi dan misi organisasi.

7) Tampilan Fisik Tubuh

Acapkali anda mempunyai kesan tertentu terhadap tampilan fisik tubuh dari lawan
bicara anda. Kita sering menilai seseorang mulai dari warna kulitnya, tipe tubuh (atletis,
kurus, ceking, bungkuk, gemuk, gendut, dan lain-lain). Tipe tubuh itu merupakan cap
atau warna yang kita berikan kepada orang itu. Salah satu keutamaan pesan atau
informasi kesehatan adalah persuasif, artinya bagaimana kita merancang pesan
sedemikian rupa sehingga mampu mempengaruhi orang lain agar mereka dapat
mengetahui informasi, menikmati informasi, memutuskan untuk membeli atau menolak
produk bisnis yang disebarluaskan oleh sumber informasi. (Liliweri, 2007:108).

I. Fase fase Komunikasi Terapeutik


1. Orientasi (Orientation)
Pada fase ini hubungan yang terjadi masih dangkal dan komunikasi yang terjadi bersifat
penggalian informasi antara perawat dan pasien. Fase ini dicirikan oleh lima kegiatan
pokok yaitu testing, building trust, identification of problems and goals, clarification of
roles dan contract formation.

2. Kerja (Working)

Pada fase ini perawat dituntut untuk bekerja keras untuk memenuhi tujuan yang telah
ditetapkan pada fase orientasi. Bekerja sama dengan pasien untuk berdiskusi tentang
masalah-masalah yang merintangi pencapaian tujuan. Fase ini terdiri dari dua kegiatan
pokok yaitu menyatukan proses komunikasi dengan tindakan perawatan dan membangun
suasana yang mendukung untuk proses perubahan.

3. Penyelesaian (Termination)

Paa fase ini perawat mendorong pasien untuk memberikan penilaian atas tujuan telah
dicapai, agar tujuan yang tercapai adalah kondisi yang saling menguntungkan dan
memuaskan. Kegiatan pada fase ini adalah penilaian pencapaian tujuan dan perpisahan
(Arwani, 2003 61).

J. Hubungan Perawat dan Klien/Helping Relationship


Salah satu karakteristik dasar dan komunikasi yaitu ketika seseorang melakukan komunikasi
terhadap orang lain maka akan tercipta suatu hubungan diantara keduanya, selain itu
komunikasi bersifat resiprokal dan berkelanjutan. Hal inilah yang pada akhirnya membentuk
suatu hubungan helping relationship. Helping relationship adalah hubungan yang terjadi
diantara dua (atau lebih) individu maupun kelompok yang saling memberikan dan menerima
bantuan atau dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sepanjang kehidupan. Pada
konteks keperawatan hubungan yang dimaksud adalah hubungan antara perawat dan klien.
Ketika hubungan antara perawat dan Klien terjadi, perawat sebagai penolong (helper)
membantu klien sebagai orang yang membutuhkan pertolongan, untuk mencapai tujuan
yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar manusia klien.
Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), ada beberapa karakteristik seorang helper
(perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik, yaitu:
1. Kejujuran
Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa terbina hubungan
saling percaya. Seseorang akan menaruh rasa percaya pada lawan bicara yang terbuka
dan mempunyai respons yang tidak dibuat-buat, sebaliknya ia akan berhati-hati pada
lawan bicara yang terlalu halus sehingga sering menyembunyikan isi hatinya yang
sebenarnya dengan kata-kata atau sikapnya yang tidak jujur (Rahmat, J.,1996 dalam
Suryani,2005).).
Sangat penting bagi perawat untuk menjaga kejujuran saat berkomunikasi dengan klien,
karena apabila hal tersebut tidak dilakukan maka klien akan menarik diri, merasa
dibohongi, membenci perawat atau bisa juga berpura-pura patuh terhadap perawat.
2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif
Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan kata-kata yang
mudah dipahami oleh klien dan tidak menggunakan kalimat yang berbelit-belit.
Komunikasi nonverbal perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya
karena ketidaksesuaian akan menimbulkan kebingungan bagi klien.
3. Bersikap positif
Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat komunikasi
nonverbal sangat penting baik dalam membina hubungan saling percaya maupun dalam
membuat rencana tindakan bersama klien. Bersikap positif ditunjukkan dengan bersikap
hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Untuk mencapai kehangatan
dan ketulusan dalam hubungan yang terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat
atau ikatan tertentu diantara perawat dan klien akan tetapi penciptaan suasana yang dapat
membuat klien merasa aman dan diterima dalam mengungkapkan perasaan dan
pikirannya (Burnard,P dan Morrison P,1991 dalam Suryani,2005).
4. Empati bukan simpati
Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap diri
perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang
dirasakan dan dipikirkan klien (Brammer, 1993 dalam Suryani,2005). Dengan bersikap
empati perawat dapat memberikan alternative pemecahan masalah karena perawat tidak
hanya merasakan permasalahan klien tetapi juga tidak berlarut-larut dalam perasaan
tersebut dan untuk berupaya mencari penyelesaian masalah secara objektif.
5. Mampu melihat permasalahan dan kacamata klien
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien (Taylor,
Lilis dan Le Mone, 1993), oleh karenanya perawat harus mampu untuk melihat
permasalahan yang sedang dihadapi klien dan sudut pandang klien. Untuk mampu
melakukan hal ini perawat harus memahami dan memiliki kemampuan mendengarkan
dengan aktif dan penuh perhatian.
Mendengarkan dengan penuh perbatian berarti mengabsorpsi isi dan komunikasi (kata-
kata dan perasaan) tanpa melakukan seleksi. Pendengar (perawat) tidak sekedar
mendengarkan dan menyampaikan respon yang di inginkan oleh pembicara (klien),
tetapi berfokus pada kebutuhan pembicara. Mendengarkan dengan penuh perhatian
menunjukkan sikap caring sehingga memotivasi klien untuk berbicara atau
menyampaikan perasaannya.
6. Menerima klien apa adanya
Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien apa adanya.
Jika seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin hubungan
interpersonal (Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong, 1995 dalam Suryani, 2005). Nilai
yang diyakini atau diterapkan oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada
klien, apabila hal ini terjadi maka perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien apa
adanya.
7. Sensitif terhadap perasaan klien
Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat menciptakan
hubungan terapeutik yang baik dan efektif dengan klien. Dengan bersikap sensitif
terhadap perasaan klien perawat dapat terhindar dan berkata atau melakukan hal-hal
yang menyinggung privasi ataupun perasaan klien.
8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri
Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu yang ada pada
saat mi, bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap dininya sendiri.

K. Tahapan Komunikasi Terapeutik


Telah disebutkan sebelumnya bahwa komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang
terstruktur dan memiliki tahapan-tahapan. Stuart G.W, 1998 menjelaskan bahwa dalam
prosesnya komunikasi terapeutik terbagi menjadi empat tahapan yaitu tahap persiapan atau
tahap pra-interaksi, tahap perkenalan atau orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi.
1. Tahap Persiapan/Pra-interaksi
Dalam tahapan ini perawat menggali perasaan dan menilik dirinya dengan cara
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini juga perawat mencari
informasi tentang klien sebagai lawan bicaranya. Setelah hal ini dilakukan perawat
merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien,
Tahapan im dilakukan oleh perawat dengan tujuan mengurangi rasa cemas atau
kecemasan yang mungkin dirasakan oleh perawat sebelum melakukan komunikasi
terapeutik dengan klien.
Kecemasan yang dialami seseorang dapat sangat mempengaruhi interaksinya dengan
orang lain (Ellis, Gates dan Kenworthy, 2000 dalam Suryani, 2005). Hal ini disebabkan
oleh adanya kesalahan dalam menginterpretasikan apa yang diucapkan oleh lawan
bicara. Pada saat perawat merasa cemas, dia tidak akan mampu mendengarkan apa yang
dikatakan oleh klien dengan baik (Brammer, 1993 dalam Suryani, 2005) sehingga tidak
mampu melakukan active listening (mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian).
Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:
a. Mengeksplorasi perasaan, mendefinisikan harapan dan mengidentifikasi kecemasan.
b. Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri.
c. Mengumpulkan data tentang klien.
d. Merencanakan pertemuan pertama dengan klien.
2. Tahap Perkenalan/Orientasi
Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan klien dilakukan. Tujuan
dalam tahap ini adalah memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat
sesuai dengan keadaan klien saat mi, serta mengevaluasi basil tindakan yang telah lalu
(Stuart.G.W, 1998).
Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:
a. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan dan komunikasi terbuka.
b. Merumuskan kontrak (waktu, tempat pertemuan, dan topik pembicaraan) bersama-
sama dengan klien dan menjelaskan atau mengklarifikasi kembali kontrak yang telah
disepakati bersama.
c. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien yang umumnya
dilakukan dengan menggunakan teknik komunikasi pertanyaan terbuka.
d. Merumuskan tujuan interaksi dengan klien.
Sangat penting bagi perawat untuk melaksanakan tahapan ini dengan baik karena
tahapan ini merupakan dasar bagi hubungan terapeutik antara perawat dan klien.

3. Tahap Kerja
Tahap kerja merupakan inti dan keseluruhan proses komunikasi terapeutik
(Stuart,G.W,1998). Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam komunikasi
terapeutik karena didalamnya perawat dituntut untuk membantu dan mendukung klien
untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya dan kemudian menganalisa respons
ataupun pesan komunikasi verbal dan non verbal yang disampaikan oleh klien. Dalam
tahap ini pula perawat mendengarkan secara aktif dan dengan penuh perhatian sehingga
mampu membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang sedang dihadapi oleh klien,
mencari penyelesaian masalah dan mengevaluasinya.
Di bagian akhir tahap mi, perawat diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya
dengan klien. Teknik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan
menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat dan klien
memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray,B. & Judith,P,1997 dalam Suryani,2005).
Dengan dilakukannya penarikan kesimpulan oleh perawat maka klien dapat merasakan
bahwa keseluruhan pesan atau perasaan yang telah disampaikannya diterima dengan baik
dan benar-benar dipahami oleh perawat.
4. Tahap Terminasi
Terminasi merupakan akhir dan pertemuan perawat dan klien. Tahap tenninasi dibagi dua
yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir. Terminasi sementara adalah akhir dan tiap
pertemuan perawat dan klien, setelah hal ini dilakukan perawat dan klien masih akan
bertemu kembali pada waktu yang berbeda sesuai dengan kontrak waktu yang telah
disepakati bersama. sedangkan terminasi akhir dilakukan oleh perawat setelah
menyelesaikan seluruh proses keperawatan.
Tugas perawat dalam tahap ini adalah:

Mengevaluasi pencapaian tujuan dan interaksi yang telah dilaksanakan (evaluasi


objektif). Brammer dan McDonald (1996) menyatakan bahwa meminta klien untuk
menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan merupakan sesuatu yang sangat berguna
pada tahap ini. Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan perasaan klien
setelah berinteraksi dengan perawat. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah
dilakukan. Tindak lanjut yang disepakati harus relevan dengan interaksi yang baru saja
dilakukan atau dengan interaksi yang akan dilakukan selanjutnya. Tindak lanjut dievaluasi
dalam tahap orientasi pada pertemuan berikutnya.
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan
Dalam hubungan ini perawat menggunakan diri (self) dan teknik-teknik klinik tertentu
dalam bekerja dengan klien untuk meningkatkan penghayatan dan perubahan perilaku pasien.
Menggunakan realisasi diri, penerimaan diri, dan rasa hormat terhadap diri sendiri. identitas diri
yang jelas dan rasa integritas diri yang tinggi. kemempuan membina hubungan interpersonal
yang intim saling tergantung dan mencintai.
Diam, memberikan arahan umum, spesifik dan tentatif, menggunakan pertanyaan terbuka,
menggunakan sentuhan, menyatakan kembali, mencari klarifikasi, memeriksa persepsi,
menawarkan diri, memberikan informasi, pengakuan, klarifikasi waktu atau urutan,
menyampaikan kenyataan, memfokuskan, merefleksikan, merangkum dan merencanakan. Juga
menerapkan komunikasi terapeutik dalam pelayanan kesehatan, melaporkan/pendokumentasian,
mengarahkan, berembuk/kolaborasi, rujukan
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, Mukharipah.2008. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan.Bandung :


PT Refika Aditama

Mundakir. 2006. Komunikasi Keperawatan. Jakarta : Graha Ilmu.

Suryani. 2005. Komunikasi Terapeutik Teori Dan Praktik. Jakarta : EGC


Stuart, Gail Wiscarz. Sundeen, Sandra J. (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai