Anda di halaman 1dari 4

I.

TUJUAN PERCOBAAN
1.1. Memahami pemisahan berdasarkan ekstraksi asam asetat.
1.2. Menentukan harga koefisien distribusi senyawa dalam dua pelarut yang tidak
saling campur (ekstraksi cair-cair).
II. DASAR TEORI
Asam asetat memiliki rumus empiris CH3COOH. Asam asetat murni (disebut
asam asetat glasial) adalah cairan jernih, tidak berwarna, bau khas menusuk, rasa
asam jika diencerkan dengan air, bobot jenis 1,05g cm-3 dan memiliki suhu beku
tidak lebih rendah dari 15,6C serta mendidih pada suhu lebih kurang 118C.
Memiliki berat molekul 60,05 g/mol dan kelarutannya dapat bercampur dengan
air, etanol dan gliserol (Depkes RI, 1995).
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau
cairan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi juga merupakan proses pemisahan satu
atau lebih komponen dari suatu campuran homogen menggunakan pelarut cair
(solven) sebagai separating agen. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut
yang berbeda dari komponen-komponen dalam campuran. Contoh ekstraksi :
pelarutan komponen-komponen kopi dengan menggunakan air panas dari biji kopi
yang telah dibakar atau digiling (Wonorahardjo, 2013).Lalu kedua fase yang
mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan
sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair, dan komponen kimia akan terpisah
ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan
perbandingan konsentrasi yang tetap. Alat yang digunakan adalah corong pisah
dan prinsip dasar dari pemisahan ini adalah pemisahan senyawa yang memiliki
perbedaan kelarutan yang tidak saling campur(Sudjadi 1986).
Ekstraksi cair-cair di gunakan clean-up sampel untuk memisahkan analit-
analit dari komponen-komponen matriks yang mungkin mengganggu pada saat
kuantifikasi atau deteksi analit. Ekstraksi cair-cair juga digunakan untuk
memekatkan analit yang ada dalam sampel dengan jumlah kecil sehingga tidak
memungkinkan atau menyulitkan untuk deteksi kuantifikasinya (Gandjar,
2007).Prinsip dasar dari pemisahan ini adalah suatu pemisahan senyawa yang
memiliki perbedaan kelarutan pada dua pelarut yang berbeda. Alat yang
digunakan untuk ekstraksi cair-cair adalah corong pisah (Sudjadi, 1986).
Ekstraksi cair-cair ditentukan oleh distribusi Nerst atau hukum partisi yang
menyatakan bahwa pada konsentrasi dan tekanan yang konstan, analit akan
terdistribusi dalam proporsi yang selalu sama diantara dua pelarut yang saling
tidak campur. Perbandingan konsentrasi pada keadaan setimbang di dalam 2 fase
disebut koefisien distribusi atau koefisien partisi (K D) dan di ekpresikan
dengan rumus berikut : (Gandjar, 2007).

[ S ] org
KD=
Dimana : [ S ]aq

KD : Koefisien distribusi

[ S ] org dan [ S ] aq : Konsentrasi analit pada fase organik dan

konsentarsi analit pada fase air.

Dengan memperhitungkan konsentrasi total zat di dalam kedua fase, rasio


distribusi (D) adalah
konsentrasi total zat pada fase organik
D=
konsentrasi total zat pada fase air

Jika tidak ada interaksi antara analit yang terjadi dalam kedua fase maka

KD
nilai dan D adalah identik (Gandjar, 2007).

Jika koefisien lebih dari 1000, ekstraksi sekali dengan corong pisah telah
memungkinkan hampir semua senyawa terlarut telah tersari. Ekstraksi akan lebih
efektif jika larutan penyari dibagi dalam beberapa bagian kecil dari penyarian
sekali dengan semua penyari yang tersedia. Tujuan dari ekstraksi berulang kali
adalah untuk mendapatkan harga Wn atau analit yang tertinggal pada lapisan air.
Dengan kata lain n-kali penyarian (n) harus besar dan jumlah cairan penyari (S)
kecil (Sudjadi, 1986).

n
K D .V
Wn Wo
K D .V S

Pelarut organik yang digunakan dalam ekstraksi adalah pelarut yang


mempunyai kelarutan yang lebih rendah dalam air (<10%), dapat menguap
sehingga memudahkan penghilangan pelarut organik setelah dilakukan
ekstraksi serta mempunyai kemurnian tinggi untuk meminimalkan adanya
kontaminasi sampel (Gandjar, 2007). Syarat pelarut ditentukan juga oleh
pertimbangan-pertimbangan antara lain : angka banding distribusi (rasio
distribusi) yang tinggi untuk zat terlarut, rasio distribusi yang rendah untuk zat
pengotor yang diinginkan, viskositas yang cukup rendah, dan perbedaan
kerapatan yang cukup besar dari fase airnya untuk mencegah terbentuknya
emulsi, sifat toksisitas pelarut yang rendah dan tidak mudah terbakar dan
mudah mengambil kembali zat terlarut dari pelarut untuk proses analisis
berikutnya (Basset, 1994).
Beberapa masalah yang sering dijumpai ketika melakukan ekstraksi
pelarut diantaranya terbentuknya emulsi, analit terikat kuat pada partikulat,
analit terserap oleh partikulat yang mungkin ada, analit terikat pada senyawa
yang mempunyai berat molekul tinggi serta adanya kelarutan analit secara
bersama-sama dalam kedua fase. Terjadinya emulsi merupakan hal yang paling
sering terjadi. Jika emulsi antara kedua fase ini tidak dirusak maka recovery
yang diperoleh kurang bagus. Untuk mengatasi terjadinya emulsi, maka cara
untuk memecah emulsi antara lain dengan penambahan garam ke dalam fase
air, pemanasan atau pendinginan corong pisah, penyaringan melalui glass wool,
penyaringan dengan menggunakan kertas saring, penambahan sedikit pelarut
organik yang berbeda serta sentrifugasi atau pemusingan (Gandjar, 2007).
DAFTAR PUSTAKA

Basset. J, R.C. Denny, G.H. Jeffery, J. Mendham. 1994. Buku Ajar VogelKimia
Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Gandjar, I.G. dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Sudjadi, Drs. 1986. Metode Pemisahan. Yogyakarta : UGM Press.
Wonorahardjo, Surjani. 2013. Metode-Metode Pemisahan Kimia. Jakarta:
Akademia Permata.

Anda mungkin juga menyukai