Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS

KROMATOGRAFI GAS
PENETAPAN KADAR ASAM LINOLEAT

DISUSUN OLEH:
GOLONGAN I
KELOMPOK 2
Ni Wayan Wahyuni Citradewi (1408505001)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2016

KROMATOGRAFI GAS
PENETAPAN KADAR ASAM LINOLEAT
1. TUJUAN
1.1 Mengetahui prinsip pemisahan dan identifikasi menggunakan metode
kromatografi gas.
1.2 Mengetahui cara preparasi sampel yang akan dipisahkan dan diidentifikasi
menggunakan metode kromatografi gas.
1.3 Menetapkan kadar asam linoleat dari sampel minyak goreng menggunakan
metode kromatografi gas.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asam Sulfat
Asam sulfat merupakan senyawa dengan rumus molekul H2SO4 yang
mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 98,0% b/b H2SO4.
Asam sulfat berbentuk cairan jernih seperti minyak, tidak berwarna, bau sangat
tajam, dan korosif. Berat jenisnya kurang lebih 1,54 gram/mL. Apabila asam
sulfat dilarutkan dengan air dan dengan etanol akan menimbulkan panas
(Depkes RI, 1995).
2.2 Metanol
Metanol merupakan senyawa dengan rumus molekul CH3OH. Metanol
berupa cairan tidak berwarna, jernih, dan memiliki bau yang khas. Metanol
dapat bercampur dengan air, membentuk cairan jernih tidak berwarna, bobot
jenis 0,796 gram/mL sampai 0,798 gram/mL (Depkes RI, 1979).
2.3 Asam Linoleat
Asam linoleat merupakan senyawa dengan rumus molekul (C18H32O2)
yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan (Sumardjo, 2006). Asam linoleat
merupakan asam lemak tak jenuh esensial yang memiliki 18 rantai karbon
dengan tiga ikatan rangkap dua pada posisi C9, C12, dan C15 (Pudjiadi, 1997).
Berdasarkan posisi ikatan rangkapnya, senyawa ini dikelompokkan ke dalam

golongan asam lemak Omega 3 yang mana senyawa ini baik untuk
perkembangan otak dan proses penglihatan. Asam linoleat merupakan asam
lemak rantai panjang yang mudah larut dalam pelarut semi polar dan non polar.
Asam linoleat tidak larut dalam air, larut dalam pelarut organik seperti
dietileter dan alkohol absolut. Asam linoleat mudah terhidrogenasi, tidak
berwarna, bersifat hidrolisis, dan tidak stabil pada suhu kamar. Asam linoleat
(C18H32O2) memiliki berat molekul 280,44548 g/mol, titik lebur -12oC dan titik
didihnya 230oC (Sumardjo, 2006). Waktu retensi asam linoleat adalah 9,3
menit (Sanjiwani et al., 2014).

Gambar 2.1 Struktur Asam Linoleat (Sumardjo, 2006)


2.4 Kromatografi Gas (KG)
Kromatografi gas merupakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif
dinamis terhadap senyawa-senyawa yang mudah menguap di dalam suatu
campuran. Kegunaan dari KG adalah untuk melakukan pemisahan dinamis dan
identifikasi semua jenis senyawa organik yang mudah menguap dan juga untuk
melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa dalam suatu campuran
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Ada 2 jenis KG yaitu KGC (kromatografi gas-cair) dan KGP
(kromatografi gas-padat). Pada KGC, fase diam yang dgunakan adalah cairan
yang diikatkan pada suatu pendukung sehingga solute akan terlarut dalam fase
diam. Mekanisne sorpsinya adalah partisi. Sedangkan KGP, fase diamnya
adalah padatan, dengan mekanisne sorpsinya adalah adsorpsi (Gandjar dan
Rohman, 2007). Prinsip kromatografi gas adalah teknik pemisahan yang mana
solut-solut yang mudah menguap dan stabil terhadap panas bermigrasi melalui
kolom yang mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung
pada rasio distribusinya. Pada umumnya, solut akan terelusi berdasarkan pada
peningkatan titik didihnya, kecuali jika ada interaksi khusus antara solut
dengan fase diam. Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada titik didih

suatu senyawa dikurangi dengan semua interaksi yang mungkin terjadi antara
solut dengan fase diam (Gandjar dan Rohman, 2012).
Mekanisme kerja kromatografi gas yakni gas yang bertekanan tinggi
dialirkan ke dalam kolom yang berisi fase diam, kemudian cuplikan
diinjeksikan ke dalam aliran gas dan ikut terbawa oleh gas ke dalam kolom. Di
dalam kolom terjadi proses pemisahan cuplikan menjadi komponen-komponen
penyusunnya. Komponen-komponen tersebut satu per satu akan keluar dari
kolom dan mencapai detektor yang diletakkan di ujung akhir kolom. Hasil
pendeteksian direkam oleh rekorder dan dikenal sebagai kromatogram. Jumlah
peak (puncak) padakromatogram menyatakan jumlah komponen yang terdapat
dalam cuplikan sedangkan kuantitas suatu komponen ditentukan berdasarkan
luas peaknya (Hendayana, 1994).
Keuntungan menggunakan kromatografi gas yaitu waktu analisis yang
singkat, ketajaman pemisahan yang tinggi, efisiensi pemisahan yang tinggi,
analisis relatif lebih cepat, sensitifitas tinggi, dan membutuhkan campuran
cuplikan yang sangat sedikit. Kerugiannya yaitu hanya dapat digunakan untuk
menganalisis sampel yang mudah menguap dan tidak dapat dipakai untuk
memisahkan campuran dalam jumlah yang besar (Adamovics, 1997).
2.5 Derivatisasi pada Kromatografi Gas
Derivatisasi merupakan proses kimiawi untuk mengubah senyawa menjadi
senyawa lain yang mempunyai sifat yang sesuai untuk dianalisis menggunakan
kromatografigas. Beberapa alasan dilakukannya kromatografigas adalah:
a. Senyawa-senyawa tersebut tidak memungkinkan dilakukan analisis
dengan kromatografi gas terkait dengan volatilitas dan stabilitasnya.
b. Untuk meningkatkan batas deteksi dan bentuk kromatogram.
c. Meningkatkan volatilitas. Tujuan utama derivatisasi adalah untuk
meningkatkan volatilitas senyawa yang tidak mudah menguap (nonvolatil).
d. Meningkatkan deteksi
e. Meningkatkan stabilitas

f. Meningkatkan batas deteksi pada penggunaan detector tangkap electron


(ECD)
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Beberapa senyawa yang tidak dapat dianalisis secara langsung dengan
kromatografi gas dapat diakibatkan karena volatilitasnya yang rendah atau
karena senyawa tersebut mengekor dan senyawa tersebut tertahan sangat kuat
dalam fase diam. Masalah ini dapat diatasi dengan derivatisasi analit yang
siap untuk dianalisis menggunakan kromatografi gas (Gandjar dan Rohman,
2012). Esterifikasi merupakan salah satu cara yang digunakan untuk
derivatisasi pada kromatografi gas. Esterifikasi adalah reaksi untuk membuat
derivat gugus karboksil. Pengubahan gugus karboksil menjadi esternya akan
meningkatkan volatilitas karena akan menurunkan ikatan hidrogen.
Derivatisasi dengan esterifikasi dapat dilakukan dengan cara esterifikasi
fisher biasa dalam asam kuat Sampel minyak diderivatisasi menggunakan
metanol dengan reagen basa atau asam. Setelah proses derivatisasi, asam
lemak yang terkandung didalam sampel minyak dalam hal ini adalah asam
linoleat akan berada dalam bentuk metil esternya atau biasa disebut FAME
(Fatty Acid Methyl Ester) (Christie, 2013).

Gambar 2.2. Reaksi esterifikasi dengan katalis asam (Christie, 2013)


2.6 Instrumen Kromatografi Gas
Instrumen pada kromatografi gas diantaranya adalah fase gerak, system
injeksi, kolom dan fase diam, detektor kromatografi gas dan komputer.
1. Fase gerak (gas pembawa)
Fase gerak pada KG juga disebut dengan gas pembawa karena tujuan
awalnya adalah untuk membawa solute ke kolom, karena gas pembawa tidak
berpengaruh pada selektifitas. Kriteria pemilihan gas pembawa mestilah tidak

reaktif, stabil, tidak toksik dan murah. Terdapat beberapa jenis gas yang
boleh digunakan dalam kromatografi gas, yaitu nitrogen, helium, argon dan
hidrogen.
2. Ruang Suntik
Fungsi ruang suntik adalah untuk mengantarkan sampel ke dalam aliran
gas pembawa. Seluruh sampel akan menguap segera setelah sampel
disuntikkan dan akan masuk ke dalam kolom sedangkan pada splitless
injection, sampel yang telah menguap dan terbawa oleh aliran gas pembawa
akan dibagi terlebih dahulu menjadi 2 aliran dengan rasio tertentu.
3. Kolom kromatografi gas
Kolom merupakan komponen sentral pada kromatografi gas. Kolom pada
kromatografi gas berfungsi sebagai tempat terjadinya prosespemisahan
karena di dalamnya terdapat fase diam. Kolom kromatografi gas dapat
dibedakan menjadi dua yaitu kolom kemas (packed column) dan kolom
kapiler (capillary column). Kolom kapiler (capillary column) memiliki
diameter 0,02-0,2 mm, terbuat dari fused silica dan dinding kapiler berfungsi
sebagai penyangga fase diam cair sehingga fase diam melekat mengelilingi
dinding kolom. Apabila kolom yang dipakai dalam jangka waktu lama terjadi
pennyumbatan pada kolom kapiler atau menurunnya kinerja kolom, maka
perlu dilakukan regenerasi pada kondisi semula. Ada 3 cara untuk melakukan
regenerasi kolom yaitu:
a. Pemotongan kolom
Pemotongan kolom biasanya dilakukan jika terjadi penyumbatan pada
ujung depan kolom (terutama kolom kapiler) yang ditandai dengan adanya
puncak kromatogram yang melebar atau berekor.
b. Pengkondisian
Pengkodisian dilakukan dengan tujuan untuk memelihara kolom agar
waktu hidupnya cukup lama.

c. Pencucian kolom
Pencucian kolom digunakan untuk kolom fase terikat. Jika pencucian telah
selesai dilakukan maka semua cairan akan diusahakan pencuci keluar dari
kolom. Ketika instalasi kembali, maka kolom yang telah dicuci jangan
dihubungkan langsung dengan detektor
(Gandjar dan Rohman, 2007).
4. Detektor kromatografi gas
Detektor merupakan alat yang diletakkan pada ujung kolom tempat keluar
fase gerak yang membawa komponen hasil pemisahan yang berfungsi
mengubah sinyal gas pembawa dan komponen di dalamnya menjadi sinyal
elektronik. Sinyal elektronik detector akan sangat berguna untuk analisis
kuntitatif maupun kualitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah di
antara fase diam dan fase gerak. Pada praktikum kali ini digunakan detektor
ionisasi nyala (FID). Detector FID ini mengukur jumlah atom karbon dan
bukan jumlah molekul seperti pada TCD. Pada pemakaian FID, ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan yaitu kecepatan alir oksigen dan H2. Adapun suhu
FID harus diatas 100C. Hal ini bertujuan untuk mencegah kondensasi uap air
yang mengakibatkan FID berkarat atau kehilangan (menurun) sensitifitasnya
(Gandjar dan Rohman, 2007).

Gambar 2.3. Instrumentasi Kromatografi Gas (Watson, 2009).


3. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
a. Pipet ukur 5 mL
b. Pipet tetes

c. Gelas beaker 50 mL
d. Labu ukur 5 mL
e. Botol vial 10 mL
f. Instrumen Kromatografi Gas-FID
g. Heater/Evaporator
h. Neraca analitik
i. Ballfiller
j. Tissue
k. Corong pisah
l. Alat refluks
m. Cawan porselin
n. Termometer
o. Batang pengaduk
3.2 Bahan
a. Aquadest
b. Serbuk asam linoleat
c. Sampel minyak goreng
d. Asam sulfat
e. Metanol
4. PROSEDUR PRAKTIKUM
4.1 Perhitungan
4.1.1. Pembuatan larutan standar Asam Linoleat 1 mg/mL
Diketahui :
Konsentrasi larutan asam linoleat (M) = 1 mg/mL
Volume larutan yang dibuat(V)

= 10 mL

Ditanya :
Massa asam linoleat yang diperlukan?
Jawab :
M

massa
V

massa

1 mg/mL

Massa

= 10 mg

10 mL

Jadi, asam linoleat yang diperlukan sebanyak 10 mg


4.1.2. Pembuatan Larutan Seri Asam Linoleat
Diketahui :
Konsentrasi stok asam linoleat

= 1 mg/mL

Volume larutan stok asam linoleat yang dipipet

0,25

mL;

0,50 mL; 0,75 mL; 1,00 mL; dan 1,25 mL


Volume larutan seri yang akan dibuat

= 5 mL

Ditanya : Konsentrasi larutan seri yang akan dibuat ....?


Jawab

a. Larutan seri Asam Linoleat 0,25 mL


Cseri x Vseri

= Cstok x Vstok

Cseri x 5 mL

= 1 mg/mL x 0,25 mL

Cseri

= 0,05 mg/mL

Jadi, konsentrasi larutan seri yang akan dibuat adalah 0,05 mg/mL.
b. Larutan seri Asam Linoleat 0,50 mL
Cseri x Vseri

= Cstok x Vstok

Cseri x 5 mL

= 1 mg/mL x 0,50 mL

Cseri

= 0,1 mg/mL

Jadi, konsentrasi larutan seri yang akan dibuat adalah 0,1 mg/mL.
c. Larutan seri Asam Linoleat 0,75 mL
Cseri x Vseri

= Cstok x Vstok

Cseri x 5 mL

= 1 mg/mL x 0,75

Cseri

= 0,15 mg/mL

Jadi, konsentrasi larutan seri yang akan dibuat adalah 0,15 mg/mL.
d. Larutan seri Asam Linoleat 1,00 mL
Cseri x Vseri

= Cstok x Vstok

Cseri x 5 mL

= 1 mg/mL x 1,00 mL

Cseri

= 0,2 mg/mL

Jadi, konsentrasi larutan seri yang akan dibuat adalah 0,2 mg/mL.

e. Larutan seri Asam Linoleat 1,25 mL


Cseri x Vseri

= Cstok x Vstok

Cseri x 5 mL

= 1 mg/mL x 1,25 mL

CSeri

= 0,25 mg/mL

Jadi, konsentrasi larutan seri yang akan dibuat adalah 0,25 mg/mL.
4.1.3. Pembuatan Larutan Uji Asam Linoleat
Diketahui

Konsentrasi stok Asam Linoleat

= 1 mg/mL

Volume larutan standar yang dipipet = 0,65 mL


Volume larutan uji yang akan dibuat = 5 mL
Ditanya :
Konsetrasi larutan uji ..?
Hitungan:
Cstok x Vstok

= Cseri x Vseri

1 mg/mL x 0,65 mL

= Cseri x 5 mL

Cseri

= 0,13 mg/mL

Jadi, konsentrasi larutan stok yang akan dipipet sebanyak 0,65 mL yaitu
sebesar 0,13 mg/mL.
4.1.4. Pembuatan Larutan H2SO4 Metanolis 0,2 M
Diketahui

Konsentrasi stok yang tersedia

= 97% b/b

V larutan yang dibuat

= 50 mL

M larutan yang dibuat

= 0,2 M

H2SO4

= 1,84 gram/mL

BM H2SO4

= 98 g/mol

Ditanya :
Volume stok H2SO4 yang dipipet ?
Jawab

Massa

M H2 SO4 97 %b/b =
M=

97
98

1000
100/1,84

BM

1000
V

M = 18,21 M
C1 x V1 = V2 x C2
18,21 M x V1 = 0,2 M x 50 mL
V1 = 0,549 mL
Jadi , volume stok H2SO4 yang dipipet adalah 0,549 mL
4.2 Prosedur Kerja
a. Pembuatan Larutan Standar Asam Linoleat 1
mg/mL
Ditimbang 10 mg asam linoleat, dimasukkan ke gelas beaker dan
dilarutkan dengan sedikit metanol. Dimasukkan dalam labu ukur 10 mL
dan ditambahkan metanol hingga tanda batas, kemudian digojog hingga
homogen.
b. Pembuatan Larutan Seri Asam Linoleat
Dipipet larutan standar asam linoleat 1 mg/mL sebanyak 0,25 mL; 0,50
mL; 075 mL; 1,00 mL; dan 1,25 mL utuk memperoleh konsentrasi
masing- masing larutan 0,05 mg/mL; 0,1 mg/mL; 0,15 mg/mL; 0,2 mg/mL
dan 0,25 mg/mL secara berturut turut, dimasukkan ke labu ukur 5 mL.
Kemudian ditambahkan metanol hingga tanda batas 5 mL pada masingmasing labu ukur. Digojog hingga homogen. Kemudian masing-masing
larutan dimasukkan ke dalam botol vial. Kemudian larutan diukur dengan
menggunakan GC-FID.
c. Pembuatan Larutan Uji Asam Linoleat
Dipipet larutan standar asam linoleat 1 mg/mL

sebanyak 0,65 mL,

dimasukkan ke labu ukur 5 mL, kemudian ditambahkan dengan metanol


hingga tanda batas 5 mL dan digojog hingga homogen. Larutan
dimasukkan ke dalam botol vial dan diberi label.
d. Pembuatan Larutan H2SO4 Metanolis 0,2 M
Dipipet 0,549 mL H2SO4 97%b/b dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50
mL yang telah diisi sedikit metanol, kemudian digojog hingga homogen.
Metanol ditambahkan hingga tanda batas 50 mL, kemudian digojog hingga
homogen. Larutan dipindahkan ke dalam botol kaca gelap dan ditutup

rapat.
e. Preparasi Sampel
Dipipet minyak goreng sebanyak 0,5 mL, ditambahkan dengan H2SO4
metanolis 0,2 M. Kemudian campuran direfluks dengan suhu 100C
selama
30 menit. Setelah didinginkan, campuran hasil refluks ditambahkan
masing-masing 10 mL petroleum eter dan aquadest, kemudian digojog
pada corong pisah (LLE). Dipisahkan fase organiknya, dan fase airnya
diekstraksi kembali dengan 10 mL petroleum eter pada corong pisah.
Ekstraksi LLE diulangi sekali lagi, dipisahkan fase organiknya, dan
dicampurkan dengan fase organik hasil

ekstraksi

sebelumnya.

Fase

organik diuapkan diatas hotplate/heater pada suhu 50oC hingga diperoleh


ekstrak kental yang kemudian dilarutkan dengan metanol dan siap diukur
dengan GC-FID.
f. Analisis dengan GC-FID
Disiapkan larutan seri, larutan uji, dan larutan sampel asam linoleat.
Dilakukan conditioning kolom. Diatur suhu injector dan detektor FID
pada
2500C dan 3000C. Suhu awal kolom diatur 1200C, selama 5 menit
dinaikkan 200C. Laju fase gerak diatur 0,5 mL/menit. Di klik log in,
kemudian diatur nama folder dari data yang akan diamati. Pada tampilan
dialog real time, klik start kemudian sampel diambil menggunakan
syringe. Diinjeksikan 1 L larutan standar seri pada injector GC-FID
secara tegak lurus. Setelah selesai, syringe tidak langsung dicabut. Klik
tombol start pada GC, ditunggu hingga status pada monitor acquired.
Kemudian syringe dicabut dan dilakukan proses running atau pemisahan
sampel. Dicuci syringe dengan menggunakan metanol. Bila status pada
monitor kembali menyatakan not ready, artinya instrument GC telah
kembali ke kondisi awal atau sampel telah selesai di analisis. Selanjutnya
data yang diperoleh dapat diamati dengan cara klik GC solution dan pilih
GC petrum, selanjutnya pilih data analisis. Dipilih pada kontak dengan
nama file yang sudah diatur sebelumnya. Dilakukan hal yang sama pada
masing-masing larutan standar seri lainnya dari seri konsentrasi yang
lebih rendah ke seri dengan konsentrasi yang lebih tinggi, hal ini juga
dilakukan pada larutan

uji dan larutan sampel. Kemudian diamati peak - peak yang keluar dari
detector, dibuat persamaan regresi liniernya, dan ditentukan nilai r.
Dihitung kadar asam linoleat dengan menggunakan persamaan regresi
linier yang diperoleh dari seri larutan standar asam linoleat. Divalidasi
metode yang digunakan.
5. SKEMA KERJA
5.1 Pembuatan Larutan Standar Asam Linoleat 1 mg/mL
Ditimbang 10 mg asam linoleat dan dilarutkan dengan sedikit metanol
dalam gelas beaker.

Dimasukkan ke labu ukur 10 mL dan ditambahkan metanol hingga


tanda batas 10 mL

Digojog hingga homogen


5.2 Pembuatan Larutan Seri Asam Linoleat
Untuk larutan seri asam linoleat, dipipet baku asam linoleat 1 mg/mL
sebanyak 0,25 mL; 0,5 mL; 0,75mL; 1mL; dan 1,25 mL secara
berturut-turut kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL

Ditambahkan metanol sampai tanda batas 5 mL pada masing-masing


labu ukur

Digojog hingga homogen

Larutan dimasukkan ke dalam botol vial yang berbeda yang telah diberi
label

5.3 Pembuatan Larutan Uji Asam Linoleat


Dipipet larutan standar asam linoleat sebanyak 0,65 mL kemudian
dimasukkan ke labu ukur 5 mL

Ditambahkan metanol hingga tanda batas 5 mL

Digojog hingga homogen

Larutan dimasukkan ke dalam botol vial dan diberi label.


5.4 Pembuatan Larutan H2SO4 - Metanolis 0,2 M
Dimasukkan sedikit metanol ke dalam labu ukur 50 mL

Dipipet 0,549 mL H2SO4 97% b/b dan dimasukkan ke dalam labu ukur
50 mL

Ditambahkan metanol hingga tanda batas 50 mL

Digojog hingga homogen

Larutan dipindahkan kebotol kaca gelap dan ditutup rapat


5.5 Preparasi Sampel
Dipipet sampel minyak goreng sebanyak 0,5 mL

Ditambahkan dengan H2SO4 metanolis 0,2 M

Kemudian campuran direfluks dengan suhu100C selama 30 menit

Setelah didinginkan, campuran hasil refluks ditambahkan masingmasing 10 mL petroleum eter dan aquadest, kemudian digojog pada
corong pisah sampai terbentuk 2 lapisan

Dipisahkan fase organiknya, dan fase airnya diekstraksi kembali dengan


10 mL petroleum eter pada corong pisah. Ekstraksi tersebut diulangi
sekali lagi (ekstraksi LLE), dipisahkan fase organiknya dan
dicampurkan dengan fase organik hasil ekstraksi sebelumnya.

Fase organik diambil dan diuapkan diatas hotplate pada 50oC hingga
diperoleh ekstrak kental yang kemudian dilarutkan dengan metanol dan
diukur dengan GC-FID
5.6 Penyiapan GC

Digunakanan instrument GC-FID jenis kolom kapiler RTX Wax


(polar) dengan ukuran 30 m x 0,25 mm dan ketebalan 0,25 m

Diatur suhu injektor dan detektor pada suhu 250oC dan 300oC

Dijaga suhu awal kolom 120oC selama kurang lebih 30 menit lalu 20oC
tiap 5 menit hingga mencapai suhu 220oC dan kemudian dijaga selama
30 menit

Diatur laju alir fase gerak (gas helium) pada kecepatan 0,5 mL/menit

Ditunggu hingga muncul tampilan steam ready pada layar

5.7 Analisis dengan GC-FID


Di klik log in, kemudian diatur nama folder dari data yang akan
diamati

Pada tampilan dialog real time klik start kemudian sampel diambil
menggunakan syringe

Diinjeksikan 1 L larutan standar pada injector GC-FID secara


tegak
lurus

Klik tombol start pada GC, ditunggu hingga status pada monitor
acquired.
Kemudian syringe dicabut dan ditunggu prosesnya sampai
terbentuk kromatogram

Dilanjutkan dengan menginjeksikan 1 L larutan standar seri


pada
injector GC-FID secara tegak
lurus

Diklik tombol start pada GC dan tunggu proses sampai terlihat


kromatogram

Dilanjutkan dengan menginjeksikan 1 L larutan uji asam linoleat


pada
injector GC-FID secara tegak
lurus

Diklik tombol start pada GC dan tunggu proses sampai terlihat


kromatogram

Dilanjutkan dengan menginjeksikan 1 L larutan sampel pada


injector
GC-FID secara tegak
lurus

Diklik tombol start pada GC dan tunggu proses running atau


pemisahan pada sampel sampai terlihat kromatogram

Diamati peak-peak yang keluar dari detektor, dibuat persamaan regresi


liniernya, dan ditentukan nilai r

Dihitung kadar asam linoleat dengan menggunakan persaman regresi


linier dari larutan standar seri dan divalidasi metode yang digunakan
6. HASIL DAN PERHITUNGAN
6.1. Hasil Analisis Larutan Seri Asam Linoleat
Larutan seri asam linoleat digunakan untuk penetapan kadar asam linoleat
dalam minyak goreng dengan metode kromatografi gas telah disediakan data
kromatogram dengan variasi konsentrasi yakni; 0,005 mg/mL; 0,01mg/mL;
0,025 mg/mL; 0,035 mg/mL; dan 0,05 mg/mL. Dari data kromatogram tersebut
diperoleh AUC dan waktu retensi masing masig larutan seri seperti pada tabel
berikut.
Tabel 6.1 Analisis Larutan Seri Asam Linoleat dengan GC-FID
Konsentrasi

Waktu Retensi

Larutan (mg/mL)

(menit)

0,005

9,315

22847

0,01

9,314

39210

0,025

9,320

104632

0,035

9,323

151226

0,05

9,325

211479

AUC

6.2. Hasil Analisis Sampel Asam Linoleat


Data kromatogram sampel juga telah disediakan, terdapat empat sampel
yakni sampel A, B, C dan D. Masing-masing sampel tersebut diinjeksikan
kedalam injector sebanyak 1,0 L dalam bentuk metal esternya. Sampel

difraksinasi sehingga diperoleh peak dan waktu retensinya. Berikut hasil


kromatogram sampel pada masing-masing sampel:
Tabel 6.2 Hasil Analisa Sampel Asam Linoleat dengan GC-FID
SAMPEL

Waktu Retensi (menit)

AUC

9,376

6901

9,301

123274

9,166

9259

9,332

3879

6.3. Kromatogram Hasil Analisis Sampel


6.3.1 Kromatogram Sampel Asam Linoleat
a. Kromatogram sampel A

Gambar 6.1. Kromatogram Sampel A


b. Kromatogram sampel B

Gambar 6.2. Kromatogram Sampel B

c. Kromatogram sampel C

Gambar 6.3. Kromatogram Sampel C


d. Kromatogram sampel D

Gambar 6.4. Kromatogram Sampel D


6.4 Penentuan Kurva Kalibrasi dan Persamaan Regresi Linier dari
Larutan Seri Standar Asam Linoleat
Diketahui :
Konsentrasi

Waktu Retensi

Larutan (mg/mL)

(menit)

0,005

9,315

22847

0,025

9,320

104632

0,035

9,323

151226

0,01

9,314

39210

0,05

9,325

211479

AUC

Ditanya: kurva kalibrasi dan persamaan regresi linier dari larutan seri
standar asam linoleat?
Jawab:
Berdasarkan larutan seri asam linoleat yang telah diketahui datanya
ditentukan kurva kalibrasi 5 variasi konsentrasi larutan seri asam linoleat.
Dalam penentuan persamaan regresi linier larutan seri asam linoleat,
digunakan data yang mampu memberikan koefisien korelasi (r2) yang
mendekati 1. Diperoleh persamaan regresi berikut:

Kurva Kalibrasi Asam Linoleat


250000
200000

y = 4E+06x 679.4
R =
0.9991

AUC

150000

100000
50000
0
0

0.02
0.06
Konsentrasi
(mg/mL)

0.04

Gambar 6.5 Kurva kalibrasi Larutan seri Standar Asam Linoleat


Berdasarkan kurva kalibrasi di atas diperoleh persamaan regresi yaitu y =
4,3.106x 679,44, dimana y = AUC. Dengan koefisien korelasi sebesar
0,9991 yang mana data yang diperoleh telah valid atau linier
6.5 Penentuan Kadar dan Persentase Perolehan Kembali Larutan Seri
Standar Asam Linoleat
1. Kadar Larutan Seri Asam Linoleat Berdasarkan Hasil Pengukuran.
Diketahui :

Persamaan Kurva Standar = y = 4,3.106x - 679,4


AUC Seri 1 = 22847
AUC Seri 2 = 39210
AUC Seri 3 = 104632

AUC Seri 4 = 151226


AUC Seri 5 = 211479
Ditanya

: Kadar Larutan Seri Asam Linoleat berdasarkan hasil


pengukuran?

Jawab

a. Penentuan kadar seri berdasarkan pengukuran


-

Seri 1
y

= 4,3.106x 679,44

22847

= 4,3.106x 679,44

23526,44 = 4,3.106x
x
-

= 0,0055 mg = 5,5 g

Seri 2
y
39210

= 4,3.106x 679,44
= 4,3.106x 679,44

39889,44 = 4,3.106x
x
-

= 0,0092 mg = 9,2 g

Seri 3
y

= 4,3.106x 679,44

104632

= 4,3.106x 679,44

105311,44 = 4,3.106x
x
-

= 0,024 mg = 24 g

Seri 4
y

= 4,3.106x 679,44

151226

= 4,3.106x 679,44

151905,44 = 4,3.106x
x
-

= 0,035 mg = 35 g

Seri 5
y

= 4,3.106x 679,44

211479

= 4,3.106x 679,44

212158,44 = 4,3.106x
x

= 0,049 mg = 49 g

2. Persen Perolehan Kembali Asam Linoleat


Ditanya

: persentase perolehan kembali masing-masing larutan seri.

Jawab

:
Kadar
sam oseri
leatasam
has il
pen
gukusrerani aKadar

%Perolehan Kembali =oleat sebenarnya

x 100%

1. Seri 1

5,5 g

% Perolehan Kembali =

x 100%

5 g

110%

2. Seri 2
% Perolehan Kembali =

9 , 2g

x 100%

10 g

= 92%
3. Seri 3
% Perolehan Kembali =

24 g

x 100%

25 g

= 96%
4. Seri 4
% Perolehan Kembali =

35 g

x 100%

35 g

= 100 %
5. Seri 5
% Perolehan Kembali =

49 g

x 100%

50 g

= 98%
6.6 Penentuan LOD dan LOQ
Diketahui:
Seri I

: 0,0055 mg

Seri II

: 0,0092 mg

Seri III

: 0,024 mg

Seri IV

: 0,035 mg

Seri V

: 0,049 mg

Persamaan regresi linier asam linoleat : y = 4,3.106x 679,44


Ditanya: y =?
Jawab:

a. Penentuan AUC
- Seri 1
y

= 4,3.106x 679,44

y = 4,3.106 (0,0055) 679,44


= 22970,56
- Seri 2
y

= 4,3.106x 679,44

y = 4,3.106 (0,0092) 679,44


= 38880,56
- Seri 3
y

= 4,3.106x 679,44

y = 4,3.106 (0,024) 679,44


= 102520,56
- Seri 4
y

= 4,3.106x 679,44

y = 4,3.106 (0,035) 679,44


= 149820,56
- Seri 5
y

= 4,3.106x 679,44

y = 4,3.106 (0,049) 679,44


= 210020,56
b. Simpangan baku residual
Jumlah (mg)

y-y

(y-y)2

0,0055

22847

22970,56

-123,56

15267,07

0,0092

39210

38880,56

329,44

108530,71

0,024

104632

102520,56

2111,44

4458178,87

0,035

151226

149820,56

1405,44

1975261,59

0,049

211479

210020,56

1458,44

2127047,23

(y-y)2

8684285,47

Simpangan baku residual yaitu (Sy/x) sebagai berikut:

=
2

( ") 2

=
5-2

8684285 , 47

= 982,303

c. Penentuan LOD dan LOQ


Berdasarkan persamaan y = 4,3.106x - 679,44 maka diketahui b (slope) =
4,3.106
-

LOD =

3 /
b

LOD = 0,6 g
-

LOQ =

10 /

LOQ = 2,3 g
6.7 Perhitungan Kadar Asam Linoleat
Perhitungan Kadar Sampel
Diketahui:
Persamaan kurva standar : y

= 4,3.106x 679,44

Waktu retensi sampel A = 9,376


AUC A

= 6901

Waktu retensi sampel B = 9,301


AUC B

= 123274

Waktu retensi sampel C = 9,116


AUC C

= 9259

Waktu retensi sampel D = 9,332


AUC D
Ditanya:
Kadar sampel A?
Kadar sampel B?
Kadar sampel C?
Kadar sampel D?
Jawab:

= 3879

- Kadar Sampel A
y

= 4,3.106x 679,44

6901

= 4,3.106x 679,44

7580,44

= 4,3.106x

= 0,00176 %

- Kadar Sampel B
y

= 4,3.106x 679,44

123274

= 4,3.106x 679,44

123953,44

= 4,3.106x

= 0,028 %

- Kadar Sampel C
y

= 4,3.106x 679,44

9259

= 4,3.107x 679,44

9938,44

= 4,3.106x

= 0,0023 %

- Kadar Sampel D
y

= 4,3.106x 679.44

3879

= 4,3.106x 679,44

4558,44

= 4,3.106x

= 0,001 %

Kadar asam linoleat rata-rata =

0, 00176%+ 0,028%+ 0, 0023% + 0,

001%

= 0,0082 %
Jadi berdasarkan perhitungan diatas, maka kadar rata-rata asam linoleat
dalam 1 L sampel yang diinjeksikan yaitu 0,0082 % atau setara dengan 8,2 x 10-5
L
6.1.7 Perhitungan Standar Deviasi
Kadar Sampel (x)

Kadar rata-rata (x1)

x-x1

(x-x1)2

0,00176%

0,0082%

-6,4x10-3

40,98x10-6

0,028%

0,0082%

19,8x10-3

392,04x10-6

0,0023%

0,0082%

-5,9x10-3

34,81x10-6

0,001%

-7,2x10-3

0,0082%
(x-x1)2
-

SD

51,84x10-6
519,67x10-6

519, 67x10
6

41

= 7,6 x 10-3
-

RSD

= SD/x . 100%
= 0,0076 /0,0082 x 100%
= 92,68 %

7. PEMBAHASAN
Praktikum kali dilakukan penetapan kadar asam linoleat pada sampel minyak
goreng dengan menggunakan metode kromatografi gas. Praktikum ini juga
bertujuan agar praktikan memahami pemisahan dan identifikasi menggunakan
metode kromatografi gas, mengetahui cara preparasi sampel yang akan
mengalami pemisahan dan identifikasi dengan menggunakan metode kromatografi
gas, serta menetapkan kadar asam linoleat dari sebuah sampel minyak goreng
dengan menggunakan metode kromatografi gas. Tujuan penetapan kadar asam
linoleat pada sampel minyak goreng karena kandungan asam lemak yang
terkandung di dalam minyak menentukan sifat dan stabilitas minyak.
Asam linoleat merupakan asam lemak tidak jenuh yang banyak terkandung
dalam minyak nabati. Asam linoleat merupakan asam lemak tak jenuh jamak
(Poly Unsaturated Fatty Acid / PUFA) yang mengandung dua atau lebih ikatan
rangkap, bersifat cair pada suhu kamar bahkan tetap cair pada suhu dingin, karena
titik lelehnya lebih rendah dibandingkan dengan MUFA (Mono Unsaturated Fatty
Acid) atau SFA (Saturated Fatty Acid). Asam linoleat (omega-6) berperan penting
dalam transpor dan metabolisme lemak, fungsi imun, mempertahankan fungsi dan
integritas membran sel (Sartika, 2008).
Asam linoleat merupakan komponen dari minyak goreng yang mudah
teroksidasi yang jika konsentrasinya lebih dari 5-10%. Asam linoleat yang

mengalami oksidasi akan menyebabkan peristiwa ketengikan pada minyak goreng


(Thadeus, 2005). Peristiwa ini terjadi karena kontak langsung antara oksigen
dengan minyak atau lemak. Ketengikan pada minyak goreng

dapat

mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas pada minyak goreng, sehingga


apabila digunakan dapat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan tubuh. Selain
menimbulkan bau tengik, radikal bebas juga dapat terbentuk akibat oksidasi yang
mempunyai dampak merusak sel dan jaringan tubuh. Oleh sebab itu, perlu
dilakukan penetapan kadar asam linoleat pada minyak goreng untuk mengetahui
dan menjamin kualitas minyak goreng apakah masih berada dalam batas yang
diijinkan, yakni 5-14% (minyak sawit) (Noriko dkk, 2012)
Dalam identifikasi komposisi asam lemak dalam minyak nabati digunakan
metode Gas Chromatography (GC) atau Kromatografi Gas. Kromatografi gas
adalah metode yang digunakan untuk memisahkan suatu zat atau senyawa yang
umumnya bersifat volatil. Sampel yang dapat digunakan dalam GC ini ada dua
wujud yaitu cair dan gas. Prinsip kerja dari kromatografi gas adalah pemisahan
solut-solut yang mudah menguap didasarkan oleh perbedaan titik didih bermigrasi
melalui kolom yang mengandung fase diam dengan kecepatan tertentu tergantung
pada rasio distribusinya (Gandjar dan Rohman, 2007). Dalam kromatografi gas,
fase geraknya adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai uap. Dalam
pemisahannya, kromatografi gas menggunakan suhu yang meningkat (biasanya
50-350oC) bertujuan untuk menjamin bahwa solut akan menguap dan karenanya
akan cepat terelusi. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas
gerak dan fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah
menguap) yang terikat pada zat padat penunjangnya (Khopkar, 2007). Semakin
rendah titik didih suatu senyawa dalam campuran maka semakin cepat senyawa
tersebut akan menguap dan terelusi menuju ke detektor, semakin tinggi titik didih
suatu analit maka semakin lama senyawa tersebut menguap dan terelusi menuju
ke detektor (Gandjar dan Rohman, 2007).
Metode kromatografi gas ini digunakan dalam penetapan kadar asam linoleat
karena memiliki kelebihan yaitu, waktu pemisahan yang singkat karena dapat
menggunakan kolom dengan ukuran yang lebih panjang, efisen terhadap jumlah

sampel dan pelarut yang digunakan, serta resolusi hasil pemisahan yang lebih baik
apabila dibandingkan dengan KLT, Kromatografi kolom, dan Spektrofotometri,
dan memiliki sensitifitas yang tinggi. Dapat memisahkan dan mengidentifikasi
suatu senyawa organik yang mudah menguap dan dapat melakukan analisis
kualitatif dan kuantitatif senyawa campuran dalam waktu singkat (Gandjar dan
Rohman, 2007). Sedangkan kekurangan dari kromatografi gas itu sendiri yaitu
teknik ini terbatas hanya untuk memisahkan senyawa yang mudah menguap, tidak
mudah digunakan untuk memisahkan campuran dalam jumlah yang besar, dan
fase gas tidak bersifat reaktif terhadap fase diam serta zat terlarut (Winarno,
2002).
Detektor yang digunakan dalam kromatografi gas penetapan kadar asam
linoleat pada praktikum ini adalah detektor FID. Prinsip dasar dari detektor FID
ini adalah pengukuran jumlah atom karbon dan bukan jumlah molekul seperti
pada TCD. FID pada dasarnya bersifat umum untuk hampir senyawa organik. Di
samping itu, respon FID sangat peka, dan linier ditinjau dari segi ukuran cuplikan
serta teliti (Gandjar dan Rohman, 2007). Sehingga penggunaan detektor FID pada
praktikum dikarenakan asam linoleat memiliki rantai karbon yang panjang.
Praktikum ini, menggunakan bahan asam linoleat yang bersifat non volatil
sehingga menjadi permasalahan pada praktikum ini. Permasalahan ini dapat
diatasi dengan melakukan proses derivatisasi pada asam linoleat. Derivatisasi ini
akan mengubah asam linoleat menjadi metal ester untuk meningkatkan volatilitas
senyawa tersebut sehingga dapat dianalisis dengan kromatografi gas. Derivatisasi
adalah proses kimiawi untuk mengubah suatu senyawa menjadi senyawa lain yang
mempunyai sifat-sifat yang sesuai untuk dilakukan analisis menggunakan
kromatografi gas (mengubah senyawa yang mempunyai volatilitas rendah menjadi
senyawa yang mempunyai volatilitas tinggi). Macam-macam derivatisasi adalah
esterifikasi, asilasi, alkilasi, siliasi, kondensasi dan siklisasi (Gandjar dan
Rohman, 2007). Pada praktikum kali ini asam linoleat derivatisasi yang digunakan
adalah esterifikasi. Esterifikasi merupakan reaksi untuk membuat derivat gugus
karboksil. Pengubahan gugus karboksil menjadi esternya akan meningkatkan

volatilitas karena akan menurunkan ikatan hidrogen (Gandjar dan Rohman, 2007).
Adapun reaksi yang terjadi selama proses esterifikasi adalah sebagai berikut:

Gambar 7.1 Proses reaksi Esterifikasi (Christie, 2013)


Praktikum penetapan kadar asam linoleat diawali kali ini dengan
pembuatan larutan standar asam linoleat 1 mg/mL. Ditimbang 10 mg asam
linoleat kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL. Alasan dilakukan
penimbangan 10 mg karena minumum penimbangan neraca analitik adalah 10 mg
selain itu dapat menghemat penggunaan bahan. Ditambahkan metanol hingga
tanda batas 10 mL, ditutup kemudian digojog hingga homogen. Metanol
digunakan sebagai pelarut dalam pembuatan larutan baku karena kelarutan asam
linoleat sendiri mudah larut dalam pelarut polar dan semipolar, dimana metanol
bersifat semipolar. Asam linoleat merupakan asam lemak rantai panjang yang
mudah larut pada pelarut non polar serta semipolar, sehingga digunakan metanol
yang bersifat semipolar untuk melarutkan asam linoleat pada penyiapan larutan
baku.
Selanjutnya dilakukan pembuatan larutan seri dengan konsentrasi bervariasi
yaitu 0,05 mg/mL, 0,10 mg/mL, 0,15 mg/mL, 0,20 mg/mL, dan 0,25 mg/mL.
Tujuan dibuatnya larutan seri konsentrasi standar asam linoleat yaitu untuk
mendapatkan linearitas yang baik dalam menentukan valid atau tidaknya metode
yang digunakan dengan membuat kurva kalibrasi. Selain itu dengan pembuatan
larutan seri konsentrasi juga dapat digunakan untuk menghitung kadar suatu
senyawa. Linearitas metode merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang
menghubungkan antara konsentrasi (x) dengan respon yang diberikan dari
instrumen (y). Linieritas dapat diukur dari kurva kalibrasi yang akan membentuk
suatu garis lurus atau linear, melalui kurva kalibrasi akan dapat diketahui kadar
asam linoleat yang terkandung dalam sampel minyak goreng. Alasan pembuatan

larutan seri standar asam linoleat dengan selisih konsentrasi masing-masing 0,05
mg/mL adalah agar kurva yang didapat akan membentuk suatu garis linear dengan
persamaan y = ax + b. Untuk konsentrasi baku yang akan diuji maka konsentrasi
baku yang baik adalah mengukur baku dengan kisaran 25, 50, 75, 100, 125, dan
150% dari konsentrasi analit yang diharapkan (Gandjar dan Rohman, 2007).
Sampel yang digunakan akan diderivatisasi terlebih dahulu karena asam
linoleat merupakan asam lemak tidak jenuh dengan rantai yang panjang dan
bersifat tidak volatil (tidak mudah menguap) sedangkan syarat suatu senyawa
dapat dianalisis dengan metode GC adalah memiliki sifat yang mudah menguap.
Proses derivatisasi asam linoleat menggunakan reaksi esterifikasi. Tahap pertama
sampel minyak goreng diderivatisasi menggunakan metanol dengan reagen basa
atau asam menggunakan katalis asam yaitu H2SO4. Sampel minyak gorang dipipet
sebanyak 0,5 mL dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian
ditambahkan H2SO4 metanolis 0,2 M dan dimasukkan ke dalam labu ukur yang
telah dimasukkan metanol. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar labu ukur tidak
pecah akibat reaksi eksotermis dari H2SO4 (thermoshock). Fungsi penambahan
H2SO4 metanolis ini adalah sebagai katalisator yang dapat mempercepat reaksi
dan memperbanyak produk yang dihasilkan. Selanjutnya campuran tersebut
kemudian direfluks dengan suhu antara 1000C selama 30 menit. Prinsip metode
refluks adalah pelarut volatil yang digunakan akan menguap pada suhu tinggi,
namun akan didinginkan dengan kondensor sehingga pelarut yang telah berubah
dalam bentuk uap akan mengembun kembali pada kondensor dan turun lagi ke
dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi berlangsung
(Wonorahardjo,

2013).

Pemanasan

dengan

refluks

ini

bertujuan

untuk

mempercepat proses esterifikasi FFA dan meningkatkan pemisahan asam linoleat


di dalam sampel minyak goreng akibat interaksi antar partikel yang semakin
cepat.
Setelah dilakukan proses refluks dan campuran senyawa tersebut dingin,
dilakukan proses ekstraksi cair-cair. Ekstraksi cair-cair ditentukan oleh distribusi
Nerst atau hukum partisi yang menyatakan bahwa pada konsentrasi dan tekanan
yang konstan, analit akan terdistribusi dalam proporsi yang selalu sama diantara

dua pelarut yang saling tidak campur (Gandjar & Rohman, 2007). Ektraksi caircair digunakan dalam praktikum kali ini untuk proses clean up sampel dan
memisahkan analit yang diinginkan (asam linoleat) dari komponen-komponen
yang mungkin mengganggu dalam proses analisis sampel (Gandjar dan Rohman,
2007). Ekstraksi cair-cair merupakan teknik pemisahan yang serba guna karena
alasan seperti proses yang sederhana, biaya operasional yang murah dan baik
untuk bahan yang tidak tahan panas atau mudah menguap (Khopkar, 1990).
Prinsip pemisahan dari ekstrasi cair-cair ini adalah pemisahan komponen kimia
diantara dua fase pelarut yang tidak dapat saling bercampur dimana sebagian
komponen larut pada fase organik dan sebagiannya lagi larut pada fase air. Kedua
fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi
pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan zat cair. Komponen kimia akan
terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan
perbandingan konsentrasi yang tetap (Sudjadi, 1986).
Pada ekstraksi cair-cair ini, asam lemak dalam H2SO4 metanolis hasil
refluks dimasukkan ke dalam corong pisah 100 ml, kemudian ditambahkan
dengan 10 mL petroleum eter dan 10 mL aquadest. Penambahan aquadest
bertujuan untuk menghilangkan pengotor yang bersifat polar karena sampel
minyak yang digunakan non polar sehingga minyak tidak ikut larut dalam
aquadest. Tujuan penambahan fase organik (petroleum eter) adalah terkait dengan
alasan kelarutan asam linoleat yang praktis tidak larut dalam air serta larut dalam
dietileter dan alkohol absolut (Sumardjo, 2006) sehingga diharapkan seluruh
pengotor telah tertahan dalam fase air dan diperoleh asam linoleat murni pada fase
organik dietil eter dan diekstraksi dengan petroleum eter ditujukan untuk
mengekstraksi komponen FAME. Setelah itu, dilakukan penggojogan dengan
tujuan untuk memberikan kesempatan kontak diantara pelarut dengan analit
sehingga bisa terdistribusi diantara dua pelarut yang tidak saling campur sampai
terbentuk 2 lapisan yang tidak saling campur. Dimana fase organik (petroleum
eter) akan berada pada lapisan atas dalam corong pisah dan fase air berada pada
lapisan bawah. Hal ini disebabkan kaaren petroleum eter memiliki berat jenis
yang lebih kecil (0,78 gram/mL) dibandingkan dengan air (1 gram/mL). Metil

ester (sampel) adalah senyawa yang bersifat nonpolar, oleh sebab itu metil ester
ini nantinya akan terdistribusi pada fase organik (petroleum eter) berdasarkan
prinsip like dissolve like. Proses ekstrasi dilakukan dua kali dengan tujuan untuk
mengekstraksi komponen FAME secara keseluruhan sehingga didapatkan analit
dalam jumlah maksimum karena jika hanya dilakukan ekstrasi sekali pelarut yang
digunakan telah jenuh sehingga tidak dapat memisahkan komponen FAME secara
maksimal (Khopkar, 2008).
Fase organik (metil ester) yang mengandung analit kemudian dipisahkan
dari fase airnya dan diuapkan diatas hot plate untuk menguapkan pelarutnya.
Pemanasan dilakukan pada suhu 50oC hingga pelarut menguap dan diperoleh
ekstrak kental metil ester yang diharapkan dalam keadaan murni. Setelah itu,
ekstrak kental yang didapat dilarutkan dengan metanol. Metanol adalah senyawa
yang bersifat semi polar sehingga dapat melarutkan ekstrak kental yang nantinya
akan diinjeksikan ke inlet GC-FID. Metanol juga dipilih karena metanol memiliki
sifat yang inert, tidak toksik dan tidak akan merusak kolom saat diinjeksikan.
Setelah

sampel

yang

akan

dianalisis

siap,

selanjutnya dilakukan

conditioning kolom. Conditioning kolom perlu dilakukan saat pengoperasianya


dengan tujuan untuk menghilangkan komponen-komponen yang menguap yang
dapat mengganggu detector dan menyebabkan garis dasar tidak stabil, selain itu
juga untuk menghindari perubahan pada waktu retensi, agar tidak mempengaruhi
selektifitas dan efisiensi pemisahan (Rotzsche, 1991). Instrumen yang digunakan
adalah GC-FID Shimazdu dan jenis kolom kapiler RTX-Wax (kolom polar).
Ukuran kolom 30 m x 0,25 mm dengan ketebalan lapisan 0,25 m. Gas pembawa
yang digunakan adalah helium

dan gas pembakar pada detektor FID adalah

hidrogen. Suhu injector dan detektor FID diatur pada suhu 250C dan 300C.
Suhu awal kolom 120C, selama 3 menit yang kemudian dinaikkan 20C per
menit hingga mencapai suhu 220C dan ditahan selama 12 menit. Fungsi dari
pengaturan suhu ini adalah untuk memaksimalkan pemisahan solut-solut menjadi
komponen penyusunnya di dalam kolom terutama untuk senyawa-senyawa yang
memiliki titik didih yang tinggi. Suhu kolom diatur sesuai dengan sifat asam
linoleat yaitu memiliki titik didih 230oC sehingga apabila suhu melebihi titik didih

yang telah ditentukan maka dapat menimbulkan dekomposisi bahan. Laju alir fase
gerak diatur 0,5 mL/menit (O'Fallon et al., 2007). Suhu pada sistem injeksi,
kolom, dan detektor harus tetap dijaga agar tidak mengalami penurunan pada saat
pemisahan, karena selain dapat mengganggu proses pemisahan, hal ini juga dapat
merusak alat kromatografi. Pemisahan dengan suhu terprogram ini memiliki
keuntungan, yakni mampu meningkatkan resolusi komponen-komponen dalam
suatu campuran yang mempunyai titik didih pada kisaran yang luas serta mampu
mempercepat keseluruhan waktu analisis, karena senyawa-senyawa dengan titik
didih tinggi akan terelusi dengan cepat (Gandjar dan Rohman, 2007).
Setelah conditioning kolom, diinjeksikan sampel sebanyak 1 L kedalam
ruang injector bersuhu 250oC. Digunakannya sampel sejumlah 1 L karena GC
hanya membutuhkan sejumlah kecil volume dalam proses pemisahannya, selain
itu 1 L merupakan volume terkecil yang dapat digunakan untuk dapat dianalisis
dengan GC. Proses injeksi bertujuan untuk mengantarkan sampel menuju ke aliran
gas pembawa atau fase gerak. Suhu yang terus menerus meningkat akan
menyebabkan perubahan fase sampel dari bentuk cair menjadi gas, sehingga
setelah diinjeksikan, sampel akan berubah fase dalam waktu yang singkat. Uap
sampel akan dibawa oleh gas pembawa menuju ke kolom dan mengalami
pemisahan yang didasarkan atas titik didih dan afinitasnya terhadap fase diam.
Gas pembawa dan pembakar yang digunakan pada praktikum ini adalah gas
helium dan gas nitrogen (Gandjar dan Rohman, 2007). Fase gerak dalam
kromatografi gas disalurkan melalui tabung stainless steel yang mana nilai
tekanan dari gas pembawa yang masuk dikontrol dengan AFC (Advanced Flow
Controller) menggunakan software GC-Solution. Advanced Flow Controller
(AFC) digunakan untuk mengontrol flow yang masuk ke dalam kolom (Gandjar
dan Rohman, 2007).
Senyawa-senyawa pada campuran yang memiliki titik didih yang lebih
rendah akan terpisah lebih dahulu dan terelusi menuju ke detektor dan lebih dulu
diubah dalam bentuk sinyal elektronik, sedangkan senyawa dengan titik didih
yang lebih tinggi akan lebih lama tertahan pada kolom. Sinyal-sinyal elektronik

yang didapat kemudian akan diolah dan dibaca dalam bentuk peak-peak pada
kromatogram (Gandjar dan Rohman, 2007).
Dalam kromatografi gas akan diperoleh data berupa waktu retensi dari detektor
dan dicatat di recorder, yang mana waktu yang diperlukan oleh senyawa tertentu
untuk bergerak melalui kolom menuju ke detektor disebut sebagi waktu retensi (Rt).
Untuk senyawa tertentu, waktu retensi sangat bervariasi dan bergantung pada titik
didih senyawa, kelarutan dalam fase cair, dan suhu kolom. Senyawa yang memiliki
titik didih yang tinggi akan memiliki waktu retensi yang lama. Senyawa yang lebih
mudah larut dalam fase cair, akan mempunyai waktu lebih singkat untuk dibawa oleh
gas pembawa. Kelarutan yang tinggi dalam fase cair berarti memiiki waktu retensi
yang lama. Temperatur tinggi menyebakan pergerakan molekul-molekul dalam fase
gas, baik karena molekul-molekul lebih mudah menguap, atau karena energi atraksi
yang tinggi cairan dan oleh karena itu tidak lama tertambatkan. Oleh karena itu
pengaturan suhu pada kolom sangat mempengaruhi waktu retensi. Menurut

Sanjiwani (2014), waktu retensi yang dimiliki oleh asam linoleat adalah 9,3 menit.
Pemisahan dengan GC akan menghasilkan peak-peak dan AUC (Area Under
Curve). AUC menggambarkan naik turunnya kadar asam linoleat sebagai fungsi
dari waktu. AUC adalah permukaan di bawah kurva (grafik) yang menggambarkan
naik turunnya kadar asam linoleat sebagai fungsi dari waktu. AUC dapat dihitung
secara matematis dan merupakan ukuran untuk bioavailabilitas suatu asam linoleat.
AUC dapat digunakan untuk membandingkan kadar masing-masing asam linoleat.

Untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, resprodusibel, dan


tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis dapat digunakan validasi metode.
Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa
parameter-parameter yang digunakan mampu menatasi problem analisis.
Parameter-parameter validasi yang digunakan berdasarkan atas data waktu retensi
dan AUC dari masing-masing sampel yaitu presisi, linearitas, serta LOD dan LOQ
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Dari data AUC yang didapat, dibuat kurva kalibrasi linier untuk menentukan
kadar asam linoleat dalam sampel sebagai berikut:

Kurva Kalibrasi Asam Linoleat


250000
200000
AUC

y = 4E+06x 679.4
R =
0.9991

150000

100000
50000
0
0

0.02
0.06
Konsentrasi
(mg/mL)

0.04

Gambar 7.2 Kurva Hubungan Konsentrasi vs AUC Asam Linoleat


Persamaan yang didapat adalah y = y = 4,3.106x 679,44, dimana y =
AUC dan nilai r2 yang diperoleh= 0,9991. Melalui pemisahan sampel dengan GC
didapatkan empat AUC dengan waktu retensi yang bervariasi, antara lain
AUCA=6901 dengan waktu retensi 9,376 menit, AUCB= 123274 dengan waktu
retensi 9,301, AUCc=9259 dengan waktu retensi 9,166, dan AUCD = 3879 dengan
waktu retensi 9,332.
Parameter linearitas sangat diperlukan karena linearitas digunakan untuk
memperoleh hasil-hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi
analit berada pada kisaran yang diberikan (Gandjar dan Rohman, 2012). Suatu
strategi yang baik yakni dengan mengukur baku pada kisaran 25, 50, 75, 100, 125,
dan 150% dari konsentrasi analit yang diharapkan (Gandjar dan Rohman, 2007).
Pada praktikum ini digunakan standar Asam Linoleat 1 mg/mL sebanyak 0,25;
0,50; 0,75; 1,00, dan 1,25 mL yang kemudian diencerkan dengan metanol
sebanyak 5 mL, sehingga didapatkan konsentrasi Asam Linoleat 0,05 mg/mL,
0,10 mg/mL, 0,15 mg/mL, 0,20 mg/mL, dan 0,25 mg/mL, penggunaan volume ini
sudah sesuai dengan pustaka yang digunakan.
Selanjutnya dilakukan uji akurasi (ketepatan) untuk menjadi parameter
selanjutnya pada praktikum ini. Akurasi merupakan ketepatan suatu metode
analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan nilai yang diterima baik nilai
konvensi, nilai sebenarnya, atau nilai rujukan. Akurasi diukur melalui banyaknya

analit yang diperoleh kembali pada suatu pengukuran dengan melalukan spiking
pada suatu sampel. Akurasi perolehan kembali yang umum untuk senyawa obat
dalam suatu campuran adalah antara 98%-102%. (Gandjar dan Rohman, 2012).
Pada praktikum perolehan kembali seri konsentrasi sudah memasuki rentang
akurasi. Jadi, metode akurasi pada praktikum ini valid.
Parameter validasi yang dapat diukur yang lain yaitu LOD dan LOQ. LOD
atau limit of detection adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang
masih dapat dideteksi meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi (Gandjar dan
Rohman, 2007). Berdasarkan perhitungan nilai LOD dari sampel adalah 0,6 g
/L. Hal ini dapat diartikan bahwa untuk dapat mendeteksi suatu senyawa yang
mengandung asam linoleat, kadar asam linoleat minimal yang harus ada dalam
sampel adalah 0,6 g /L. LOQ (Limit of Quantition) didefinisikan sebagai
konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi
dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan
(Gandjar dan Rohman, 2007). Berdasarkan hasil perhitungan LOQ asam linoleat
yang diperoleh adalah 2,3 g /L. Hal ini dapat diartikan bahwa untuk dapat
menetapkan kadar suatu senyawa yang mengandung asam linoleat, jumlah asam
linoleat minimal yang harus ada dalam sampel adalah 2,3 g /L.
Dari persamaan regresi linier kurva kalibrasi larutan seri, dengan
memperhatikan nilai AUC maka diperoleh kadar asam linoleat rata-rata pada
sampel minyak goreng yang digunakan adalah 0,0082% dengan RSD 92,68 %.
Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa rata-rata sampel yang diperoleh minyak
goreng jauh di bawah standar nasional jumlah kadar asam linoleat yang terdapat
dalam minyak goreng. Karena semakin kecil nilai simpangan baku dan kisaran
maka semakin tepat metode analisis yang digunakan. Sedangkan RSD yang
dipeoleh sangat besar dan tidak sesuai dengan pustaka. RSD yang baik menurut
pusataka adalah 1-2% (Gandjar dan Rohman, 2007). Hal ini menandakan bahwa
kadar asam linoleat pada sampel masih kurang dari standar nasional, batas kadar
asam linoleat yang diizinkan untuk beredar di pasaran, yakni 5-14%.
Dari parameter-parameter yang telah diketahui, metode yang digunakan
kurang valid. Metode yang kurang valid dapat disebabkan oleh beberapa faktor

seperti: Larutan standar, dimana jika larutan standar yang digunakan sudah
kadaluarsa akan sangat mempengaruhi waktu retensi dan peak asam linoleat.
Selain dari sampel, proses ekstraksi FAME dan ekstraksi cair-cair juga sangat
mempengaruhi dimana peak-peak yang diperoleh tumpeng tindih karena
pemisahan yang tidak sempurna. Selain itu juga faktor yang dapat mempengaruhi
hasil kurang valid diantaranya penimbangan yang tidak sesuai, ekstraksi analit
yang tidak sesuai, penggunaan pipet yang tidak benar, pengukuran dengan alat
yang tidak terkalibrasi, dan faktor penginjeksian sampel juga mempengaruhi.
Dimana jika sampel yang diinjeksi tidak benar maka kromatogram yang diperoleh
tidak baik.
8. PENUTUP
8.1 Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Prinsip pemisahan dengan kromatografi gas yaitu perbedaan titik didih
kompenen-komponen dalam suatu campuran dan afinitas senyawa tersebut
terhadap fase diam yang mana identifikasi senyawa dilakukan melalui
kromatogram yang dihasilkan dengan mengamati peak-peak yang timbul dan
melihat waktu retensinya.

2. Preparasi sampel dilakukan dengan proses derivatisasi terlebih dahulu


yang menggunakan reaksi esterifikasi karena sampel memiliki sifat
tidak mudah menguap dan memiliki gugus karboksil agar dapat
dianalisis pada kromatografi gas.
3. Sampel minyak goreng yang digunakan tidak layak untuk dikonsumsi
karena kadar asam linoleat yang terdapat pada sampel

0,0082%

Sedangkan, batas standar dari kadar asam linoleat pada minyak goreng
adalah 5-10%.
8.2 Saran
Diharapkan agar mahasiswa mampu memahami prinsip pada instrumen GC
dengan baik sebelum praktikum agar dapat melakukan pemisahan dengan baik
dan dihasilkan validasi metode yang baik, baik ditinjau dari sisi linieritas,
kisaran (range), akurasi, serta LOD dan LOQ.

DAFTAR PUSTAKA
Adamovics, J.A,. 1997. Chromatographic Analysis of Pharmaceuticals. 2nd
Edition. New York: Marcel Dekker.
Christie, W. W. 2013. Mass Spectrometri of Fatty Acid Derivatives: Preparation
of Methyl Esters. Skotlandia: AOCS Lipid Library.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Gandjar, I. G. dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Gandjar, I. G. dan A. Rohman. 2007. Analisis Obat Secara Spektrofotometri dan
Kromatografi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Hendayana, S. 1994. Kimia Analitik Instrumen. Semarang: IKIP Semarang Press.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Khopkar, S. M. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.

Noriko, N., D. Elfidasari, A. T. Perdana, N. Wulandari, dan W. Wijayanti, 2012.


Analisis Penggunaan dan Syarat Mutu Minyak Goreng pada Penjaja
Makanan di Food Court UAI. Jurnal Al- Azhar Indonesia Seri Sains dan
Teknologi. Vol.1(3). Universitas Al- Azhar Indonesia.
O'Fallon, J. V., Busboom, J.R., Nelson, and Gaskin, C. T. 2007. A direct method
of fatty acid methyl ester synthesis . Aplication to wet meat tissues, oils
and feedstuffs. Journal of Animal Science. 10 Pp.1511-1521
Pudjiadi. 1997. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Edisi III. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Rotzsche, H. 1991. Stationary Phases in Gas Chromatography. Journal of
Chromatography. 48(2):95-96.
Sanjiwani, P., Widjaja, I. N. K., dan Warditiani N. K. 2014. Analisis Kuantitatif
Asam Lemak Tak Jenuh Pada Virgin Coconut Oil (VCO) yang dibuat
dengan Penambahan Sari Getah Pepaya (Carica papaya L.). Jurnal
Farmasi Udayana. 3(2):32-35.
Sartika, R. A. D. 2008. Pengaruh Asam Lemak Jenuh, Tidak Jenuh dan Asam
Lemak Trans terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional. Vol. 2, No. 4.

Sumardjo, D. 2006. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa


Kedokteran dan Program Strata 1 Fakultas Bioeksakta. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Thadeus M. S. 2005. Pengaruh Vitamin C dan Vitamin E Terhadap Perubahan
Histologik Hati, Jantung dan Aorta Musmusculus L Galur Swiss Derived
Akibat Pemberian Minyak Jelantah. Tesis. Universitas Indonesia.
Watson, D. G. 2009. Analisis Farmasi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wonorahardjo, S. 2013. Metode - metode Pemisahan Kimia. Jakarta: Akademia
Permata.

LAMPIRAN
Tugas dan pertanyaan

1.

Bisakah sampel minyak goreng dideteksi dengan GC-FID? Jelaskan


alasannya!

2.

Bila jawaban di atas tidak bisa prosedur apa yang harus dilakukan agar
dapat melakukan analisis dengan GC-FID?

3.

Bagaimana cara penentuan persamaaan linier dengan variasi larutan


standar?

4.

Tetapkan kadar larutan uji dan sampel yang telah disiapkan dengan
menggunakan persamaan linier variasi larutan standar !

Jawaban :

1.

Sampel minyak goreng yang mengandung asam linoleat tersusun atas asam
lemak tak jenuh dengan rantai panjang. Syarat suatu sampel dapat dideteksi
dengan GC-FID adalah mudah menguap sedangkan asam linoleat
merupakan suatu senyawa yang tidak mudah menguap. Permasalahan ini
dapat diatasi dengan menderivatisasi asam linoleat tersebut menggunakan
derivatisasi esterifikasi, dimana membuat derivat gugus karboksil pada asam
linoleat dirubah menjadi bentuk esternya sehingga menjadi mudah menguap
dan dapat dianalisis dengan kromatografi gas.

2.

Karena asam linoleat merupakan asam lemak tak jenuh maka dilakakukan
derivatisasi terlebih dahulu menjadi bentuk derivatnya yang bersifat mudah
menguap, yaitu metil ester sehingga analit

siap untuk dianalisis dengan

kromatografi gas. Sampel minyak diderivatisasi menggunakan metanol


dengan reagen asam. Setelah proses derivatisasi, asam lemak yang
terkandung didalam sampel minyak akan berada dalam bentuk metil
esternya atau biasa disebut dengan FAME (Fatty Acid Methyl Ester).
3. Penentuan persamaan linier dengan variasi larutan standar dilakukan dengan
cara menghubungkan respon (y) dengan konsentrasi (x) pada kurve
kalibrasi. Dimana respon (y) = AUC. Dapat dilakukan pengukuran tunggal
pada konsentrasi yang berbeda-beda untuk pengukurannya. Kemudian data

yang diperoleh, diproses dengan metode kuadrat kecil yang selanjutnya


dapat ditentukan slope (nilai kemiringan), intersep, dan koefisien korelasi.
4. Dari data AUC yang didapat, dibuat kurva kalibrasi linier untuk menentukan
kadar asam linoleat dalam sampel sebagai berikut:

Kurva Kalibrasi Asam Linoleat


250000
200000

y = 4E+06x 679.4
R =
0.9991

AUC

150000

100000
50000
0
0

0.02
0.06
Konsentrasi
(mg/mL)

0.04

Persamaan yang didapat adalah y = y = 4,3.106x 679,44, dimana


y = AUC dan nilai r2 yang diperoleh= 0,9991.
- Kadar Sampel A
y

= 4,3.106x 679,44

6901

= 4,3.106x 679,44

7580,44

= 4,3.106x

= 0,00176 %

- Kadar Sampel B
y

= 4,3.106x 679,44

123274

= 4,3.106x 679,44

123953,44

= 4,3.106x

= 0,028 %

- Kadar Sampel C
y

= 4,3.106x 679,44

9259

= 4,3.107x 679,44

9938,44

= 4,3.106x

= 0,0023 %

- Kadar Sampel D

= 4,3.106x 679.44

3879

= 4,3.106x 679,44

4558,44

= 4,3.106x

= 0,001 %

Kadar asam linoleat rata-rata =

0, 00176%+ 0,028%+ 0, 0023% + 0,

001%

= 0,0082 %
Jadi berdasarkan perhitungan diatas, maka kadar rata-rata asam linoleat
dalam 1 L sampel yang diinjeksikan yaitu 0,0082 % atau setara dengan 8,2 x 10-5
L

Anda mungkin juga menyukai