Anda di halaman 1dari 11

0

JURNAL AWAL: PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI II


PENETAPAN KADAR ASAM OLEAT DALAM MINYAK
GORENG DENGAN GAS CHROMATOGHRAPHY (GC)





Oleh:
Kelompok 10
Golongan III

I Gde Pasek Padmanaba (1208505097)
M. Averil Prima Putra Rashid (1208505098)
Gusti Ayu Prianka Adi Shaswati (1108505003)




JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2014
1

PENETAPAN KADAR ASAM OLEAT DALAM MINYAK GORENG
DENGAN GAS CHROMATOGRAPHY (GC)

1. TUJUAN
1.1. Mahasiswa diharapkan mampu memahami prinsip dasar dan prosedur
pengoperasian metode analisis Gas Chromatography dengan detektor Flame
Ionization Detector (GC-FID).
1.2. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan penetapan kadar senyawa asam
oleat dalam minyak goreng dengan menggunakan metode gas
chromatography.

2. DASAR TEORI
2.1 Asam Oleat

Gambar 1. Rumus struktru Asam Oleat (Hebrew, 2009).

Asam oleat merupakan asam lemak tidak jenuh yang banyak terdapat dalam
minyak nabati. Pada temperatur kamar asam oleat berupa cairan seperti minyak
yang tidak berwarna yang secara perlahan-lahan menjadi coklat oleh udara dan
berbau tengik. Asam oleat memiliki rumus molekul C
18
H
34
O
2
dengan masa jenis
0,895 g/mL bobot molekul 282,4616 g/mol. Asam oleat praktis tidak larut dalam
air; mudah larut dalam etanol, kloroform, eter dan eter minyak tanah. Asam oleat
meiliki titik lebur 13-14
0
C dengan titik didih 360
0
C. Betuk ester dari asam oleat
memiliki suhu stabil hingga < 200
0
C (Depkes RI, 1979; Sartika, 2009).

2.2 Derivatisasi pada Kromatografi Gas (Metilasi)
Terdapat berbagai senyawa yang tidak dapat dianalisis secara langsung
dengan kromatografi gas, baik karena volatilitasnya yang rendah atau karena
senyawa tersebut mengekor dengan sangat parah dan atau senyawa tersebut
2

tertahan sangat kuat dalam fase diam. Pengatasan masalah ini adalah dengan
derivatisasi analit yang siap untuk dianalisis dengan kromatografi gas. Asam oleat
merupakan senyawa yang tidak mudah menguap, sehingga sebelum analisis
sampel minyak harus diderivatisasi terlebih dahulu menjadi bentuk derivatnya
yang bersifat mudah menguap. Sampel minyak diderivatisasi menggunakan
methanol dengan reagen basa atau asam. Setelah proses derivatisasi, asam lemak
yang terkandung didalam sampel minyak akan berada dalm bentuk metil esternya
atau biasa disebut dengan FAME (Fatty Acid Methyl Ester) (Gandjar dan
Rohman, 2012; Christie, 2013).

2.3 Kromatografi Gas
Kegunaan umum kromatografi gas adalah untuk melakukan pemisahan
dinamis dan identifikasi semua jenis senyawa organik yang mudah menguap dan
juga untuk melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa dalam suatu
campuran. Prinsip kromatografi gas adalah pemisahan yang mana solut-solut yang
mudah menguap bermigrasi melalui kolom yang mengandung fase diam dengan
suatu kecepatan yang tergantung pada rasio distribusi setiap senyawa yang
dipisahkan. Pada umumnya solut akan terelusi berdasarkan pada peningkatan titik
didihnya, kecuali jika ada interaksi khusus antara solut dengan fase diam.
Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada titik didih suatu senyawa
dikurangi dengan semua interaksi yang mungkin terjadi antara solut dengan fase
diam. Senyawa yang dianalisis dengan kromatografi gas haruslah senyawa yang
mudah menguap dan stabil pada temperatur pengujian (tempratur tinggi). Jika
tidak demikian, maka senyawa tersebut perlu mealalui proses derivatisasi agar
memenuhi persyaratan analit yang dapat dianalisis dengan kromatografi gas
(Gandjar dan Rohman, 2012; Gritter et al., 1991). Berikut adalah gambar KG:

Gambar 2. Instrumentasi Kromatografi Gas (Wiryawan, 2011).
3

2.3.1 Fase Gerak Kromatografi Gas
Dalam kromatografi gas, fase gerak yang digunakan berupa gas lembam
yang digerakkan dengan tekanan melalui pipa yang berisi fase diam. Fase gerak
juga disebut dengan gas pembawa tidak berpengaruh pada selektifitas terhadap
solut, karena tujuan awalnya adalah untuk membawa solut melalui kolom.
Tekanan uap yang diberikan memungkinkan solut menguap dan bergerak
bersama-sama dengan fase gerak melalu kolom. Fase gerak yang umum
digunakan adalah helium, hidrogen atau nitrogen (Gandjar dan Rohman, 2012;
Gritter et al., 1991).

2.3.2 Kolom dan Fase Diam Kromatografi Gas
Kolom pada kromatografi gas berfungsi sebagai tempat terjadinya proses
pemisahan karena di dalamnya terdapat fase diam. Kolom kromatografi gas dapat
dibedakan menjadi dua yaitu kolom kemas (packed column) dan kolom kapiler
(capillary column). Kolom kapiler lebih sering digunakan oleh alnalis
dibandingkan kolom kemas. Beberapa faktor yang menjadikan kolom kapiler
lebih dipilih adalah; resolusi pemisahannya tinggi dan kemampuannya
memberikan harga jumlah lempeng teori (N) yang sangat besar (> 300.000
lempeng) (Gandjar dan Rohman, 2012).

2.3.3 Detektor Kromatografi Gas
Detektor merupakan alat yang diletakkan pada ujung kolom tempat keluar
fase gerak yang membawa komponen hasil pemisahan dan berfungsi mengubah
sinyal gas pembawa dan komponen di dalamnya menjadi sinyal elektronik yang
selanjutnya akan digunakan untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif. Pada
analisis dengan kromatografi gas kali ini, detektor yang digunakan adalah Flame
Ionization Detector atau FID. Deteksi FID berdasarkan pengukuran jumlah atom
karbon, dimana aliran gas yang keluar dari kolom akan melewati nyala yang
berupa pembakar kecil. Senyawa organik akan terurai menjadi pecahan sederhana
bermuatan positif. Pecahan ini meningkatkan daya hantar di sekitar nyala, tempat
yang dipasang elektroda, dan peningkatan daya hantar ini dapat diukur dengan
mudah dan direkam (Gandjar dan Rohman, 2012).
4

3. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam kegiatan praktikum analisis kali ini
adalah sebagai berikut:
a. Ball filler
b. Batang Pengaduk
c. Beaker glass
d. Botol Vial
e. Heater / Evaporator
f. Instumen Lengkap
Kromatografi Gas (GC-FID)
g. Kertas Perkamen / Paper Plate
h. Kolom Kapiler RTX-Wax
i. Labu ukur
j. Neraca Analitik
k. pH Meter
l. Pipet Ukur
m. Pipet Tetes
n. Sendok Tanduk
o. Syringe
p. Tabung Reaksi
q. Tissue / Lap Kering

3.2 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam kegiatan praktikum analisis kali
ini adalah sebagai berikut:
a. Aquadest
b. Ptroleum eter
c. Gas Helium (Gas pembawa)
d. Gas Hidrogen (Gas pembakar)
e. Metanol
f. Asam Sulfat (H
2
SO
4
)
g. Sampel Minyak Goreng.

4. PROSEDUR KERJA
4.1 Perhitungan Pembuatan Larutan
4.1.1 Pembuatan Larutan H
2
SO
4
Metanolis 0,2 M
Untuk membuat H
2
SO
4
dengan konsentrasi 0,2 M sebanyak 25 mL
dilakukan perhitungan sebagai berikut:
a. Diketahui : M H
2
SO
4
= 0,2 M
BM H
2
SO
4
= 98 g/mol
V H
2
SO
4
= 25 mL
H
2
SO
4
= 1,84 g/mL
5

H
2
SO
4
Tersedia = 97% b/b
b. Ditanya : Volume H
2
SO
4
97% b/b yang dipipet = . ?
c. Penyelesaian :
V =
Massa


=
100 gram
1,84 g/mL

= 54,348 mL
Dihitung Molaritas dari H
2
SO
4
97% b/b
M H
2
SO
4
97% b/b =
Massa
BM

1000
V

M =
97 gram
98 g/mol

1000
54,348 mL

M = 18,197 M
Dari massa yang diperoleh dihitung Volume pemipetan H
2
SO
4
97% b/b
M
1
V
1
= M
2
V
2

0,2 M 25 mL = 18,197 M V
2

V
2
= 0,275 mL
Jadi, untuk membuat larutan standar H
2
SO
4
Metanolis dengan konsentrasi
0,2 M sebanyak 25 mL diperlukan H
2
SO
4
97% b/b sebanyak 0,275 mL.

4.1.2 Pembuatan Larutan Seri Asam Oleat Berbagai Konsentrasi
Dibuat larutan seri dengan konsentrasi 0,05 mg/mL; 0,1 mg/mL; 0,15
mg/mL; 0,2 mg/mL; dan 0,25 mg/mL. Tidak dilakukan perhitungan larutan seri
standar Asam oleat, karena di laboratorium sudah tersedia kurva baku dari larutan
seri dengan konsentrasi diatas.

4.2 Metode Analisis
Pada praktikum analisis kali ini, dilakukan penetapan kadar asam oleat dalam
sampel minyak goreng. Dimana metode yang digunakan untuk preparasi sampel
hingga proses analisis dikembangkan sendiri melalui studi literatur dari jurnal
6

analisis yang telah ada. Adapun serangkaian metode yang dilakukan adalah
sebagai berikut:

4.2.1 Pembuatan Larutan Percobaan
a. Pembuatan Larutan H
2
SO
4
Metanolis 0,2 M
Sedikit metanol (MeOH) dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL, dipipet
0,275 mL H
2
SO
4
97% b/b dan dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL,
ditambahkan metanol hingga tanda batas 25 mL, digojog hingga homogen.
Pindahkan kebotol kaca gelap dan diberi tanda H
2
SO
4
Metanolis 0,2 M.
b. Pembuatan Larutan Seri Asam Oleat Berbagai Konsentrasi
Dibuat larutan seri dengan konsentrasi 0,05 mg/mL; 0,1 mg/mL; 0,15
mg/mL; 0,2 mg/mL; dan 0,25 mg/mL. Tidak dilakukan perhitungan larutan
seri standar Asam oleat, karena di laboratorium sudah tersedia kurva baku
dari larutan seri dengan konsentrasi diatas.

4.2.2 Preparasi Sampel
Preparasi sampel dilakukan untuk mengkondisikan agar sampel dapat
dianalisis dengan metode kormatografi gas. Dimana sampel berupa minyak
goreng yang akan dianalisis kandungan asam oleatnya. Asam oleat merupakan
senyawa yang tidak mudah menguap, sehingga sebelum analisis sampel minyak
harus diderivatisasi terlebih dahulu menjadi bentuk metil ester yang bersifat
mudah menguap (Christie, 2013).
a. Metilasi Asam atau Pembuatan FAME
Sebanyak 0,5 mL atau 0,2 gram sampel minyak dimasukan kedalam
tabung reaksi dan ditambahkan 10 mL larutan H
2
SO
4
metanolis konsentrasi
0,2 M, tabung reaksi ditutup rapat. Kemudian campuran di refluks dengan
suhu antara 50
0
C 95
0
C selama 40 menit, setelah itu campuran
didinginkan (Christie, 1993; OFallon et al., 2007).

b. Ekstraksi FAME
Kedalam hasil refluks, dimasukan 10 mL aquadest dan ditambahkan 5
mL petroleum eter kemudian digojog perlahan. Dipisahkan fase organiknya,
7

kemudian fase airnya diekstraksi kembali dengan 5 mL petroleum eter.
Dipisahkan fase organiknya dan dicampurkan dengan hasil ekstraksi
sebelumnya. Ekstrak total FAME dievaporasi pada suhu 50
0
C hingga
diperoleh residu. Residu kemudian direkonstitusi dengan metanol, kemudian
di sonikasi selama 15 menit. Hasil sonikasi berupa FAME dalam metanol
siap diinjeksi kedalam kromatografi gas (Kostik et al., 2013; Christie,
1993).

4.2.3 Penyiapan Instrumen GC-FID dan Conditioning Kolom
Pada kegiatan analisis asam oleat, digunakan instrumen GC-FID Shimazdu
dan jenis kolom kapiler RTX

-Wax (kolom polar). Ukuran kolom 30 m x 0,25


mm dengan ketebalan lapisan 0,25 m. Gas pembawa yang digunakan adalah
helium dan gas pembakar pada detektor FID adalah hidrogen. Suhu injector dan
detektor FID keduanya diatur pada suhu 250
0
C dan 300
0
C. Suhu awal kolom
120
0
C, selama 3 menit yang kemudian dinaikan 20
0
C/menit hingga mencapai
suhu 220
0
C dan ditahan selama 12 menit. Laju alir fase gerak diatur 0,5 mL/menit
(Wahyuni, 2013; OFallon et al., 2007).

4.2.4 Analisis Sampel
Larutan sampel FAME dalam metanol diinjeksikan kedalam injector sampel
intrumen GC-FID. Dilakukan proses pengoperasian alat sesuai SOP pada skema
kerja. Pemisahan sampel dilakukan selama 40 menit. Hasil pemisahan akan
dideteksi dengan Flame Ionization Detector atau FID dan hasil pemisahan akan
dibandingkan dengan standar yang sudah ada dalam data komputer (Henna Lu
dan Tan, 2009).











8

5. SKEMA KERJA
5.1 Pembuatan Larutan Percobaan
5.1.1 Pembuatan Larutan H
2
SO
4
Metanolis 0,2 M


5.2 Preparasi Sampel
5.2.1 Metilasi Basa atau Pembuatan FAME


5.2.2 Ekstraksi FAME

Metanol dimasukkan secukupnya ke dalam labu ukur 25 mL.
Larutan stok H
2
SO
4
97% b/b dipipet sebanyak 0,275 mL dan dimasukkan ke
dalam labu ukur 25 mL.
Ditambahkan metanol hingga tanda batas 25 mL dan digojog hingga homogen.
Pindahkan kebotol kaca gelap dan diberi penanda H
2
SO
4
0,2 M
Dipipet sampel minyak sebanyak 0,5 mL atau ditimbang sebanyak 0,2 gram
dan dimasukan ke dalam tabung refluks
Kedalam tabung refluks, ditambahkan 10 mL larutan H
2
SO
4
metanolis
konsentrasi 0,2 M
Tabung reaksi ditutup rapat dan direfluks dengan suhu antara 50
0
C 95
0
C
selama 40 menit, setelah itu campuran didinginkan
Dilarutkan sampel hasil metilasi asam dengan 10 mL aquades
Kedalam 10 mL larutan hasil metilasi asam, dimasukan petroleum eter
sebanyak 5 mL dan digojog perlahan (ekstraksi cair-cair)
Dipisahkan fase petroleum eter dari hasil ekstraksi. Kemudian fase air
diekstraksi kembali dengan petroleum eter sebanyak 5 mL
Dipisahkan fase petroleum eter dari hasil ekstraksi. Kemudian kedua ekstrak
petroleum eter dicampurkan dan diuapkan pada suhu 50
0
C. Hingga diperoleh
residu
Ditambahkan metanol sebanyak 1 mL kedalam residu kemudian di sonikasi
selama 15 menit
Hasil sonikasi berupa ekstrak FAME dalam metanol 1 mL siap diinjeksi
kedalam kromatografi gas
9

5.3 Penyiapan Instrumen GC-FID dan Conditioning Kolom


5.4 Analisis Sampel


Digunakan instrumen GC-FID Shimazdu, jenis kolom kapiler RTX

-Wax
(kolom polar). Ukuran kolom 30 m x 0,25 mm dengan ketebalan 0,25 m
Diatur suhu injector dan detektor FID, diatur pada suhu 250
0
C dan 300
0
C
Suhu awal kolom 120
0
C, selama 3 menit yang kemudian dinaikan 20
0
C/menit
hingga mencapai suhu 220
0
C dan ditahan selama 12 menit.
Laju alir fase gerak atau gas helium diatur pada kecepatan 0,5 mL/menit.
Tunggu hingga muncul tampilan System Ready pada layar. Artinya instrumen
siap menganilisis sampel
Klik sample log in, kemudian diatur nama dan folder dari data yang akan
diamati
Pada tampilan dialog real time klik start kemudian sampel diambil
menggunakan syringe dan diinjeksikan sebanyak 1,0 L pada injector GC-FID
secara tegak lurus, setelah selesai syringe tidak langsung dicabut
Klik tombol start pada GC, ditunggu hingga status pada monitor acquired
kemudian syringe dicabut dan dilakukan proses running atau pemisahan sampel
Bila status pada monitor kembali menyatakan Not Ready, artinya instrumen GC
telah kembali ke kondisi awal atau sampel telah selesai dianalisis
Selanjutnya data yang diperoleh dapat diamati dengan cara klik GC Solution
dan pilih GC Postrum, selanjutnya pilih data analisis pilih pada kotak dialog
nama file yang sudah di atur sebelumnya
Diamati peak atau puncak yang terbentuk. Dicatat waktu retensi, AUC dan
tinggi puncak dari Asam oleat
Ditentukan rasio luas puncak asam oleat dan tentukan kadar asam oleat dalam
sampel
10

DAFTAR PUSTAKA

Christie, W. W. 2013. Mass Spectrometri of Fatty Acid Derivatives:Preparation
of Methyl Esters. Skotlandia: AOCS Lipid Library.
Christie, W. W. 1993. Preparation of Ester Derivatives of Fatty Acids for
Chromatographic Analysis in: Advance in Lipid Metodology. Dundee,
Scotland: Oily Press.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Edisi III. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Gandjar, I. G., dan A. Rohman. 2012. Analisis Obat secara Spektrofotometri dan
Kromatografi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gritter, R. J., James M. Bobbit, dan Arthur E. S., 1991. Pengantar Kromatografi.
Bandung: ITB Press.
Hebrew. 2009. Health Topics: Why Trans Fat Do Harm. Diakses pada, Jumat/19-
September-2014. Gambar Tersedia pada laman:
http://makeofficework.com/why_trans_fats_do_harm.htm.
Henna Lu, F. S., Tan, P. P. 2009. A Comparative study of storage stability in
virgin coconut oil and extra virgin Olive oil upon thermal treatment.
International Food Research Journal. Vol.16. Pp.343-354.
Kostik, V., S. Memeti, B. Bauer. 2013. Fatty Acid Composition Of Edible Oils
And Fats. Journal of Hygenic Engineering and Design. Vol.4: 112-116.
OFallon, J. V., Busboom, J. R., Nelson, and Gaskin, C. T. 2007. A direct method
for fatty acid methyl ester synthesis: Application to wet meat tissues, oils
and feedstuffs. Journal of Animal Science. Vol. 10. Pp. 1511-1521.
Wahyuni, L. P. E., Widjaja, I. N. K., dan Astuti, N. M. W. 2013. Analisis
Kualitatif Asam Oleat Pada Minyak Kelapa Sub Varietas Genjah. Bukit
Jimbaran: Jurusan Farmasi Fakulas MIPA Universitas Udayana.
Wiryawan, Adam. 2011. Instrumentasi Kromatografi Gas. Diakses pada,
Jumat/19-September-2014. Tersedia pada laman: http://www.chem-is-
try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/kromatografi1/instrumentasi-
kromatografi-gas/.
Sartika, R. A. D. 2009. Pengaruh Suhu dan Lama Proses Menggoreng (Deep
Frying)Terhadap Pembentukan Asam Lemak Trans. Depok: Departemen
Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai