Anda di halaman 1dari 24

1

LAPORAN AKHIR
PEMISAHAN DAN IDENTIFIKASI PIPERIN





KELOMPOK VI / GOLONGAN III

Luh Putu Kausala Mahamuni (1208505093)
Agus Ferbiana Putra (1208505094)
Agung Aryk Parta Febriyana (1208505095)
Putu Eka Masmitha Utami Dewi (1208505096)
I Gde Pasek Padmanaba (1208505097)
M. Averil Prima Putra Rashid (1208505098)



JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2013
2

I. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa mampu menerapkan Sokhletasi, Rekristalisasi dan Identifikasi
piperin dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
II. DASAR TEORI
2.1 Tanaman Lada Hitam.
Tanaman Lada hitam dengan nama latin Piper nigrum L atau nama simplisia
Piperis nigri fructus merupakan tanaman yang diambil bagian buahnya yang
kemudian dikeringkan (Peter, 2000).
Adapun taksonomi dari Piper nigrum L adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Subkelas : Monochlamydeae
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper nigrum L
(Tjitrosoepomo, 2010)
Adapun kandungan dari Piper nigrum adalah 5%-9% piperin dan isomer
kavisin seperti damar 1%; 1,2%-3,5% minyak atsiri termasuk felandrena,
dipentena, sitrat dan seskuiterpena. Kandungan lainya adalah minyak lemak 6%-
8% dan kira-kira 50% pati (Stahl, 1985).

Gambar 1. Struktur kimia piperin (Anggrianti, 2008)
Piperin dengan rumus kimia C
17
H
19
NO
3
yang terkandung dalam lada
merupakan senyawa yang tidak berwarna atau agak kekuning-kuningan,
mengkilap, berupa kristal prismatik, tidak berbau dan hampir hambar ketika
pertama kali diletakkan di mulut tetapi bila kontak lama menimbulkan sensasi
3

pedas yang tajam dan menusuk di lidah. Sifat kimia Piperin adalah hampir tidak
larut dalam air, larut dalam 30 bagian alkohol pada suhu 15
0
C dan dalam 1 bagian
alkohol yang dipanaskan, piperin juga larut dalam kloroform, benzen, karbon
disulfida tetapi hampir tidak larut dalam petroleum eter. Piperin melebur pada
suhu 128
0
C-130
0
C, bersifat netral terhadap lakmus. Piperin dapat dihidrolisis
dengan KOH-etanolik yang akan menghasilkan kalium piperinat dan piperidin
(Anggrianti, 2008 ; Septiatin, 2008).
2.2 Sokhletasi
Sokhletasi merupakan suatu metode pemisahan komponen dari tumbuhan
dengan menggunakan alat Sokhlet. Metode ini digunakan untuk komponen dari
simplisia yang relatif stabil dan tahan terhadap pemanasan. Prinsip dari Sokhletasi
adalah menyari simplisia secara terus-menerus dengan pelarut yang sama yang
telah termunikan tiap waktu sehingga penyarian lebih sempurna dengan memakai
pelarut yang relatif sedikit. Jika penyarian telah berakhir maka pelarutnya
diuapkan dan sisanya hanya zat tersari. Dalam metode ini digunakan pelarut yang
mudah menguap dan dapat melarutkan senyawa organik yang diinginkan tetapi
tidak melarutkan zat pengotor (Kusmardiyani, 1992).

Gambar 2. Alat Sokhletasi (Kusmardiyani, 1992)
Kelebihan metode Sokhletasi adalah sebagai berikut; Cairan pelarut yang
digunakan lebih sedikit dan secara langsung diperoleh hasil yang lebih pekat,
simplisia disari oleh pelarut yang selalu baru sehingga dapat menarik zat aktif
yang lebih banyak, penyarian dapat diteruskan sesuai keperluan tanpa menambah
4

volume pelarut. Sementara itu, kelemahannya adalah; Adanya pendidihan pelarut
terus menerus sehingga mempengaruhi kualitas pelarut dan metode ini tidak baik
untuk zat aktif yang tidak tahan panas (Harborne, 1987).
2.3 Rekristalisasi
Rekristalisasi merupakan salah suatu cara pemurnian zat padat dimana zat
tersebut dilarutkan dalam pelarut kemudian dikristalkan kembali. Prinsip
rekristalisasi adalah dua atau lebih senyawa memiliki kelarutan yang berbeda pada
pelarut yang sama. Hanya molekul-molekul yang sama yang mudah masuk dalam
struktur kisi-kisi kristal, sedangkan molekul lain atau pengotor akan tetap berada
pada larutan atau diluar kristalnya. Peristiwa rekristalisasi berhubungan dengan
derajat kejenuhan larutan. Endapat kristal akan terbentuk jika derajat lewat jenuh
larutan tinggi, dimana fase padatnya akan terpisah dari larutannya. Makin tinggi
derajat lewat jenuh, maka makin besar kemungkinan untuk membentuk kristal
(Sastrohamodjojo, 1996 ; Basset et al, 1994).
2.4 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi Lapis Lipis (KLT) adalah prosedur pemisahan zat terlarut oleh
suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase
yaitu fase diam dan fase gerak, dimana zat penyerap atau fase diam merupakan
lapisan tipis serbuk halus yang dilapiskan pada lempeng kaca, plastik atau logam
secara merata, umumnya digunakan lempeng kaca. Dalam KLT pemisahan
didasarkan pada penyerapan, pembagian atau gabungannya tergantung dari jenis
zat penyerap dan cara pembuatan lapisan zat penyerap serta jenis pelarut yang
digunakan (Depkes RI, 1995).
Pada identifikasi piperin pada Piperi nigrum dengan metode KLT terdapat
bercak berwarna biru pada plat KLT, dan setelah disemprot dengan anisaldehida-
asam sulfat LP dan dilihat di bawah sinar UV, terdapat bercak berwarna kuning
kehijauan dengan nilai hRf 27. Nilai Rf dan hRf dihitung dengan rumus berikut :
gerak fase ditempuh yang Jarak
solut ditempuh yang Jarak
Rf


(Depkes RI, 1980)

hRf = Rf x 100
5

III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
1 Set Alat Sokhlet
Beaker Glass
Gelas Ukur
Pipet Tetes
Corong Kaca
Thermometer
Plat KLT
Sinar UV
254
dan UV
366

Cawan Porselen
Kertas Saring
Chamber
Water bath
3.2 Bahan
Etanol 96%
N-Hexana
Etil asetat
Serbuk Piperis nigri
KOH Alkoholis 10%

IV. PROSEDUR KERJA
4.1 Sokhletasi dan Pembuatan Ekstrak
Ditimbang 10 gram serbuk lada hitam (Piper nigrum L)

Dibungkus dengan kertas saring, kemudian dilakukan Sokhletasi
dengan 100 mL etanol 96%.

Dilakukan Sokhletasi selama kurang lebih 2 jam
(kurang lebih 6x sirkulasi)

Disaring larutan yang diperoleh.

Diuapkan diatas water bath menggunakan cawan porselen
(yang telah ditimbang sebelumnya) hingga didapatkan ekstrak kental.

Ditimbang ekstrak kental yang diperoleh.


6

4.2 Rekristalisasi
Ditambahkan 10 mL KOH-alkoholis 10% kedalam
ekstrak kental sedikit demi sedikit dalam kondisi panas.

Disaring kristal yang terbentuk dengan kertas saring
(yang sebelumnya telah ditimbang bobotnya).

Kertas saring didiamkan pada suhu kamar
di udara terbuka hingga kering.

Bobot kristal yang diperoleh ditimbang

4.3 Identifikasi Piperin dengan KLT
Dilarutkan kristal ke dalam 2 mL etanol 96%.

Dicuci plat KLT silika gel GF
254
dengan metanol
dan diaktivasi pada suhu 110
0
selama 30 menit.

10 L ditotolkan pada plat KLT silika gel GF
254


Plat KLT dimasukkan ke dalam chamber yang telah
Dijenuhkan dengan fase gerak N-hexana : Etil asetat (70 : 30)

Dielusi plat KLT hingga 1 cm dari tepi atas plat.

Plat diangin-anginkan selama 10 menit

Diamati dibawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm

Ditandai dan dihitung Rf masing-masing spot atau noda yang ada.

7

V. HASIL
Setelah dilakukannya kegiatan praktikum selama kurang lebih tiga minggu
dimana prosesnya merupakan kegiatan ekstraksi dengan metode Sokhletasi,
pemurnian dengan metode Rekristalisasi dan identifikasi dengan Kromatografi
Lapis Tipis. Diperoleh hasil berupa data sebagai berikut :
5.1 Soklhletasi
5.1.1 Tabel Penimbangan
No Nama Bahan JumLah
1 Serbuk Piperis Nigri Fructus 10 gram
2 Etanol 96% 100 mL
3 Cawan Porselen Kosong 72,9 gram
4 Bobot Ekstrak Kental

5.1.2 Tabel Hasi
No Proses Ekstraksi
Perubahan
Warna
Waktu
(Menit)
Suhu
1 Keadaan Awal Bening 0 72
o
C
2 Sirkulasi I Hijau Terang 55 87
o
C
3 Sirkulasi II Hijau Terang 7 91
o
C
4 Sirkulasi III Hijau Pekat 21 91
o
C
5 Sirkulasi IV Hijau Pekat* 17 86
o
C
6 Sirkulasi V Hijau Pekat** 30 89
o
C
7 Sirkulasi IV Hijau Pekat*** 5 89
o
C
Keterangan : * = Semakin Pekat

5.2 Rekristalisasi
5.2.1 Tabel Penimbangan
No Nama Bahan JumLah
1 KOH 1 gram
2 Etanol 96 % 10 mL
3 KOH alkoholis 10 % 10 mL
8

4 Kertas Saring Kosong 0,44 gram
5 Botol Vial Kosong 9,80 gram

5.2.2 Tabel Hasil
No Proses Rekristalisasi Hasil
1 Pemekatan Ekstrak
Ekstrak kental berwarna
hijau kehitaman.
2
Ekstrak ditambahkan KOH
Alkoholis 10 %
Larutan berwarna hijau
kehitaman.
3 Ekstrak pada kertas saring
Terbentuk kerak berwarna
Hijau kecoklatan
4 Ekstrak pada Botol Vial
Terbentuk banyak kristal
kecil pada Dinding Vial

5.3 Kromatografi Lapis Tipis
5.3.1 Tabel Penimbangan
No Nama Bahan JumLah
1 Eluen : N-Heksan (70) 7 mL
Etil Asetat (30) 3 mL
Volume Total Eluen 10 mL
2 Penotolan : Fraksi I 10 L
Fraksi II 10 L


5.3.2 Tabel Hasil
No Fraksi & Spot
Warna & hRf
UV
254
hRf UV
366
hRf
1 Fraksi I
Spot 1 Coklat Tua 58 - -
2 Fraksi II
Spot 1 Coklat Tua 26 Biru Muda 38
Spot 2 Coklat Tua 57 Biru Muda 50
9

Spot 3 Coklat Tua 65 Biru Muda 70
Spot 4 Coklat Tua 71 Biru Muda 87
Spot 5 Coklat Tua 78 - -
Spot 6 Coklat Tua 84 - -
Spot 7 Coklat Tua 87 - -

VI. PERHITUNGAN
Setelah dilakukannya kegiatan praktikum selama kurang lebih tiga minggu
dimana prosesnya merupakan kegiatan ekstraksi dengan metode Sokhletasi,
pemurnian dengan metode Rekristalisasi dan identifikasi dengan Kromatografi
Lapis Tipis. Terdapat beberapa perhitungan sebagai berikut :
6.1 Rekristalisasi
Pada proses rekristalisasi, untuk menarik piperin digunakan larutan KOH
Alkoholis 10 %. Dimana akan terjadi proses hidrolisis dan dihasilkan Kristal
Kalium Piperinat dan Piperidin. Pembuatan larutan KOH Alkoholis 10 %
menurut Farmakope Indonesia edisi III menyebutkan, kalium hidroksida
etanol P, larutan kalium hidroksida P 10,0 %

dalam etanol (95%)P.


Artinya : Larutan kalium hidroksida P 10 %, terdiri dari 10 gram KOH dalam
100 mL etanol 95%.
10
b
v

=
% 95 Etanol mL 100
KOH gram 10

=
% 95 Etanol mL 10
KOH gram 1


6.2 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
6.2.1 Perhitungan Eluen
Dihitung Volume pengukuran eluen yang hendak digunakan saat proses
penjenuhan Chamber dan pengelusian plat KLT, dimana fase gerak yang
digunakan adalah N-Heksana : Etil Asetat dengan perbandingan 70 : 30.
Volume total Eluen yang digunakan adalah 10 mL
10

Jadi pengekurun jumLah masing-masing komponen dari eluen tersebut
adalah sebagai berikut :
N-Heksana =
100
70
x 10 mL = 7 mL
Etil Asetat =
100
30
x 10 mL = 3 mL

6.2.2 Perhitungan Rf dan hRf
Dilakukan proses pengelusian pada plat KLT yang sebelumnya telah
ditotolkan fraksi sebanyak yang dibutuhkan. Diperoleh pemisahan fraksi pada
plat KLT dimana saat dilihat dibawah sinar UV
254
dan UV
366
diperoleh spot
dengan nilai Rf dan hRf dari hasil pengembahngan dengan jarak
pengembangan 8,6 cm, perhitungannya sebagai berikut :

a. Pada Sinar UV
254
:
Rf =
gerak fase ditempuh yang Jarak
solut ditempuh yang Jarak

dan hRf = 100 Rfx

- Fraksi I :
Spot 1 = 58 , 0
cm 6 , 8
cm 5
hRf = 0,56 x 100 = 56

- Fraksi II :
Spot 1 = 26 , 0
cm 6 , 8
cm 2 , 2
hRf = 0,26 x 100 = 26

Spot 2 = 57 , 0
cm 6 , 8
cm 9 , 4
hRf = 0,57 x 100 = 57
Spot 3 = 65 , 0
cm 6 , 8
cm 6 , 5
hRf = 0,65 x 100 = 65

Spot 4 = 71 , 0
cm 6 , 8
cm 1 , 6
hRf = 0,71 x 100 = 71
Spot 5 = 78 , 0
cm 6 , 8
cm 7 , 6
hRf = 0,78 x 100 = 78
11

Spot 6 = 84 , 0
cm 6 , 8
cm 2 , 7
hRf = 0,84 x 100 = 84

Spot 7 = 87 , 0
cm 6 , 8
cm 5 , 7
hRf = 0,87 x 100 = 87
b. Pada Sinar UV
366
:
Rf =
gerak fase ditempuh yang Jarak
solut ditempuh yang Jarak

dan hRf = 100 Rfx

- Fraksi I : Tidak ditemukan Spot
- Fraksi II :
Spot 1 = 38 , 0
cm 6 , 8
cm 3 , 3
hRf = 0,38 x 100 = 38
Spot 2 = 50 , 0
cm 6 , 8
cm 3 , 4
hRf = 0,50 x 100 = 50

Spot 3 = 70 , 0
cm 6 , 8
cm 1 , 6
hRf = 0,70 x 100 = 70

Spot 4 = 87 , 0
cm 6 , 8
cm 5 , 7
hRf = 0,87 x 100 = 87



VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, praktikan menerapkan metode ekstraksi berupa
Sokhletasi, pemurnian dengn metode Kristalisasi, dan identifikasi dengan metode
Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Dengan metode tersebut diatas, praktikan
mengidentifikasi secara kualitatif kandungan dalam serbuk Piperis nigri Fructus.
Analisis kualitatif merupakan analisis yang bertujuan untuk mengidentifikasi
elemen, spesies, dan/atau senyawa-senyawa yang ada di dalam suatu sampel.
Dengan kata lain, analisis kualitatif berkaitan dengan cara mengetahui ada atau
tidaknya suatu analit yang dimaksud dalam suatu sampel. (Gandjar dan Rohman,
2007)
12

Pada proses awal dilakukan ekstraksi cara panas dengan metode sokhletasi,
senyawa piperin dipisahkan dari senyawa-senyawa lain yang terkandung dalam
serbuk Piperis nigri fructus. Pemilihan metode ekstraksi yang tepat tergantung
dari tekstur dan kandungan air dari bahan tumbuhan yang akan diekstraksi. Jenis
senyawa yang akan diisolasi pada proses ekstraksi juga merupakan syarat penting
yang perlu diperhatikan. Penggunaan metode sokhletasi ini, didasarkan atas sifat
fisikokimia dari serbuk Piperis nigri fruktus yang memiliki titik leleh 128C-
130C (Kusmardiyani, 1992 ; Peter, 2000).
Pada awalnya 10 gram serbuk Piperis nigri fruktus dibungkus dengan dua
lapis kertas saring yang sebelumnya sudah dipotong dengan ukuran yang sesuai
timbel atau extraction chamber (tinggi dan diameter tabung digunakan sebagai
acuan untuk memotong kertas saring). Untuk bahan/sampel yang memiliki bobot
jenis rendah dibuat agar bagian atas kertas saring yang membungkusnya
diusahakan lebih tinggi dari mulut tabung sifon, karena jika tidak demikian dapat
menyebabkan bahan padat yang tidak dikehendaki ikut tertarik ke dalam labu
penampung (Kusmardiyani, 1992). Dimana sampel dibungkus dengan kertas
saring yang bertujuan untuk menyaring dan mencegah senyawa-senyawa padat
yang tidak diinginkan terbawa dan masuk ke dalam labu penampung. Pelarut yang
digunakan untuk mengekstraksi serbuk Piperis nigri fructus adalah etanol 96%
sebanyak 100 mL. Etanol memiliki titik didih yang rendah yaitu 78,5C serta sifat
yang mudah menguap sehingga baik digunakan untuk cairan penyari (pelarut)
dalam proses sokhletasi (Myers, 2007). Selain itu faktor lain yang menentukan
pemilihan etanol sebagai cairan penyari adalah berdasarkan kelarutan dari
senyawa piperin, dimana piperin tidak larut dalam air dan larut dalam 30 bagian
alkohol pada suhu 15C dan dalam 1 bagian alkohol yang dipanaskan (Anggrianti,
2008).
Penentuan volume pelarut berdasarkan volume alat sokhletasi dimana pelarut
yang digunakan harus memiliki volume 1,5 kali volume alat sokhletasi untuk
mencegah habisnya pelarut akibat penguapan. Dalam proses sokhletasi harus
menggunakan pelarut murni agar didapatkan penguapan yang maksimal. Adanya
13

pelarut lain yang tercampur juga akan mempengaruhi sifat fisikokimia bahan
pelarut yang akan mempengaruhi mekanisme penarikan analit dari sampel.
Serbuk Piperis nigri fructus yang telah dibungkus dengan kertas saring
ditempatkan pada timbel/extraction chamber. Kemudian dipasang pada sebuah
labu alas bundar yang berisi pelarut dan batu didih, sedangkan bagian atasnya
dipasang kolom pendingin (kondensor). Batu didih berfungsi untuk menyerap
panas berlebih saat labu alas bundar dipanaskan di atas penangas air. Batu didih
akan menyerap panas melalui pori-porinya sehingga mencegah terjadinya
bumping (letupan gelembung pada permukaan pelarut). Pada saat pelarut (etanol
96%) dididihkan, uap pelarut akan melewati pipa vapor (pipa samping) dari alat
sokhlet dan mengalami pendinginan setelah sampai pada kondensor. Pelarut yang
telah terkondensasi menjadi titik-titik air akan jatuh dan menetes dalam
timbel/extraction chamber dan menyari Piperis nigri fructus. Kemudian pelarut
yang terus menetes lama kelamaan akan mengisi seluruh bagian timbel dan
sebagian ekstrak akan mengalir ke pipa sifon hingga mencapai bagian atas/mulut
pipa sifon. Selanjutnya seluruh bagian ektrak tersebut (pelarut dan piperin yang
terlarut) akan tertarik dan tertampung pada labu penampung/labu tempat
penguapan pelarut akibat adanya daya tekan hidrolik atau cairan yang ada pada
timbel. Proses ini terjadi secara berulang sehingga diperoleh hasil yang
dikehendaki (Kusmardiyani, 1992).
Proses sokhletasi setidaknya dilakukan sebanyak 6-8 kali sirkulasi.
Sedangkan suatu ekstraksi dikatakan sempurna apabila sirkulasi telah mencapai
20-25 kali atau saat dimana pelarut yang mengekstraksi sampel pada
timbel/extraction chamber sudah tidak berwarna (bening). Hal tersebut
menandakan bahwa seluruh piperin dan kandungan lainya (yang dapat terlarut
dalam etanol 96%) dalam sampel tersebut telah dipisahkan seluruhnya dengan
proses ekstraksi. Dalam praktikum kali ini dilakukan sokhletasi sebanyak 6 kali
sirkulasi dengan 100 mL etanol. Sirkulasi I terjadi setelah 55 menit dengan suhu
87
o
C, sirkulasi II berlangsung setelah 7 menit dengan suhu 91
o
C, sirkulasi III
berlangsung setelah 21 menit dengan suhu 91
o
C, sirkulasi IV berlangsung setelah
14

17 menit dengan suhu 86
o
C, sirkulasi V berlangsung setelah 30 menit dengan
suhu 89
o
C, sirkulasi VI berlangsung setelah 5 menit dengan suhu 89
o
C.
Sirkulasi I memerlukan waktu yang lebih lama dikarenakan pada sirkulasi
pertama dibutuhkan waktu lebih untuk membuat cairan penyari mendidih sebelum
akhirnya mengalami penguapan (evaporasi). Selain itu proses penjenuhan sampel
oleh uap pelarut dalam tabung sokhletasi memerlukan waktu yang lama.
Kecepatan sirkulasi juga dipengaruhi oleh pemanasan pelarut pada labu didih,
tebal lapisan pembungkus sampel yang hendak diekstraksi (semakin tipis, sirkuasi
semakin cepat), dan pendinginan oleh kondensor dimana semakin rendah suhu
kondensor semakin cepat uap mengalami kondensasi dan berubah menjadi
molekul air sehingga semakin cepat simplisia terbasahi dan semakin cepat pula
laju sirkulasi.
Setelah proses sirkulasi selesai alat sokhlet dibuka dan ekstrak yang telah
tertampung di dalam labu penampung disaring menggunakan kertas saring untuk
memastikan hasil sokhletasi bebas dari pengotor yang tak terlarut atau komponen-
komponen tak terlarut lainya. Selanjutnya ekstrak dipekatkan dengan cara
dipanaskan diatas heater dalam cawan porselen (yang sebelumnya telah ditimbang
terlebih dahulu). Proses pemekatan menggunakan suhu rendah atau suhu yang
berada di bawah titik leleh dari piperin dan di atas titik didih etanol. Dimana
digunakan suhu pemekatan 80
o
C. Suhu tersebut brada diatas titik didih etanol
sehingga etanol dapat menguap dan suhu tersebut berada dibawah titik didih
piperin. Dimana piperin memiliki titik leleh 128C-130C (Peter, 2000).
Setelah diperoleh ekstrak kental, dilakukan proses rekristalisasi terhadap
ekstrak Piperis nigri fructus. Proses ini dilakukan untuk memperoleh senyawa
piperin yang lebih murni dalam bentuk padatan kristal. Dimana proses
rekristalisasi terjadi akibat senyawa-senyawa yang terkandung dalam sampel
memiliki kelarutan yang berbeda pada pelarut yang sama (Bassetet al, 1994).
Prinsip dari proses rekristalisasi yaitu dua atau lebih senyawa memiliki kelarutan
yang berbeda pada pelarut yang sama, dimana pada suhu tinggi senyawa-senyawa
tersebut akan terlarut sempurna akan tetapi pada suhu rendah derajat lewat jenuh
dari pelarutnya akan meningkat sehingga senyawa yang rendah kelarutanya akan
15

telepas dan senyawa-senyawa yang sama akan masuk ke dalam struktur latik
kristalnya(kisi-kisi kristal), sedangkan pengotor (struktur yang berbeda dengan
latik kristal) akan tetap di dalam larutan atau berada di luar struktur kristalnya.
Dapat dikatakan bahwa peristiwa rekristalisasi berhubungan dengan derajat
kejenuhan larutan. Endapat kristal akan terbentuk jika derajat lewat jenuh larutan
tinggi, dimana fase padatnya akan terpisah dari larutannya. Makin tinggi derajat
lewat jenuh, maka makin besar kemungkinan untuk membentuk kristal
(Sastrohamodjojo, 1996 ; Basset et al, 1994).
Rekristalisasi dilakukan dengan penambahan KOH alkoholis 10%.
Penambahan larutan KOH dalam etanol 95% ini bertujuan untuk memperoleh
piperin dari ekstrak pekat. Dimana di dalam ekstrak tersebut terdapat komponen
lain ketika ditambahkan KOH alkoholis menyebabkan piperin yang ada dalam
ekstrak tersebut terhidrolisis menjadi kristal kalium piperinat yang berupa garam
hasil hidrolisis dan piperidin yang merupakan bentuk basa bebasnya. Jadi
penambahan larutan KOH alkoholis 10% ini bertujuan untuk mengisolasi
senyawa piperin sehingga diperoleh hasil yang lebih murni (Lisnawati, 2004).
Dalam keadaan panas, ekstrak kental ditambah dengan KOH alkoholis 10%
sedikit demi sedikit dan diaduk perlahan agar tidak terbentuk kristal-kristal kecil
yang dapat mengabsorpsi pengotor sehingga pengotor tidak masuk ke struktur
kristal. Ditambahkannya KOH alkoholis 10% dalam keadaan panas karena garam
hasil hidrolisisnya dapat larut dalam alkohol pada keadaan panas dan pengotor
tidak akan ikut terlarut. Setelah diaduk secara perlahan lalu disaring dengan kertas
saring yang sebelumnya telah ditimbang dan diteteskan dengan etanol 95% untuk
menghilangkan zat-zat pengotor yang terdapat di kertas saring. Kertas saring
didiamkan pada suhu kamar hingga kering. Campuran yang disaring juga
ditempatkan pada vial yang sebelumnya telah ditimbang. Kemudian didiamkan
beberapa waktu hingga terbentuk kristal.
Setelah kurang-lebih satu minggu, diperoleh hasil berupa kerak berwarna
hijau kecoklatan pada kertas saring dan kristal-kristal kecil dalam jumlah banyak
pada dinding botol vial. Setelah dihitung, pada kertas saring diperoleh kristal
dengan bobot 0,76 gram. Sedangkan pada botol vial diperoleh kristal berbentuk
16

jarum dengan bobot 1,88 gram. Setelah diperoleh kristal dengan bobot diatas.
Dilakukan tahapn identifikasi, dimana bertujuan untuk memastikan kemurnian
dari kristal yang diperoleh dan menetapkan apakah kristal tersebut merupakan
kristal hasil hidrolisis piperin atau bukan. Proses identifikasinya dilakukan dengan
menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
Kromatografi Lapis Lipis (KLT) adalah prosedur pemisahan zat terlarut oleh
suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase
yaitu fase diam dan fase gerak, dimana zat penyerap atau fase diam merupakan
lapisan tipis serbuk halus yang dilapiskan pada lempeng kaca, plastik atau logam
secara merata, umumnya digunakan lempeng kaca. Dalam KLT pemisahan
didasarkan pada penyerapan, pembagian atau gabungannya tergantung dari jenis
zat penyerap dan cara pembuatan lapisan zat penyerap serta jenis pelarut yang
digunakan (Depkes RI, 1995). Digunakan metode Kromatografi Lapis Tipis
(KLT) karena pada umumnya KLT lebih bermanfaat untuk tujuan identifikasi
karena mudah dan sederhana. Selain itu, keuntungan metode KLT yang lainnya,
antara lain : waktu pemisahannya lebih cepat, sensitif meskipun jumlah cuplikan
sedikit masih bisa dideteksi, daya resolusinya tinggi sehingga pemisahannya lebih
sempurna, banyak digunakan untuk tujuan analisis, identifikasi pemisahan
komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluoresensi atau dengan
radiasi menggunakan UV, dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending),
menurun (descending), atau dengan cara elusi dua dimensi, serta ketepatan
penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan
merupakan bercak yang tidak bergerak (Gandjar dan Rohman, 2007).
Kristal yang diperoleh kemudian dilarutkan dengan etanol 96% sebanyak 2
mL, karena kristal yang didapat sangat sedikit. Digunakan etanol 96% karena
piperin larut dalam tiga puluh bagian etanol (Depkes RI, 1980). Selain itu
penggunaan etanol 96% adalah untuk melarutkan kembali kristal sehingga didapat
filtrat piperin yang murni. Fase diam yang digunakan berupa Silika gel GF
254
,
yang merupakan plat alumunium yang diberikan adsorben berupa silika gel yang
berisi pengikat (gypsum) yaitu kalsium sulfat dan ditambahkan bahan yang
berfluoresensi dengan panjang gelombang eksitasi senyawa berfosforisensi adalah
17

254 nm. Silika gel GF
254
ini bersifat polar. Selain itu, digunakannya silika gel
GF
254
ini juga karena silika gel merupakan fase diam yang umunya digunakan
untuk menjerap alkaloid. Dimana piperin merupakan senyawa alkaloid (Gandjar
dan Rohman, 2007).
Adapun cara pemotongan plat silika gel GF
254
adalah; plat dialasi dengan
kertas, pemotongan plat harus dalam keadaan terbalik (bagian silika berada di
bagian bawah) untuk mencegah plat agar tidak rusak karena ditekan pada saat
pemotongan. Pemotongan harus lurus karena akan berpengaruh pada proses elusi
nantinya. Pada praktikum kali ini, plat dipotong dengan ukuran P x L adalah 10
cm x 3 cm. Kemudian setelah dipotong, plat silika gel GF
254
dicuci terlebih
dahulu dengan metanol. Tujuan pencucian ialah untuk menghilangkan pengotor
pada plat KLT. Pemilihan metanol (CH
3
OH) sebagai larutuna untuk mencuci
karena memiliki sisi yang polar (OH) dan non polar (CH
3
) dimana dapat menarik
senyawa polar dan nonpolar sekaligus pada permukaan plat yang mungkin
mengkontaminasi saat proses penyimpana. Selin itu juga metanol memiliki sifat
yang mudah menguap sehingga dapat dihilangkan dengan mudah setelah proses
pencucian. Sebelum sampel ditotolkan, plat KLT diaktivasi pada suhu 110C
dalam waktu 30 menit dengan tujuan menjaga kelembaban plat sehingga struktur
dari silika gel pada plat stabil dan tetap (tidak terlepas dari plat atau retak).
Aktivasi plat selama 30 menit dengan suhu yang dijaga dilakukan agar tidak
terjadi pengelupasan plat akibat pemutusan gugus OH pada plat silika gel GF
254

(SiOH). Selain itu pemanasan juga dilakukan untuk menghilangkan metanol sisa
pencucian. Silika gel adalah bentuk dari silikon dioksida (silika). Atom silikon
dihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur kovalen yang besar. Namun, pada
permukaan gel silika, atom silikon berikatan dengan gugus -OH. Sehingga dapat
membentuk ikatan dengan air yang ada di udara. Kadar air pada plat KLT harus
20% 30%, karena apabila kadar air dalam plat kurang dari 20 % maka plat akan
retak dan rusak, sedangkan apabila kadar air dalam plat lebih dari 30% maka
dapat mengganggu proses pengelusian. Pemilihan suhu dan lama proses aktivasi
plat ini berdasarkan kondisi yang optimum untuk proses pengaktivasian plat
(Gritter et al, 1991).
18

Fase gerak yang digunakan dalam metode ini adalah N-heksana dan etil asetat
dengan perbandingan (70:30). Fungsi N-Heksana dan etil asetat adalah sebagai
campuran pelarut yang digunakan untuk membawa analit saat proses elusi.
Pemilihan fase gerak ini didasarkan pada sifat kepolaran fase gerak yang sama
dengan piperin yaitu bersifat cenderung nonpolar yang dapat diketahui dari
struktur senyawa piperin yang tidak mengandung gugus -OH, sehingga fase gerak
akan dapat mengelusi analit dengan optimal sesuai dengan prinsip like dissolve
like. N-heksana merupakan senyawa benzene yang bersifat non polar, sedangkan
etil asetat merupakan senyawa yang sedikit polar. Dimana untuk pemisahan
dengan menggunakan fase diam polar, penambahan pelarut yang bersifat sedikit
polar ke dalam pelarut non polar akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.
Hasil pemisahan yang baik sangat ditentukan oleh pemilihan fase gerak dimana
fase gerak daya elusinya harus dapat ditentukan dari harga Rf yang terletak antara
0,2 0,8 (Gandjar dan Rohman, 2007).
Penotolan plat dengan larutan piperin hasil pelarutan kristal akan optimal
dengan penotolan yang sekecil dan sesempit mungkin, karena jika terlalu banyak
akan menurunkan resolusi. Dilakukan penotolan dua fraksi sampel. Fraksi I
merupakan sampel dari kerak hasil saringan pada kertas saring sedangkan fraksi II
merupakan hasil pelarutan kreistal pada botol vial. Setiap kali penotolan
dilakukan pengeringan antar totolan agar bercak tidak menyebar. Pada kegiatan
dengan metode KLT ini penotolan dilakukan menggunakan pipa kapiler 2L
hingga didapat satu titik penotolan memiliki 10L filtrat. Semakin kecil ukuran
rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam maka
semakin baik kinerja KLT dalam hal efesiensinya dan resolusinya (Gandjar dan
Rohman, 2007).
Kemudian plat dimasukkan ke dalam chamber yang telah dijenuhkan
menggunakan fase gerak dengan kertas saring. Kertas saring yang digunakan
harus memiliki tinggi yang sama dengan chamber agar proses penjenuhannya
sempurna. Fungsi penjenuhan ini adalah untuk mengoptimalkan proses
pengembangan fase gerak dengan pemerataan penguapan sehingga udara di dalam
chamber tetap jenuh. Penggunaan kertas saring dalam penjenuhan adalah untuk
19

memperluas bidang penjenuhan dan sebagai indikator bahwa chamber telah jenuh
ketika fase gerak telah mencapai ujung atas kertas saring. Selain itu, kertas saring
digunakan karena dapat mempercepat proses penjenuhan. Chamber ditutup
dengan rapat agar dengan volume fase gerak yang sedikit tetapi dapat mengelusi
sampai ketinggian jarak pengelusian yang diinginkan atau ditentukan (Gandjar
dan Rohman, 2007).
Setelah pengelusian selesai, plat diangin-anginkan selama 10 menit yang
bertujuan menghilangkan fase gerak pada plat agar tidak mengganggu proses
pengamatan di bawah sinar UV, karena plat yang basah akan menyebabkan
pemadaman di bawah sinar UV. Kemudian hasil elusi diamati pada sinar UV
254

dan UV
366.
Berdasarkan pustaka, piperin ketika diamati di bawah sinar UV
254
nm
akan memberikan harga hRf 27. Sedangkan pada UV dengan panjang gelombang
366 nm akan menunjukkan warna biru dengan harga hRf 30-33 dan 35-38
(Depkes RI, 1980).
Pengamatan yang dilakukan pada plat KLT silika gel GF
254
di bawah sinar
UV dengan panjang gelombang 254 nm, didapatkan satu spot pada Fraksi I
dengan harga Rf: 0,58 dan harga hRf 58. Tujuh spot untuk fraksi II dengan harga
Rf 0,26-0,87 dan harga hRf dari 26-87. Dengan menggunakan plat KLT silika gel
GF
254
, plat mengalami fluoresensi berwarna hijau untuk memperkuat pemunculan
warna spot sehingga spot yang terlihat pada plat berwarna gelap (coklat tua) atau
terjadi pemadaman fluoresensi (bercak) pada spot (Stahl, 1985).
Sedangkan pengamatan yang dilakukan di bawah sinar UV dengan panjang
gelombang 366 nm diperoleh harga Rf 0,38; 0,5; 0,7; 0,87 dan hRf 38, 50, 70, 87.
Dari pengamatan, nilai hRf yang dihasilkan pada pengamatan mendekati dengan
pustaka yang memberikan harga hRf 35-38. Selain itu, terjadinya fluoresensi biru
muda pada spot yang ada memperkuat hasil mengenai adanya senyawa piperin
pada serbuk simplisia Piperis nigris fructus. Adanya perbedaan hasil hRf pada
spot lainya dengan hasil pada pustaka disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kondisi
praktikum yang tidak sama, dimana suhu ruangan atau kelembaban laboratorium
yang digunakan saat praktikum berbeda dengan suhu dan kelembapan pada
literatur; besar kecilnya bercak penotolan; kemungkinan masih adanya pengotor
20

baik pada filtrat yang diuji ataupun pada plat KLT yang digunakan akibat kurang
optimalnya proses pencucian dan pengaktivasian; selain itu eluen yang digunakan
berbeda, pada pustaka eluen yang digunakan adalah etil asetat dan P-benzen
sedangkan praktikan menggunakan eluen N-Heksana dan etil asetat P (Depkes RI,
1980).

VIII. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan pemisahan dan identifikasi piperin dari Piperis
nigri Fructus, didapat beberapa kesimpulan sebagai berikut :
8.1 Metode Sokhletasi dapat diterapkan pada simplisia yang tahan terhadap
pemanasan, dimana menggunakan pelarut yang relatif sedikit dan sesuai
secara berkesinambungan untuk memperoleh senyawa dalam bentuk ekstrak
kentalnya yang berwarna hijau kecoklatan. Dalam hal ini piperin merupakan
senyawa yang tahan terhadap pemanasan dengan titik leleh 128C-130C.
8.2 Rekristalisasi digunakan untuk memurnikan senyawa piperin sehingga
memperoleh kristal kalium piperinat dan piperidin dengan prinsip kelarutan
yang berbeda pada pelarut yang sama serta kesamaan struktur yang membuat
piperin dapat menyatu membentuk kisi-kisi kristal.
8.3 Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) diterapkan sebagai uji identifikasi
senyawa piperin dengan parameter yang digunakan adalah harga Rf.
Identifikasi senyawa piperin pada serbuk simplisia Piperis nigri Fructus
memberikan hasil yang positif dengan adanya bercak fluoresensi biru pada
UV
366
. Namun pada praktikum kali ini harga hRf tidak sesuai dengan harga
hRf yang terdapat pada pustaka. Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi
diantaranya suhu ruangan atau kelembaban laboratorium yang digunakan saat
praktikum berbeda, besar kecilnya bercak penotolan, kemungkinan masih
adanya pengotor baik pada filtrat yang diuji ataupun pada plat KLT yang
digunakan akibat kurang optimalnya proses pencucian dan pengaktivasian,
selain itu eluen yang digunakan berbeda.


21

DAFTAR PUSTAKA


Anggrianti, Padmi. 2008. Uji Sitotoksik Esktrak etanol 70% Buah Kemukus
(Pipercubeba L) terhadap sel Hela. Surakarta : Fakulats Farmasi
UNMUH.
Basset, J, R.C. Denny, G.H. Jeffery, J. Mendham. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia
Analisis Kuantitatif Anorganik,. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Depkes RI. . 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Direktorat Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan. Hal. 1004.
Depkes RI. 1980. Materia Medika Indonesia Jilid IV.Jakarta : Direktorat jendral
Pengawasan Obat dan Makanan
Gritter, R. J., dkk. 1991. Pengantar Kromatografi. Bandung : Penerbit ITB.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Terbitan ke-2. Bandung : Penerjemah, Padmawinata, K.
Penerbit ITB.
Kusmardiyani, Siti & Asari Nawawi. 1992. Petunjuk Laboratorium Kimia Bahan
Alam. Jakarta : Pusat Antar Universitas Bidang Ilmu Hayati.
Lisnawati.2004. Isolasi dan Karakterisasi Piperin dan Lada Hitam.Banjarmasin :
FKIP UNLAM.
Myers, Richard L. 2007. The 100 Most Important chemical Compound. USA:
Greenwood Press.
Peter, K.V. 2000. Handbook of Herb Spices. Volume 1. England: Woodhead
Publishing Limited.
Sastrohamodjojo, Hardjono. 1996. Sumber Bahan Alam. Yogyakarta : Universitas
Gadjah Mada Press.


22

Septiatin, Eatin. 2008. Apotek Hidup dari Rempah-rempah, Tanaman Hias dan
Tanaman Liar. Bandung : CV. Yarama Widya.
Stahl, Egon. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Bandung
: Intitut Teknologi Bandung.
Tjitrosoepomo, Gembong. 2010. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta).
Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada Press.




















23

LAMPIRAN













Proses Sokhletasi (kiri); Penyaringan Ekstrak (tengah); Pemerasan Ampas (kanan)












Kerak Kristal (kiri); Berat Kristal Pada Vial (tengah); Kristal Kecil Vial (kanan)

24














Gambar Spot pada Plat KLT dalam Sinar UV
254
(kiri) & UV
366
(kanan)














Spot pada Sinar UV
254
(kiri) ; Plat KLT GF
254
(tengah) ; Spot pada UV
366
(kanan)

Anda mungkin juga menyukai