Anda di halaman 1dari 6

MATERI DISKUSI GMNI

Sejak diperkenalkan oleh Soekarno pada tahun 1927, Paham Marhaenisme


terus meluas dan menjadi pokok perjuangan masyarakat Indonesia. Hingga pasca
kemerdekaan, Marhaenisme menjadi bagian yang tak asing bagi bangsa Indonesia,
terbukti dengan terus bertambahnya pengikut Partai Nasional Indonesia (PNI) dan
menjadi partai pelopor. Kala itu Marhaenisme dan Soekarno menjadi bagian yang
saling melengkapi, satu dan utuh. Namun, pasca pemberontakan G30S 1965,
Marhaenisme dimusnahkan oleh golongan Kapitalisme dan Imperialisme yang
menyangkal Marhaenisme sebagai ancaman bagi dunia. PNI yang merupakan
partai besar dan menganut faham Marhaenisme kala itu, karena berlambangkan
kepala banteng dianggap tidak Pancasilais (bertentangan dengan Pancasila),
sehingga harus dimusnahkan. Gelar Bapak Marhaenisme yang dilekatkan
kepada Soekarno pun dicabut oleh pemerintahan yang baru dengan tujuan
membumi-hanguskan Marhaenisme serta memisahkan Soekarno dari pengikut-
pengikutnya.
Pada dasarnya, Marhaenisme terbentang dari pemikiran Soekarno yang
dalam masa remajanya banyak dipengaruhi oleh pemikiran politik H.O.S
Tjokroaminoto. Saat itu H.O.S Tjokroaminoto merupakan petinggi Sarekat
Indonesia. Soekarno kerap mendampingi Tjokro dalam berbagai pertemuan dan
rapat-rapat. Kemudian dari pengamatan aktifitas politik ini pula, Soekarno mulai
terpengaruh kepadanya. Soekarno banyak membaca buku-buku filsafat dan politik
dunia. Dari sinilah Soekarno mulai banyak mengenal berbagai ideologi dunia,
kemudian mendalaminya. Marhaenisme buah pemikiran Soekarno menitik-
beratkan pada pemikiran-pemikiran Karl Marx, Hegel dan Engel. Pilihan itu
diambil karena, menurutnya untuk melepaskan cengkeraman kolonialisme dan
imperialisme, mencapai kemerdekaan dan membentuk Bangsa Indonesia yang
adil, makmur dan sejahtera, haruslah dengan suatu gerakan yang Revolusioner.
Haruslah dengan kemauan yang kuat dari rakyat. Haruslah dengan kekuatan yang
dipersatukan dengan rasa Nasionalisme yang senasib dan sepenanggungan sebagai
bangsa terjajah.
Marxisme merupakan ideologi atau teori tentang ekonomi dan sosial-
kemasyarakatan. Ia lahir pada pertengahan abad ke-19. Dalam perkembangannya,
Marxisme menjadi dasar perjuangan kelas proletariat untuk menghapus
exploitation lhomme par lhomme (penindasan manusia oleh manusia) dan
mencapai masyarakat sosialis. Marxisme merupakan sinthesa dari pemikiran
Hegel (thesa) dan Feuerbach (anti-thesa). Marxisme memandang bahwa dialektika
historis perkembangan masyarakat ditentukan oleh perkembangan dalam bidang
ekonomi, dengan membuktikan bahwa ekonomi kapitalis niscaya akan menuju
keruntuhannya dan terciptalah suatu masyarakat sosialis. Dalam bukunya Das
Capital, Karl Marx menjabarkan tentang bagaimana proses terjadinya akumulasi
nilai lebih yang kemudian menimbulkan keterasingan dalam pekerjaan (terjadinya
exploitation lhomme par lhomme). Pandangan ini mendorong lahirnya
pemikiran penghapusan hak milik atas suatu alat produksi (masyarakat sosialis).
Kendati demikian, di Indonesia, Soekarno menjabarkan Marxisme dalam
bentuk Marhaenisme. Marxisme merupakan pokok perjuangan kelas ploretariat
yang menentang penindasan oleh kelas pemilik modal. Namun di Indonesia, kelas
proletariat hanya terdapat sebagian kecil saja. Masyarakat yang merasakan
penindasan dapat berprofesi sebagai petani, nelayan dan tukang becak, yang
kesemua itu tidak masuk ke dalam kelompok kelas manapun. Dengan kata lain,
Marhaenisme adalah Marxisme yang disesuaikan dengan kultur masyarakat
Indonesia. Marhaenisme adalah pokok perjuangan massa rakyat untuk menuju
tatanan masyarakat yang adil dan sejahtera, tanpa exploitation the lhomme par
lhomme, danexploitation the nation par nation.
Adapun unsur pokok dalam Marhaenisme itu adalah tiga hal, yaitu sosio-
nasinalisme, sosio-demokrasi dan Ketuhanan Yang Maha Esa. Tiga hal ini dikenal
dengan Trilogi atau juga Trisila. Sosio-nasionalisme merupakan inti dari
kebangsaan dan kemanusiaan, suatu rasa kebangsaan yang diwujudkan dalam
peri-kemanusiaan (Nationalism is humanity). Kemudian rasa kemanusiaan
tersebut bukan hanya atas sesama Bangsa Indonesia, melainkan kemanusiaan
yang internationale, sikap peduli sesama dengan bangsa lain di dunia. Dalam
sidangDokuritu Zyunbi Tyoosakai, Soekarno mengatakan bahwaInternasionalisme
tidak dapat hidup subur, kalau tidak berakar di dalam buminya nasionalisme.
Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam taman-sarinya
internasionalisme. Artinya, nasionalisme dan internasionalisme tidak dapat
dipisahkan satu sama lain.
Sosio-demokrasi adalah intisari dari demokrasi dan kesejahteraan sosial.
Menurut Bung Karno, dalam berdemokrasi hendaklah berupa politieke-
democratie economisce, suatu permusyawaratan yang dapat mendatangkan
kesejahteraan sosial. Dengan kata lain, dalam bidang politik maupun ekonomi
semua masyarakat adalah sama dan memiliki hak kebebasan untuk itu. Sedangkan
Ketuhanan Yang Maha Esa dimaknai sebagai kemerdekaan untuk memeluk
agama/kepercayaan masing-masing, sikap saling menghormati antar agama. Yang
perlu ditekankan adalah, Marhaenisme menegaskan bahwa perlunya beragama.
Setiap manusia haruslah mengakui adanya Tuhan dan meng-Esa-kan Tuhan dalam
setiap aktifitasnya.
Tiga unsur pokok Marhaenisme secara tersirat bermakna bahwa
Marhaenisme merupakan intisari dari Pancasila yang disampaikan Bung Karno
pada tanggal 1 Juni 1945. Pada sidang Dokuritu Zyunbi Tyoosakai tersebut,
dengan sangat jelas ia menerangkan bahwa Pancasila yang digagasnya itu dapat
diperas menjadi Trisila yang berisikan sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi dan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Kemudian dapat diperas kembali menjadi Ekasila,
yaitu Gotong Royong. Artinya, pokok perjuangan Marhaenisme adalah Pancasila
itu sendiri.Marhaenisme adalah Pancasila-Pancasila adalah Marhaenisme, jadi
apapun yang bertentangan dengan Pancasila, adalah hal yang bertentangan dengan
marhaensime. Pancasila adalah ideologi dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia, segalanya tidak boleh bertentangan dengan nilai nilai dari Pancasila.
Lalu, apa yang terjadi apabila ada pihak yang telah melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan Pancasila?
PENISTAAN AGAMA MENURUT PANCASILA DAN MARHAENISME

Aliran al-Qiyadah al-Islamiyah yang menyatakan bahwa pemimpinnya


Acmad Moshaddeq alias H Salam Negara ini berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa. Negara ini bukan ateis.Negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
itu tidak boleh ada blasphemy (pelecehan agama). Dalam undang-undang negara
blasphemy adalah kejahatan atau kriminal.Hukum negara telah mengatur melalui
UU No. 1/PNPS/Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan
Agama. Pasal 1 UU menerangkan tentang larangan melakukan pendodaan agama
dalam bentuk apapun. Bunyi pasal tersebut adalah: Setiap orang dilarang dengan
sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan
dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut
di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai
kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana
menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.

Pelanggaran terhadap UU di atas diancam hukum lima tahun.


Sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat 3: Maka orang, penganut, anggota
dan/atau anggota Pengurus Organisasi yang bersangkutan dari aliran itu
dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun.

Sementara KUHP pasal 156 juga menegaskan, pelaku penistaan agama


diancam hukuman penjara lima tahun penjara. Pasal 156 a KUHP berbunyi:
Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa
dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan
perbuatan: (a) yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau
penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; (b) dengan maksud
agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan ke-
Tuhanan Yang Maha Esa.

Karena itu, penista agama itu tidak berjiwa Pancasila. Seharusnya yang bisa
menjadi pejabat negara itu orang yang berjiwa Pancasila dan taat undang-undang.
Tetapi persoalannya lagi-lagi ada pada etika politik yang buruk.
Kehidupan beragama tentunya adalah urusan setiap individu dengan
Tuhan Yang Maha Esa. Antar pemeluk agama tidak dibenarkan jika saling
menyalahkan. Kehidupan beragama jika dikaitkan dengan pancasila secara umum
berhubungan dengan kelima sila-sila yang ada. Namun lebih besar keterkaitannya
dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Kebebasan bagi warga
Negara Indonesia untuk memeluk suatu agama telah dijamin dalam UUD 1945,
selain itu juga dijelaskan dalam butir-butir sila pertama pancasila Ketuhanan
Yang Maha Esa. Penistaan agama tidaklah secara mutlak berhubungan dengan
Pancasila, ini dikarenakan dalam sila pertama pancasila tidak terdapat aturan yang
jelas aliran apa dan aliran yang bagaimana yang disebut sebagai aliran yang
menistaklan agama/menyimpang dari agama tertentu.

Makna dan arti dalam sila pertama Pancasila sebagai berikut:


a) Mengandung arti pengakuan adanya kuasa prima (sebab pertama) yaitu
Tuhan yang Maha Esa
b) Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah
menurut agamanya.
c) Tidak memaksa warga negara untuk beragama.
d) Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama.
e) Bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam
beribadah menurut agamanya masing-masing.
f) Negara memberi fasilitator bagi tumbuh kembangnya agama dan iman
warga negara dan mediator ketika terjadi konflik agama.
Secara garis besar dapat kita artikan jika sila pertama pancasila mengakui
adanya kuasa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan Yang Maha Esa, menjamin
untuk setiap warga Negara Indonesia memeluk agama sesuai dengan kepercayaan
dan keyakinan, serta toleransi beragama. Jika dikaitakan dengan Pancasila,
penistaaan agama tidak dapat disalahkan secara penuh. Penistaan agama akan
jelas jika dikaitakan dengan aturan-aturan yang ada dalam agama tersebut. Kita
ambil salah satu contoh, adalah nabi yang menggantikan dan meneruskan tugas
Nabi Muhammad SAW. Tindakan tersebut jelas menyimpang karena menurit
aturan dan pedoman dari agama islam (Al Quran) Nabi Muhammad adalah nabi
terakhir. Kebanyakan aliran-aliran sesat yang muncul menjadikan pancasila
sebagai bentengnya untuk melawan hukuman. Ini dikarenakan pancasila
mempunyai pengertian yang umum, untuk hal-hal khususnya (menentukan
menyimpang atau tudak) diatur oleh agama itu sendiri dimana dalam hal ini
lembaga keagamaan resmi yang diakui Negara. Marhaenisme pada esensinya
adalah sebuah ideologi perjuangan yang terbentuk dari Sosio-Nasionalisme,
Sosio-Demokrasi dan Ketuhanan Yang Berkebudayaan. Penistaan juga sudah jelas
bertentangan dengan Nilai nilai tersebut. Baru baru ini, Gubernur DKI
Jakarta,Basuki Tjahaja Purnama, menjadi tersangkat kasus Penistaan Agama. Pro-
kontra di kalangan Pemerintah dan juga Masyarakat. Ada yang beranggapan
bahwa Ahok menjadi korban dari orang yang tidak bertanggung jawab yang
memiliki kepentingan untuk menjatuhkan Basuki Tjahaja Purnama atau yang
akrab disapa Ahok. Ada juga kalangan yang beranggapan bahwa Basuki Tjahaja
Purnama murni telah melakukan penistaan agama, dengan menggunakan Ayat dari
Kitab Suci Al-Quran.

Anda mungkin juga menyukai