Anda di halaman 1dari 27

Jurnal Hukum & Pembangunan 48 No.

1 (2018): 137-163
ISSN: 0125-9687 (Cetak)
E-ISSN: 2503-1465 (Online)

IMPLIKASI KEBERLAKUAN KONTRAK KARYA PT FREEPORT


INDONESIA PASCA UNDANG-UNDANG NO 4 TAHUN 2009
TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

Arman Nefi*, Irawan Malebra**, Dyah Puspitasari Ayuningtyas**


*Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia
**Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Korespondensi: arman.nefi@ui.ac.id
Naskah dikirim: 5 Januari 2018
Naskah diterima untuk diterbitkan: 13 Maret 2018

Abstract
The most fundamental regulations on mining and coal industries are articulted
in the Minerba Act of the previous regulation in Law Number 11 of 1967
concerning the Mining Basic Provisions. This regulation has amendedthe
requirements of mining consession namely from Mining Authorization and Coal
Contract of Work / Coal Contract of Work (KK / PK2PB) to become Mining
Business License (IUP), Special Mining Business License (IUPK), and Mining
Permit (IPR).This has had an impact on the existing mining contracts in
Indonesia including PT Freeport's contract of work. This study discusses issues
related to the concept of Contract of Work in Indonesia, legal position of
Contract of Work (KK) of PT. Freeport Indonesia after the enactment of Law No.
4 of 2009, the necessity of transferring to Special Mining Business License
(IUPK), and Legal Risks caused by the transfer of Contract of Work of PT.
Freeport Indonesia to the Special Mining Business License (IUPK).
Keywords: Minerba Act, Work Contract, Special Mining Bussiness
License

Abstrak
Pengaturan paling mendasar yang tercantum dalam UU Minerba peraturan
sebelumnya dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan
Dasar Pertambangan mengenai perubahan dalam konsesi Kuasa Pertambangan
dan Kontrak Karya Batubara / KK2PB menjadi izin usaha IUP, Kuasa Usaha
Pertambangan Khusus (IUPK), dan Izin Usaha Pertambangan (IPR). Hal ini
berdampak pada kontrak pertambangan di Indonesia termasuk Kontrak Karya PT
Freeport. Kontrak karya adalah kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah
dalam menjalin hubungan dengan PT. Freeport Indonesia. Studi ini membahas
isu-isu yang berkaitan dengan konsep Kontrak Kerja di Indonesia, posisi legal
Kontrak Karya (KK) PT. Freeport Indonesia setelah diundangkannya Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2009, terkait dengan keharusan beralih ke IUPK, dan
Risiko Hukum yang disebabkan oleh pengalihan Kontrak Karya PT. Freeport
Indonesia untuk IUPK.
Kata Kunci: UU Pertambangan, Kontrak Karya, Izin Usaha
Pertambangan Khusus

Tersedia versi daring: http://jhp.ui.ac.id


DOI: http://dx.doi.org/10.21143/jhp.vol.48.no.1.1604
Implikasi Keberlakuan Kontrak Karya, Arman N., Irawan M., Dyah Puspitsari A. 138

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berkembang yang masih membutuhkan


modal yang besar, teknologi yang canggih, dan tenaga ahli dalam pengelolaan
sumber daya alam. Pada proses ekplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam dalam
hal ini pertambangan mineral dan batubara. Keterlibatan negara lain ataupun
perusahaan multi nasional menjadi keniscayaan, dalam hal komitmen ini
memerlukan satu bentuk perjanjian yang menjadi acuan kerjasama yang kuat
atara kedua belah pihak. Pada kasus PT. Freeport Indonesia komitmen yang
dibuat dalam bentuk Kontrak Karya (KK). Kontrak karya merupakan perjanjian
yang dikenal dalam pertambangan secara umum sejak diterbitkannya UU No 11
tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan pokok pertambangan. Kontrak karya
merupakan jalan bagi investor asing masuk yang hendak melakukan kegiatan
usaha dibidang pertambangan dan energy di Indonesia.
Menurut Halim H.S bahwa “pada awalnya, pedoman yang digunakan
dalam implementasi kontrak karya adalah Undang-undang nomor 1 tahun 1967
tentang penamaman modal asing serta undang-undang nomor 11 tahun 1967
tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan umum.”1
Kontrak Karya ini ditandatangani pada tahun 1967 berdasarkan UU
nomor 11 tahun 1967 untuk masa 30 tahun terakhir. Kontrak karya yang
ditandatangani pada awal masa pemerintahan Presiden Soeharto diberikan
kepada Freeport sebagai kontraktor eksklusif tambang Ertsberg di atas wilayah
10 Km persegi. Pada 1989, pemerintah Indonesia kembali mengeluarkan izin
eksplorasi tambahan untuk 61.000 hektar. Berdasarkan Kontrak Karya II yang
ditandatangani tahun 1991, masa berlaku kontrak Freeport akan berakhir pada
tahun 2021.2 Pada perjalanannya ketentuan Kontrak Karya menjadi hal yang
harus ditinjau secara bersama pasca terbitnya Undang-undang Nomor 4 Tahun
2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (selanjutnya disebut UU
Minerba) menjadi momentum perubahan mendasar penyelenggaraan usaha
pertambangan mineral dan batubara di Indonesia.
Pengaturan yang paling fundamental yang terdapat dalam UU Minerba
dari pengaturan sebelumnya dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan yaitu mengenai perubahan
substansi pengusahaan dari Kuasa Pertambangan dan Kontrak Karya/Perjanjian
Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (KK/PK2PB) menjadi izin usaha
baik Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK),
dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
PT. Freeport Indonesia Company mayoritas saham dikuasai oleh
Amerika Serikat sebesar 90,64 Persen (Sembilan puluh koma enam puluh empat
persen). Sedangkan pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Kementerian
Pertambangan dan Energi hanya menguasai sebesar 9,36 Persen (Sembilan koma

1
Salim, H.S., Hukum Pertambangan di Indonesia, Jakarta : Rajawali Pers, hal. 128
2
Feby Dwi Sutianto, http://finance.detik.com/read/2012/02/21/134303/1847789/4/
hatta-masak-royalti-freeport-cuma-1, diunduh pada tanggal 25 September 2017.
139 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.1Januari-Maret 2018

tiga puluh enam persen).3 Dengan kepemilikan saham 9,36 persen tentu saja
keuntungan ekonomi yang diperoleh Pemerintah Indonesia tidak optimal, bahkan
peran pemerintah Indonesia juga tidak signifikan dalam proses manajemen
Perseroan mulai dari Planning (perencanaan), Organizing (pengorganisasian),
actuating (kepemimpinan), hingga Controling (pengendalian) serta
mempromosikan kepentingan nasional di dalam PT Freeport Indonesia
Company.4
Terkait subtansi Kontrak Karya yang menjadi fokus utama dalam hal
kepemilikan saham oleh host country dimana dalam hal ini Indonesia,
menginginkan sejumlah saham sebagaimana kesepakatan dalam Kontrak Karya.
Sebagaimana posisi pemerintah selaku regulator menjadi satu kekuatan ketika
suatu hal berimplikasi langsung pada kepentingan negara dan untuk
kesejahteraan rakyat, maka secara tegas negara harus hadir dan melakukan
upaya-upaya mengembalikan kepentingan negara sebagaimana amanah pasal 33
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yaitu ayat (2)
menyatakan, cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Sedangkan ayat (3)
menyatakan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.5
Dalam usahanya pemerintah agar ketentuan Pasal 112 UU No. 4 tahun
2009, Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam PP No
23 Tahun 2010 jumlah saham yang wajib didivestasikan kepada peserta
Indonesia adalah paling sedikit 20% (dua puluh Persen). Dua tahun kemudian,
pemerintah mengubah PP 23 Tahun 2010 dengan PP 24 tahun 2012 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Salah satu perubahan
penting yang terdapat dalam PP No 24 Tahun 2012 ini adalah mengenai besar
saham yang wajib didivestasikan menjadi paling sedikit 51% (lima puluh satu
persen).6 Peningkatan persentase saham yang wajib didivestasikan ini dengan

3
United States Securities and Exhange Commission, Form 10-K Freeport-McMoRan
Copper & Gold Inc., http://www.fcx.com/ir/downloads/2016_form_10-K.pdf, (Washington :
United States States Securities and Exhange Commission, 2012) Hlm. 2 diunduh 17 Januari 2013.
Penandatanganan Kontrak Karya I pada tanggal 7 April 1967 atas nama Pemerintah Republik
Indonesia Slamet Bratanata (menteri Pertambangan) sedangkan untuk Kontrak Karya II pada
tangal 30 Desember 1991 atas nama Pemerintah republik Indonesia Ginanjar Kartasasmita
(Menteri pertambangan dan Energi). Sekarang menjadi Kementerian Energi dan Sumberdaya
Mineral.
4
John A. Pearce II dan Ricard B. Robinson, Strategic management : “Formulation,
Implementation, and Control”, (USA : Richard D. Irwin, Inc., 2009) Hlm 3-17. Kepemilikan
saham minoritas berpengaruh pada keuntungan ekonomis, pengelolaan perseroan, dan
pengambilan keputusan dalam RUPS, waluapun UUPT No 40/2007 melindungi pemegang saham
minoritas dalam hal tertentu.
5
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Amandemen ke-4 Tahun 2002. Pasal 33 ayat 2 dan ayat 3
6
Indonesia,, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Lembaran Negara Republik
Implikasi Keberlakuan Kontrak Karya, Arman N., Irawan M., Dyah Puspitsari A. 140

maksud untuk memberi kesempatan yang lebih besar kepada peserta Indonesia
untuk lebih berpartisipasi dalam kegiatan usaha pertambangan mineral. 7 Dua
tahun kemudian diterbitkan PP No 77 Tahun 2014 tentang perubahan ketiga atas
Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara. Menegaskan kembali terkait kewajiban
divestasi saham sebesar 51 Persen di tahun kesepuluh.8
Bahwa divestasi saham PT Freeport Indonesia merupakan kewajiban
yang diatur dalam Undang-undang No 4 tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara,9 kemudian aturan pelaksananya PP No 1 tahun 2017
menekankan kembali bahwa secara bertahap dengan detail divestasi sahamnya,
pada pasal 97 ayat (1) bahwa Pemegang IUP dan IUPK dalam rangka penanaman
modal asing, setelah 5 (lima) tahun sejak berproduksi wajib melakukan divestasi
sahamnya secara bertahap, sehingga pada tahun kesepuluh sahamnya paling
sedikit 51% (lima puluh satu persen) dimiliki peserta Indonesia. bahwa
kepemilikan peserta Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam setiap
tahun setelah akhir tahun kelima sejak produksi tidak boleh kurang dari
persentase sebagaimana ketentuan pasal 97 ayat (2) yaitu :10
a. tahun keenam 20% (dua puluh persen);
b. tahun ketujuh 30% (tiga puluh persen);
c. tahun kedelapan 37% (tiga puluh tujuh persen);
d. tahun kesembilan 44% (empat puluh empat persen);
e. tahun kesepuluh 51% (lima puluh satu persen),
dari jumlah seluruh saham.
Kenyataannya saham yang seharusnya sudah dimiliki oleh pemerintah
sejak tahun 2010 sebesar 20% (dua puluh persen) tetapi sampai saat ini
pemerintah hanya memperoleh 9,36 persen.11 Jika dianalisis secara ekonomis
maka konsep Cost-Benefit Ratio tidaklah Pemerintah Indonesia dapatkan karena
disatu sisi Negara sebagai pemegang saham minoritas yang juga tidak punya hak
istimewa dalam hal ini, padahal jelas dalam Pasal 33 Undang-Udang Dasar
Negara republic Indonesia tahun 1945 bahwa pengelolaan dan penguasaan
sepenuhnya sumber daya mineral berada pada Negara dipergunakan seluas-
luasnya untuk kemakmuran rakyat.12 Seharusnya negara memperoleh manfaat

Indonesia(LNRI) Tahun 2012Nomor 45 Tahun 2012, Tambahan Lembaran Negara (TLN) No.
5597. Pasal 112.
7
Ibid, Konsideran Menimbang Huruf b
8
Indonesia, Peraturan PemerintahNomor 77 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI)
Tahun 2014 Nomor 263,Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor 5597.
9
Divestasi saham PT Freeport Indonesia, http://esdm.go.id/index.php/publikasi/
list_publikasi/1004
10
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI)
Tahun 2017 Nomor 4. Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor 6012.
11
Divestasi saham PT Freeport Indonesia http://esdm.go.id/index.php/
publikasi/list_publikasi/1004
12
Ahmad Redi, Kontrak Karya PT. Freeport Indonesia dalam Perspektif Pancasila dan
UUD NRI 1945, Jurnal Konstitusi, Volume 13 No 3 September 2016. hal. 3
141 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.1Januari-Maret 2018

ekonomi sebagai pemilik hak atas sumber daya alam Indonesia terkhusus pada
sumberdaya strategis bagi pembangunan negara seperti sumber daya mineral
batu bara dan pertambangan lainnya.

B. Permasalahan Yang Dibahas

1. Bagaimana konsep Kontrak Karya di Indonesia ?


2. Bagaimana kedudukan hukum Kontrak Karya (KK) PT. Freeport Indonesia
pasca berlakunya UU No 4 Tahun 2009, terkait keharusan beralih ke Izin
Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) ?
3. Bagaimana Risiko Hukum yang ditimbulkan atas peralihan Kontrak Karya
PT. Freeport Indonesia terhadap Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK)?

II. PEMBAHASAN

A. Konsep Kontrak Karya di Indoensia

Urgensi pengaturan kontrak dalam praktik bisnis adalah untuk menjamin


pertukaran kepentingan (hak dan kewajiban) keberlangsungan secara
proporsional bagi para pihak, sehingga dengan demikian terjalin hubungan
kontraktual yang adil dan saling menguntungkan, bukan sebalinya, merugikan
salah satu pihak atau pada akhirnya justru merugikan para pihak yang
berkontrak.13 Suatu kontrak memiliki legalitas hukum sehingga mengikat para
pihak yang berakibat pada konsekuensi hukum kesepakatan tersebut.
Hampir semua negara mempunyai hukum kontraknya masing-masing
dan mempunyai karakteristik yang memungkinkan berbeda anatara negara satu
dengan lainnya. Konsep terkait kontrak yang meliputi kegiatan jual beli, hutang
piutang, sewa menyewa, dan transaksi bisnis lainnya yang berlaku bagi setiap
warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum yang melakukan
peristiwa hukum dimana ada perjanjian sebagai sarana pengikat anatar sesama
warga negara. Terkait perjanjian internasional atau antar warga berbeda negara
atau subjek hukum yang berbeda kedudukan hukumnya maka ada klausul pilihan
hukum (choise of law) yang seyogyanya berlaku ketika suatu kontrak itu
merupakan kontrak internasional. Terkait corak kontrak negara yang menganut
sitem hukum common law dan negara dengan sistem civil law tentu akan berbeda
seperti syarat keabsahan suatu kontrak dan akibat jika tidak terpenuhinya
kewajiban yang disepaki dalam kontrak.
Di Indonesia terkait kontraktual pedoman yang menjadi acuan sebagai
negara yang menganut sitem civil law dimana hukum tertulis yang diakui
eksistensinya, dapat dilihat dalam buku ke III Burgeijk Wetboek (BW) Indonesia
yaitu pasal 1320 BW yang menentukan terkait empat syarat sahnya suatu
perjanjian yaitu : Kesepakatan, Kecakapan, suatu hal tertentu dan adanya kausa

13
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjan Asas Proporsionalitas dalam kontrak
komersial, (Jakarta : Kencana, 2010), hal. 6
Implikasi Keberlakuan Kontrak Karya, Arman N., Irawan M., Dyah Puspitsari A. 142

yang diperbolehkan.14 Penjabaran terkait hukum kontrak di Indonesia ini terdapat


dalam Pasal 1233 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1864 KUH Perdata.
Sehingga setiap kontrak yang dibuat di Indonesia klausa yang menjadi komponen
harus mengacu pada ketentuan yang diatur secara baku dalam KUH Perdata.
Diluar daripada itu maka secara undang-undang perjanjian tersebut batal demi
hukum jika kesepakatannya tidak terkorelasi dengan syarat-syarat perjanjian
sebagaimana Bab III mengatur.
Kontrak Karya merupakan kontrak yang dikenal di dalam pertambangan
umum. Istilah Kontrak Karya merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu
kata work of contract. Menurut Salim H.S., “dalam hukum Australia, istilah yang
digunakan adalah indenture, franchise agreement, state agreement atau
government agreement”.15 Jadi pemahaman terkait kontrak karya di Indonesia
sebagaimana kita ketahuai bahwa kontrak seyogyanya kerjasama antar para
pihak yang sepakat mengikat kesepakatan objek kerjasamanya dengan komitmen
yang berdasarkan pada itikad baik para pihak. Sebagaimana kita pahami terkait
norma kebebasan berkontrak yang menjadi pondasinya adalah itikad baik para
pihak untuk memenuhi prestasinya (hak dan kewajiban). Sistem pengaturn
kontrak di Indonesia adalah sistem terbuka, artinya bahwa setiap orang bebas
untuk mengadakan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur
dalam undang-undang. Hal ini tercermin dari ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata
ayat (1) yang mengatur : semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Artinya sebagaimana kita
pahami bahwa struktur kontrak itu sendiri sifatnya luwes sehingga
memungkinkan jika kontrak kerjasama subjek hukum perdata yang berbeda
negara akan ada unsur kesepakatan yang mengadopsi dari paham kontraktual
negara bersangkutan, begitu juga terkait Kontrak Karya PT Freeport Indonesia
dan pemerintah Indonesia, ini merupakan pertemuan 2 sistem hukum yang
berbeda kita ketahui PT. Freeport yang perusahaan induknya PT. Freeport
McMoran yang berkedudukan di Amerika Serikat memakai sitem Common Law,
sedangkan Pemerintah Indonesia dengan sistem Civil Law, tentu akan ada
konsesus yang diambil untuk kesepakatan kontrak kerjasama.
Dalam definisi ini kontrak karya dikonstruksikan sebagai sebuah
perjanjian.Subjek perjanjian itu adalah Pemerintah Indonesia dengan perusahaan
swasta asing atau joint venture antara perusahaan asing dan perusahaan
nasional.Objeknya adalah pengusahaan mineral. Pedoman yang digunakan
dalam implementasi kontrak karya adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967
tentang Penanaman Modal Asing serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan Umum. Definisi lain dari
kontrak karya, dapat di baca dalam Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Energi
dan Sumber Daya Mineral Tahun 2004 Nomor 1614 tentang Pedoman
Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Pengusahaan
Pertambangan Batu Bara dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Dalam

14
Buku ke III Burgelijk wetboek (Kitab Undang-undang Hukum Perdata) tentang
perjanjian.
15
Salim H.S., Hukum Pertambangan Indonesia, (Jakarta : Rajawali Pers, 2008), hal.
127.
143 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.1Januari-Maret 2018

ketentuan itu, disebutkan pengertian Kontrak Karya. Kontrak Karya atau KK


adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan pengusahaan berbadan
hukum Indonesia dalam rangka penanaman modal asing untuk melaksanakan
usaha pertambangan bahan galian, tidak termasuk minyak bumi, gas alam, panas
bumi, radio aktif, dan batu bara.16
Kontrak Karya merupakan jalan masuk bagi penanam modal asing ingin
berinvestasi dan melakukan kegiatan usaha pertambangan di Indonesia. Dimana
pada saat Kontrak Karya I tahun 1967 dan Kontrak Karya II Tahun 1991
berpedoman pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 sehingga setiap
Kontrak Kerjasama di bidang Pertambangan Mineral dan Batubara diwujudkan
dalam bentuk Kontrak Karya yang berdasarkan pada Pasal 10 Ayat (1) Undang-
undang Nomor 11 Tahun 1967.17 Kemudian bentuk Perjanjian Kerja
Pengusahaan Pertambangan (PKP2B) diatur berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 75 Tahun 1996. Kontrak yang dianut dalam Undang-undang Nomor 11
tahun 1967 disini, bukanlah kontrak keperdataan pada umumnya namun
merupakan “Kontrak Publik”. Menurut pendapat Prayudi Atmosudirjo, bahwa
kontrak publik ini merupakan perbuatan hukum publik (bestuurdad) yang bersegi
dua, di mana Pemerintah sebagai pejabat publik melakukan perjanjian dengan
pihak swasta untuk melakukan kegiatan tertentu, dengan tetap tunduk aturan-
aturan dalam bidang publik yang juga dibuat oleh Pemerintah sebagai Pejabat
Publik. Hal ini tentunya sangat terkait sangat terkait dengan amanat Pasal 33
UUD 1945 yang mengamanatkan konsep penguasaan oleh negara terhadap
sumeber daya alam di Indonesia. Tidak mungkin dapat dihilangkan konsep
negara sebagai pemegang hak penguasaan atas sumber daya alam, didalam
pembuatan kontrak tersebut.
Kedua undang-undang tersebut menjadi dasar hukum yang mengawali
eksistensi Kontrak Karya di Indonesia. Pada tanggal 12 Januari 2009, Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
disahkan dan diundangkan untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1967.
Keberadaan undang-undang tersebut membawa dampak terjadinya
perubahan yang signifikan bagi dunia pertambangan mineral dan batubara
(pertambangan minerba) di Indonesia. Penghapusan Kontrak Karya menjadi
salah satu perubahan yang dominan dalam pengaturan undang-undang baru
tersebut.
Dalam pengaturan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, pintu masuk
bagi penanam modal asing dalam pertambangan minerba tidak lagi melalui
Kontrak Karya, melainkan melalui perizinan. Dengan menggunakan mekanisme
perizinan, kedudukan Pemerintah menjadi lebih tinggi bila dibandingkan dengan
penanam modal asing. Harapannya, Pemerintah akan lebih mampu
mengupayakan terwujudnya pengaturan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar

16
http://www.suduthukum.com/2017/02/istilah-dan-pengertian-kontrak-karya.html
diakses pada 29 November 2017
17
Indonesia, Undang-undang Nomor 11 Tahun1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pertambangan, Lembaran Negara Republik Indonesia, Lembaran Negara Republik
Indonesia (LNRI) Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor 2831.
Implikasi Keberlakuan Kontrak Karya, Arman N., Irawan M., Dyah Puspitsari A. 144

Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah menyadari bahwa


perubahan rezim Kontrak Karya menjadi rezim perizinan membutuhkan masa
penyesuaian, maka Pasal 169 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 mengatur:
“Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a) Kontrak Karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan
batubara yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini
tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhirnya
kontrak/perjanjian.
b) Ketentuan yang tercantum dalam pasal kontrak karya dan
perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara
sebagaimana dimaksud pada huruf a disesuaikan selambat-
lambatnya 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan
kecuali mengenai penerimaan negara.
c) Pengecualian terhadap penerimaan negara sebagaimana
dimaksud pada huruf b adalah upaya peningkatan penerimaan
negara.”
Pada rezim Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tidak lagi mengenal
rezim kontrak seperti pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967. Undang-
undang Nomor 4 Tahun 2009 hanya mengenal rezim izin, yaitu berupa Izin
Usaha Pertambangan yang selanjutnya disebut dengan IU. Izin Usaha
Pertambangan wajib dimiliki oleh setiap pelaku usaha yang akan melakukan
kegiatan penambangan di suatu wilayah pertambangan di Indonesia.
Cara memperoleh izin tersebut dilakukan dengan cara lelang dan dengan
cara pengajuan permohonan. Perizinan yang dilakukan dengan cara lelang
ditujukan bagi kelompok mineral logam dan batubara, sedangkan untuk mineral
bukan logam dan batuan untuk memperoleh perizinannya dilakukan dengan
mengajukan permohonan.
Mendasarkan pada pengaturan Pasal 169 Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2009, meski Kontrak Karya dihapuskan dan digantikan oleh mekanisme
perizinan, Kontrak Karya yang telah ada sebelum diundangkannya undang-
undang tersebut tetap dihormati keberlakuannya oleh Pemerintah Indonesia. Dari
segi waktu, Kontrak Karya yang sudah disepakati tidak akan diputus oleh
Pemerintah begitu saja dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2009, sehingga pelaku usaha pertambangan, terutama penanam modal
asing dapat melanjutkan usahanya secara tenang. Meski demikian, berdasarkan
Penjelasan Pasal Demi Pasal atas Pasal 169 huruf b Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2009, “semua pasal yang terkandung dalam Kontrak Karya dan Perjanjian
Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara harus disesuaikan dengan Undang-
Undang”. Kontrak Karya yang masih dihormati keberlakuannya harus
disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dan peraturan
pelaksananya serta peraturan perundang-undangan yang terkait dalam waktu
paling lambat 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2009. Mekanisme penyesuaian tersebut dikenal dengan renegosiasi.
Berdasarkan Siaran Pers Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
dalam proses renegosiasi Kontrak Karya, terdapat 6 (enam) poin yang harus
145 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.1Januari-Maret 2018

dibahas, yakni luas wilayah kerja; kelanjutan operasi pertambangan; penerimaan


Negara; kewajiban pengolahan dan pemurnian dalam negeri; kewajiban
divestasi; serta penggunaan tenaga kerja lokal, barang, dan jasa pertambangan
dalam negeri.18
Proses renegosiasi Kontrak Karya tersebut dilaksanakan dalam 2 (dua)
tahap. Dua tahap tersebut, secara berurutan, ialah tahap penandatanganan Nota
Kesepahaman amandemen Kontrak Karya dan tahap penandatanganan
amandemen Kontrak Karya. Muhammad Syaifuddin berpendapat bahwa
penandatanganan Nota Kesepahaman amandemen Kontrak Karya merupakan
tahap dimana Pemerintah dan perusahaan tambang yang bersangkutan
menyatakan adanya persetujuan pendahuluan untuk membuat amandemen
kontrak dikemudian hari.19 Sedangkan penandatanganan amandemen Kontrak
Karya merupakan tahap dimana Pemerintah dan perusahaan tambang yang
bersangkutan menyetujui diberlakukannya amandemen Kontrak Karya hasil
renegosiasi.
Perbedaan kontrak karya sebagai kontrak publik dengan kontrak perdata
pada umumnya, terlihat bahwa awal setelah adanya kesepakatan kedua belah
pihak untuk melakukan kontrak karya, belum dapat langsung membuat kontrak
sebelum terlebih dahulu mendapatkan izin publik yaitu izin menteri. Menteri
yang menunjuk kontraktor untuk dapat melakukan suatu pekerjaan pertambangan
sebagaimana diamanatkan Pasal 10 Undang-undang Nomor 11 Tahun
1967.20Sedangkan dalam kontrak perdata, bila kedua belah pihak sudah sepakat
melakukan perjanjian, maka dapat langsung dibuat perjanjian tanpa menunggu
persetujuan. Persetujuan Menteri adalah sebagai perwujudan dari penguasaan
negara terhadap sumber daya alam, yang dimandatkan kepada Pemerintah, dalam
hal ini kepada Menteri ESDM.
Selanjutnya dalam mengadakan perjanjian antara Pemerintah dan
Kontraktor, juga harus tunduk pada pedoman-pedoman, petunjuk-petunjuk dan
syarat-syarat yang diberikan oleh Menteri yang bertindak selaku pejabat publik
yang mewakili Pemerintah. Berarti penuangan isi dari perjanjian pun harus
tunduk dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat menteri selaku pejabat publik.
Setelah perjanjian disepakati bersama dan telah ditandatangani, masih ada satu
tahap lagi yaitu adanya pengesahan dari Pemerintah setelah berkonsultasi
terlebih dahulu kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Pengesahan dan konsultasi
kepada DPR adalah juga sebagai wujud implementasi Pasal 33 UUD NRI 1945,
di mana rakyatlah sebagai pemilik dari bahan galian yang ada di wilayah
pertambangan Indonesia, maka untuk itu harus juga mendapatkan rekomendasi
dari rakyat.

18
http://www.esdm.go.id/siaran-pers/55-siaran-pers/7592, diakses 20 September 2017
pukul 17.00 WIB.
19
Muhammad Syaifuddin, Hukum Kontrak Memahami Kontrak dalam Perspektif
Filsafat, Teori, Dogmatik dan Praktik Hukum (Seri Pengayaan Hukum Perikatan), (Bandung :
Mandar Maju,2012), hal. 168
20
Tri Hayati, Era Baru Hukum Pertambangan Di Bawah Rezim UU No. 4 Tahun 2009,
(Jakarta : Yayasan : Pustaka Obor, 2015), hal. 140 dan 141
Implikasi Keberlakuan Kontrak Karya, Arman N., Irawan M., Dyah Puspitsari A. 146

Dengan demikian terlihat bahwa, kontrak di bidang pertambangan


bukanlah kontrak perdata pada umumnya sebagaimana disebutkan pada Pasal
1320 KUH Perdata yang memiliki ciri sebagai berikut:
a) merupakan kesepakatan kedua belah pihak
b) kedudukan pemerintah dan pengusaha seimbang
c) adanya kebebasan berkontrak
Dengan demikian terdapat perbedaan antara perjanjian yang dituangkan
dalam bentuk Kontrak Karya dengan perjanjian perdata pada umumnya. Posisi
Pemerintah sebagai pemegang hak penguasaan diberi authority untuk mengatur
dan mengurus pengelolaan pertambangan yang pada dasarnya obyek yang
diperjanjikan adalah milik rakyat (Public ownership) bukan obyek perdata pada
umum (private goods).

B. Kedudukan Hukum Kontrak Karya (KK) PT. Freeport Indonesia


pasca berlakunya UU No 4 Tahun 2009, terkait keharusan beralih ke
Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK)

Freeport McMoran adalah salah satu perusahaan tambang internasional


terbesar didunia yang berasal dari Phoenik Arizona Amerika Serikat yang
melakukan Kontrak Karya dengan negara Indonesia, dan kemudian berbadan
hukum Indonesia dan bernama PT Freeport Indonesia. Pada saat kontrak karya
dilakukan Bob Duke menjadi ahli hukum PT Freeport Indonesia untuk
menyiapkan kontrak yang dikenal dengan kontrak karya.21 Namun pada
kenyataanya kontrak karya yang dilakukan tidak memberikan posisi yang baik
bagi Indonesia.22
Kontrak Karya yang dilakukan yang dilakukan pada dasarnya adalah
kontrak konsensi yang sebagian besar sahamnya dikuasai oleh perusahaan
Freeport McMoran dan dengan dilandasi dengan klausul yang disebut
stabilization clauses, artinya bahwa pertambangan/consesions agreement yang
sudah ditandatangani hari ini oleh pihak Freeport McMoran dan pemerintah
Indonesia berdasarkan hukum positif yang berlaku hari ini dan tidak boleh
dirubah seenaknya oleh para pihak dalam perjanjian, dan merubahnya harus
melewati proses negosiasi. Stabilisation clauses tersebut pada perkembanganya
menyebabkan berbagai persoalan, karena hukum di Indonesia terus berkembang
dan bunyi kesepakatan dalam kontrak karya sudah tidak sesuai lagi dengan aturan
perundang undangan di Indonesia dan konsep pengelolaan pertambangan untuk
kemakmuran rakyat. Padahal pada prinsipnya penanaman modal asing menurut
Rosyidah Rakhmawati, tidak boleh mengakibatkan ketergantungan yang terus-
menerus serta tidak merugikan kepentingan nasional.23 Selain itu juga perlu

21
Nanik Trihastuti, Hukum Kontrak Karya, (Jakarta : Setara Press, 2013), hal. 6
22
Ibid, hal. 92.
23
Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia dalam Menghadapi
Era Global, (Malang : Bayumedia Publishing, 2003), hal. 8.
147 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.1Januari-Maret 2018

adanya peningkatan kemandirian dalam pelaksananaan pembangunan dan


mencegah keterikatan serta campur tangan asing.24
Dalam UU Minerba yang telah di sahkan pada tahun 2009 bahwa
sebelumnya menganut sistem Kontrak Karya sebagai bentuk hukum perjanjian,
dengan UU yang baru ini berubah ke sistem perizinan. Oleh sebab itu maka
pemerintah tidak lagi berada dalam posisi yang sejajar dengan pelaku usaha, dan
menjadi pihak yang memberi izin kepada pelaku usaha di industri pertambangan
mineral dan batubara. Namun ternyata dalam UU Minerba tersebut tidak
menghapuskan konsep kontrak karya/perjanjian karya, padahal sudah sangat
jelas bahwa konsep kontrak karya sama sekali tidak menguntungkan bagi negara
Indonesia.
Perubahan rezim KK/PK2PB ke izin usaha didasari oleh berbagai
pertimbangan, diantaranya berdasarkan pertimbangan filosofis dan sosiologis
menganggap rezim izin merupakan rezim pengusahaan sumber daya alam,
khususnya pertambangan mineral dan batubara, yang paling sesuai dengan
Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Perizinan di sektor pertambangan mineral dan batubara menjadi
instrumen pengendalian karena fungsi izin sebagai:
a) receiving, processing, maintaining and updating exploration
and exploration application and grants of licenses in
chronological order for industrial, large scale and small scale
activities.
b) Producing and making publicly available updated cadastral
maps on which existing mieral rights, pending applications, and
area restricted for mining activities are correctly ploted.
c) verifying that licenses do not overlap, checking eligibility of
applicants, and making decisions to grant or refuse applications.
d) ensuring compliance with payment of fees and other technical
requirements to ensure title are valid.
e) Collecting administrative fees, such as application fees or
annual rents.
f) Initiating procedures for terminating licenses in accordance
with laws and regulations.
Perubahan paradigma perusahaan dari rezim Kuasa Pertambangan (izin)
dan KK/PK2PB (kontrak) menjadi rezim perizinan sepenuhnya didasarkan
beberapa pertimbangan antara lain:
a) bentuk kontrak pertambangan melalui KK/PKP2B
sesungguhnya telah berhasil menarik investasi dalam kegiatan
pertambangan, akan tetapi terdapat diskriminasi terhadap swasta
nasional karena tidak dapat melakukkan KK, yang hanya
diperuntukkan investor asing. Oleh sebab itu, ke depan tidak

24
Jusri Djamal, Aspek-aspek Hukum Masalah Penanaman Modal, (Jakarta :
BKPM, 1982), hal. 2.
Implikasi Keberlakuan Kontrak Karya, Arman N., Irawan M., Dyah Puspitsari A. 148

perlu ada perbedaan antara pelaku usaha keduanya dalam


memperoleh izin pertambangan.
b) pertambangan yaitu, pada KP, izin diberikan sesuai dengan
tahapan kegiatan pertambangan yaitu eksplorasi, eksploitasi dan
pengolahan serta pengangkutan, sedangkan pada KK kegiatan
pertambangan tidak berikan berdasarkan tahapan tetapi secara
sekaligus mulai dari eksplorasi sampai dengan operasi produksi
(eksploitasi). Hal ini berakibat adanya diskriminasi perlakuan.
c) Berdasarkan PP Nomor 25 Tahun 2009 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Pemerintah Provinsi Sebagai Daerah Otonomi
dalam konteks pertambangan mengandung makna semua KK
dan PkP2B menjadi kewenangan Pemerintah untuk
mengelolanya, namun peraturan ini pun tidak dihiraukan
kebanyakan Kabupaten/Kota sehingga banyak pengawasan
dilakukan Kabupaten terhadap KK dan PKP2B yang seharusnya
merupakan kewenangan Pemerintah.
d) Untuk menghindari ketidakpastian dan keragu-raguan
pengusaha tentang status existing contract.
e) pengusahaan pertambangan melalui izin usaha memiliki
beberapa keunggulan yaitu :

Konsep pertambangan di Indonesia sebelumnya memakai konsep kontrak


karya/perjanjian karya, dimana negara diposisikan sebagai pelaku business hal
ini sebagaimana yang sebelumnya diatur didalam ketentuan UU No.11 Tahun
1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, dalam Pasal 10 istilah
yang digunakan adalah perjanjian karya, dimana dalam pasal tersebut diatur
sebagai berikut:25

25
Indonesia. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pertambangan, Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 1967 Nomor 22,
Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor 2831. Pasal 10
149 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.1Januari-Maret 2018

a) Menteri dapat menunjukan pihak lain sebagai kontraktor apabila


diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang
belum atau tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Instansi
Pemerintah atau Perusahaan Negara yang bersangkutan selaku
pemegang kuasa pertambangan.
b) Dalam mengadakan perjanjian karya dengan kontraktor seperti
yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini Instansi Pemerintah atau
Perusahaan Negara harus berpegang pada pedoman-pedoman,
petunjuk-petunjuk, dan syarat-syarat yang diberikan oleh
Menteri.
c) Perjanjian karya tersebut dalam ayat (2) pasal ini mulai berlaku
sesudah disahkan oleh Pemerintah setelah berkonsultasi dengan
Dewan Perwakilan Rakyat apabila menyangkut eksploitasi
golongan a sepanjang mengenai bahan-bahan galian yang
ditentukan dalam pasal 13 Undang-undang ini dan/atau yang
perjanjian karyanya berbentuk penanaman modal asing.
Seiring berkembangnya dunia pertambangan di Indonesia kemudian DPR
RI merubah UU No.11 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan dan
menggantinya dengan UU No 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan
batubara, perubahan yang paling mendasar adalah perubahan rezim kontrak
menjadi rezim perizinan. Namun sepertinya pemerintah tidak menghapuskan
secara total mengenai ketentuan aturan kontrak yang telah ada sebelumnya, hal
tersebut dapat dilihat dalam Pasal 169 a UU Minerba bahwa dalam UU tersebut
secara jelas masih mengakui adanya kontrak karya yang menyebutkan bahwa:
“Kontrak Karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara yang
telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap diberlakukan sampai
jangka waktu berakhirnya kontrak/perjanjian”. Ketentuan tersebut tentu
menimbulkan ketidakjelasan posisi pemerintah dalam hal pengelolaan
pertambangan. Walaupun dalam hal ini pemerintah kedudukanya lebih tinggi
sebagai governmnent bukan sebagai pelaku business namun pengakuan terhadap
adanya Kontrak Karya merupakan ketidaktegasan pemerintah dalam perubahan
rezim perizinan pengelolaan sumber daya alam di Indonesia.
Pada tahun 2017 Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
mengeluarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 5
Tahun 2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan
Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri. Pasal 17 Permen ESDM
No. 5 Tahun 2017 menyebutkan, pemegang Kontrak Karya dapat melakukan
penjualan hasil pengolahan ke luar negeri dalam jumlah tertentu paling lama lima
tahun dengan ketentuan melakukan perubahan bentuk pengusahaan
pertambangannya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi
dan membayar bea keluar serta memenuhi batasan minimum pengolahan. Disini
menunjukkan bahwa jika PT Freeport Indonesia ingin melakukan penjualan hasil
pengolahan ke luar negeri maka harus mengajukan perubahan status dari kontrak
karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus.
Berdasarkan siaran pers Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 00115.Prs/04/SJI/2017, tanggal 29 Agustus 2017 tentang Kesepakatan
Implikasi Keberlakuan Kontrak Karya, Arman N., Irawan M., Dyah Puspitsari A. 150

Final Perundingan Antara Pemerintah dan PT Freeport Indonesia dihasilkan hal-


hal sebagai berikut:26
a) Landasan hukum yang mengatur hubungan antara Pemerintah
dan PT Freeport Indonesia akan berupa Izin Usaha
Pertambangan Khusus (IUPK), bukan berupa Kontrak Karya
(KK).
b) Divestasi saham PT Freeport Indonesia sebesar 51% untuk
kepemilikan Nasional Indonesia. Hal-hal teknis terkait tahapan
divestasi dan waktu pelaksanaan akan dibahas oleh tim dari
Pemerintah dan PT Freeport Indonesia.
c) PT Freeport Indonesia membangun fasilitas pengolahan dan
pemurnian atau smelter selama 5 tahun, atau selambat-
lambatnya sudah harus selesai pada 2022, kecuali terdapat
kondisi force majeur.
d) Stabilitas Penerimaan Negara. Penerimaan negara secara agregat
lebih besar dibanding penerimaan melalui Kontrak Karya selama
ini, yang didukung dengan jaminan fiskal dan hukum yang
terdokumentasi untuk PT Freeport Indonesia.
e) Setelah PT Freeport Indonesia menyepakati 4 poin di atas,
sebagaimana diatur dalam IUPK maka PT Freeport Indonesia
akan mendapatkan perpanjangan masa operasi maksimal 2x10
tahun hingga tahun 2041.
Perundingan antara Pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia
(FI) telah memasuki babak klimaksnya. Semenjak diberlakukan Peraturan
Pemerintah (PP) No. 1/2017 tentang Perubahan Keempat PP No. 23/2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara dan aturan
turunannya, menunjukan Indonesia yang semakin berdaulat diatas negeri sendiri.
Kedudukan Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara juga semakin tercermin di PP ini.
Melihat perkembangan dan sejarah, polemik pengelolaan wilayah
tambang Timika oleh PTFI telah berlangsung cukup lama. Pada tahun 2014,
Pemerintah mengeluarkan PP No. 77/2014 yang merupakan perubahan ke 3 dari
PP No. 23/2010. Dalam peraturan ini, Freeport wajib melakukan divestasi
minimal 30%, membayar bea keluar dan wajib membangun fasilitas
pemurnian/smelter. Pada faktanya, Freeport belum juga menyelesaikan fasilitas
pemurnian sesuai kapasitas tertentu sebagaimana mestinya hingga tahun 2017.
Hingga kini, baru 9,36% saham PTFI yang dikuasai pemerintah Indonesia.
Namun dengan diterbitkannya PP No 1/2017, Pemerintah mewajibkan divestasi
sebesar 51% atau lebih besar dari minimal 30% sebagaimana diamanatkan PP
No. 77/2014, setelah 50 tahun lebih perusahaan raksasa tersebut mengeruk
kekayaan tambang Pulau Papua, Indonesia. Status Freeport yang semula berupa
Kontrak Karya (KK) dan memiliki kedudukan sama dengan pemerintah pun kini

26
https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/kesepakatan-final-perundingan-
antara-pemerintah-dan-pt-freeport-indonesia, Kesepakatan Final Perundingan Antara Pemerintah
dan PT Freeport Indonesia, diakses pada tanggal 22 September 2017 Pukul 09.00 WIB.
151 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.1Januari-Maret 2018

telah berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dimana negara
sebagai pemberi izin memiliki posisi lebih tinggi terhadap perusahaan pemegang
izin. "Landasan hukum yang mengatur hubungan antara Pemerintah dan Freeport
akan berupa IUPK, bukan berupa KK. Ke depan tidak ada lagi KK, tapi IUPK.
Ada stabilitas penerimaan negara yang besarannya akan lebih baik dari pada
KK", berdasarkan ungkapan dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral,
Ignasius Jonan. Selain hal diatas, dengan adanya jaminan fiskal dan hukum,
penerimaan negara yang diterima akan lebih besar bila dibandingkan dengan KK.
Ini membuktikan bahwa penyelesaian perundingan secara baik bersama PT
Freeport menunjukan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah adalah pemerintah
untuk menjaga kedaulatan sumber daya mineral Indonesia.27
PT Freeport Indonesia telah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan
Khusus (IUPK) yang berlaku selama 8 bulan, yang mulai berlaku tanggal 10
Februari 2017 sampai dengan 10 Oktober 2017. Dengan IUPK yang sifatnya
sementara itu, Freeport bisa mengekspor konsentrat lagi sampai 10 Oktober
2017.28

C. Risiko Hukum yang ditimbulkan atas peralihan Kontrak Karya PT.


Freeport Indonesia terhadap Izin Usaha Pertambangan Khusus
(IUPK)

Pemerintah Indonesia dan PT Freeport Indonesia (Freeport) dinilai punya


posisi yang seimbang karena status kontak dalam tatanan hukum perdata bahwa
Indonesia sebagai subjek hukum yang sama dengan Perusahaan sebagai subjek
hukum perdata yang sepakat mengikat janji berupa Kontrak Karya.29 Bahwa bila
selama ini Freeport berpegang pada Kontrak Karya atas kesepakatan dengan
pemerintah Indonesia dan mengesampingkan ketentuan perundang-undangan
terkait operasi pertambangan karena beranggapan satu-satunya hal yang perlu
ditaati adalah kesepakatan bersama sebagaimana asas pacta sunt servanda.30
Pendapat terkait asas sanctity of contract yang merupakan asas tentang kesucian
sebuah kontrak jika sudah disepakati oleh kedua belah pihak sebagaimana asas
ini diaplikasi di Indonesia pada pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan
bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Menjadi suatu hal yang harus
dihormati sebagai suatu ketentuan pokok peraturan perundang-undangan.
Kontrak merupakan kesepakan bersama yang menjadi sangat penting
untuk ditindaklanjuti. Disamping itu para pihak bebas untuk menentukan terkait

27
https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/hasil-perundingan-pemerintah-
freeport-negara-makin-berdaulat-di-negeri-sendiri, Hasil Perundingan Pemerintah dan PT
Freeport : Negara Makin Berdaulat di Negeri Sendiri, diakses pada tanggal 22 September 2017,
pukul 09.30 WIB
28
https://finance.detik.com/energi/3466745/penjelasan-lengkap-esdm-soal-pemberian-
iupk-ke-freeport, Penjelasan Lengkap ESDM Soal Pemberian IUPK ke Freeport, diakses pada
tanggal 23 September 2017 pukul 11.00 WIB
29
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Perikatan, (Bandung : PT. Alumni bandung 1982), hal
3
30
R. Soeroso, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta : Sinar Grafika 2007), hal. 148
Implikasi Keberlakuan Kontrak Karya, Arman N., Irawan M., Dyah Puspitsari A. 152

point-point kesepakatan, syarat yang harus dipenuhi para pihak serta hal-hal
terkait yang dianggap perlu dalam kontrak. Hal yang menjadi pertanyaan kini
adalah mengenai esensi asas kebebasan berkontrak itu sendiri. Asas kebebasan
berkontrak tidak hanya dikenal dalam sistem hukum Indonesia, tetapi dikenal
juga dalam sistem hukum negara lain, seperti dalam sistem hukum Amerika.
Istilah asas kebebasan berkontrak berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu
the principle of freedom of contract, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut
dengan istilah Principe vrijheid verbintenis.31dalam sistem hukum Indoensia asas
kebebasan berkontrak sebagaimana ditemukan pada pasal 1338 ayat (1) KUH
Perdata. Ketentuan ini mengandung makna bahwa bahwa kontrak yang dibuat
oleh oleh para pihak keberlakuannya sama dengan undang-undang. Kontrak
hanya berlaku bagi para pihak, sementara undang-undang berlaku berlaku bagi
warga negara. Jadi, kontrak sifatnya kongret, sedangkan yndang-undang sifatnya
abstrak.32
Sebagai suatu hal yang penting untuk dianalisis terkait pandangan dari
beberpa ahli terkait kontrak, sehingga ditemukan esensi terkait asas kebebabasan
kontrak sebagaimana kita pahami kedudukannya di dalam hukum. Menurut
Cetherine Elliot dan Frances Quinn mengemukan pengertian asas kebebabasan
berkontrak bahwa :
“This Doctrine promotes the idea that since parties are tahe best
judges of their own interests, they should be free to make contract on
any terms they choose on the assumption that nobody would
unfavourable terms. Once this choice is made, the job of the court is
simply to act as an umpire, holding the parties to their promises; is
not the courts’ role to ask whether the bargain made was a fair
one.”33
Doktrin ini mengemukakan sebuah ide bahwa para pihak merupakan
hakim yang terbaik untuk kepentingan mereka sendiri. Para pihak harus bebas
membuat kontrak dan menggunakan istilah yang mereka pilih dengan asumsi
bahwa tidak akan ada istilah yang tidak menguntungkan para pihak. Bahwa
subtansi dari kontrak itu adalah kehendak merdeka yang menguntungkan para
pihak sehingga setelah pilihan ini dibuat, tugas pengadilan hanya untuk bertindak
sebagai wasit, apakah para pihak telah memenuhi isi perjanjian yang telah
mereka buat atau sebaliknya. Senada juga dengan J.M. Van Dunne dan Gr. Van
Der Burght mengemukakan pengertian asas kebebasan berkontrak sebagai
berikut :
“Bahwa orang bebas untuk mengadakan perjanjian menurut
pilihannya. Ini meliputi bahwa setiap orang bebas sesuai
kehendaknya mengadakan perjajian, dengan siapa saja, bebas
menetapkan isi, perlakuan dan syarat-syarat sesuai kehendaknya,
bebas untuk menentukan bentuk perjanjian, bebas untuk emilih

31
Salim H.S, Hukum Divestasi di Indonesia, (Jakarta :Penerbit Erlanggga), hal 14
32
Ibid.
33
Cetherine Elliot dan Frances Quinn, Contract Law,(London : Pearson Education,
2005), hal. 3-4.
153 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.1Januari-Maret 2018

ketentuan-ketentuan yang mana ia mau perlakukan. Asas ini tidak


ditetapkan secara terperinci dalam suatu peraturan perundang-
undangan.”34
Bahwa kemerdekaan dalam berkontrak itu merupakan kebebasan para
pihak dimana itikad baik menjadi kesepahaman bersama dalam membuat kontrak
berikut dengan pelaksanaan sehingga jelas penjabaran secara tersurat tidak perlu
dibuat dalam undang-undang, tetapi keagungan kesepakatan menjadi norma
bersama. Pengertian asas kebebasan berkontrak juga di kemukakan oleh Sutan
Remy Sjahdeini, yaitu :
“Kebebasan para pihak yang terlihat dalam suatu perjanjian untuk
dapat menyusun dan menyetujui klausul-klausul dalam perjanjian
tersebut tanpa campur tangan pihak lain. Campur tangan tersebut
dapat datang dari negara melalui peraturan perundang-undangan
yang menetapkan ketentuan-ketentuan yang diperkenankan atau
dilarang.campur tangan tersebut dapat datang dari pengadilan,
berupa putusan pengadilan yang membatalkan sesuatu klausul
dari suatu perjanjian atau seluruh perjanjian, atau beberapa
putusan yang berisi peryataan bahwa suatu perjanjian batal demi
hukum.”35
Pandangan ini bersifat dualisme dimana di satu sisi menerikan
kebebabasan kepada para pihak untuk menyusun dan menyetujui klausul-klausul,
namun di sisi yang lain adanya campur tangan negara dan pengadilan. Dengan
adanya campur tangan ini mengindikasikan bahwa negara dengan fungsinya
mengatur kemudian secara teori dengan kedaulatannya mampu mencampuri
urusan subjek hukum terkait hal yang berimplikasi pada kepentingan negara yang
lebih luas untuk umum. Campur tangan negara melalui udang-undang,
sedangkan bentuk campur tangan pengadilan adalah dalam putusan putusan
pengadilan yang membatalkan klausul-klausul yang dibuat para pihak. Ini
menunjukkan bahwa asas kebebasan berkontrak tidak lagi diberikan makna
kebebasan yang mutlak karena udang-undang dan putusan pengadilanlah yang
membatasi kebebasan individu.
Terobosan baru Pemerintah Indonesia dalam mengatur operasi kegiatan
dibidang pertambangan khususnya Mineral dan Batubara, pada 10 februari 2017
Menteri ESDM Ignasius Jonan, menerbitkan Izin Usaha Pertambangan Khusus
(IUPK). Terkait IUPK Produksi untuk PT Freeport Indonesia. IUPK tersebut
diberikan agar PT. Freeport Indonesia dapat melanjutkan kegiatan operasi dan
produksinya di Tambang Grasberg di Papua. Sebab, berdasarkan Pasal 170
Undang Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara
(UU Minerba), pemegang Kontrak Karya diwajibkan melakukan pemurnian

34
J.M Van Dunne dan Gr. Van Der Burght, Hukum Perjanjian. Diterjemahkan oleh Lely
Niwan. (Yogyakarta : Dewan kerjasama ilmu hukum Belanda dan Indonesia Proyek Hukum
Perdata, 1987), hal. 7.
35
Sutan Remy Sjahdeini, kebebasan berkontrak dan perlindungan Yang Seimbang bagi
para pihak dalam perjanjian kredit Bank di Indonesia, (Jakarta : Institute Bankir Indonesia,
1993), hal. 11.
Implikasi Keberlakuan Kontrak Karya, Arman N., Irawan M., Dyah Puspitsari A. 154

mineral dalam waktu 5 tahun sejak UU diterbitkan, berarti pada tahun 2014. Jadi
secara norma ada konsekuensi hukum yang harus ditaati artinya PT. Freeport
Indonesia sebagai pemegang Kontrak Karya tak bisa lagi mengekspor konsentrat
tembaga, hanya produk yang sudah dimurnikan yang boleh diekspor. Secara
faktual bahwa perusahaan tambang yang berpusat di Arizona, Amerika Serikat
(AS) ini baru bisa memurnikan 40% dari konsentrat tembaganya di Smelter
Gresik. 36 Tetapi Freeport menolak IUPK dan izin ekspor yang diberikan
pemerintah. IUPK dinilai tidak memberikan kepastian dan stabilitas untuk jangka
panjang. Freeport ingin mempertahankan hak-haknya seperti di dalam KK.dalam
hal ini termasuk pajak, royalty, dan syarat divestasi saham 51% sebagaimana
diperjanjikan. Sehingga muncul permasalahan bagi kedua belah pihak terkait
pemahaman kesepakatan dalam Kontrak Karya II sehingga disini pemerintah
Indonesia dirasa menjadi pihak yang tidak diuntungkan jika kontrak karya tidak
dialihkan menjadi IUPK.
Pemahaman terkait perbedaan dasar antara Kontrak Karya dengan Izin
Usaha Pertambangan Khusus yaitu terletak pada pemaknaan bahwa status
perjanjian, KK adalah “Kontrak” dan IUPK ialah “Izin”. Dalam ketentuan
Kontrak Karya bahwa PT Freeport Indonesia dan Pemerintah Indonesia adalah
dua pihak yang berkontrak, jadi kedudukannya sejajar. Sedangkan IUPK sendiri
memposisikan Negara sebagai pihak pemberi izin yang kedudukannya diatas
perusahaan, dalam posisi ini peusahaan pihak pemegang izin. Jelas dalam
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba dan peraturan
pelaksananya Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 menyebutkan berbagai
hak dan kewajiban bagi pemegang IUPK, yang tentunya berbeda dengan hak dan
kewajiban pada rezim Kontrak Karya.37 Bahwa sistem pengelolaan mineral dan
batubara di indonesia saat ini bersifat pluralistik karena berlakunya beraneka
ragam kontrak atau izin pertambangan baik yang berlaku sebelum berlakunya
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba maupun setelah
berlakunya Undang-undang ini. Sistem pengelolaan mineral dan batubara saat ini
meliputi : Kontrak karya, Perjanjian karya Pengusahaan Pertambangan Batubara
(PKP2B), Izin Pertambangan Rakyat, Kuasa Pertambangan (KP), Izin Usaha
Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).38 Istilah Izin
Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) berasal dari terjemahan bahasa ingris, yaitu
Special mining permit atau special mining licence, sedangkan dalam bahasa
Belanda sendiri disebut dengan istilah speciale mijnbouwlicencetie. Dalam
peristilahan bahasa Jerman diebut dengan Istilah besondere bergbau. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) ini
merupakan izin untuk melakukan usaha pertambangan di wilayah yang
ditetapkan sebagai wilayah izin usaha pertambangan, dimana izin tersebut
diberikan oleh penerbit izin kepada pemegang IUPK untuk melakukan usaha

36
https://finance.detik.com/energi/3428820/kontrak-karya-dan-iupk-jadi-akar-
masalah-freeport-apa-bedan Diakses pada 21 September 2017
37
Salim.H.S. “Hukum Pertambangan Mineral dan batubara”, (Jakarta : Sinar Grafika,
2012), hal. 156.
38
Ibid. Hal. 156
155 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.1Januari-Maret 2018

pertambangan di wilayah IUPK sesuai dengan jangka waktu yang telah


ditentukan dalam undang-udang.
Terkait beberapa hal yang menjadi titik berat PT Freeport Indonesia tak
kunjung menyepakati peralihan KK ke IUPK dengan dalih IUPK tidak ada
kepastian hukum oleh PT Freeport diataranya pasal 131 Undang-Undang No 4
tahun 2009 menyebutkan besarnya pajak dan penerimaan negara bukan pajak
(PNBP) yang dipungut dari pemegang IUPK ditetepkan berdasarkan ketentuan
Peraturan perundang-undangan, disini terlihat bahwa IUPK bersifat Prevailing,
yang mana mengikuti aturan perpajakan yang berlaku, sehingga perubahannya
mengikuti aturan perpajakan terkait berlaku. Sedangkan PT. Freeport sendiri
ingin pengaturan terkait pajak sebagaimana aturan dalam Kontrak karya yang
besarannya stabil yang berarti sejak kesepakatan disepakati maka besarannya
tidak berubah-ubah hingga masa kontrak berakhir (naildown). Soal kewajiban
melakukan pemurnian, sebetulnya pemurnian mineral di dalam negeri ini
merupakan kewajiban yang tersirat dalam Kontrak Karya maupun Izin Usaha
Pertambangan Khusus (IUPK), Kemudian terkait ketentuan pasal 102 sdan 103
Undang-Undang No 4 tahun 2009 tidak memberikan batasan waktu kepada
pemegang IUPK untuk merampungkan pembangunan smelter (Sarana prasarana
pengelolaan dan pemurnian) sedangkan untuk pemegang Kontrak karya ada
batasan waktunya. Kemudian dipertegas terkait limitatif waktu terkait
pembangunan smelter pada pasal 170 Undang-udang Minerba yaitu dalam waktu
5 tahun sejak undang-udang diundangkan. Oleh sebab itu pemerintah
menawarkan IUPK kepada Freeport.39 Satu-satunya jalan yang memungkinkan
Freeport tetap mengekspor konsentrat adalah dengan mengubah KK menjadi
IUPK. Jika pemerintah memberikan izin ekspor tapi PT. Freeport tetap
berpegang pada KK, secara normatif akan terjadi pelanggaran terhadap Undang-
Undang No 4 tahun 2009. Baik pemerintah maupun Freeport semuanya terikat
oleh Undang-Undang No 4 tahun 2009.
Ketentuan lain yang disesuaikan dari kespakatan Kontrak Karya II tahun
1991 kemudian dibuat lebih terperinci dalam Undang-Undang No 4 tahun 2009.
Mengenai kewajiban Divestasi. Bahwa Perusahaan Asing pemegang IUPK wajib
melkukan divestasi saham kepada pemerintah Indonesia hingga 51% secara
bertahap sejak melakuakn kegiatan produksi tambang. Dalam hal ini PT. Freeport
masih memegang KK maka jika beralih pada IUPK secara yuridis PT. Freeport
harus segera melepas 51% sahamnya karena sudah puluhan tahun berproduksi.
Secara subtantif hal ini diaatur dalam pasal 97 Peraturan Pemerintah nomor 1
Tahun 2017. Terkait pengecualian kemudian pemerintah mengambil konsensus
atas hal-hal dianggap menjadi intensif bagi PT. Freepert untuk melaksakaan
kewajiban hukum berdasarkan kesepakatan kontrak. Yaitu kesepakatan
amandemen KK antara pemerintah dengan PT. Freeport yang tertuang dalam
Memorandum of Understanding (MoU) tanggal 25 Juli 2014 dimana disepakati
empat butir kesepakatan yaitu royalti emas naik dari satu persen menjadi tiga
koma tujuh lima persen, perak naik dari satu menjadi tiga persen, dan tembaga

39
Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara, Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI)Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan
Lembaran Negara (TLN) Nomor 4959.
Implikasi Keberlakuan Kontrak Karya, Arman N., Irawan M., Dyah Puspitsari A. 156

dari tiga menjadi empat persen. Terkait divestasi disepakati tiga puluh persen
saham dan luas lahan menjadi 10.000 ha untuk eksploitasi dan 117.000 ha
sebagai penunjang. Untuk kelangsungan operasi pertambangan dalam MoU
disebutkan kalau kontrak berakhir, maka dilanjutkan dengan rezim perijinan
yakni ijin usaha pertambangan khusus (IUPK). Jadi tidak ada kemungkinan
perpanjangan Kontrak Karya. Point selanjutnya kewajiban penggunaan
kandungan lokal. Terkait besaran pemanfaatan lokal konten ini akan ditentukan
pemerintah kemudian.40 Jadi jika dilihat dari kesepakatan ini jelas bahwa Kontrak
Karya itu bukanlah suatu kontrak mutlak tapi merupakan kesepakatan yang bisa
ditinjau kembali menyesuaikan dengan perkembangan yang ada.
Mengenai yang dimaksud divestasi saham adalah pelepasan,
pembebasan, pengurangan modal. Disebut juga Divestment yaitu kebijakan
terhadap perusahaan yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh
investor asing untuk secara bertahap secara pasti mengalihkan saham-sahamnya
itu kepada mitra bisnis lokal (host country) istilah lain untuk untuk kebijakan
yang ada di Indonesia disebut Indonesianisasi saham.41 Dalam aturan main dunia
bisnis dapat berarti pula sebagai tindakan perusahaan memecah konsentrasi atau
pemupukan modal sahamnya sebagai akibat dari larangan terjadinya
monopolisasi.42 Secara kontraktual bahwa kewajiban divestasi dipahami sebagai
kewajiban yang harus dilaksanakan oleh PT Freeport Indonesia sebagai
komitmen yang tertuang dalam butir-butir kesepakatan para pihak yang tertulis
pada kontrak. Bahwa sebagaimana ketentuan Pasal 1320-1338 KUH Perdata
perjanjian menjadi satu kesepahaman yang harus ditaati secara sukarela sesuai
dengan undang-undang jika terjadi wanprestasi maka konsekuensi hak dan
kewajiban yang harus dipaksakan dengan sanksi-sanksi sebagaimana diatur.
Kesepakatan divestasi 51% saham ini yang belum menemukan titik kesepakatan
antara pemerintah Indonesia dan PT Freeport, karena jika kepemilikan saham
51% oleh pemerintah Indonesia otomatis PT Freeport berada pada posisi
pemegang saham minoritas sehingga beberapa hal terkait pengelolaan baik
secara langsung maupun tidak akan berpengaruh juga, terlebih terkait kebijakan
strategis perusahaan misalnya pembagian deviden, royalty, pajak, pengelolaan
tambang dan lainnya.43
Kemudian terkait soal perpanjangan kontrak sebagaimana yang
diinginkan oleh pihak PT. Freeport Indonesia, sebetulnya IUPK memberikan
ruang bagi PT Freeport segera memperoleh izin perpanjangan operasi tambang
hingga 2041. Pada pasal 72 Perturan Pemerintah nomor 1 tahun 2017
memberikan instensif bahwa memungkinkan IUPK diperpanjang lima tahun
sebelum berakhirnya jangka waktu IUPK. Secara limitatif waktu Kontrak Karya

40
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt53d247f7e85e1/freeport-teken-mou-
renegosiasi-kontrak. diakses pada 29 November 2017
41
Ana Rokhmatussa’dyah dan Suratman, Hukum Investasi dan pasar Modal, (Jakarta :
Sinar Grafika, 201, hal 116
42
Iwan Dermawan, Kewajiban Divestaasi Saham Pada Penanaman Modal Asing
Bidang Pertambangan Umum (Studi kasus pada Perjanjian Kontrak Karya antara PT NTT
dengan Pemerintah Indonesia)(Depok:Fakultas Hukum Universitsa Indonesia, 2009), hal.2
43
http://www.beritasatu.com/ekonomi/341069-pemerintah-bisa-memutuskan-ambil-
alih-tambang-freeport-2019.html diakses pada tangal 22 September 2017
157 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.1Januari-Maret 2018

berakhir pada tahun 2021,44 jika PT. Freeport mau mengganti KK kedalam
bentuk IUPK maka secara kespakatan antara PT Freeport dan Pemerintah
Indonesia sebagaimana siaran pers Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral Nomor 00115.Prs/04/SJI/2017.45 Dalam salah satu point kesepakatan
tersebut bahwa Landasan hukum yang mengatur hubungan antara Pemerintah
dan PT Freeport Indonesia akan berupa Izin Usaha Pertambangan Khusus
(IUPK), bukan berupa Kontrak Karya (KK). Sehingga memberikan ruang
terbuka untuk PT Freeport memperpanjang izin operasi pertambangannya,
bahwa sudah bisa disepakati pada tahun 2017 dengan dua kali sepuluh tahun
artinya sampai tahun 2041 karena landasan kesepahaman terkait pengalihan
rezim KK ke IUPK. Akan tetapi jika PT Freeport tetap bersikeras pada rezim KK
maka pasal 112 B ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014
sebagaimana diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017
yang menetapkan bahwa Menteri ESDM baru dapat memberikan perpanjangan
di 2 tahun sebelum kontrak berakhir. Artinya, kepastian perpanjangan baru bisa
diperoleh Freeport pada 2019. Jadi, dapat ditarik satu kesepahaman bahwa
sebenarnya IUPK lebih memberikan kepastian hukum bagi investor asing, PT
Freeport lebih terjamin perlindungan hukumnya dan kepastiaan izin operasinya
sehingga tidak terkendala terkait operasi tambang dengan investasinya yang
besar bernilai kurang lebih USD 10 Miliar pada tambang bawah tanah Grasberg
dan komitmen membangun smelter yang berimplikasi pada efisiensi produksi
dan biaya produksi, IUPK secara tegas memberikan kemudahan tersebut.46
Jika dianalisis lebih jauh Pemerintah Indonesia berada pada posisi yang
cukup kuat dalam hukum dalam menghadapi PT Freeport, baik dalam negosiasi
mauapun dalam hal terjadi sengketa terkait hak dan kewajiban yang tidak sesuai
kesepakatan. Ada beberapa alasan kedudukan pemerintah sebagai regulator
dengan wewenangnya membuat peraturan perundang-undangan, keberlakuan
secara asas fiksi hukum dimana setiap orang dianggap mengetahui suatu
peratauran perundang-undangan tanpa perlu mendapat persetuan langsung
maupun tidak langsung. Dalam mengeluarkan regulasi tersebut, pemerintah
bertindak sebagai subjek hukum publik. Menurut Sudikno Mertokusumo, subjek
hukum adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan kewajiban dari
hukum atau yang disebut dengan kewenangan hukum. Subjek hukum pada
dasarnya mempunyai kewenangan hukum, baik yang dianggap cakap bertindak
sendiri maupun yang tidak dianggap tidak cakap bertindak sendiri.47 Sebagai
subjek hukum publik, pemerintah dapat memaksakan aturan yang dibuatnya
dengan melakukan penegakan hukum. Apabila rakyat atau pelaku usaha
keberatan dengan aturan yang dibuat pemerintah sebagai subjek hukum publik,

44
http://www.beritasatu.com/ekonomi/341069-pemerintah-bisa-memutuskan-ambil-
alih-tambang-freeport-2019.html diakses pada tangal 22 September 2017
45
https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/kesepakatan-final-perundingan-
antara-pemerintah-dan-pt-freeport-indonesia, Kesepakatan Final Perundingan Antara Pemerintah
dan PT Freeport Indonesia, diakses pada tanggal 29 November 2017
46
http://mediaindonesia.com/news/read/106062/nilai-investasi-tambang-bawah-tanah-
freeport-capai-10-milyar-dollar/2017-05-24 diakses pada 30 November 2017
47
Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Ed. V. Cet.
IV.(Yogyakarta: Penerbit Liberty. 2008), hal 74.
Implikasi Keberlakuan Kontrak Karya, Arman N., Irawan M., Dyah Puspitsari A. 158

mereka dapat memanfaatkan proses uji materi, baik di Mahkamah Konstitusi


maupun Mahkamah Agung, tergantung pada produk hukumnya. Kembali pada
teori kedaulatan negara bahwa kedaulatan yang tidak bisa diganngu gugat adalah
kedaulatan negara atas kepentingan umum. Sehingga tidak ada bisa melawan
kedaulatan tersebut karena sifatnya mutlak hanya dimiliki oleh negara.
Alasan selanjutnya, bahwa Kontrak Karya II tahun 1991 harus tunduk
pada Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009. Ketentuan Pasal 1338 ayat (1)
KUHPerdata menyatakan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya. Namun berpedoman
pada aturan dasar terkait perjanjian harus memenuhi syarat perjanjian yang sah
berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata yang salah satunya adalah suatu sebab yang
tidak terlarang. Pasal 1337 KUHPerdata kemudian menyatakan suatu sebab
adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu
bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum.48 Berangkat dari
teori Utilitas bahwa kebermanfaatan menjadi ukuran terkait suatu hal yang
menyangkut kepentingan umum bagi suatu negara begitupun terkait ketentuan
IUPK ini jelas membawa manfaat lebih besar bagi Pemerintah Indoensia dan PT
Freeport sendiri. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa Kontrak
Karya II Tahun 1991 harus tunduk pada ketentuan terkait Undang-Undang No 4
tahun 2009 dan Peraturan pelaksananya. Ada pun dalam Pasal 23 Kontrak Karya
II tahun 1991 sudah diatur kewajiban PT. Freeport untuk menaati hukum nasional
dari waktu ke waktu. Ketentuan ini menjadi kata kunci yang membuat PT.
Freeport harus mengikuti berbagai aturan di Indonesia. Terkait hukum perdata
internasional mengenai asas nasionalitas bahwa dimana suatu kegiatan atau
perusahaan itu berada maka harus tunduk kepada tata hukum yang berlaku di
negara tersebut.
Alasan selanjutnya, tercatat bahwa PT Freeport telah melakukan
pengingkaran terhadap beberapa kententuan yang disepakati dalam Kontra Karya
II tahun 1991, adapun pelanggaran antara lain terkait pada pasal 24 Kontrak
Karya 1991 diatur klausul kesepakatan bahwa PT Freeport harus melepas
sahamnya sejumlah 51% kepada Pemerintah Indonesia (Pemerintah pusat,
Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Nasional
Swasta) dalam jangka waktu 20 tahun sejak kesepakatan dalam hal ini Kontrak
Karya ditandatangani, dalam hitungan yaitu paling lambat tahun 2011, atau PT
Freeport Indonesia melepas saham sebesar 45% jika 20% saham PT Freeport
sudah dimiliki pemerintah secara bertahap sebagaimana kehendak Undang-
udang nomor 4 tahun 2009. Namun PT Freeport hanya memberikan saham
sebesar 9,36% sampai hari ini, kemudian pada tahun 2014 pelepasan saham
10,64% dengan harga penawaran dengan harga US $ 1,7 Miliar atau setara Rp
23 Triliun, tentu harga ini cukup tinggi padahal kita tahu di New York Stock
Exchange Nilai 100% (seratus persen) saham Freeport McMoRan tercatat US $
4,8 Miliar, artinya penawaran 10,64 persen kepada pemerintah Indonesia lebih

48
Hamud M. Balfas, Hukum Pasar Modal Indonesia (Edisi Revisi), (Jakarta : PT.
Tatanusa, 2012), hal 258.
159 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.1Januari-Maret 2018

dari 3 (tiga) kali lipatnya.49 Hal ini dilakukan untuk memenuhi perjanjian 20%
sebagaimana ketentuan dalam Kontrak oleh PT Freeport. Melihat fakta ini artinya
tidak ada itikad baik PT. Freeport Indonesia ini untuk memenuhi kewajiban
sebagaimana diatur dalam PP No 1 Tahun 2017. Dalam bisnis terkait itikad baik
(good faith) menjadi sangat penting sebagai dasar kesepakatan dibuat karena
itikad baik menurut Subekti adalah bahwa dalam menjalankan suatu perjanjian
tidak boleh bertentangan dengan kepatutan dan keadilan.50 Selain itu, dalam
Pasal 10 ayat 4 Kontrak Karya 1991 juga sudah diatur tentang kewajiban
pembangunan smelter oleh PTFI, namun pada tahun 2014 PTFI tetap tidak
bersedia membangun smelter. Artinya secara faktuil dapat dipandang rezim
kontrak antara PT Freeport dan pemerintah ini rentan disalahtafsirkan Pihak
dominan dalam kepemilikan saham, sehingga negara seperti tidak punya
kedudukan kuat dengan kewenangan yang dimilikinya. Sehingga penting kiranya
IUPK menjadi pedoman bagi Investor maupun perusahaan asing yang ingin
melakukan usaha pertambangan di Indonesia.
Sebagai negara berdaulat dan kembali pada falsafah Pasal 33 UUD 1945
bahwa bumi air dan segala yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara
haruslah dipergunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Sehingga
sebagai implikasinya negara berposisi sebagai pemilik atas sumberdaya tambang
minerba dan investor ataupun perusahaan asing sebagai entitas yang harus
mengajukan izin jika ingin ikut serta mengelola sumber daya alam Indonesia.

III. KESIMPULAN

1. Kontrak Karya merupakan pintu masuk bagi penanam modal asing yang
berkehendak untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan di Indonesia.
Kontrak diwujudkan dalam bentuk Kontrak Karya (KK) berdasarkan Pasal
10 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 dan dalam bentuk
Perjanjian Kerja Pengusahaan Pertambangan (PKP2B) berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1996. Pada tanggal 12 Januari 2009,
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara disahkan dan diundangkan untuk menggantikan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1967. Dalam pengaturan Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2009, pintu masuk bagi penanam modal asing dalam pertambangan minerba
tidak lagi melalui Kontrak Karya, melainkan melalui perizinan. Dengan
menggunakan mekanisme perizinan, kedudukan Pemerintah menjadi lebih
tinggi bila dibandingkan dengan penanam modal asing.
2. Freeport McMoran adalah salah satu perusahaan tambang internasional
terbesar didunia yang berasal dari Phoenik Arizona Amerika Serikat yang
melakukan kontrak karya dengan negara Indonesia, dan kemudian berbadan
hukum Indonesia dan bernama PT Freeport Indonesia. Dalam UU Minerba
yang telah di sahkan pada tahun 2009 bahwa sebelumnya menganut sistem

49
Majalah Energi Aktual.com Divestasi saham PT Freeport, dilemma bagi pemerintah.
Vol 21 Desember 2015. Hal 14
50
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata,Cetakan ke-29, Jakarta: Intermasa, 2001, hlm.
139
Implikasi Keberlakuan Kontrak Karya, Arman N., Irawan M., Dyah Puspitsari A. 160

Kontrak Karya sebagai bentuk hukum perjanjian, dengan UU yang baru ini
berubah ke sistem perizinan. Oleh sebab itu maka pemerintah tidak lagi
berada dalam posisi yang sejajar dengan pelaku usaha, dan menjadi pihak
yang memberi izin kepada pelaku usaha di industri pertambangan mineral
dan batubara. Berdasarkan siaran pers Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral Nomor 00115.Prs/04/SJI/2017, tanggal 29 Agustus 2017
tentang Kesepakatan Final Perundingan Antara Pemerintah dan PT Freeport
Indonesia diantaranya Landasan hukum yang mengatur hubungan antara
Pemerintah dan PT Freeport Indonesia akan berupa Izin Usaha
Pertambangan Khusus (IUPK), bukan berupa Kontrak Karya (KK). PT
Freeport Indonesia telah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan Khusus
(IUPK) yang berlaku selama 8 bulan, yang mulai berlaku tanggal 10 Februari
2017 sampai dengan 10 Oktober 2017. Dengan IUPK yang sifatnya
sementara itu, Freeport bisa mengekspor konsentrat lagi sampai 10 Oktober
2017.
3. Bahwa tidaklah sama antara KK dan IUPK keduanya mempunyai
konsekwensi hukum yang berbeda, karena jika meninjau dari kedudukan
hukum dalam KK Indonesa dan PTFI adalah sama sebagai subjek hukum
perdata, berbeda pada posisi IUPK bahwa pemerintah sebagai Regulator
dimana mempunyai kedudukan hukum lebih kuat dari PTFI. jika PTFI
menolak perubahan status Kontrak Karya 1991 menjadi IUPK sebagaimana
perintah Permen No.5 Tahun 2017 sebagai turunan PP No.1 Tahun 2017 dan
UU Minerba. Menghadapi penolakan PTFI ini, Pemerintah Indonesia
memiliki posisi hukum yang kuat, baik dalam perundingan maupun terhadap
ancaman arbitrase dari PTFI karena pertama, dalam mengeluarkan regulasi,
pemerintah berperan sebagai regulator yang dapat membuat peraturan
perundang-undangan mengikat secara fiksi hukum; kedua, Kontrak Karya
1991 harus tunduk pada undang- undang berdasarkan Pasal 1320 dan 1337
KUH Perdata; dan ketiga, PTFI sendiri telah melakukan wanprestasi
terhadap beberapa ketentuan Kontrak Karya 1991 antara lain terhadap
kewajiban divestasi saham hingga 51% dan pemurnian hasil pertambangan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku
Balfas, Hamud M. “Hukum Pasar Modal Indonesia”. (Edisi Revisi), Jakarta :
PT. Tatanusa, 2012
Djamal, Jusri. “Aspek-aspek Hukum Masalah Penanaman” Modal, Jakarta :
BKPM, 1982.
Elliot, Cetherine dan Farncess Quin. “Contract Law, London”: Perason
Education, 2005.
H.S., Salim. “Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara”, Jakarta : Sinar
Grafika, 2012.
H.S., Salim. “Hukum Pertambangan Indonesia”,Jakarta : Rajawali Pers, 2008.
161 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.1Januari-Maret 2018

Harahap, M. Yahya. “Segi-Segi Perikatan”, PT. Alumni bandung 1982.


John A. Pearce II dan Ricard B. Robinson, “Strategic Management : Formulation,
Implementation, and Control”, USA : Richard D. Irwin, Inc., 2009.
Mertokusumo, Sudikno. “Mengenal Hukum Suatu Pengantar”. Ed. V. Cet. IV.
Yogyakarta: Penerbit Liberty. 2008.
Rakhmawati, Rosyidah. “Hukum Penanaman Modal di Indonesia dalam
Menghadapi Era Global”, Malang : Bayumedia Publishing, 2003.
Rokhmatussa’dyah, Ana dan Suratman, “Hukum Investasi dan Pasar Modal”,
Jakarta : Sinar Grafika, 2015.
Sjahdeini, Sutan Remy. “Kebebasan berkontrak dan perlindungan Yang
Seimbang bagi para pihak dalam perjanjian kredit Bank di Indonesia”,
Jakarta : Institute Bankir Indonesia, 1993.
Soeroso, R. “Perbandingan Hukum Perdata”, Jakarta : Sinar Grafika 2007.
Subekti. “Pokok-Pokok Hukum Perdata”, Jakarta : Intermasa : 2001.
Syaifuddin, Muhammad. “Hukum Kontrak Memahami Kontrak dalam Perspektif
Filsafat, Teori, Dogmatik dan Praktik Hukum (Seri Pengayaan Hukum
Perikatan)”, Bandung : Mandar Maju, 2012.
Tri Hayati. “Era Baru Hukum Pertambangan Di Bawah Rezim UU No. 4 Tahun
2009”, Jakarta : Yayasan : Pustaka Obor, 2015.
Trihastuti, Nanik. “Hukum Kontrak Karya”, Jakarta : Setara Press, 2013.
Van Dumme, J.M. “Hukum Perjanjian”, Yogyakarta : Dewan Kerjasama Ilmu
Hukum Belanda dan Indonesia, 1987.
Jurnal dan Karya Ilmiah
Ahmad Redi, Kontrak Karya PT. Freeport Indonesia dalam Perspektif Pancasila
dan UUD NRI 1945, Jurnal Konstitusi, Volume 13 No 3 September 2016.
Iwan Dermawan, Kewajiban Divestaasi Saham Pada Penanaman Modal Asing
Bidang Pertambangan Umum (Studi kasus pada Perjanjian Kontrak
Karya antara PT NNT dengan Pemerintah Indonesia) Depok : Fakultas
Hukum Universitsa Indonesia, 2009.
Jusri Djamal, Aspek-aspek Hukum Masalah Penanaman Modal, Jakarta : BKPM,
1982.
United States Securities and Exhange Commission, Form 10-K Freeport-
McMoRan Copper & Gold Inc.,
http://www.fcx.com/ir/downloads/2016_form_10-K.pdf, (Washington :
United States States Securities and Exhange Commission, 2012)
Internet dan sumber lain
Divestasi saham PT Freeport Indonesia http://esdm.go.id/index.php/
publikasi/list_publikasi/1004
http://finance.detik.com/read/2012/02/21/134303/1847789/4/hatta-masak-
royalti-freeport-cuma-1,
http://www.beritasatu.com/ekonomi/341069-pemerintah-bisa-memutuskan-
ambil-alih-tambang-freeport-2019.html diakses pada tangal 22
September 2017
Implikasi Keberlakuan Kontrak Karya, Arman N., Irawan M., Dyah Puspitsari A. 162

http://www.esdm.go.id/siaran-pers/55-siaran-pers/7592, diakses 20 September


2017 pukul 17.00 WIB.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt58d8b4379df18/mencermati-posisi-
freeport-dari-uu-minerba--kontrak-karya--serta-mou diakses pada 22
September 2017
https://finance.detik.com/energi/3428820/kontrak-karya-dan-iupk-jadi-akar-
masalah-freeport-apa-bedan Diakses pada 21 September 2017
https://finance.detik.com/energi/3466745/penjelasan-lengkap-esdm-soal-
pemberian-iupk-ke-freeport, Penjelasan Lengkap ESDM Soal Pemberian
IUPK ke Freeport, diakses pada tanggal 23 September 2017
https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/hasil-perundingan-
pemerintah-freeport-negara-makin-berdaulat-di-negeri-sendiri, Hasil
Perundingan Pemerintah dan PT Freeport : Negara Makin Berdaulat di
Negeri Sendiri, diakses pada tanggal 22 September 2017
https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/kesepakatan-final-
perundingan-antara-pemerintah-dan-pt-freeport-indonesia, Kesepakatan
Final Perundingan Antara Pemerintah dan PT Freeport Indonesia, diakses
pada tanggal 22 September 2017
Penjelasan Lengkap ESDM Soal Pemberian IUPK ke Freeport, diakses dari
https://finance.detik.com/energi/3466745/penjelasan-lengkap-esdm-
soal-pemberian-iupk-ke-freeport
Peraturan Perundang-undangan
Berita Negara Penandatanganan Kontrak Karya I Pada tanggal 7 April 1967 atas
nama Pemerintah Republik Indonesia Slamet Bratanata (Menteri
Pertambangan) Sedangkan untuk Kontrak Karya II pada tanggal 30
Desember 1991 atas nama Pemerintah Republik Indonesia Ginanjar
Kartasasmita (Menteri Pertambangan dan Energi). Sekarang menjadi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, , Lembaran Negara
Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2014 Nomor 263, Tambahan
Lembaran Negara (TLN) Nomor 5597.
Indonesia, Keputusn Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 430/KMK.
01/1978 tentang Tata Cara Menawarkan Saham kepada Masyarakat
Melalui Bursa Efek
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 Tentang Jenis dan Tarif
Penerimaan Negara Bukan Pajak, Lembaran Negara Republik Indonesia
(LNRI) Tahun 2012 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara (TLN)
Nomor 5276.
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Lembaran Negara
Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2017 Nomor 4, Tambahan Lembaran
Negara (TLN) Nomor 6012.
Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Amandemen ke-4 Tahun 2002.
163 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.1Januari-Maret 2018

Indonesia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-


Ketentuan Pokok Pertambangan, Lembaran Negara Republik Indonesia
(LNRI) Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara (TLN)
Nomor2831.
Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Investasi, Lembaran
Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan
Lembaran Negara (TLN) Nomor 4724.
Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,
Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2007 Nomor106,
Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor 4724.
Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara, Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI)
Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor 4959.
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Lembaran Negara
Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2012 Nomor 45, Tambahan Lembaran
Negara (TLN) Nomor 5597.

Anda mungkin juga menyukai