BAB I
PENDAHULUAN
Istilah atau terminologi sistem ketatanegaraan, terdiri atas dua kata yaitu
sistem dan ketatanegaraan. Sistem adalah sekelompok bagian-bagian yang bekerja
bersama-sama untuk melakukan suatu maksud. Apabila salah satu bagian rusak
atau tidak dapat menjalankan tugasnya maka maksud yang hendak dicapai tidak
akan terpenuhi atau setidak-tidaknya sistem yang sudah terwujud akan mendapat
gangguan. Sistem adalah satu kesatuan komponen yang satu sama lain saling
berkaitan dan saling berinteraksi untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan
secara optimal sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Oleh karena itu, untuk mengenal dan memahami suatu sistem perlu dikenali
dan dipahami semua komponen yang terkandung di dalamnya
(Hamalik,2010;135). Tidak lain dikarenakan bahwa masing-masing komponen
tersebut saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain (Rusman,2012;1).
Lebih lanjut menurutnya bahwa untuk mengetahui apakah sesuatu itu dapat
dikatakan sistem, maka harus mencakup lima unsur utama, yaitu.
bahwa cara bekerja dan berhubungan ketiga poros kekuasaan, yaitu eksekutif,
legislatif, dan yudikatif dapat disebut sebagai sistem pemerintahan negara.
Sehingga yang dimaksud dengan sistem pemerintahan adalah sistem hubungan
dan tata kerja lembaga-lembaga negara. Oleh karena itu, dapatlah disimpulkan
bahwa pengertian sistem pemerintahan yang diberikan oleh Mahmud MD
sebagaimana dikutip kembali oleh Ghoffur, merupakan pengertian dari sistem
pemerintahan dalam arti luas, yang tentunya dalam hal ini memiliki kemiripan,
dengan pengertian sistem ketatanegaraan sebagaimana dimaksud Yuhana. Yang
dalam hal ini, juuga sama-sama menyangkut hubungan daripada lembaga-lembaga
negara, terutama antara satu lembaga negara dengan lembaga negara lainnya
dalam konstitusi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sistem dalam hal ini
diartikan secara sempit sebagai mekanisme berdasarkan suatu tata aturan. Antara
tata aturan dengan kelembagaan sesungguhnya merupakan suatu kesatuan, karena
kelembagaan dapat didefinisikan sebagai suatu struktur aturan yang diformalisasi
dalam seperangkat produk hukum (Asshiddiqie,2009;251)
seperti Ius Costituendum adalah hukum yang dicita-citakan oleh pergaulan hidup
dan negara tetapi belum merupakan kaidah (Dirdjosiworo,2003;164).
1. MPR Lembaga ini berdasarkan UUD psl 1,2,3. Anghota terdiri dari
anggota DPR dan DPD
1. UUD 1945
2. MPR (Konsultatif)
3. DPR (Legislatif)
4. Presiden (eksekutif)
5. BPK (Inspektif)
6. DPA dihapus
7. MA (Yudikatif)
1. UUD 1945
2. BPK
BAB II
LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA INDONESIA MENURUT
A. PERKEMBANGAN KETATANEGARAAN
A.
MAJELIS
PERMUSYAWARATAN RAKYAT ( MPR)
Pada awal masa Orde Lama, MPR belum dapat dibentuk secara utuh karena
gentingnya situasi saat itu. Hal ini telah diantispasi oleh para pendiri bangsa
dengan Pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (pra Amendemen) menyebutkan, Sebelum Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan
Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaannya
dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional. Sejak
diterbitkannya Maklumat Wakil Presiden Nomor X, terjadi perubahan-perubahan
yang mendasar atas kedudukan, tugas, dan wewenang KNIP. Sejak saat itu
mulailah lembaran baru dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, yakni KNIP
diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan
Negara. Dengan demikian, pada awal berlakunya Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (pra Amendemen) dimulailah lembaran pertama
sejarah MPR, yakni terbentuknya KNIP sebagai embrio MPR.
11
Dalam suasana yang tidak menguntungkan itu, tanggal 5 Juli 1959, Presiden
Soekarno mengeluarkan Dekret Presiden yang berisikan :
a) Pembubaran Konstituante,
b) Berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUD Sementara
1950,
c) Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan
Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).
Dalam UUD 1945 MPR merupakan salah satu lembaga Negara (sebelum
Amandemen dikenal dengan istilah lembaga tertinggi Negara). Anggota MPR
yang terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD menunjukan bahwa MPR masih
dipandang sebagai lembaga perwakilan rakyat karena keanggotaannya dipilih
dalam pemilihan umum. Unsur anggota DPR untuk mencerminkan prinsip
demokrasi politik sedangkan unsur anggota DPD untuk mencerminkan prinsip
keterwakilan daerah agar kepentingan daerah tidak terabaikan. Dengan adanya
perubahan kedudukan MPR, maka pemahaman wujud kedaulatan rakyat tercermin
dalam tiga cabang kekuasaan yaitu lembaga perwakilan, Presiden, dan pemegang
kekuasaan kehakiman.
Dalam hubungannya dengan DPD. Seperti halnya peran DPR, peran DPD
dalam MPR juga sangat besar misalnya dalam hal mengubah UUD yang harus
dihadiri oleh 2/3 anggota MPR dan memberhentikan Presiden yang harus dihadiri
oleh 3/4 anggota MPR maka peran DPD dalam kewenangan tersebut merupakan
suatu keharusan. Dalam hal hubungannya dengan Mahkamah Konstitusi (MK)
dapat dipahami dari Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu
14
Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara (Pasal 34 Ayat
1)
1
18
D. MAHKAMAH AGUNG ( MA )
Sebelum amandemen Undang-undang Dasar 1945, kekuasaan
kehakiman dilakukan hanya oleh mahkamah agung. Lembaga mahkamah
agung bersifat mandiri dan tidak boleh diintervensi atau dipengaruhi oleh
cabang kekuasaan lainnya. Wewenang sebelum amandemen :
1. Berwenang mengadili pada tingkat kasasi.
2. Menguji peraturan perundang-undangan.
3. Mengajukan tiga orang hakim konstitusi.
22
BAB III
Saat ini MPR tidak lagi menetapkan garis-garis besar haluan negara, baik
yang berbentuk GBHN maupun berupa peraturan perundang-undangan,
serta tidak lagi memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden. Hal
ini berkaitan dengan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menganut sistem pemilihan Presiden dan
Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat yang memiliki program yang
ditawarkan langsung kepada rakyat. Jika calon Presiden dan Wakil
Presiden itu menang maka program itu menjadi program pemerintah
selama lima tahun. Berkaitan dengan hal itu, wewenang MPR adalah
melantik Presiden atau Wakil Presiden yang dipilih secara langsung oleh
rakyat. Dalam hal ini MPR tidak boleh tidak melantik Presiden dan/atau
Wakil Presiden yang sudah terpilih.
Wewenang MPR berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3)
UUD Tahun 1945 adalah:
4. memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden
apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya;
dihadiri oleh 3/4 anggota MPR maka peran DPD dalam kewenangan
tersebut merupakan suatu keharusan.
Dalam hubungannya dengan DPR, khusus mengenai penyelenggaraan
sidang MPR berkaitan dengan kewenangan untuk memberhentikan
Presiden dan/atau Wakil Presiden, proses tersebut hanya bisa dilakukan
apabila didahului oleh pendapat DPR yang diajukan pada MPR.
Selanjutnya, Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu
wewenang Mahkamah Konstitusi adalah untuk memutus sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD.
Karena kedudukan MPR sebagai lembaga negara maka apabila MPR
bersengketa dengan lembaga negara lainnya yang sama-sama memiliki
kewenangan yang ditentukan oleh UUD, maka konflik tersebut harus
diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi.
Pasal 22D ayat (1), (2), dan (3) UUD RI 1945, dan
yang juga disebut dalam UUD 1945, yaitu dalam Pasal 10 yang
Republik Indonesia.
Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya yang diatur
dengan UU.
5. MAHKAMAH AGUNG ( MA )
a) Kedudukan Mahkamah Agung
Pembentukan Mahkamah Agung (MA) pada pokoknya
memang diperlukan karena bangsa kita telah melakukan perubahan-
perubahan yang mendasar atas dasar undang-undang dasar 1945.
Dalam rangka perubahan pertama sampai dengan perubahan keempat
UUD 1945. Bangsa itu telah mengadopsi prinsip-prinsip baru dalam
system ketenegaraan, yaitu antara lain dengan adanya system prinsip
Pemisahan kekuasaan dan cheeks and balance sebagai pengganti
system supremasi parlemen yang berlaku sebelumnya.
MA merupakan lembaga negara yang memiliki kuasa untuk
menyelenggarakan peradilan bersama-sama dengan MK. MA
membawahi badan peradilan dalam wilayah Peradilan Umum,
Peradilan militer, Peradilan Agama, dan Peradilan Tata Usaha Negara
(PTUN).
3
39
6. MAHKAMAH KONSTITUSI ( MK )
a) Kedudukan Mahkamah Konstitusi ( MK )
Keberadaan MK dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian
konstitusi. Bersama dengan MA, MK menjadi lembaga tinggi negara
yang memegang kuasa kehakiman. Anggota Hakim Konstitusi
ditetapkan oleh Presiden, sedang calonnya diusulkan oleh MA, DPR
dan pemerintah
7. KOMISI YUDISIAL
a) Kedudukan Komisi Yudisial
Komisi Yudisial berfungsi mengawasi perilaku hakim dan
mengusulkan nama calon Hakim Agung. KY merupakan
lembaga negara yang bersifat mandiri. Anggota Komisi
Yudisial terdiri atas 7 orang yaitu, dua orang mantan hakim,
dua orang akademisi hukum, dua orang praktisi hukum, dan
41
b) Dasar Hukum
Dasar hukum lembaga negara Mahkamah Agung adalah Pasal 24C ayat
(1) dan (2) UUD RI 1945.
DAFTAR PUSTAKA
Undang - Undang
44
Konstitusi RIS
UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan
DPRD
Buku
Moh. Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketata Negaraan Indonesia, Edisi Revisi,
Jakarta: PT Bineka Cipta, 2001
Website