Di satu pihak masyarakat masih tetap menggunakan hukum adat sebagai sandaran
peraturan pertanahan dan diakui oleh komunitasnya, akan tetapi di lain pihak, hukum agraria
nasional belum sepenuhnya mengakui validitas hukum adat tersebut.
Asas/Prinsip dalam UUPA:
1. Asas Nasionalitas
2. Asas Hak Menguasai Negara
3. Asas Pengakuan Hak Ulayat
4. Asas Tanah mempunyai Fungsi Sosial
5. Asas Perlindungan
6. Asas Tanah untuk Pertanian
7. Asas Tata Guna Tanah
8. Asas Persamaan Hak antara Laki-laki dan Perempuan
1. Asas Nasionalitas
pasal 1 (1) UUPA
seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang
bersatu sebagai Bangsa Indonesia.
pasal 1 (2) UUPA
Seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air,
dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.
pasal 1 (3) UUPA
Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa termasuk dalam ayat
(2) pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi.
5. Asas Perlindungan
Ps. 9 (1) jo. pasal 21 ayat 1 : Hanya warga negara Indonesia dapat mempunyai hubungan
yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa, dalam batas-batas ketentuan pasal 1
dan 2. Yaitu bahwa orang perseorangan atau badan hukum dapat mempunyai hak atas tanah
untuk keperluan pribadi maupun usahanya.
Ps. 11 (2) : Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan rakyat
dimana perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan, dengan
menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan yang ekonomis lemah.
Dasar pertimbangan melarang badanbadan hukum mempunyai hak milik atas tanah, ialah
karena badan-badan hukum tidak perlu mempunyai hak milik tetapi cukup hak-hak lainnya.
Meskipun pada dasarnya badan-badan hukum tidak dapat mem- punyai hak milik atas
tanah, tetapi mengingat akan keperluan masyarakat yang sangat erat hubungannya dengan
faham keagamaan, sosial dan hubungan perekonomian, maka diadakanlah suatu "escape-
clause" yang memungkinkan badan-badan hukum tertentu mempunyai hak milik.
Dengan adanya "escape-clause" ini maka cukuplah nanti bila ada keperluan akan hak milik
bagi sesuatu atau macam badan hukum diberikan dispensasi oleh Pemerintah, dengan jalan
menunjuk badan hukum tersebut sebagai badanbadan hukum yang dapat mempunyai hak
milik atas tanah (pasal 21 ayat 2).
Badan-badan hukum yang bergerak dalam lapangan sosial dan keagamaan ditunjuk dalam
pasal 49 sebagai badan-badan yang dapat mempunyai hak milik atas tanah, tetapi sepanjang
tanahnya diperlukan untuk usahanya dalam bidang sosial dan keagamaan itu. Dalam hal-hal
yang tidak langsung berhubungan dengan bidang itu mereka dianggap sebagai badan hukum
biasa.
Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) UUPA, maka sasaran HukumAgraria meliputi :
bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yangterkandung di dalamnya,
sebagaimana lazimnya disebut sumber daya alam. Olehkarenanya pengertian hukum agraria
menurut UUPA memiliki pengertian hukumagraria dalam arti luas, yang merupakan suatu
kelompok berbagai hukum yangmengatur hak-hak penguasaan atas sumber-sumber daya
alam yang meliputi :
1.Hukum pertanahan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanahdalam arti
permukaan bumi;
2.Hukum air, yang mengatur hak-hak penguasaan atas air;
3.Hukum pertambangan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas bahan-bahan
galian yang dimaksudkan oleh undang-undang pokok pertambangan;
4.Hukum perikanan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang
terkandung di dalam air;
5.Hukum kehutanan, yang mengatur hak-hak atas penguasaan atas hutan dan hasil
hutan;
6.Hukum penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa (bukan
space law), mengatur hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam
ruang angkasa yang dimaksudkan oleh Pasal 48 UUPA.
Sedangkan pengertian hukum agraria dalam arti sempit, hanya mencakupHukum
Pertanahan, yaitu bidang hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atastanah.
Yang dimaksud tanah di sini adalah sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) UUPA,adalah
permukaan tanah, yang dalam penggunaannya menurut Pasal 4 ayat (2),meliputi tubuh bumi,
air dan ruang angkasa, yang ada di atasnya, sekedar diperlukanuntuk kepentingan yang
langsung berhubungan dengan penggunan tanah itu dalambatas menurut UUPA, dan
peraturan-perturan hukum lain yang lebih tinggi.
Landasan Hukum Agraria ialah ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 45 merupakan sumber
hukum materiil dalam pembinaan hukum agraria nasional.
Hubungan Pasal 33 (3) UUD 45 dengan UUPA:
1. Dimuat dalam Konsideran UUPA, Pasal 33 (3) dijadikan dasar hukum bagi pembentukan
UUPA dan merupakan sumber hukum (materiil) bagi pengaturannya.
bahwa hukum agraria tersebut harus pula merupakan pelaksanaan dari pada Dekrit Presiden
tanggal 5 Juli 1959, ketentuan dalam pasal 33 Undang-undang Dasar dan Manifesto Politik
Republik Indonesia, sebagai yang ditegaskan dalam pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960,
yang mewajibkan Negara untuk mengatur pemilikan tanah dan memimpin penggunaannya,
hingga semua tanah diseluruh wilayah kedaulatan bangsa dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat, baik secara perseorangan maupun secara gotong-royong
2. Dalam penjelasan UUPA angka 1.
hukum agraria nasional harus mewujudkan penjelmaan dari pada azas kerokhanian, Negara
dan cita-cita Bangsa, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan, Kebangsaan,
Kerakyatan dan Keadilan Sosial serta khususnya harus merupakan pelaksanaan dari pada
ketentuan dalam pasal 33 Undang-undang Dasar dan Garis-garis besar dari pada haluan
Negara
Pengaturan keagrariaan atau pertanahan dalam UUPA yaitu untuk mengatur pemilikan dan
memimpin penggunaannya, harus merupakan perwujudan dan pengamalan dasar negara
pancasila dan merupakan pelaksanaan dari UUD 45 dan GBHN.Bahwa UUPA harus
meletakkan dasar bagi hukum agraria nasional yang akan dapat membawa kemakmuran,
kebahagiaan, keadilan serta kepastian hukum bagi bangsa dan negara.