Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN NEONATUS DENGAN HIPERBILLIRUBIN

A. Pengertian
Hiperbilirubin merupakan suatu kondisi bayi baru lahir dengan kadar
bilirubin serum total melebihi 10mg% pada minggu pertama yang
ditandai dengan icterus yang dikenal dengan icterus neonatorum patologis
(Hidayat, 2008).
Icterus neonatorum adalah suatu gejala diskolorasi kuning pada kulit,
konjungtiva dan mukosa akibat penumpukan bilirubin. Icterus terjadi
akibat:
1. Produksi yang berlebihan misalnya pada proses hemolysis
2. Gangguan transportasi misalnya hipoalbumin pada bayi premature
3. Gangguan pengolahan hepar
4. Gangguan fungsi hepar atau imaturitas
5. Gangguan obstruksi atau ekskresi
B. Metabolism Bilirubin
Bilirubin adalah produk dari eritrosit yang rusak, kerusakan eritrosit akan
menyebabkan kleuarnya bilirubin, bilirubin ini adalah bilirubin tak
terkonjugasi yang tidak dapat larut dalam air. Bilirubintak terkonjugasi ini
diikat oleh albumin dan protein yang lain, kemudian beredar melalui
peredaran darah setibanya di dalam hepar, bilirubin tak terkonjugasi
dilepas oleh hepar dari albumin, kemudian digabung dengan glukoronid
sehingga dapat melarut dalam air dan disebut bilirubin terkonjugasi
melalui kanalikuli, bilirubin terkonjugasi ikut dengan empedu dan masuk
ke vesika felea dan duodenum. Dalam duodenum, bilirubin terkonjugasi
diubah menjadi urobilinogen, sebagian urobilinogen ini di keluarkan
melalui feses dalam bentuk sterkobilin, yang memberi pada setibanya
dalam hepar, hepar melepasnya kedalam darah untuk digunakan kembali,
yang lain dikeluarkan melalui urine (Baradero, Dayrit, & Siswadi, 2008).

C. Etiologi
Menurut Lissauer, Fanaroff dkk (2008) penyebab bilirubin
1. Usia kurang 24 jam
a. Hemolitik
1) Penyakit rhesus
2) Inkompatibilitas ABO
3) Sferositosis herediter
b. Infeksi kongenital
2. 24 jam sampai 2 minggu
a. Fisiologis
b. Icterus akibat ASI
c. Hemolitik
d. Infeksi
e. Memar
f. Obstruksi
3. Usia lebih dari 3 minggu
a. Tak terkonjugasi
1) ASI
2) Hipotiroidisme
b. Terkonjugasi
1) Sindrom hepatitis neonatal
2) Atresia biliaris
D. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala hiperbilirubin menurut Hidayat (2008) adalah Adanya
icterus, icterus ini ada dua jenis:
1. Fisiolgis: timbul pada hari kedua dan hari ketiga dan menghilang pada
minggu pertama, selambat-lambatnya 10 hari setalah hari kelahiran.
Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10mg% pada neonates yang
cukup bulan dan 12,5mg% bagi neonates yang kurang bulan.
Kecepatan peningkatan bilirubin tidak melebihi 5mg% setiap hari,
dan pada bilirubin direk tidak melebihi 1mg%.
2. Patologi: terjadi pada 24 jam pertama, kadar bilirubin serum melebihi
10mg% pada cukup bulan dan melebihi 12,5mg% pada bayi kurang
bulan, icterus menetap setelah 2 minggu pertama.
3. Feses berwarna seperti dempul
4. Letargi
5. Reflek hisap menurun
E. Patofisiologi
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%)
terjadi dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari
senyawa lain seperti mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks
haptoglobin dengan hemoglobin yang telah dibebaskan dari sel darah
merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai
cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk
menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang
tidak larut dalam air(bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena
ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin untuk
diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan
melewati lobulus hati ,hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan
menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam
glukoronat(bilirubin terkonjugasi, direk)(Sacher,2004).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut
masuk ke sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam
usus ,bilirubin diuraikan oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen.
Urobilinogen dapat diubah menjadi sterkobilin dan diekskresikan sebagai
feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur
enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke hati.
Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam empedu
untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi
sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut air
bersama urin(Sacher, 2004).
Pada dewasa normal level serum bilirubin 2mg/dl dan pada bayi yang
baru lahir akan muncul ikterus bila kadarnya >7mg/dl(Cloherty et al,
2008). Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin
yang melebihi kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau
disebabkan oleh kegagalan hati(karena rusak) untuk mengekskresikan
bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan
hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan
hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam
darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu(sekitar 2-
2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian
menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice(Murray et
al,2009).
F. Pemeriksaan penunjang
Menurut Lissauer, Fanaroff dkk (2008):
Secara klinis icterus dapat dideteksi dari warna kulit yaitu pemucatan
kulit dengan menekan kulit dengan ibu jari ketika bilirubin melebihi
5mg/dl (85mikromol/L). uji laboratorium: kadar bilirubin: total dan
direct, golongan darah ibu dan tipe rhesusnya, kadar darah bayi dan
Rhnya, direct comb test pada bayi, hemoglonbin, sediaan apus darah,
hitung retikulosit.

G. Penatalaksanaan
Menurut Nelson, Behrman dkk(2000) dan Lissauer, Fenaroff dkk (2008)
pengobatan pada bayi hiperbilirubin:
1. Fototerapi
2. Transfuse tukar
3. Pemeberian ASI
4. Pemulangan
5. Karbon monoksida akhir-tidal untuk mendeteksi hemolysis
6. Inhibitor

H. Asuhan Keperawatan.
1. Pengkajian
a. Riwayat orang tua:
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh,
ABO, Polisitemia, Hematoma, Obstruksi pencernaan dan ASI
b. Pemeriksaan fisik
B1: simetris, premitus, sonar, Ronkhi -/-, rr: 30-40x/menit,
pernafasan cuping hidung (-)
B2: ictuscordis tidak tampak di ICS 5, ictuscordis teraba di ICS 5,
redup, S1 dan S2 tunggal, Nadi 120x/menit, imunisasi BCG,
dan vaksin hepatitis B, asistensi vena jugularis (-), CRT >2
detik
B3: kesadran kompos mentis, penglihatan baik, konjungtiva (+)
B4: biasanya bayi mengalami diare urine mengalami perubahan
warna gelap dan tinja berwarna pucat
B5: pada umumnya bayi malas minum (reflek hisap dan menelan
lemah) sehingga BB bayi mengalmi penurunan
B6: suhu 37,5C akral hangat, warna kulit sawo matang, turgor <1
detik, kulit tampak kuning dan mengelupas ( skin resh)
bronze bayi sindrom
B7: lidah agak kotor, bagian ekstermitas tampak pucat, oedem(-).
B8: bayi mengalami penurunan aktivitas, letargi, hipototonus dan
mudah terusik, tonus otot
B9: klien hanya beraktivitas diatas tempat tidur dan diinkubator,
kebersihan klien cukup dibantu oleh tenaga kesehtan,
B10: pemeriksaan laboratorium: kadar bilirubin, golongan darah,
darah rutin dan hapusan darah, Kramer
c. Pengkajian psikososial
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah
orang tua merasa bersalah, masalah bonding, perpisahan dengan
anak
d. Pengetahuan keluarga meliputi
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan, lebih lanjut,
apakah mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat
pendidikan, kemampuan mempelajarai hiperbilirubin
e. Analisa data
1) Ibu mengatakan anak rewel, daya hisap lemah
2) Ibu mengatakan merasa khawtirdan takut karena tidak bisa
terus bersama-sama dengan bayinya
3) Kulit dan sclera terlihat kuning
4) Bayi iritabel
5) Kadar bilirubin indirek lebih dari 12,5mg% pada bayi BBLR
dan pada bayi cukup bulan 10mg%
6) Frekuensi BAB meningkat
2. Diagnose keperawatan
a. Ikterik neonates yang berhubungan dengan keterlambatan
pengeluran meconium
b. Hipertermi yang berhubungan dengan peningkatan laju
metabolism
c. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan
program pengobatan
d. Risiko cedera yang berhubungan dengan usia eksterm dan
disfungsi imun
e. Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan terapi
radiasi
3. Intervensi
a. Dx 1
ntervensi:
1) Atur jarak fototerapi dengan klien
2) Berikan tutup mata pada klien
3) Buka baju klien
4) Observasi Kramer dan cek laborat bilirubin post foto terapi
5) Jelaskan tentang pemberian ASI
6) Kolaborasi pemberian waktu terapi

b. Dx 2
Intervensi
1) Berikan kompres hangat
2) Berikan ASi sedikit tapi sering
3) Observasi Suhu
4) Jelaskan kepada keluarga tentang kondisi pasien
5) Kolaborasi pemberian analgesik
c. Dx 3
Intervensi:
1) Berikan ASI/susu sedikit tapi sering
2) Berikan cairan parenteral
3) Observasi cairan
4) Anjurkan klien untuk diberi ASI
5) Kolaborasi pemberian kebutuhan cairan
d. Dx 4
Intervensi:
1) Berikan penutup mata pada klien
2) Atur posisi klien
3) Atur jarak klien dengan fototerapi
4) Observasi aktivitas klien
e. Dx 5
Intervensi:
1) Berikan lotion baby pada kulit klien
2) Berikan asupan cairan sesuai denga kebutuhan klien
3) Observasi kulit dan kebutuhan cairan klien
4) Kolaborasi dengan team medis

I. Daftar pustaka
Hidayat, A. Aziz Alimul.2008. ilmu kesehatan anak untuk pendidikan
bidan.Salemba medika:Jakarta

Baradero, Mary, Dayrit, Mary Wilfird & Siswadi, Yokobus. 2008. Klien
gangguan hati. EGC: Jakarta
Murray, R. K., Granner, D. K., & Rodwell, V. W.2009.Biokimia harper
(27 ed.).Buku Kedokteran EGC: Jakarta

Nelson, Waldo E, Behrman, Richard E dkk.2000.Ilmu kesehatan


anak.Edisi 15. Vol1.EGC.Jakarta

Cloherty, J. P., Eichenwald, E. C., Stark A. R., 2008. Neonatal


Hyperbilirubinemia in Manual of Neonatal Care. Philadelphia:
Lippincort Williams and Wilkins

Lissauer,Tom, Fanaroff, Avroy dkk.2008. Ay aGlance Neonatologi.


Erlangga: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai