Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

NON HODGKIN LIMFOMA (NHL)


DI RUANG 23 INFEKSIUS Dr. SAIFUL ANWAR MALANAG

OLEH:
Egas A. Da Costa Xavier
2016611041

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan
Non Hodgkin Limfoma (NHL)
Di Ruang 23 Infeksius Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang

Telah di periksa dan di sahkan pada


Hari :
Tanggal :

M
ahasiswa

Egas A. Da Costa Xavier


2016611041

Mengetahui

Pembimbing Ruangan Pembimbing Akademik

aaaaaaaaaaaaaaaaaa Zaky Soewandi Ahmad, S.Kep., Ns


bbbbbbbbbbbbbbbbbb

Kepala Ruangan 23 Infeksius

cccccccccccccccccccc
DDDDDDDDDDDDD

A. Pengertian
Limfoma Non Hodgkin adalah keganasan primer berupa gangguan proliferatif
tidak terkendali dari jaringan limfoid (limfosit B dan sistem sel limfosit T). (Schwartz
M William, 2010)
Limfoma non Hodgkin (LMNH) adalah neoplasma yang ganas pada sistem
limfatik dan jaringan limfoid. Seperti halnya kebanyakan neoplasma anak, penyebab
LMNH juga tidak diketahui. Sejumlah faktor, seperti infeksi virus, imunodefisiensi,
aberasi kromosom, imunostimulasi kronis, dan pemajanan terhadap lingkungan
memicu terjadinya limfoma maligna. (Betz, 2009)
Limfoma Non-Hodgkin adalah sekelompok keganasan (kanker) yang berasal
dari sistem kelenjar getah bening dan biasanya menyebar ke seluruh tubuh. Beberapa
dari limfoma ini berkembang sangat lambat (dalam beberapa tahun), sedangkan yang
lainnya menyebar dengan cepat (dalam beberapa bulan). Penyakit ini lebih sering
terjadi dibandingkan dengan penyakit Hodgkin.
Penentuan stadium merupakan salah satu pola penting dalam manajemen LNH
yang bertujuan untuk mengetahui status penyakit dan memilih pengobatan yang relevan
serta memudahkan evaluasi hasil terapi. Klasifikasi yang populer digunakan adalah
klasifikasi menurut Arnn Arborr (1971) sebagai berikut:
STADIUM INTERPRETASI
Stadium I Terserang satu kelenjar limfe pada daerah tertentu atau ekstra limfatik
Stadium II Terserang lebih dari satu kelenjar limfe di daerah di atas diafragma
dengan atau tanpa ekstra limfatik
Stadium III Terserang kelenjar limfe diatas dan di bawah diafragma atau disertai
limfoma ekstra limfatik, limpa atau keduanya.
Stadium IV Tersebar menyeluruh pada organ ekstra limfatik dengan atau tanpa
melibatkan kelenjar limfe.

Ada 2 klasifikasi besar penyakit ini yaitu:


1. Limfoma non Hodgkin agresif.
Limfoma non Hodgkin agresif kadangkala dikenal sebagai limfoma non
Hodgkin tumbuh cepat atau level tinggi. Karena sesuai dengan namanya,
limfoma non Hodgkin agresif ini tumbuh dengan cepat. Meskipun nama agresif
kedengarannya sangat menakutkan, limfoma ini sering memberikan respon
sangat baik terhadap pengobatan.Meskipun pasien yang penyakitnya tidak
berespon baik terhadap standar pengobatan lini pertama,sering berhasil baik
dengan kemoterapi dan transplantasi sel induk. Pada kenyataannya, limfoma non
Hodgkin agresif lebih mungkin mengalami kesembuhan total daripada limfoma
non Hodgkin indolen.
2. Limfoma non Hodgkin indolen.
Limfoma non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal sebagai limfoma
non Hodgkin tumbuh lambat atau level rendah. Sesuai dengan namanya,
limfoma non Hodgkin indolen tumbuh hanya sangat lambat. Secara tipikal ia
pada awalnya tidak menimbulkan gejala, dan mereka sering tetap tidak terditeksi
untuk beberapa saat. Tentunya, mereka sering ditemukan secara kebetulan, seperti
ketika pasien mengunjungi dokter untuk sebab lainnya. Dalam hal ini, dokter
mungkin menemukan pembesaran kelenjar getah bening pada pemeriksaan fisik
rutin. Kadangkala, suatu pemeriksaan, seperti pemeriksaan darah, atau
suatu sinar-X, dada, mungkin menunjukkan sesuatu yang abnormal, kemudian
diperiksa lebih lanjut dan ditemukan terjadi akibat limfoma non Hodgkin. Gejala
yang paling sering adalah pembesaran kelenjar getah bening, yang kelihatan
sebagai benjolan, biasanya di leher, ketiak dan lipat paha. Pada saat diagnosis
pasien juga mungkin mempunyai gejala lain dari limfoma non Hodgkin. Karena
limfoma non Hodgkin indolen tumbuh lambat dan sering tanpa
menyebabkan stadium banyak diantaranya sudah dalam stadium lanjut saat
pertama terdiagnosis.

B. Etiologi
Penyebab LNH belum jelas diketahui. Para pakar cenderung berpendapat bahwa
terjadinya LNH disebabkan oleh pengaruh rangsangan imunologis persisten yang
menimbulkan proliferasi jaringan limfoid tidak terkendali. LNH kemungkinan ada
kaitannya dengan factor keturunan karena ditemukan fakta bila salah satu anggota
keluarga menderita LNH maka risiko anggota keluarga lainnya terjangkit tumor ini
lebih besar dibanding dengan orang lain yang tidak termasuk keluarga itu. Pada
penderita AIDS : semakin lama hidup semakin besar risikonya menderita limfoma.
Terdapat beberapa fakkor resiko terjadinya LNH, antara lain :
1. Imunodefisiensi : 25% kelainan heredier langka yang berhubungan dengan
terjadinya LNH antara lain adalah :severe combined immunodeficiency,
hypogammaglobulinemia, common variable immunodeficiency, Wiskott Aldrich
syndrome dan ataxia-telangiectasia. Limfoma yang berhubungan dengan
kelainan-kelainan tersebut seringkali dihubugkan pula dengan Epstein Barr Virus
(EBV) dan jenisnya beragam.
2. Agen infeksius : EBV DNA ditemukan pada limfoma Burkit sporadic. Karena
tidak pada semua kasus limfoma Burkit ditemukan EBV, hubungan dan
mekanisme EBV terhadap terjadinya limfoma Burkit belum diketahui.
3. Paparan lingkungan dan pekerjaan : Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan
dengan resiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini
disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organic.
4. Diet dan Paparan lsinya : Risiko LNH meningkat pada orang yang mengkonsumsi
makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan UV4,5.

C. Manifestasi Klinis
Gejala umum penderita limfoma non-Hodgkin yaitu :
1. Pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit.
2. Demam.
3. Keringat malam.
4. Rasa lelah yang dirasakan terus menerus.
5. Gangguan pencernaan dan nyeri perut.
6. Hilangnya nafsu makan.
7. Nyeri tulang.
8. Bengkak pada wajah dan leher dan daerah-daerah nodus limfe yang terkena.
9. Limphadenopaty.
a. Limfadenopati superficial. Sebagian besar pasien datang dengan pembesaran
kelenjar getah bening asimetris yang tidak nyeri pada satu atau lebih region
kelenjar getah bening perifer.
b. Gejala konstitusional. Demam, keringat pada malam hari dan penurunan berat
badan lebih jarang terjadi dibandingkan pada penyakit Hodgkin. Adanya
gejala tersebut biasanya menyertai penyakit diseminata. Dapat terjadi anemia
dan infeksi dengan jenis yang ditemukan pada penyakit Hodgkin.
c. Gangguan orofaring. Pada 5-10% pasien, terdapat penyakit distruktur limfoid
orofaringeal (cincin waldeyer) yang dapat menyebabkan timbulnya keluhan
sakit tenggorok atau napas berbunyi atau tersumbat.
d. Anemia, netropenia dengan infeksi, atau trombositopenia dengan purpura
mungkin merupakan gambaran pada penderita penyakit sumsum tulang difus.
Sitopenia juga dapat disebabkan oleh autoimun.
e. Penyakit abdomen. Hati dan limpa sering kali membesar dan kelenjar getah
bening retroperitoneal atau mesenterika sering terkena. Saluran
gastrointestinal adalah lokasi ekstranodal yang paling sering terkena setelah
sumsum tulang dan pasien dapat datang dengan gejala abdomen akut.
f. Organ lain. Kulit, otak, testis dan tiroid sering terkena. Kulit juga secara
primer terkena pada dua jenis limfoma sel T yang tidak umum dan sindrom
sezary.
Gejala dan Penyebab Limfoma
Kemungkinan
Gejala Penyebab Timbulnya
Gejala
Gangguan pernafasan
dan pembengkakan 20 - 30 %
pada wajah Pembesaran kelenjar getah bening di dada
Hilang nafsu makan,
sembelit berat, nyeri Pembesaran kelenjar getah bening di perut 30 - 40 %
perut dan kembung
Pembengkakan pada Pembesaran kelenjar getah bening di
10%
tungkai selangkangan atau perut

Penurunan berat badan Penyebaran limfoma ke usus halus > 10 %

Pengumpulan cairan
Penyumbatan pembuluh darah getah
disekitar paru-paru 20 -30 %
bening didalam dada
(efusi pleura)
Daerah kehitaman dan
menebal dikulit yang Penyebaran limfoma ke seluruh tubuh 50 - 60 %
terasa gatal

Perdarahan ke dalam saluran pencernaan,


Penghancuran sel darah merah oleh limpa
yang membesar dan trlalu aktif,
Penghancuran sel darah merah oleh 30 %, pada
Anemia
antibodi abnormal (anemia hemolitik), akhirnya dapat
(berkurangnya sel
penghancuran sum-sum tulang karena mencapai 100
darah merah)
penyebaran limfoma, ketidakmampuan %
sum-sum tulang untuk menghasilkan
sejumlah sel darah merah karena obat atau
terapi penyembuhan

Penyebaran ke sum-sum tulang dan


Mudah terinfeksi oleh
kelenjar getah bening, menyebabkan 20 - 30 %
bakteri
berkurangnya pembentukan antibodi
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium lengkap, meliputi hal berikut.
a. Darah tepi lengkap termasuk retikulosit dan LED
b. Gula darah
c. Fungsi hati termasuk y-GT, albumin, dan LDH
d. Fungsi ginjal
e. Immunoglobulin.
2. Pemeriksaan biopsy kelenjar atau massa tumor untuk mengetahui subtype LNH,
bila perlu sitologi jarum halus (FN HB) ditempat lain yang dicurigai.
3. Aspirasi dan biopsy sumsum tulang
4. Ct-Scan atau USG abdomen, untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar getah
bening pada aorta abdominal atau KGB lainnya, massa tumor abdomen, dan
metastase kebagian intraabdominal.
5. Pencitraan toraks (PA dan lateral) untuk mengetahui pembesaran kelenjar media
stinum, bila perlu CT scan toraks.
6. Pemeriksaan THT untuk melihat keterlibatan cincin waldeyer terlibat dilanjutkan
dengan tindakan gastroskopi
7. Jika diperlukan pemeriksaan bone scan atau bone survey untuk melihat
keterlibatan tulang.
8. Jika diperlukan biopsy hati (terbimbing)
Tabel tes diagnostic dan interpretasi pada klien LNH
Jenis pemeriksaan Interpretasi hasil
Hitung darah lengkap:
a) Sel darah putih (SDP) Variasi normal, menurun atau meningkat secara nyata.
b) Diferensial SDP Neutofilia, monosit, basofilia, dan eosinofilia mungkin
ditemukan. Limfofenia sebagai gejala lanjut.
c) Sel darah merah dan Hb/Ht Menurun
Eritrosit
d) Morfologi SDM Normositik, hipokromik ringan sampai sedang
e) Kerapuhan eritrosit osmotik Meningkat
Laju endap darah (LED) Meningkat selam tahap aktif (inflamasi, malignansi)
Trombosit Menurun (sumsum tulang digantikan oleh limfomi atau
hipersplenisme)
Test comb Reaksi positif (anemia hemolitik), reaksi negative pada
tahap lanjut.
Alkalin fosfatase Mungkin meningkat bila tulang terkena
Kalsium serum Meningkat pada eksaserbasi
BUN Mungkin meningkat bila ginjal terlibat
Globulkin Hipogammaglobulinemia umum dapat terjadi pada
penyakit lanjut
Foto toraks, vertebra, Dilakukan untuk area yang terkena dan membantu
ekstremitas proksimal serta penetapan stadium penyakit
nyeru tekan pada area pelvis
CT scan dada, abdominal, tulang Dilakukan bila terjadi adenopati hilus dan memastikan
keterlibatan nodus limfe mediatinum, abdominal, dan
keterlibatan tulang.
USG abdominal Mengevaluasi luasnya keterlibatan nodus
limferetroperitoneal
Biopsy sumsum tulang Menentukan keterlibatan sumsum tulang, invasi sumsum
tulang terlihat pada tahap luas.
Biopsy nodus limfe Memastikan klasifikasi diagnosis limfoma

E. Penatalaksanaan
Untuk terapi pasien LNH, tergantung tipe, stadium, usia dan kondisi kesehatan organ
lainnya. Untuk LNH indolen yang tidak menunjukkan gejala (asimptomatik), cukup
dilakukan observasi pada pasien dan jika menunjukkan gejala (simptomatik), pada
stadium I maupun II, pilihan terapi utamanya adalah radioterapi. Untuk LNH indolen
stadium III dan IV, jika proliferasi selnya lambat, bisa diberi kemoterapi dengan obat
chlorambucill cyclophosphamid oral, jika cepat dan jangkauannya luas dapat
diberikan CVP, C-MOPP atau BACOP. Sedangkan LNH agresif, terapi yang
diberikan adalah kemoterapi kombinasi dosis tinggi. Radioterapi terkadang juga
digunakan untuk penyembuhan penyakit LNH (Santoso M, 2004). Terapi terpilih
untuk penderita dengan penyakit ekstranodal yang terbatas adalah radiasi, radioterapi
lokal atau radioterapi dengan lapangan yang luas terutama pada kasus limfoma
histiositik difus. Penderita penyakit stadium II difus memerlukan kombinasi
kemoterapi dan radiasi. Agen kemoterapeutik yang sering dipakai pada LNH adalah:
Obat Pemberia Toksisitas
Generik Dagang n Akut Jangka Panjang
Agen Alkil:
Cyclophospami Cytoxan, IV, Oral Nausea Alopesia, sistitis
de Endoxan hemo-ragik,
miolosupresi,
imunosupresi,
IV Vesikel amenorea, steril
Adriamyci
Antibiotik: berat pada pria.
n
Doxorubicin dengan
Mielosupresi,
nekrosis
Alopesia, Toksisitas
jaringan,
pada jantung dengan
nausea
dosis kumulatif
IV
Alkaloid alam: Oncovin
Vincristin Flebitis
Oral lokal,
Adrenokortikoi Orasone, nausea Neuropati perifer,
d: Deltasone miopati, alopesia.
Prednison Gangguan
saluran Gangguan sal. cerna,
cerna, diabetes kimiawi,
retensi air
retensi air,
osteoporosis,
psikosis.
Sumber : Boediwarsono.2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : FK.UNAIR
a. Pathway
b. Abnormalitas genetic, factor
c. lingkungan, infeksi virus
d.
e. Nyeri Hipertermi
Pembesaran Gangguan
f. Resiko
kelenjar getah termoregulasiResik
g. terjadinya
bening
h. infeksi
i. jaringan
Mendesak Mendesak pembuluh Mendesak sel
sekitarj. darah saraf
k.
Sistem Sistem saraf Siste Sistem Respons
l.
pernapasan muskuluskletal psikososial
m. Efek Sesak napas
Pa O2menurun Paralisis
n. Penurunan Tindakan
PCO2 faringeal Produksi asam
o. Kesulitan suplai oksigen invasif
meningkat lambung
p.
Sesak napas menelan kejaringan Koping tidak
q. meningkat Peningkatan
Peningkatan Penurunan efektif
Peristaltik metabolisme
r.
produksi sekret nafsu makan
menurun anaerob
s.
Penurunan Kecemasan
t.
imunitas Mual, nyeri Peningkatan
u.
Pola napas lambung produksi asam
v.
tidak efektif konstipasi laktat
w.
Jalan nafas
x. efektif
tidak Kelemahan fisik
Perubahan nutrisi
y. umum,odem
kurang dari kebutuhan
z. tubuh
Intoleransi
aktivitas

Anda mungkin juga menyukai