PENDAHULUAN
Dari tumor kelenjar saliva, insidens tumor parotis paling tinggi, yaitu sekitar 80%,
tumor submandibular 10%, tumor sublingual 1%, tumor kelenjar saliva kecil dalam mulut
1%. Sekitar 85% dari tumor kelenjar parotis adalah jinak. Adenoma pleomorfik menempati
45-75% dari seluruh tumor kelenjar liur dan 65% terjadi di kelenjar parotis.2
Etiologi neoplasma pada kelenjar liur ini masih belum dapat dipastikan, dicurigai
adanya keterlibatan faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor-faktor predisposisinya
antara lain terapi radiasi, terhirup debu silica ataupun nitrosamine. Epstein-Barr virus
merupakan salah satu factor pemicu timbulnya limfo epitelial kelenjar liur. 1
Penulisan karya tulis adalah untuk mengetahui gambaran radiologis pada trauma
hepar dan gambaran khas berdasarkan temuan radiologis.
1.2. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memahami gambaran Radiologi pada
Trauma Hepar, sekaligus untuk memenuhi persyaratan kegiatan Program Pendidikan Profesi
Dokter (P3D) di Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
1.3. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan makalah ini adalah sebagai tambahan
informasi ilmiah dan wawasan bagi penulis dan pembaca tentang topik yang bersangkutan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1 Anatomi Hepar sisi Anterior (Atlas of Human Anatomy Frank H Netter)
Gambar 2.2 Anatomi Hepar sisi Viseral (Atlas of Human Anatomy Frank H Netter)
2.2.1 Definisi
2.2.2 Epidemiologi
Menurut European Radiology Society, hepar berada di urutan kedua sebagai organ
yang paling sering terkena dan menjadi penyebab utama kematian dalam trauma abdomen
tumpul. Sebanyak 75% dari kasus trauma hepar mengenai lobus kanan (ERS 2011)
2.2.3 Etiologi
1. Trauma Tumpul
Trauma ini merupakan penyebab tersering dan lebih banyak disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas.
2. Trauma Penetrasi
Trauma jenis ini disebabkan oleh luka tusuk atau luka tembak
3. Iatrogenik
Biasanya disebabkan oleh tindakan medis seperti biopsi hati (penyebab umum dari
hematoma subkapsular), pemasangan selang dada, dan kolangiografi transhepatik.
2.2.4 Patofisiologi
Hematoma Subkapsular
Hematoma Intraparenkim
Atenuasi rendah di periportal yang fokal atau difus diyakini menjadi jalur
alternatif darah ke sekitar pembuluh porta, walaupun kemungkinan lain
(termasuk kebocoran empedu, edema dan dilatasi periporta) akan
menghasilkan peningkatan tekanan vena sentral atau kerusakan limfatik.
(Belum ditranslate)
Laceration
Vascular injuries
Injuries to the major hepatic veins and the retrohepatic inferior vena cava
are uncommon after blunt abdominal trauma.
Acute hemorrhage
Gallbladder injury
As a result of the slow rate of leaking, a biloma may take weeks or months
to develop after trauma; hence, it usually is diagnosed by using follow-up
scans. CT scan findings of a posttraumatic biloma demonstrate a cystic
structure of low attenuation in or around the liver. Bilomas may contain
debris or septa.
Degree of confidence
False positives/negatives
False-positive errors in the diagnosis of liver injury with CT scans may
occur as a result of beam-hardening artifacts from adjacent ribs, which can
mimic contusion or hematoma. An air-contrast level within the stomach in a
patient with a nasogastric tube can produce streak artifacts throughout the
left lobe of the liver; these may mimic intrahepatic lacerations and/or
hemorrhage. The nature of these artifacts can be confirmed if the patient is
scanned in a decubitus position.
False-negative findings may occur in the setting of a fatty liver only when
contrast-enhanced CT scans are obtained. On these images, the enhanced
fatty liver may become iso-attenuating relative to the laceration or
hematoma. In this situation, a nonenhanced CT scan may provide useful
information regarding hepatic injury. Focal fatty infiltration may also mimic
hepatic hematoma, laceration, or infarction. Hepatic lacerations with a
branching pattern can mimic nonopacified portal or hepatic veins or dilated
intrahepatic bile ducts. Careful evaluation of all branching intrahepatic
structures is important, and the diagnosis is made with serial images to
differentiate the various structures.
2.2.7 Penatalaksanaan