Anda di halaman 1dari 34

MANAJEMEN NYERI PADA PASIEN KANKER PAYUDARA

Sitti Fatimah Siampa, Andi Hasnah Suaib

A. Pendahuluan

1. Definisi Nyeri

Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang


dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya. Menurut
International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori
subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan
kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan. Dari definisi dan konsep nyeri di atas dapat di tarik dua
kesimpulan. Yang pertama, bahwa persepsi nyeri merupakan sensasi yang tidak
menyenangkan dan pengalaman emosional menyusul adanya kerusakan
jaringan yang nyata. Jadi nyeri terjadi karena adanya kerusakan jaringan yang
nyata (pain with nociception). Yang kedua, perasaan yang sama juga dapat
timbul tanpa adanya kerusakan jaringan yang nyata. Jadi nyeri dapat terjadi
tanpa adanya kerusakan jaringan yang nyata (pain without nociception).1,2

2. Fisiologi Nyeri

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima


rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung
syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang
secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara
anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang
tidak bermielin dari syaraf perifer.1
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam
beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep
somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah,
nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.1

1
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang
berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan.
Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu1 :
a. Serabut A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan transmisi 6-30 m/det)
yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila
penyebab nyeri dihilangkan
b. Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det)
yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul
dan sulit dilokalisasi.

Struktur reseptor nyeri somatik (deep somatic) dalam meliputi reseptor


nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan
penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul
merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.1
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi
organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri
yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan
organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.1
Seperti halnya berbagai stimulus yang disadari lainnya, persepsi nyeri
dihantarkan oleh neuron khusus yang bertindak sebagai reseptor, pendeteksi
stimulus, penguat dan penghantar menuju sistem saraf pusat. Sensasi tersebut

2
sering didekripsikan sebagai protopatik (noxious) dan epikritik (non-noxious).
Sensasi epiritik (sentuhan ringan, tekanan, propriosepsi, dan perbedaan
temperatur) ditandai dengan reseptor ambang rendah yang secara umum
dihantarkan oleh serabut saraf besar bermielin. Sebaliknya, sensasi protopatik
(nyeri) ditandai dengan reseptor ambang tinggi yang dihantarkan oleh serabut
saraf bermielin yang lebih kecil (A delta) serta serabut saraf tak bermielin
(serabut C).1,2
Stimulus ini melalui empat proses tersendiri yaitu1,2 :
1. Transduksi
Proses rangsangan yang mengganggu sehingga menimbulkan aktivitas
listrik di reseptor nyeri. Terjadi karena pelepasan mediator kimia seperti
prostaglandin dari sel rusak, bradikinin dari plasma, histamin dari sel mast,
serotonin dari trombosit dan substansi P dari ujung saraf. Stimuli ini dapat
berupa stimuli fisik (tekanan), suhu (panas) atau kimia (substansi nyeri).
2. Transmisi
Proses penerusan impuls nyeri dari tempat transduksi melalui nosiseptor
saraf perifer. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut saraf A delta dan serabut
C sebagai neuron pertama, dari perifer ke medulla spinalis dimana impuls
tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh traktus
sphinotalamikus sebagai neuron kedua. Dari thalamus selanjutnya impuls
disalurkan ke daerah somato sensoris di korteks serebri melalui neuron ketiga,
dimana impuls tersebut diterjemahkan dan dirasakan sebagai persepsi nyeri.
3. Modulasi
Melibatkan aktivitas saraf melalui jalur-jalur saraf desenden dari otak
yang dapat mempengaruhi transmisi nyeri setinggi medula spinalis. Modulasi
ini juga melibatkan faktor-faktor kimiawi yang menimbulkan atau
meningkatkan aktifitas di reseptor nyeri.

4. Persepsi

3
Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dan unik yang dimulai
dari proses transduksi, transmisi, dan modulasi yang pada gilirannya
menghasilkan suatu perasaan yang subyektif yang dikenal sebagai persepsi
nyeri.

Gambar 1. Proses terjadinya stimulus rangsangan nyeri


Respon fisiologis terhadap nyeri
a. Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial)
i. Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
ii. Peningkatan heart rate
iii. Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
iv. Peningkatan nilai gula darah
v. Diaphoresis
vi. Peningkatan kekuatan otot
vii. Dilatasi pupil
viii. Penurunan motilitas GI

b. Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)


i. Muka pucat
ii. Otot mengeras
iii. Penurunan HR dan BP
iv. Nafas cepat dan irreguler
v. Nausea dan vomitus

4
vi. Kelelahan dan keletihan
Respon tingkah laku terhadap nyeri
a. Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
b. Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
c. Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
d. Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan
gerakan jari & tangan

e. Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan,


Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd
aktivitas menghilangkan nyeri).

3. Klasifikasi Nyeri

Kejadian nyeri memiliki sifat yang unik pada setiap individual bahkan
jika cedera fisik tersebut identik pada individual lainnya. Adanya takut, marah,
kecemasan, depresi dan kelelahan akan mempengaruhi bagaimana nyeri
itudirasakan. Subjektifitas nyeri membuat sulitnya mengkategorikan nyeri dan
mengerti mekanisme nyeri itu sendiri. Salah satu pendekatan yang dapat
dilakukan untuk mengklasifikasi nyeri adalah berdasarkan durasi (akut,
kronik), patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska
pembedahan,kanker).3
a. Nyeri akut dan kronik
Nyeri akut dihubungkan dengan kerusakan jaringan dan durasi yang
terbatas setelah nosiseptor kembali ke ambang batas resting stimulus
istirahat. Nyeri akut ini dialami segera setelah pembedahan sampai tujuh hari
dengan intensitas bervariasi dari berat sampai ringan. Nyeri ini terkadang bisa
hilang sendiri tanpa adanya intervensi medis, setelah keadaan pulih pada area
yang rusak. Apabila nyeri akut ini muncul, biasanya tenaga kesehatan sangat
agresif untuk segera menghilangkan nyeri.2,3
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode tertentu, berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan
biasanya berlangsung lebih dari enam bulan. Nyeri ini disebabkan oleh
kanker yang tidak terkontrol, karena pengobatan kanker tersebut atau karena

5
gangguan progresif lain. Nyeri ini bisa berlangsung terus sampai kematian.
Pada nyeri kronik, tenaga kesehatan tidak seagresif pada nyeri akut. Klien
yang mengalami nyeri kronik akan mengalami periode remisi (gejala hilang
sebagian atau keseluruhan) dan eksaserbasi (keparahan meningkat). Nyeri ini
biasanya tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada
penyebabnya. Nyeri ini merupakan penyebab utama ketidakmampunan fisik
dan psikologis. Sifat nyeri kronik yang tidak dapat diprediksi membuat klien
menjadi frustasi dan seringkali mengarah pada depresi psikologis. Individu
yang mengalami nyeri kronik akan timbul perasaan yang tidak aman, karena
ia tidak pernah tahu apa yang akan dirasakannya dari hari ke hari. Misalnya
nyeri post-herpetic, nyeri phantom atau nyeri karena kanker.2,3
Perbedaan karakteristik nyeri akut dan kronik
Nyeri akut Nyeri kronik
- Lamanya dalam hitungan - Lamannya sampai hitungan
menit bulan
- Sensasi tajam menusuk - Sensasi terbakar, tumpul, pegal
- Dibawa oleh serat A-delta - Dibawa oleh serat C
- Ditandai peningkatan BP, - Fungsi fisiologi bersifat normal
nadi, dan respirasi
- Kausanya spesifik, dapat - Kausanya mungkin jelas
diidentifikasi secara mungkin tidak
biologis - Tidak ada keluhan nyeri,
- Respon pasien : Fokus depresi dan kelelahan
pada nyeri, menangis dan - Tidak ada aktifitas fisik
mengerang, cemas sebagai respon terhadap nyeri
- Tingkah laku menggosok - Respon terhadap analgesik :
bagian yang nyeri sering kurang meredakan nyeri
- Respon terhadap analgesik
: meredakan nyeri secara
efektif

6
b. Nosiseptif dan Nyeri Neuropatik
Nyeri organik bisa dibagi menjadi nosiseptif dan nyeri neuropatik. Nyeri
nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh rangsangan kimia,
mekanik dan suhu yang menyebabkan aktifasi maupun sensitisasi pada
nosiseptor perifer (saraf yang bertanggung jawab terhadap rangsang nyeri).
Nyeri nosiseptif biasanya memberikan respon terhadap analgesik opioid atau
non opioid.2,3
Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat kerusakan
neural pada saraf perifer maupun pada sistem saraf pusat yang meliputi jalur
saraf aferen sentral dan perifer, biasanya digambarkan dengan rasa terbakar
dan menusuk. Pasien yang mengalami nyeri neuropatik sering memberi
respon yang kurang baik terhadap analgesik opioid.2,3
c. Nyeri Viseral
Nyeri viseral biasanya menjalar dan mengarah ke daerah permukaan
tubuh jauh dari tempat nyeri namun berasal dari dermatom yang sama dengan
asal nyeri.Sering kali, nyeri viseral terjadi seperti kontraksi ritmis otot polos.
Nyeri viseralseperti keram sering bersamaan dengan gastroenteritis, penyakit
kantung empedu, obstruksi ureteral, menstruasi, dan distensi uterus pada
tahap pertama persalinan.2,3
Nyeri viseral, seperti nyeri somatik dalam, mencetuskan refleks
kontraksi otot-otot lurik sekitar, yang membuat dinding perut tegang ketika
proses inflamasiterjadi pada peritoneum. Nyeri viseral karena invasi malignan
dari organ lunak dan keras sering digambarkan dengan nyeri difus,
menggrogoti, atau keram jika organ lunak terkena dan nyeri tajam bila organ
padat terkena.2,3
Penyebab nyeri viseral termasuk iskemia, peregangan ligamen, spasme
otot polos, distensi struktur lunak seperti kantung empedu, saluran empedu,
atau ureter. Distensi pada organ lunak terjadi nyeri karena peregangan
jaringan dan mungkin iskemia karena kompresi pembuluh darah sehingga
menyebabkan distensi berlebih dari jaringan.2,3

7
Rangsang nyeri yang berasal dari sebagian besar abdomen dan toraks
menjalar melalui serat aferen yang berjalan bersamaan dengan sistem saraf
simpatis, dimana rangsang dari esofagus, trakea dan faring melalui aferen
vagus dan glossopharyngeal, impuls dari struktur yang lebih dalam pada
pelvis dihantar melalui nervus parasimpatis di sakral. Impuls nyeri dari
jantung menjalar dari sistem saraf simpatis ke bagian tengah ganglia cervical,
ganglion stellate, danbagian pertama dari empat dan lima ganglion thorasik
dari sistem simpatis. Impuls ini masuk ke spinal cord melalui nervus torak ke
2, 3, 4 dan 5. Penyebab impuls nyeri yang berasal dari jantung hampir semua
berasal dari iskemia miokard.Parenkim otak, hati, dan alveoli paru adalah
tanpa reseptor. Adapun, bronkus danpleura parietal sangat sensitif pada
nyeri.2,3
d. Nyeri Somatik
Nyeri somatik digambarkan dengan nyeri yang tajam, menusuk,
mudahdilokalisasi dan rasa terbakar yang biasanya berasal dari kulit, jaringan
subkutan, membran mukosa, otot skeletal, tendon, tulang dan peritoneum.
Nyeri insisi bedah, tahap kedua persalinan, atau iritasi peritoneal adalah nyeri
somatik. Penyakit yang menyebar pada dinding parietal, yang menyebabkan
rasa nyerimenusuk disampaikan oleh nervus spinalis. Pada bagian ini dinding
parietal menyerupai kulit dimana dipersarafi secara luas oleh nervus spinalis.
Adapun,insisi pada peritoneum parietal sangatlah nyeri, dimana insisi pada
peritoneum viseralis tidak nyeri sama sekali. Berbeda dengan nyeri viseral,
nyeri parietal biasanya terlokalisasi langsung pada daerah yang rusak.2,3
Munculnya jalur nyeri viseral dan parietal menghasilkan lokalisasi dari
nyeri dari viseral pada daerah permukaan tubuh pada waktu yang sama.
Sebagai contoh, rangsang nyeri berasal dari apendiks yang inflamasi melalui
serat serat nyeri pada sistem saraf simpatis ke rantai simpatis lalu ke spinal
cord pada T10 ke T11. Nyeri ini menjalar ke daerah umbilikus dan nyeri
menusuk dan kram sebagai karakternya. Sebagai tambahan, rangsangan nyeri
berasal dari peritoneum parietal dimana inflamasi apendiks menyentuh
dinding abdomen, rangsangan ini melewatinervus spinalis masuk ke spinal

8
cord pada L1 sampai L2. Nyeri menusuk berlokasi langsung pada permukaan
peritoneal yang teriritasi di kuadran kananbawah.2,3

4. Penilaian Nyeri

Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan terapi


nyeri paska pembedahan yang efektif. Skala penilaian nyeri dan keterangan
pasien digunakan untuk menilai derajat nyeri. Intensitas nyeri harus dinilai
sedini mungkin selama pasien dapat berkomunikasi dan menunjukkan
ekspresi nyeri yang dirasakan.4
Ada beberapa skala penilaian nyeri pada pasien sekarang ini:
1. Wong-Baker Faces Pain Rating Scale
Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang berbeda, dimulai
dari senyuman sampai menangis karena kesakitan. Skala ini berguna pada
pasien dengan gangguan komunikasi, seperti anak-anak, orang tua, pasien
yang kebingungan atau pada pasien yang tidak mengerti dengan bahasa lokal
setempat.4
Gambar 2. Wong Baker Faces Pain Rating Scale4
2. Verbal Rating Scale (VRS)

9
Pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan berdasarkan skala
limapoin ; tidak nyeri, ringan, sedang, berat dan sangat berat.4

Gambar 3. Verbal Rating Scale4

3. Numerical Rating Scale (NRS)


Pertama sekali dikemukakan oleh Downie dkk pada tahun 1978, dimana
pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan dengan
menunjukkanangka 0 5 atau 0 10, dimana angka 0 menunjukkan tidak ada
nyeri dan angka 5 atau 10 menunjukkan nyeri yang hebat.4

Gambar 4. Numerical Rating Scale4


4. Visual Analogue Scale (VAS)
Skala yang pertama sekali dikemukakan oleh Keele pada tahun 1948
yang merupakan skala dengan garis lurus 10 cm, dimana awal garis (0)
penanda tidak ada nyeri dan akhir garis (10) menandakan nyeri hebat. Pasien
diminta untuk membuat tanda digaris tersebut untuk mengekspresikan nyeri
yang dirasakan. Penggunaan skala VAS lebih gampang, efisien dan lebih
mudah dipahami oleh penderita dibandingkan dengan skala lainnya.

10
Penggunaan VAS telah direkomendasikan oleh Coll dkk karena selain telah
digunakan secara luas, VAS juga secara metodologis kualitasnya lebih baik,
dimana juga penggunaannya realtif mudah, hanya dengan menggunakan
beberapa kata sehingga kosa kata tidak menjadi permasalahan. Willianson
dkk juga melakukan kajian pustaka atas tiga skala ukur nyeri dan menarik
kesimpulan bahwa VAS secara statistik paling kuat rasionya karena dapat
menyajikan data dalam bentuk rasio. Nilai VAS antara 0 4 cm dianggap
sebagai tingkat nyeri yang rendah dan digunakan sebagai target untuk
tatalaksana analgesia. Nilai VAS > 4 dianggap nyeri sedang menuju berat
sehingga pasien merasa tidak nyaman sehingga perlu diberikan obat analgesic

penyelamat (rescue analgetic).4


Gambar 5. Visual Analogue Scale4

B. Etiologi nyeri pada pasien kanker payudara

Nyeri merupakan hal yang umum pada wanita yang menderita kanker
payudara terutama jika kanke tersebut telah metastasis, hal tersebut dialami oleh
lebih dari 50 % penderita kanker. Salah satu penyebab yang paling sering adalah
kerusakan jaringan. Namun, tingkat kerusakan jaringan tidak dapat
menggambarkan rasa nyeri yang dialami oleh penderita kanker, hal tersebut
sangan berbeda dengan rasa nyeri pada pasien dengan postherpetik maupun
sefalgia, ketiga penyakit tersebut memiliki intensitas nyeri yang berbeda.5

11
Nyeri berkaitan dengan sensasi somatik maupun psikis, dan sensasi nyeri
yang dirasakan seseorang berhubungan dengan bagaimana kemampuan seseorang
untuk mengontrol nyeri dan mengetahui penyebab nyeri tersebut. Pasien akan
merasakan nyeri yang lebih sering jika disertai dengan beberapa gejala lain seperti
kelelahan, kecemasan, gangguan tidur, depresi, rasa takut, kemarahan dan
ketidakpastian. Semua hal tersebut harus ditangani untuk memberikan penanganan
nyeri yang komprehensif pada penderita kanker payudara.5
Terlepas dari penyebabnya, nyeri dapat ditangani dan dikurangi untuk
menghindari toleransi akibat efek samping obat. Petunjuk ini bertujuan membantu
dokter untuk mengatur obat yang digunakan dalam penanganan nyeri sehingga
efek samping yang didapatkan minimum.5
Tumor dapat menyebabkan nyeri baik oleh rangsangan saraf yang
merespon tekanan mekanis mauun melalui rangsangan kimia. Berbagai bahan
kimia yang sensitif terhadap ujung saraf dihasilkan oleh tumor seperti
prostaglandin, sitokin, leukotrin, histamin, dan bradykinin. Selain itu,
neurotransmitter penting dalam sumsum tulang tulang belakang seperti sel-sel
eksitator dan zat penghambat peptida seperti endorfin.5
Patofisiologi nyeri diawali dengan pengeluaran mediator-mediator
inflamasi, seperti bradikinin, prostaglandin (PGE2 dan PGEa), histamin,
serotonin, dan substansi P yang akan merangsang ujung-ujung saraf bebas.
Stimulus ini akan diubah menjadi impuls listrik yang dihantarkan melalui saraf
menuju ke sistem saraf pusat. Adanya impuls nyeri akan menyebabkan keluarnya
endorfin yang akan berikatan dengan reseptor m, d, dan k di sistem saraf pusat.
Terikatnya endorfin pada reseptor tersebut akan menyebabkan hambatan
pengeluaran mediator di perifer, sehingga akan menghambat penghantaran impuls
nyeri ke otak.6
Pada keganasan, nyeri yang disebabkan oleh aktivasi nosiseptor disebut
nyeri nosiseptif; sedangkan nyeri yang ditimbulkan oleh gangguan pada sistem
saraf disebut nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptif terjadi akibat kerusakan jaringan
yang potensial yang dapat disebabkan oleh penekanan langsung tumor, trauma,
inflamasi, atau infiltrasi ke jaringan yang sehat dan dapat berupa nyeri somatik

12
maupun viseral. Nyeri somatik terjadi akibat terkenanya struktur tulang dan otot,
bersifat tajam, berdenyut, serta terlokalisasi dengan jelas. Nyeri viseral adalah
nyeri nosiseptif yang disebabkan oleh penarikan, distensi, atau inflamasi pada
organ dalam toraks dan abdomen. Nyeri viseral bersifat difus, tidak teralokalisasi,
dan dideskripsikan sebagai tegang atau kejang disertai rasa mual dan muntah.6
Nyeri neuropatik sering dijumpai pada pasien keganasan dan umumnya
sulit untuk ditangani. Nyeri neuropatik dapat terjadi akibat kompresi saraf oleh
masa tumor, trauma saraf pada prosedur diagnostik atau pembedahan, serta cedera
sistem saraf akibat efek samping kemoterapi atau radioterapi. Adanya gangguan
pada sistem saraf akan menyebabkan lepasnya muatan spontan dan paroksismal
pada sistem saraf perifer dan pusat atau menyebabkan hilangnya modulasi
inhibitor pusat. Karakteristik nyeri neuropatik adalah hiperalgesia (respon
berlebihan terhadap stimulus yang menimbulkan nyeri) dan alodinia (nyeri yang
disebabkan oleh stimulus yang secara normal tidak menyebabkan nyeri).6
Beberapa penyebab nyeri pada pasien kanker payudara yaitu5:
1. Posmastektomi
Diantara 10-30% pasien akan merasakan nyeri setelah mastektomi
terutama mastektomi total. Sindrom postmastektomi terjadi karena cedera
pada nervus intercostobrachialis percabangan Th 1-2 pada saat proses operasi.
Selain itu nyeri dan parestesia akan dirasakan pada daerah distribusi saraf.
Biasanya nyeri dirasakan segera setelah operasi atau akan muncul nyeri 30
sampai 60 hari posoperasi. Pasien akan merasakan nyeri pada daerah dada
seperti rasa terbakar, nyeri pada daerak aksila, nyeri pada kulit yang teriritasi
oleh pakaian, serta nyeri pada daerah lengan yang diperparah oleh gerakan.
Selain itu nyeri juga dapat disebabkan karena kerusakan pada saraf perifer.
2. Brachial plexopathy
Brachial plexopathy disebabkan oleh metastasi dari kanker yang
menimbulkan gejala nyeri pada daerah distribusi pada plexus brachialis.
Pasien dengan brachial plexopathy akan mengeluhkan rasa sakit di bahu,
menjalar ke siku, sisi medial lengan bawah, jari ke 4 dan ke 5. Nyeri yang
dirasakan disebabkan oleh kerusakan saraf. Keluhan nyeri biasanya disertai

13
dengan kelemahan otot, atrofi otot, dan kadang-kadang menimbulkan
sympathetic reflex dystrophy.
3. Metastasis kanker
Penyebab nyeri pada pasien kanker payudara yang paling sering
disebabkan oleh metastasis ke tulang. Nyeri ditimbulkan oleh karena
pertumbuhan kanker yang menekan saraf, reaksi inflamasi yang ditimbulkan
oleh reaksi prostaglandin, dan aktivitas osteoklast. Metastasis ke tulang
biasanya pada vertebra, costa, tulang panggul, femur, humerus dan tulang
tengkorak. Metastasis yang tak terkendali dapat menyebabkan hiperkalsemia,
fraktur, quadriplegia, paraplegia, yang disebabkan karena tekanan pada tulang
belakang yang disebabkan invasi sel-sel kanker pada epidural.
Tabel 1. Penyebab nyeri kronis pada pasien kanker payudara
Pain due to direct tumour involvement
Bone metastases
Neural metastase
Brachial plexopathy
Spinal cord compression
Meningeal carcinomatosis
Peripheral neuropathy due to tumour infiltration
Visceral metastases
Pleura
Liver
Bowel
Peritoneum
Pain due to antineoplastic treatment
Procedure-related pain in breast and shoulder
Postmastectomy syndrome
Lymphedema-related discomfort and pain
Postirradiation pain
Peripheral neuropathy
Pain due to drug extravasation
Phlebitis
Mucositis
Chemical cystitis (with cyclophosphamide)
Osteoporosis or avascular necrosis
Pre-existing conditions
Dermatomal herpes zoster

14
C. Manifestasi Klinik

Secara umum pasien mungkin berada dalam keadaan distress (kesakitan)


akut yang nyata (nyeri trauma) atau tampak tidak menderita keluhan yang berarti
(kronis/menetap).
Terdapat beberapa gejala nyeri7:
a. Nyeri dapat digambarkan sebagai: tajam menusuk, pusing, panas seperti
terbakar, menyengat, pedih, nyeri merambat, rasa nyeri yang hilang timbul,
dan berbeda tempat rasa nyeri.
b. Setelah beberapa lama, rangsangan nyeri yang sama dapat memunculkan
gejala yang sama sekali berbeda (contoh : dari nyeri menusuk menjadi pusing,
dari nyeri yang terasa nyata menjadi samar samar).
c. Gejala yang tidak spesifik meliputi kecemasan, depresi, kelelahan, insomnia
(gangguan pola tidur), rasa marah dan ketakutan.
Manifestasi klinik nyeri dapat dibagi menjadi tiga kategori mayor, yakni
nyeri akut, nyeri kronik, dan nyeri neuropatik.7
a. Nyeri Akut
Nyeri akut terjadi akibat luka atau karena pembedahan, bertempat lokal,
dan semakin reda ketika luka tersebut hilang. Nyeri akut yang tidak ditangani
dapat menyebakan gejala-gelala psikologis seperti tachypnea, tachycardia, dan
meningkatnya aktivitas sistem syaraf simpatik seperti pucat, diaphoresis, dan
dilatasi pupil. Penanganan nyeri akut yang buruk dapat menyebabkan stess
psikologis, yang berpengaruh juga pada sistem imun, dimana tubuh akan
mengeluakan kortikosteroid endogen. Kondisi ini diikuti juga dengan
penurunan kemampuan bergerak dan penurunan kapasitas paru-paru, yang
juga dapat memperlambat penyembuhan luka. Nyeri akut somatik muncul
karena adanya luka di kulit, tulang, persendian, otot, dan jaringan konektif,
yang pada umumnya terlokalisasi di tempat luka. Nyeri viseral termasuk luka
syaraf pada organ internal (seperti hati dan usus) dapat menyebar. Nyeri akut
harus segera ditangani bahkan sebelum ada diagnosis, kecuali pada kondisi
luka di kepala dan usus dimana nyeri dapat membantu dalam diagnosis.7
b. Nyeri Kronik

15
Nyeri kronik berlangsung melebihi batas normal waktu yang diharapkan
dalam proses penyembuhan. Nyeri kronik menyebabkan nosiseptif,
peradangan, dan neuropatik. Nyeri kronik dapat berlangsung pada waktu
tertentu dan dapat berkepanjangan. Respon psikologis yang terjadi pada nyeri
akut jarang muncul pada nyeri kronik. Pasien dengan nyeri kronik dapat
menyebabkan masalah psikologis, ketergantungan, toleransi terhadap
analgesik, gangguan pola tidur, dan kepekaan terhadap perubahan lingkungan
yang dapat memperparah nyeri.7
c. Nyeri Neuropatik
Nyeri neuropatik bersifat seperti nyeri kronik nonmalignant, yang
termasuk penyakit dalam sistem syaraf sentral dan periferal. Contoh dari nyeri
neuropatik adalah Post Herpetic Neuralgia (PHN). Periferal atau
polineuropatik berhubungan dengan polineuropati distal pada diabetes, Human
Immunodeficiency Virus (HIV), dan beberapa kemoterapi. Tipe nyeri sentral
yaitu nyeri stroke sentral, trigeminal neuralgia, dan sindrom yang disebut
Complex Regional Pain Syndrome (CRPS). Contoh dari CPRS adalah distofi
simpatik reflek dan kausalgia, dimana keduanya adalah nyeri neuropatik yang
berhubungan dengan fungsi abnormal dari sistem syaraf autonom.7
Gejala nyeri neuropatik yaitu gatal, terasa terbakar, seperti ditusuk-tusuk,
dan seperti disengat listrik. Kondisi lainnya seperti denyut melemah, nyeri
seperti terbakar. Seringkali kerusakan syaraf periferal dapat dijadikan petunjuk
tempat terjadinya kerusakan dari syaraf tersebut.7
Penanganan nyeri yang rasional dari nyeri ini harus memperhatikan hasil
evaluasi dari neuropati dan hubungannya dengan kerusakan periferal dan
sentral. Obat-obat yang digunakan untuk mengatasi nyeri ini adalah opioid
seperti metadon yang merupakan golongan antagonis reseptor N-Metil-D-
Aspartat (NMDA). Penggunaan antikonvulsan juga dapat digunakan untuk
memblok chanel Na+ pada serabut syaraf aferen periferal. Obat-obatan lain
seperti antidepresan trisiklik, bupropion, dan venlafaxine dapat memblok
mekanisme penghambatan pengeluaran target monoamin dorsal horn.7
Adapun beberapa tanda dari nyeri, antara lain7:

16
a) Nyeri akut dapat menyebabkan hipertensi, takikardia, diaforesis, midriatik dan
pallor (pucat), tetapi gejala tersebut tidak memastikan diagnosis nyeri.
b) Nyeri selalu bersifat subyektif ; jadi lebih baik diagnosa didasarkan pada
gambaran dan riwayat penyakit yang diceritakan oleh pasien.
c) Nyeri nosiseptik seringkali akut, terlokalisasi, dapat digambarkan dengan
jelas, dan membaik dengan analgesik konvensional. Nyeri biasanya berupa
nyeri seperti dipukul dan rasa tidak nyaman yang terlokalisasi, tetapi nyeri
viseral rasanya seperti berasal dari struktur lain atau timbul sebagai fenomena
yang terlokalisasi.
d) Nyeri neuropatik seringkali kronis, tidak dapat dijelaskan dengan dengan baik
dan tidak mudah diobati dengan analgesik konvensional. Pasien umumnya
merasakan nyeri yang seperti membakar, pedih, seperti tersengat listrik, atau
menusuk, respon nyeri berlebihan terhadap rangsangan yang membahayakan
(hiperalgesia), atau respon nyeri terhadap rangsangan yang secara normal
tidak membahayakan (allodynia)
e) Pengobatan nyeri yang tidak efektif dapat menyebabkan hipoksia (kekurangan
oksigen), hypercapnea, hipertensi, aktivitas jantung berlebihan dan gangguan
emosional.
f) Nyeri kronis dapat dibagi menjadi 4 subtipe :
1 Nyeri yang menetap lebih dari waktu sembuh normal untuk luka akut
2 Nyeri akibat penyakit kronis
3 Nyeri yang tidak jelas organ penyebabnya, serta
4 Nyeri baik akut maupun kronis yang disebabkan oleh kanker
g) Pasien dengan nyeri kronis mungkin timbul masalah psikologik
ketergantungan dan toleransi terhadap analgesik, gangguan pola tidur, serta
peka terhadap perubahan lingkungan yang justru memperparah nyeri.

D. Diagnosis

Untuk mendiagnosis nyeri pada kanker payudara perlu anamnesis


riwayat nyeri berupa intensitas dan tipe nyeri, pemeriksaan fisik meliputi
pemeriksaan neurologi maupun penilaian derajat nyeri.5

17
Beberapa riwayat yang perlu di anamnesia pada pasien kanker payudara
yang merasakan nyeri yaitu :
1 Faktor apa yang menyebabkan nyeri membaik atau memburuk ?
2 Bagaimana sifat dari nyeri?
3 Dimana lokasi nyeri ?
4 Berapa banyak nyeri yang dirasakan?
5 Dimana nyeri yang paling hebat dirasakan? Nyerinya menyebar kemana?
6 Sejak kapan nyerinya terasa? Secara terus menerus atau intermiten? Apakah
ada hubungannya dengan aktivitas?
Nyeri yang dirasakan pasien kanker payudara bersifat kronis.
Batasan Karakteristik :
a. Mayor (harus terdapat), individu melaporkan bahwa nyeri telah ada lebih
dari 6 bulan
b. Minor (mungkin terdapat)
a. Ketidaknyamanan
b. Marah, frustasi, depresi karena situasi
c. Raut wajah kesakitan
d. Anoreksia, penurunan berat badan
e. Insomnia
f. Gerakan yang sangat berhati-hati
g. Spasme otot
h. Kemerahan, bengkak, panas
i. Perubahan warna pada area terganggu
j. Abnormalitas refleks

Diagnosa Tambahan
a. Kecemasan yang berhubungan dengan hilangnya kontrol
b. Ketakutan yang berhubungan dengan nyeri
c. Kelemahan yang berhubungan dengan pengobatan pada penyakit
d. Perubahan penampilan peran yang behrubungan dengan perubahan status
kesehatan dan kerusakan koping
e. Perubahan pola seksualitas yang berhubungan dengan kesakitan dan nyeri

18
f. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri dan
ketidaknyamanan
g. Aktivitas intoleran yang berhubungan dengan nyeri dan/atau depresi
h. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan nyeri
i. Kurang perawatan diri (total atau sebagian) yang berhubungan dengan
nyeri
j. Perubahan pemeliharaan kesehatan yang berhubungan dengan perasaan tak
berdaya.

E. Manajemen Nyeri Pada Pasien Kanker Payudara

1. Terapi farmakologis5,8,9,10,11

Beberapa prinsis penanganan nyeri pada kanker payudara yaitu :


a. Sasaran utama manajemen nyeri kanker adalah mengidentifikasi penyebab
dan melakukan pengobatan yang sesuai .
Misalnya jika nyeri disebabkan oleh metastase kanker maka pada kanker
payudara radioterapi dapat efektif dalam pengobatan metastasis di tulang dan
menghilangkan nyeri pada lebih dari 50 persen dari pasien penderita kanker.
b. Prioritas pertama dari pengobatan adalah untuk mengendalikan nyeri dengan
cepat, sebagaimana yang dirasakan oleh pasien. Prioritas kedua adalah untuk
mencegah terulangnya rasa sakit. Aturan penggunaan obat analgesik harus
didasarkan pada jadwal yang teratur dengan dosis tambahan bila diperlukan.
Kontrol nyeri yanga cepat dan tepat sangat penting karena nyeri kronis dapat
menyebabkan perubahan pesan immpuls pada pada sistem saraf pusat.
Keseimbangan antara neurotransmitter excitatory dan inhibitory berkaitan
dengan reseptor yang mengalami sensasi yang buruk. Dengan demikian,
seorang pasien bisa tidak terbiasa dengan rasa sakit. Oleh karena itu,
menggunakan terapi antikanker atau analgesik merupakan suatu pendekatan
pencegahan adalah yang penting. Hal ini lebih baik jika dengan dosis dan
jadwal rutin atau dengan penambahan dosis untuk nyeri bila perlu,
dibandingkan dengan memberikan analgesik hanya ketika rasa sakit berulang.
c. Ketika terapi obat-obatan diperlukan, WHO menganjurkan penggunaan
analgesik. Obat analgesik dapat dibagi menjadi 3 kelompok : nonopioid,

19
opioid dan adjuvant. Metode sederhana yang efektif dalam menggunakan
analgesik yang dikembangkan oleh kelompok pakar dan diadakan
kesepakatan dengan organisasi kesehatan dunia

i. Tahap pertama : tingkat rasa sakit ringan sampai sedang membutuhkan


penggunaaan asetaminophen atau NSAID, atau keduanya secara bersamaan
NSAID sangat bermanfaat khususnya dalam penanggulangan rasa
sakit yang disebabkan oleh metastasis tulang, karena kemampuannya
dalam menghambat produksi prostaglandins. NSAID menunjukkan efek
langit-langit. Dengan demikian, saat digunakan dalam dosis yang
melebihi rekomendasi, sifat racun akan meningkat tanpa peningkatan
analgesia. Untuk penanggulangan utama, NSAID yang aman, paling
murah, yang akan digunakan untuk pasien harus dipilih.
Efek samping dari NSAID meliputi gangguan ginjal, asma, dan
perdarahan lambung dan duodenal. Jika pasien menderita dyspepsia,
penggunaanNSAID perlu dipertimbangkan. Sangat dianjurkan untuk
pasien di atas 65 tahun yang membutuhkan terapi NSAID jangka panjang
atau yang memiliki riwayat peptic ulcer untuk menerima terapi profilaktik.
Penggunaan profilaktik seperti antasida atau H2 reseptor antagonis
memiliki manfaat terbatas pada pasien yang menerima perawatan jangka
panjang dengan NSAID, dan bukti level I mengindikasikan bahwa,
setidaknya pada pasien dengan rheumatoidarthritis, misoprostol akan
secara efektif mengurangi frekuensi komplikasi perencanaan.
Tabel 2. Analgesik Nonopioid yang mendapat ijin FDA untuk Orang Dewasa
Golongan dan nama Rentang dosis lazim (mg) Dosis maks (mg
generik hr)
Salisilat
Asam asetil salisilat 325-650 tiap 54 jam 4000
(aspirin)b
Kolin b 870 tiap 3 4 jam 5220
Magnesium b 650 tiap 4 jam atau 4800
1090 Tiga kali sehari Dalam dosis
terapi

20
Natrium b 325 650 tiap 4 jam 5400
Diflusinal 500 1000 pada awal 1500
250 500 tiap 8 12 jam
Para-Aminofenol
Parasetamol b 325 1000 tiap 4 6 jam 4000
Fenamat
Meklofemat 50-100 tiap 4 -6 jam 400
Asam mefenamat Awal 500 1000c
250 tiap 6 jam ( Maks 7
hari)
Asam pianokarboksilat
Etodolak 200 400 tiap 6 8 jam 1000
Hanya utk pelepasan
segera
Asam Asetat
Kalium diklofenak Pada beberapa pasien, 150d
Awal 100, 50 tiga kali
sehari
Asam Propionat
Ibuprofen b 200 400 tiap 4 6 jam 3200
1200e
Fenoprofen 200 400 tiap 4 6 jam 3200
Ketoprofen b 25 50 tiap 6 8 jam 300
12,5 25 tiap 4 6 jamd 75e
Naproksen 500 saat awal 1000c
500 tiap 12 jam atau
250 tiap 6 8 jam
Natrium Naproksen b Pd beberapa pasien 440 660e
saat awale 220 tiap 8 12
jam e
Naproksen, delayed 500 tiap 12 jam 1000
released
Naproksen, controlled 200 1000 tiap 24 jam
released
Asam Pirozolin karboksilat
Ketorolak (parenteral) 30 60 mg (dosis im 30-60
tunggal saja)
120
15 30 tiap 6 jam (maks 5
hari)
Ketorolak (oral) Pada beberapa pasien, 40
(Indikasi hanya untuk

21
lanjutan/setelah dosis awal 20 10 tiap 4
parenteral saja) 6 jam (maks 5 hari,
termasuk dosis parenteral)
Penghambat siklooksigenase-2
Selekoksib Awal 400 diikuti dengan 400g
200 pd hari yang sama,
lalu 200 dua kali seharig
Valdekoksib 20 dua kali seharih 40h
a
Tidak termasuk obat yang diberi ijin hanya untuk osteoporosis atau
rematoid arthritis
b
Tersedia sebagai obat bebas maupun dengan resep dokter
c
Sampai dengan 1250 mg pada hari pertama
d
Sampai dengan 200 mg pada hari pertama
e
Obat bebas
f
Tidak untuk terapi awal nyeri akut
g
Untuk nyeri akut dismenore primer
h
Untuk dismenore primer
ii. Tahap 2 : saat rasa sakit lumayan tidak terkontrol, opioid seperti codein
atau oxycodone harus ditambahkan bersama NSAID
Codeine tidak lebih manjur daripada morfin sedangkan oxycodone
lebih manjur daripada morfin. Oxycodone tersedia di Kanada dalam
bentuk tablet dan supositoria dan dalam dosis rendah terdapat pada
kombinasi campuran acetaminophen atau asam acetylsalicylic. Jika
fleksibiltas dalam dosis obat individu tidak diperlukan, kombinasi
acetaminophen dan oxycodone menyediakan persiapan yang memadai
untuk pasien yang membutuhkan pereda rasa sakit level 2 sesuai
pendekatan WHO
iii. Tahap 3 : Saat rasa sakit sudah parah dan tidak maksimal terhadap
pengobatan tahap 2, yang harus dilakukan adalah secepatnya mengganti
opioid yang manjur dengan atau tanpa NSAID dan analgesik adjuvant..
Pada awalnya, pasien harus diberikan morfin dosis pendek, dengan
konversi pada persiapan dosis panjang saat rasa sakit mulai reda. Jika efek
samping yang tidak terkontrol terjadi karena penggunaan morfin,
hydromorphone adalah obat alternative yang cocok dengan sifat opioid

22
yang serupa. Oxycodone atau fentanyl adalah alternatif yang berguna jika
pasien memiliki efek samping tak terkontrol saat menggunakan opioid
lain. Methadone adalah perantara yang memuaskan tapi lebih sulit
digunakan karena paruh waktu yang panjang dan sangat bervariasi.
Diamorphine (Heroin) tidak memberi keuntungan sebagai perantara
oral terhadap morfin. Ini adalah prodrug yang berubah secara cepat
menjadi morfin setelah masuk ke dalam mulut
Meperidine dan obatan-obatan dalam kelas yang sama atau
campuran obatan-obatan agonis-antagonis seperti pentazocine biasanya
tidak dianjurkan. Meperidine tidak dapat diaplikasikan secara subkutan
dan penggunaan jangka panjangnya diasosiasikan dengan akumulasi
metabolit toksik, normeperidine, yang menyebabkan iritasi berlebihan
pada system saraf pusat, myoclonus dan kejang-kejang.
Pentazocine menyebabkan efek psikotomimetrik pada banyak pasien
dan karena gabungan agonis-antagonis dapat mengendapkan reaksi
kemunduran saat pasien pada terapi opioid jangka panjang diganti dari
opioid lain ke pentazocine.5
Tabel 3. Analgesik Opioid11
Golongan dan Nama Rute Kesetaraan Dosis
Generik Analgesik (mg) Dewasa
Agonis Mirip Morfin
Morfin Im 10
Po 30
Hidromorfin Im 1,5
Po 7,5
Oksimorfin Im 1
R 5a
Triorfanol im (akut) 2
po (akut) 4
im (kronis) 1
po (kronis) 1
Codein Im 15 30 b
Po 15 30 b
Hidrocodon Po 5 10 b
Oksikodon Po 20 30 c
Agonis-Mirip Meperidin

23
Meperidin Im 75
Po 300c, tidak disarankan
Pentanil Im 0,1 0,2
Transdermal 25mcg/jamd
Transmukosal
hanya untuk
nyeri berat

Agonis-Mirip Metadon
Metadon im (akut) bervariasie
po ( akut) bervariasie
im (kronis) bervariasie
po (kronis) bervariasie
Propoksilen Po 65b
Turunan Agonis-Antagonis
Protazosin Im Tidak dianjurkan
Po 50b
Butorfanol Im 2
intranasal 1 b (satu spray)
Nalbufin Im 10
Buprenorfin Im 0,4
Dezosin Im 10
Antagonis
Nalokson Iv 0,4 1,2 f
Analgesik Sentral
Tramadol Po 50 100 b
a
50 mg morfin rectal = 5 mg oksimorfin rectal
b
Dosis awal saja (kesetaraan dosis analgesik tidak ada)
c
Dosis awal lebih rendah (oksikodon 5 10 mg)
d
Kesetaraan dosis morfin im = 8 22 mg / hari
e
Kesetaraan dosis analgesik metadon, jikadibandingkan dengan
opioid lain akan menurun secara progresif sejalan dengan makin
tingginya dosis opioid sebelumnya.
f
Dosis awal yang digunakan hanya pada keadaan overdosis opioid
iv. Taham keempat : Adjuvant analgesik
Adjuvant analgesik adalah obat dengan indikasi utama selain untuk
nyeri yang telah ditemukan berguna juga dalam pengelolaan beberapa
kondisi lainnya.
1) Kortikosteroid

24
Semakin banyak bukti bahwa, di samping untuk meningkatkan
nafsu makan, kortikosteroid mampu mengatasi nyeri pada metastase
tulang dan nyeri hati dan nyeri kompresi saraf. Pasien yang menderita
metastatic cord compression telah dilaporkan menggunakan
deksametason dan prednisolon oral untuk merdakan nyeri, obat tersebut
diketahui memiliki efek analgesik yang signifikan dalam studi
terkontrol pada pasien dengan kanker stadium lanjut.5
2) Antidepresan
Antidepresan trisiklik membantu dalam mengatasi nyeri
neuropatik. Terlepas dari efek yang ditimbulkan yaitu depresi
berkelanjutan, obat tersebut pada dasarnya bertindak sebagai inhibitor
dalam transmisi nociceptive di dalam tanduk dorsal saraf tulang
belakang. Hal tersebut umumnya telah didapatkan hasilnya dengan
menggunakan amitripitilin. Akan tetapi, penggunaannya pada pasien
kanker umumnya sulit dikarenakan oleh efek samping antikolinergik
seperti mulut kering dan sembelit. Untuk sisi positifnya, dosis yang
dibutuhkan untuk menekan rasa sakit pada dasarnya lebih rendah
dibandingkan dengan saat digunakan untuk mengatasi depresi, dan efek
positifnya dapat langsung terlihat sejak awal, seringnya saat di hari
ketiga sampai kelima. Alternatif antidepresan yang lebih aman termasuk
desipramin dan nortitriptilin. Paroksetin, sebuah inhibitor serotonin
selektif untuk absorpsi ujung saraf presinaptik yang efektif dalam
penanganan rasa sakit yang dikarenakan oleh diabetes neuropati 67
(temuan level III) juga dianggap efektif dalam tipe lain darirasa sakit
neuropatik (temuan level V).5
3) Anticonvulsan
Agen-agen ini sangat membantu dalam mengatasi komponen nyeri
neuropatik, seperti yang ditunjukkan dalam studi-studi kepada pasien
dengan trigeminal neuralgia. Akan tetapi, beberapa studi telah meneliti
penggunaan agen-agen ini dalam mengatasi kanker; hampir seluruh
studi klinis mendeskripsikan kegiatannya di dalam pasien dengan

25
sindrom nyeri neuropatik nonkanker. Obat-obat yang umumnya
digunakan termasuk carbamazepin, penitoin, baklofen, asam valpoik
atau clonazepam. Carbamazepin umumnya menjadi pilihan pertama,
tapi yang lainnya dapat digunakan jika respon awalnya tidak
memuaskan atau terdapat efek yang merugikan (temuan level V).5
4) Anestetik lokal
Berbagai anestetik lokal yang diberikan secara sistematis seperti
mexitelin, tokainida, atau flekainida umumnya digunakan untuk
penanganan kardiak aritmia. Akan tetapi, semuanya boleh digunakan
untuk penanganan nyeri neuropatik yang jika memungkinan dapat
merespon sesuai dengan pengobatan. Perawatan seharusnya dilatih di
dalam menggabungkan meksitelin dengan antidepresan trisiklik karena
beberapa pasien yang telah menderita efek psikotomik yang merugikan
(temuan level V). Peran yang relatif dari tiap kelas agen dan insidensi
gabungan-gabungan racun dari obat-obatan harus diatasi secepatnya.5
5) Inhibitor substansi P
Kapsaisin, sebuah inhibitor substansi P dan analgesik topikal, telah
dianjurkan untuk mengurangi hiperalgesia yang berhubungan denga
kulit dan rasa sakit neuropatik yang panas tapi masih belum tertemuan.5

6) Inhibitor resorpsi tulang


Obat-obatan terkini yang menjadi pilihan pertama untuk
penanganan hiperkalsemia ganas dalah bisfosfonat (contohnya
pamidronat dan clodronat). Obat-obatan ini akan mencegah atau
menekan rasa sakit tulang yang berbahaya atau komplikasi skeletal
pada beberapa wanita dengan tulang metastase (temuan level I). Selain
itu juga, temuan dari salah satu pengujian menyarankan bahwa
penggunaannya bahkan dapat mengurangi frekuensi tulang metastase.
Obat yang lain, kalsitonin, terkadang digunakan untuk menekan rasa
sakit dari tulang metastase.5

26
2. Terapi nonfarmakologi5,7
Menurut Tamsuri, selain tindakan farmakologis untuk menanggulangi
nyeri ada pula tindakan nonfarmakologis untuk mengatasi nyeri terdiri dari
beberapa tindakan penanganan berdasarkan5:

a. Penanganan fisik/stimulasi fisik meliputi:

1) Stimulasi kulit

Pijatan pada kulit memberikan efek penurunan kecemasan dan ketegangan


otot. Rangsangan pijatan otot ini dipercaya akan merangsang serabut
berdiameter besar, sehingga mampu mampu memblok atau menurunkan impuls
nyeri

2) Stimulasi electric (TENS)

Cara kerja dari sistem ini masih belum jelas, salah satu pemikiran adalah
cara ini bisa melepaskan endorfin, sehingga bisa memblok stimulasi nyeri. Bisa
dilakukan dengan pijat, mandi air hangat, kompres dengan kantong es dan
stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS/ transcutaneus electrical nerve
stimulation). TENS merupakan stimulasi pada kulit dengan menggunakan arus
listrik ringan yang dihantarkan melalui elektroda luar.

3) Akupuntur

Akupuntur merupakan pengobatan yang sudah sejak lama digunakan


untuk mengobati nyeri. Jarum jarum kecil yang dimasukkan pada kulit,
bertujuan menyentuh titik-titik tertentu, tergantung pada lokasi nyeri, yang
dapat memblok transmisi nyeri ke otak.

4) Plasebo

27
Plasebo dalam bahasa latin berarti menyenangkan merupakan zat tanpa
kegiatan farmakologik dalam bentuk yang dikenal oleh klien sebagai obat
seperti kaplet, kapsul, cairan injeksi dan sebagainya.

b. Intervensi perilaku kognitif meliputi:

1)Relaksasi
Teknik relaksasi terutama efektif untuk nyeri kronik dan memberikan
beberapa keuntungan, antara lain:

1. Relaksasi akan menurunkan ansietas yang berhubungan dengan nyeri atau


stress

2. Menurunkan nyeri otot

3. Menolong individu untuk melupakan nyeri

4. Meningkatkan periode istirahat dan tidur

5. Meningkatkan keefektifan terapi nyeri lain

6. Menurunkan perasaan tak berdaya dan depresi yang timbul akibat nyeri

Beberapa teknik relaksasi menurut Stewart sebagai berikut:

1. Klien menarik nafas dalam dan menahannya di dalam paru

2. Secara perlahan-lahan keluarkan udara dan rasakan tubuh menjadi kendor


dan rasakan betapa nyaman hal tersebut

3. Klien bernafas dengan irama normal dalam beberapa waktu

4. Klien mengambil nafas dalam kembali dan keluarkan secara perlahan-


lahan, pada saat ini biarkan telapak kaki relaks. Perawat minta kepada

28
klien untuk mengkonsentrasikan fikiran pada kakinya yang terasa ringan
dan hangat.

5. Ulangi langkah 4 dan konsentrasikan fikiran pada lengan, perut, punggung


dan kelompok otot-otot lain

6. Setelah klien merasa relaks, klien dianjurkan bernafas secara perlahan.


Bila nyeri menjadi hebat klien dapat bernafas secara dangkal dan cepat.

2) Umpan balik biologis

Terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu informasi


tentang respon nyeri fisiologis dan cara untuk melatih kontrol volunter terhadap
respon tersebut. Terapi ini efektif untuk mengatasi ketegangan otot dan migren,
dengan cara memasang elektroda pada pelipis.

3) Hipnotis

Membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif.

4) Distraksi

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan sampai


sedang. Distraksi visual (melihat TV atau pertandingan bola), distraksi audio
(mendengar musik), distraksi sentuhan (massase, memegang mainan), distraksi
intelektual (merangkai puzzle, main catur), nafas lambat, berirama.

5) Guided Imagination (Imajinasi terbimbing)

Meminta pasien berimajinasi membayangkan hal-hal yang menyenangkan,


tindakan ini memerlukan suasana dan ruangan yang tenang serta konsentrasi
dari pasien. Apabila pasien mengalami kegelisahan, tindakan harus dihentikan.

29
Tindakan ini dilakukan pada saat pasien merasa nyaman dan tidak sedang nyeri
akut.

F. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari referat ini yaitu :


Nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang
didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Nyeri dapat diklasifikasikan menjadi : berdsarkan durasi akut, kronik,
patofisiologi nosiseptif, nyeri neuropatik), etiologi paska
pembedahan,kanker, nyeri viseral, dan nyeri somatik.
Ada beberapa skala yang digunakan untuk menilai nyeri pada pasien yaitu :
Wong-Baker Faces Pain Rating Scale, Verbal Rating Scale, Numerical Rating
Scale, dan Visual Analogue Scale.
Beberapa penyebab nyeri pada kanker payudara yaitu : Postmastektomi,
brachial plexopathy, dan metastase kanker.
Pain due to direct tumour involvement
Bone metastases
Neural metastase
Brachial plexopathy
Spinal cord compression
Meningeal carcinomatosis
Peripheral neuropathy due to tumour infiltration
Visceral metastases
Pleura
Liver
Bowel
Peritoneum
Pain due to antineoplastic treatment
Procedure-related pain in breast and shoulder
Postmastectomy syndrome
Lymphedema-related discomfort and pain
Postirradiation pain

30
Peripheral neuropathy
Pain due to drug extravasation
Phlebitis
Mucositis
Chemical cystitis (with cyclophosphamide)
Osteoporosis or avascular necrosis
Pre-existing conditions
Dermatomal herpes zoster

Nyeri yang dirasakan pasien kanker payudara bersifat kronis.


Batasan Karakteristik :
a. Mayor (harus terdapat), individu melaporkan bahwa nyeri telah ada lebih
dari 6 bulan
b. Minor (mungkin terdapat)
1) Ketidaknyamanan
2) Marah, frustasi, depresi karena situasi
3) Raut wajah kesakitan
4) Anoreksia, penurunan berat badan
5) Insomnia
6) Gerakan yang sangat berhati-hati
7) Spasme otot
8) Kemerahan, bengkak, panas
9) Perubahan warna pada area terganggu
10) Abnormalitas refleks
Diagnosa Tambahan
1) Kecemasan yang berhubungan dengan hilangnya kontrol
2) Ketakutan yang berhubungan dengan nyeri
3) Kelemahan yang berhubungan dengan pengobatan pada penyakit
4) Perubahan penampilan peran yang behrubungan dengan perubahan
status kesehatan dan kerusakan koping
5) Perubahan pola seksualitas yang berhubungan dengan kesakitan dan
nyeri

31
6) Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri dan
ketidaknyamanan
7) Aktivitas intoleran yang berhubungan dengan nyeri dan/atau depresi
8) Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan nyeri
9) Kurang perawatan diri (total atau sebagian) yang berhubungan dengan
nyeri
10) Perubahan pemeliharaan kesehatan yang berhubungan dengan
perasaan tak berdaya.

Manajemen nyeri pada pasien dengan kanker payudara terdiri atas terapi
farmakologis dan non farmakologis.
Terapi farmakologi yang dapat diberikan adalah obat analgesik yang dapat
dibagi menjadi 3 kelompok : nonopioid, opioid dan adjuvant.
Terapi nonfarmakologis yang dapat diberikan yaitu penanganan fisik dan
intervensi perilaku kognitif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Patel, NB. Physiologi of Pain. 2010. [cited 5 Maret 2015]. Available from
URL: https://sbs.uonbi.ac.ke/npatel/files/chapter_3_physiology_of_pain_.pdf
2. http://www.scribd.com/doc/76378479/Referat-Anestesi-Penanganan-
Nyeri#scribd
3. Cole, BE. Pain management : Classifying, understanding, and treating pain .
[cited 5 Maret 2015]. Available from URL : http://www.turner-
white.com/pdf/hp_jun02_pain.pdf
4. Anonim. Pain rating scales [cited 5 Maret 2015]. Available from URL :
www.health.vic.gov.au/qualitycouncil/downloads/app1_pain_rating_scales
5. Canadian Medical Assosiation. The management of chronic pain in patients
with breast cancer. 1998. [cited 1 Maret 2015]. Available from URL:
http://www.collectionscanada.gc.ca/eppparchive/100/201/300/cdn_medical_a
ssociation/cmaj/vol-158/issue-3/breastcpg/guide_10.pdf

32
6. Farastuti, D dan Windiastuti, E. Penanganan Nyeri pada keganasan. 2005.
[cited 7 Maret 2015] Available from URL:
.http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/7-3-7.pdf
7. Khaerinnisa, dkk. Farmakoterapi nyeri. 2010. [cited 8 Maret 2015] Available
from URL: https://www.scribd.com/doc/89764156/FARMAKOTERAPI-
NYERI
8. Mercadante, S. The use of rapid onset opioids for breakthrough cancer pain,
the challenge of its dosing. 2010. [cited 1 Maret 2015]. Available from URL:
http://www.e-eso.net/croh/chro216.pdf
9. Jung, BF dkk. Neuropathic pain following breast cancer surgery : proposed
classification and research update. 2003. [cited 1 Maret 2015]. Available from
URL http://www.rsds.org/pdfsall/neuropathic_pain_post_breast_cancer.pdf
10. Dworkin, dkk. Pharmacologic management of neuropathic pain: Evidence-
based recommendation. 2007. [cited 8 Maret 2015]. Available from URL:
http://rsds.org/pdfsall/Dworkin_OConner_Backonja.pdf
11. Sukandar, EY dkk. Penatalaksanaan Nyeri dala Iso Farmako. Jakarta: PT.
ISFI Penerbitan. 2010

Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Referat


Fakultas Kedokteran Maret 2015
Universitas Halu Oleo

MANAJEMEN NYERI PADA PASIEN KANKER PAYUDARA

33
Disusun Oleh:
Sitti Fatimah Siampa
K1A1 09 006

Pembimbing
dr. Hj. Andi Hasnah Suaib, Sp.An

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
Fakultas Kedokteran
Universitas Halu Oleo
Kendari
2015

34

Anda mungkin juga menyukai