Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat
cukup bulan meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan
(abortus, mola hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan
perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan
(plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per
vagina setelah seksio sesarea, retensio plasentae/ plasenta inkomplet),
perdarahan pasca persalinan, hematoma, dan koagulopati obstetri.
Setiap bayi baru lahir akan mengalami bahaya jiwa saat proses
kelahirannya. Ancaman jiwa berupa kamatian tidak dapat diduga secara pasti
walaupun denagn bantuan alat-alat medis modern sekalipun,sering kali
memberikan gambaran berbeda tergadap kondisi bayi saat lahir.
Oleh karena itu kemauan dan keterampilan tenaga medis yang
menangani kelahiran bayi mutlak sangat dibutuhkan, tetapi tadak semua
tenaga medis memiliki kemampuan dan keterampilan standart, dalam
melakukan resusitasi pada bayi baru lahir yang dapat dihandalkan, walaupun
mereka itu memiliki latar belakang pendidikan sebagai profesional ahli.
B. Rumusan Masalah
1 Apa defensi perdarahan pasca melahirkan
2 Apa diagnosa kegawat daruratan pasca persalianan
3 Apa penatalaksanaan kegawatdaruratan pada atonia uteri,laserasi jalan
lahir,retensio plasenta,sisa palsenta
C. Tujuan
Untuk mengueaikan kegawatdaruratan pasca persalinan pada kala III dan IV

BAB II

PEMBAHSAN

1
A. Kegawat Daruratan Pada Pasca Persalinan

Pendarahan pasca persalinan (post partum) adalah pendarahan


pervaginam 500 ml atau lebih sesudah anak lahir. Perdarahan merupakan
penyebab kematian nomor satu (40%-60%) kematian ibu melahirkan di
Indonesia. Pendarahan pasca persalinan dapat disebabkan oleh atonia uteri,
sisa plasenta, retensio plasenta, inversio uteri dan laserasi jalan lahir .
Perdarahan postpartum adalah sebab penting kematian ibu ; dari
kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan ( perdarahan postpartum,
plasenta previa, solution plaentae, kehamilan ektopik, abortus dan ruptura
uteri ) disebabkan oleh perdarahan postpartum. Perdarahan postpartum
sangat mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia mengurangkan daya
tahan tubuh. Perdarahan postpartum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :
1. Perdarahan Pasca Persalinan Dini (Early Postpartum Haemorrhage,
atau Perdarahan Postpartum Primer, atau Perdarahan Pasca
Persalinan Segera). Perdarahan pasca persalinan primer terjadi
dalam 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan pasca
persalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa
plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2
jam pertama.
2. Perdarahan masa nifas (PPH kasep atau Perdarahan Persalinan
Sekunder atau Perdarahan Pasca Persalinan Lambat, atau Late
PPH). Perdarahan pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam
pertama. Perdarahan pasca persalinan sekunder sering diakibatkan
oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta
yang tertinggal.

B. Gejala Klinis
Gejala klinis berupa pendarahan pervaginam yang terus-menerus
setelah bayi lahir.Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-
tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat

2
dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain. Penderita tanpa disadari dapat
kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat bila pendarahan tersebut
sedikit dalam waktu yang lama.
C. Diagnosis Perdarahan Pascapersalinan
Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul perdarahan
banyak dalam waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalam jangka
waktu lama, tanpa disadari pasien telah kehilangan banyak darah sebelum ia
tampak pucat. Nadi serta pernafasan menjadi lebih cepat dan tekanan darah
menurun. Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah
sebanyak 10% dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik.
Gejala-gejala baru tampak pada kehilangan darah 20%. Jika
perdarahan berlangsung terus, dapat timbul syok. Diagnosis
perdarahan pascapersalinan dipermudah apabila pada tiap-tiap persalinan
setelah anak lahir secara rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III dan
satu jam sesudahnya. Apabila terjadi perdarahan pascapersalinan dan
plasenta belum lahir, perlu diusahakan untuk melahirkan plasenta
segera.Jika plasenta sudah lahir, perlu dibedakan antara perdarahan akibat
atonia uteri atau perdarahan karena perlukaan jalan lahir.
Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek
pada palpasi; sedangkan pada perdarahan karena perlukaan jalan lahir,
uterus berkontraksi dengan baik.Dalam hal uterus berkontaraksi dengan
baik, perlu diperiksa lebih lanjut tentang adanya dan dimana letaknya
perlukaan jalan lahir. Pada persalinan di rumah sakit, dengan fasilitas yang
baik untuk melakukan transfusi darah, seharusnya kematian akibat
perdarahan pascapersalinan dapat dicegah.Tetapi kematian tidak data
terlalu dihindarkan, terutama apabila penderita masuk rumah sakit dalam
keadaan syok karena sudah kehilangan banyak darah.Karena persalinan di
Indonesia sebagian besar terjadi di luar rumah sakit, perdarahan post
partum merupakan sebab utama kematian dalam persalinan.
Diagnosis perdarahan pascapersalinan dilakukan dengan :

3
1. Palpasi uterus: bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
2. Memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak.
3. Lakukan eksplorasi cavum uteri untuk mencari:
- Sisa plasenta atau selaput ketuban
- Robekan rahim
- Plasenta suksenturiata
4. Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises
yang pecah
5. Pemeriksaan Laboratorium periksa darah yaitu Hb, COT (Clot
Observation Test)
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perdarahan Pascapersalinan
1. Perdarahan pascapersalinan dan usia ibu
Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih
dari 35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan
pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini
dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita
belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun
fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan
dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk
terjadinya komplikasi pascapersalinan terutama perdarahan akan lebih
besar.
Perdarahan pascapersalinan yang mengakibatkan kematian maternal pada
wanita hamil yang melahirkan pada usia dibawah 20 tahun 2-5 kali lebih
tinggi daripada perdarahan pascapersalinan yang terjadi pada usia 20-29
tahun. Perdarahan pascapersalinan meningkat kembali setelah usia 30-
35tahun.
2. Perdarahan pascapersalinan dan gravida
Ibu-ibu yang dengan kehamilan lebih dari 1 kali atau yang termasuk
multigravida mempunyai risiko lebih tinggi terhadap terjadinya perdarahan
pascapersalinan dibandingkan dengan ibu-ibu yang termasuk golongan

4
primigravida (hamil pertama kali).Hal ini dikarenakan pada multigravida,
fungsi reproduksi mengalami penurunan sehingga kemungkinan terjadinya
perdarahan pascapersalinan menjadi lebih besar.
3. Perdarahan pascapersalinan dan paritas
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut
perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian
maternal.Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka
kejadian perdarahan pascapersalinan lebih tinggi.Pada paritas yang rendah
(paritas satu), ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan yang
pertama merupakan faktor penyebab ketidakmampuan ibu hamil dalam
menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan
nifas.
4. Perdarahan pascapersalinan dan Antenatal Care
Tujuan umum antenatal care adalah menyiapkan seoptimal
mungkin fisik dan mental ibu serta anak selama dalam kehamilan,
persalinan dan nifas sehingga angka morbiditas dan mortalitas ibu serta
anak dapat diturunkan. Pemeriksaan antenatal yang baik dan tersedianya
fasilitas rujukan bagi kasus risiko tinggi terutama perdarahan yang selalu
mungkin terjadi setelah persalinan yang mengakibatkan kematian maternal
dapat diturunkan.Hal ini disebabkan karena dengan adanya antenatal care
tanda-tanda dini perdarahan yang berlebihan dapat dideteksi dan
ditanggulangi dengan cepat.
5. Perdarahan pascapersalinan dan kadar hemoglobin
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan
nilai hemoglobin dibawah nilai normal. Dikatakan anemia jika kadar
hemoglobin kurang dari 8 gr%. Perdarahan pascapersalinan
mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 500 ml atau lebih, dan jika hal
ini terus dibiarkan tanpa adanya penanganan yang tepat dan akurat akan
mengakibatkan turunnya kadar hemoglobin dibawah nilai normal.
D. Etiologi

5
Perdarahan pascapersalinan antara lain dapat disebabkan oleh:
1. Atonia uteri
Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi
setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh,
melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh
darah.Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya pendarahan.Perdarahan
pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka pada bekas
menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas
keseluruhan.Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah
merupakan bagian yang terpenting dalam hal kontraksi untuk
menghentikan pendarahan pasca persalinan.Miometrum lapisan tengah
tersusun sebagai anyaman dan ditembus oeh pembuluh darah.Masing-
masing serabut mempunyai dua buah lengkungan sehingga tiap-tiap dua
buah serabut kira-kira berbentuk angka delapan. Setelah partus, dengan
adanya susunan otot seperti tersebut diatas, jika otot berkontraksi akan
menjepit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk
berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya pendarahan pasca
persalinan.
Atonia uteri merupakan penyebab tersering dari pendarahan pasca
persalinan.Sekitar 50-60% pendarahan pasca persalinan disebabkan oleh
atonia uteri. Faktor-faktor predisposisi atonia uteri antara lain :

1. Grandemultipara
2. Uterus yang terlalu regang (hidramnion, hamil ganda, anak sangat
besar (BB > 4000 gram)
3. Kelainan uterus (uterus bicornis, mioma uteri, bekas operasi)
4. Plasenta previa dan solutio plasenta (perdarahan antepartum)
5. Partus lama (exhausted mother)
- Partus precipitatus
- Hipertensi dalam kehamilan (Gestosis)

6
- Infeksi uterus
- Anemi berat
6. Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi
partus)
7. Riwayat PPH sebelumnya atau riwayat plasenta manua
8. Pimpinan kala III yang salah, dengan memijit-mijit dan
mendorong-dorong uterus sebelum plasenta terlepas
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata
perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi
didapatkan fundus uteri setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang
lembek.
Penanganan atonia uteri yaitu :
a. Masase uterus + pemberian utero tonika (infus oksitosin 10 IU s/d 100 IU
dalam 500 ml Dextrose 5%, 1 ampul Ergometrin I.V, yang dapat diulang 4
jam kemudian, suntikan prostaglandin.
b. Kompresi bimanuil
Jika tindakan poin satu tidak memberikan hasil yang diharapkan
dalam waktu yang singkat, perlu dilakukan kompresi bimanual pada pada
uterus.Tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam vagina dan sambil
membuat kepalan diletakkan pada forniks anterior vagina. Tangan kanan
diletakkan pada perut penderita dengan memegang fundus uteri dengan
telapak tangan dan dengan ibu jari di depan serta jari-jari lain dibelakang
uterus. Sekarang korpus uteri terpegang dengan antara 2 tangan; tangan
kanan melaksanakan massage pada uterus dan sekalian menekannya
terhadap tangan kiri.
c. Tampon utero-vaginal secara lege artis, tampon diangkat 24 jam
kemudian.
Tindakan ini sekarang oleh banyak dokter tidak dilakukan lagi
karena umumnya dengan dengan usaha-usaha tersebut di atas pendarahan
yang disebabkan oleh atonia uteri sudah dapat diatasi.Lagi pula

7
dikhawatirkan bahwa pemberian tamponade yang dilakukan dengan teknik
yang tidak sempurna tidak menghindarkan pendarahan dalam uterus
dibelakang tampon.Tekanan tampon pada dinding uterus menghalangi
pengeluaran darah dari sinus-sinus yang terbuka; selain itu tekanan
tersebut menimbulkan rangsangan pada miometrium untuk berkontraksi.
2. Robekan jalan lahir
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari
perdarahan pascapersalinan.Robekan dapat terjadi bersamaan dengan
atonia uteri. Perdarahan pascapersalinan dengan uterus yang berkontraksi
baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina
a. Robekan serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga
serviks seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan
pervaginam.Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan
dapat menjalar ke segmen bawah uterus.Apabila terjadi perdarahan
yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus
sudah berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir,
khususnya robekan serviks uteri.Setelah persalinan buatan atau kalau
ada perdarahan walaupun kontraksi uterus baik dan darah yang keluar
berwarna merah muda harus dilakukan pemeriksaan dengan
speculum.Jika terdapat robekan yang berdarah atau robekan yang
lebih besar dari 1 cm, maka robekan tersebut hendaknya dijahit.Untuk
memudahkan penjahitan, baiknya fundus uteri ditekan ke bawah
hingga cerviks dekat dengan vulva.Kemudian kedua bibir serviks
dijepit dengan klem dan ditarik ke bawah.Dalam melakukan jahitan
robekan serviks ini yang penting bukan jahitan lukanya tapi
pengikatan dari cabang cabang arteria uterine.
b. Perlukaan vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum
tidak sering dijumpai.Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa,

8
tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam,
terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada
dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum
c. Robekan perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama
dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya.Robekan
perineum umumnya terjadi di garis tengan dan bisa menjadi luas
apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih
kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah
dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia
suboksipito bregmatika.Perdarahan pada traktus genetalia
sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung
lama yang menyertai kontraksi uterus yang kuat. Tingkatan
robekan pada perineum:
a. Tingkat 1: hanya kulit perineum dan mukosa vagina
yang robek
b. Tingkat 2: dinding belakang vagina dan jaringan
ikat yang menghubungkan otot-otot diafragma
urogenitalis pada garis tengah terluka.
c. Tingkat 3: robekan total m. Spintcher ani externus
dan kadang-kadang dinding depan rektum.
Pada persalinan yang sulit, dapat pula terjadi kerusakan dan
peregangan m. puborectalis kanan dan kiri serta hubungannya di
garis tengah. Kejadian ini melemahkan diafragma pelvis dan
menimbulkan predisposisi untuk terjadinya prolapsus uteri
E. Penatalaksanaan :
1. Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan
sumber perdarahan.
2. Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik

9
3. Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan
benang yang dapat diserap
4. Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal
terhadap operator.
5. Khusus pada rutura perineum komplit ( hingga anus dan sebagian
rektum) dilakuakan penjahitan lapis demi lapis dengan bantua busi
pada rektum, sebagai berikut:
a. Setelah prosedur aseptik-antiseptik, pasang busi rektum
hingga ujung robekan.
b. Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan
simpul submukosa menggunakan benang poliglikolik
no.2/0(dexon/vicryl) hingga ke spingter ani. Jepit kedua
spingter ani dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0.
c. Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub
mukosa dengan benang yang sama (atau kromik 2/0)
secara jelujur.Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit
secara sub mukosa dan sub kutikuler. Berikan antibiotika
profilaksis (ampisilin 2g dan metronidazol 1g per oral).
Terapi penuh antibiotika hanya diberikan apabila luka
tampak kotor atau dibubuhi ramuan tradisional atau
terdapat tanda-tanda infeksi yang jelas.

Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir
adalah :

Atonia Uteri Robekan jalan lahir


1. Kontraksi uterus lembek, 1. Kontraksi uterus kuat, keras
lemah dan membesar ( fundus uteri dan mengecil.

10
masih tinggi)
2. Perdarahan terjadi langsung
2. Perdarahan terjadi beberapa
setelah anak lahir.
menit setelah anak lahir
3. Setelah dilakukan masase atau
3. Bila kontraksi lemah, setelah
pemberian uterootonika langsung
masase atau pemberian uterotonika,
uterus mengeras tapi perdarahan tidak
kontraksi yang lemah tersebut menjadi
berkurang.
kuat.
Retensio plasenta :
Keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit
setelah bayi lahir. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan
plasenta:
1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau
serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus;
kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan
constriction ring.
2. Kelainan dari placenta dan sifat perlekatan placenta pada
uterus.
3. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi
dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari
plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian
uterotonik yang tidak tepat waktu dapat menyebabkan serviks
kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi
terutama yang melemahkan kontraksi uterus.

Penyebab retensio plasenta :


4. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan
tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
a. Plasenta adhesive : plasenta yang melekat pada desidua
endometrium lebih dalam.

11
b. Plasenta inkerta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan
menembus desidua endometrium sampai ke miometrium.
c. Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus
miometrium sampai ke serosa.
d. Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembuus
serosa atau peritoneum dinding rahim.
5. Plasenta sudah lepas dari dinding rahim namun belum
keluar karena atoni uteri atau adanya lingkaran konstriksi
pada bagian bawah rahim ( akibat kesalahan penanganan
kala III ) yang akan menghalangi plasenta keluar
( plasenta inkarserata)
Diagnosis retensio plasenta
a. Tanya dan dengar :
a. Kapan melahirkan ?
b. Kapan mulai mengalami perdarahan?
c. Berapa banyak perdarahan?
d. Apakah plasenta sudah dilahirkan?
e. Apakah ibu sudah diberi obat?
2. Lihat dan Raba (Lihat tanda-tanda syok)
a. Tekanan darah turun
b. Kulit dingin dan lembab
c. Denyut nadi lemah dan cepat

Segera setelah terlihat perdarahan:


1. Raba uterus untuk memastikan uterus keras dan berkontraksi
2. Lihat jalan lahir, apakah servik dan vagina robek?
3. Lihat plasenta (bila sudah lahir) secara teliti untuk memastikan
bahwa tidak ada bagian yang tertinggal

12
Penanganan Retensio Plasenta dengan plasenta manual
1. Sebaiknya pelepasan plasenta manual dilakukan dalam narkosis,
karena relaksasi otot memudahkan pelaksanaannya tertutama
bila retensi telah lama, sebaiknya juga dipasang infus NaCl
0,9% sebelu tindakkan dilakukan. Setelah disinfektan tangan
dan vulva termasuk daerah seputarnynya, labia dibeberkan
dengan tangan kiri sedangkan tangan kanan dimasukkan secara
obstetrik ke dalam vagina.
2. Sekarang tangan kiri menahan fundus untuk mencegah
kolporeksis. Tangan kanan dengan posisi obstetrik menuju
ostium uteri dan terus ke lokasi plasenta, tangan dalam ini
menyusuri tali pusat agar tidak terjadi salah jalan.
3. Supaya tali pusat mudah diraba, dapat diregangkan oleh asisten.
Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan tersebut
dipindahkan ke pinggir plasenta dan mencari bagian plasenta
yang sudah lepas untuk menentukan bidang pelepasan yang
tepat. Kemudian dengan sisi tangan kanan sebelah kelingking
( ulner ), plasenta dilepaskan pada bidang antara bagian plasenta
yang sudah terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang
sejajar dengan dinding rahim. Setelah seluruh plasenta terlepas,
plasenta dipegang dan dengan perlahan-lahan ditarik keluar.

4. Kesulitan yang mungkin dijumpai pada waktu pelepasan


plasenta secara manual adalah adanya lingkaran kontriksi yang
hanya dapat dilalui dengan dilatasi oleh tangan dalam secara
perlahan-lahan dan dalam nakrosis yang dalam. Lokasi plasenta
pada dinding depan rahim juga sedikit lebih sukar dilepaskan
daripada lokasi di dinding belakang. Ada kalanya plasenta tidak

13
dapat dilepaskan secara manual seperti halnya pada plasenta
akreta, dalam hal ini tindakan dihentikan.
Setelah plasenta dilahirkan dan diperiksa bahwa plasenta
lengkap, segera lakukan kompresi bimanual uterus dan dapat
disuntikkan Ergometrin 0.2 mg IM atau IV sampai kontraksi
uterus baik. Pada kasus retensio plasenta, resiko atonia uteri
tinggi, oleh karena itu harus dilakukan tindakan pencegahan
perdarahan postpartum

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendarahan pasca persalinan (post partum) adalah pendarahan
pervaginam 500 ml atau lebih sesudah anak lahir.Perdarahan merupakan

14
penyebab kematian nomor satu (40%-60%) kematian ibu melahirkan di
Indonesia. Pendarahan pasca persalinan dapat disebabkan oleh atonia uteri,
sisa plasenta, retensio plasenta, inversio uteri dan laserasi jalan lahir .
Gejala klinis berupa pendarahan pervaginam yang terus-menerus
setelah bayi lahir.Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-
tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat
dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain. Penderita tanpa disadari dapat
kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat bila pendarahan tersebut
sedikit dalam waktu yang lama.
B. Saran
1. Bagi Institusi
Diharapkan agar dapat memberi masukan berupa kritik dan saran yang
bersifat membangun tentang strategi pelayanan kebidanan dan tugas
dan tanggung jawab bidan
2. Bagi Mahasiswa DIII Kebidanan
Diharapkan agar lebih mengembangkan wawasan dan ilmu
pengetahuan tentang tentang strategi pelayanan kebidanan dan tugas
dan tanggung jawab bidan

DAFTAR PUSTAKA

Nwobodo EL. Obstetric emergencies as seen in a tertiary health institution in


North-Western Nigeria: maternal and fetal outcome. Nigerian Medical
Practitioner. 2006;49(3):5455.
Waspodo, dkk.. 2005. Pelatihan Pelayanan Kegawatdaruratan Obstetri
neonatal Esensial Dasar. Jakarta : Depkes RI.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I .EGC : Jakarta.
Prawirohardjo, Sarwono. 2002.Buku Panduan Praktis Maternal dan Neonatal.

15
2002. YBSP : Jakarta.
Aliyah Anna, dkk. 1997, Resusitasi Neonatal, Perkumpulan perinatologi
Indonesia (Perinasia): Jakarta.
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. YBPSP: Jakarta.
Allen Carol Vestal, 1998, Memahami Proses Keperawatan, EGC : Jakarta.
Aminullah Asril,1994, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina pustaka Sarwono
Prawirohardjo: Jakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai