Anda di halaman 1dari 44

1

Presentasi Kasus Rehabilitasi Medik

SEORANG WANITA 61 TAHUN DENGAN LOW BACK PAIN


E/C FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRAE LUMBAL IV-V

Oleh:
Dimas Yuliar Sevanto
G9911112055

Pembimbing:
Dr. dr. Noer Rachma, Sp.KFR
dr. Trilastiti Widowati, Sp.KFR, M.Kes
dr. Desy Kurniawati Tandiyo, Sp.KFR

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR.MOEWARDI
SURAKARTA
2012
2

BAB I
STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS
1. Identitas Pasien
Nama : Ny.W
Umur : 61 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah tangga
Alamat : Pandeyan, Ngemplak,Boyolali
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal Periksa : 16 November 2012
No RM : 01157810
2. Keluhan Utama
Nyeri pinggang yang menjalar sampai kaki bawah
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri punggung dan menjalar ke
kaki. Nyeri dirasakan semakin memberat sejak 3 hari SMRS. Nyeri
semakin bertambah berat, terutama jika untuk berjalan dan mengangkat
barang. Nyeri telah dirasakan sejak 3 bulan SMRS, pasien mengeluhkan
nyeri pinggang kanan yang menjalar hanya sampai lutut. Pasien berobat
ke praktek dokter umum dan diberi obat anti nyeri. Keluhan berkurang
jika minum obat tapi sering kambuh kembali. Pasien sempat memakai
korset, namun karena nyeri sudah tidak begitu dirasakan pasien jarang
memakai korset lagi. BAB dan BAK tidak ada kelainan.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat tensi tinggi : disangkal
Riwayat batuk lama : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
3

Riwayat alergi : disangkal


Riwayat asma : disangkal
Riwayat trauma : (+/- ) 2 tahun yang lalu terjatuh dari
tangga
Riwayat operasi : disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat tensi tinggi : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat asma : disangkal
6. Riwayat Kebiasaan dan Gizi
Riwayat merokok : disangkal
Riwayat minum alkohol : disangkal
Riwayat olahraga : disangkal
Penderita makan 2-3 kali sehari dengan sepiring nasi, lauk pauk (tahu,
tempe, telur), dan sayur. Gizi kesan cukup.
7. Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita tinggal bersama suami dan kedua anaknya. Saat ini pasien
mondok di RSU Dr. Moewardi dengan menggunakan biaya
JAMKESMAS.

II. PEMERIKSAAN FISIK


1. Status Generalis
Keadaan umum sedang, compos mentis E4V5M6, gizi kesan cukup
2. Tanda Vital
Tekanan Darah : 150/100 mmHg
Nadi : 80 x / menit, isi cukup, irama teratur, simetris
Respirasi : 20x / menit
Suhu : 36,5 C per aksiler
4

3. Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),
spider naevi (-), striae (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).
4. Kepala
Bentuk kepala mesochepal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut
hitam.
5. Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan
tak lansung (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), oedem palpebra (-/-), sekret
(-/-).
6. Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)
7. Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)
8. Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah simetris, lidah tremor
(-), stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-).
9. Leher
Simetris, trakea di tengah, JVP tidak meningkat, kelenjar getah bening
tidak membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-).
10. Thorax
Retraksi (-), simetris
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Konfigurasi Jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II intensitas normal, reguler,
bising (-)
Paru
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Simetris, fremitus raba kanan = kiri
5

Perkusi : Sonor/Sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Suara tambahan (-/-)
11. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Tympani, pekak beralih (-)
12. Ektremitas
oedem Akral dingin

- - - -

- - - -

13. Status Psikiatri


1. Emosi : Stabil
2. Afeksi : dalam batas normal
3. Proses berfikir : koheren
4. Kecerdasan : dalam batas nornal
14. Status Neurologis
Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi Luhur : dalam batas normal
Fungs Kognitif : dalam batas normal
Fungsi Vegetatif : IV line
Fungsi Sensorik :
N N

N N

Fungsi Motorik dan Reflek


6

- kekuatan
N N

N N

- Tonus
N N

N N

- Reflek Fisiologis
+2 +2

+2 +2

- Reflek Patologis

- -

- -

Nervus Cranialis
N. III : Reflek Cahaya (+/+), Pupil Isokor (3 mm/ 3mm)
N. VII : dalam batas normal
N. XII : dalam batas normal
Pemeriksaan Vertebra
Lasseque test : ( +/+ )
Pattrick test : ( +/+)
Kontra Pattrick test : ( +/+)
15. Range of Motion
NECK
7

ROM Pasif ROM Aktif


Fleksi 0 - 70 0 - 70
Ekstensi 0 - 40 0 - 40
Lateral bending kanan 0 - 60 0 - 60
Lateral bending kiri 0 - 60 0 - 60
Rotasi kanan 0 - 90 0 - 90
Rotasi kiri 0 - 90 0 - 90

ROM Pasif ROM Aktif


Ektremitas Superior
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Fleksi 0-180 0-180 0-180 0-180
Ektensi 0-30 0-30 0-30 0-30
Abduksi 0-150 0-150 0-150 0-150
Shoulder
Adduksi 0-75 0-75 0-75 0-75
Eksternal Rotasi 0-90 0-90 0-90 0-90
Internal Rotasi 0-90 0-90 0-90 0-90
Fleksi 0-150 0-150 0-150 0-150
Ekstensi 0-150 0-150 0-150 0-150
Elbow
Pronasi 0-90 0-90 0-90 0-90
Supinasi 0-90 0-90 0-90 0-90
Fleksi 0-90 0-90 0-90 0-90
Ekstensi 0-70 0-70 0-70 0-70
Wrist
Ulnar Deviasi 0-30 0-30 0-30 0-30
Radius deviasi 0-20 0-20 0-20 0-20
Finger MCP I Fleksi 0-50 0-50 0-50 0-50
MCP II-IV fleksi 0-90 0-90 0-90 0-90
DIP II-V fleksi 0-90 0-90 0-90 0-90
PIP II-V fleksi 0-90 0-90 0-90 0-90
MCP I Ekstensi 0-90 0-90 0-90 0-90

TRUNK ROM Pasif ROM Aktif


Fleksi 0-90 0-90
Ekstensi 0-30 0-30
Rotasi 0-35 0-35

ROM Pasif ROM Aktif


Ektremitas Inferior
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Hip Fleksi sde sde sde sde
Ektensi sde sde sde sde
Abduksi sde sde sde sde
Adduksi sde sde sde sde
Eksorotasi sde sde sde sde
8

Endorotasi sde sde sde sde


Fleksi 0-120 0-120 0-120 0-120
Knee
Ekstensi 0 0 0 0
Dorsofleksi 0-30 0-30 0-30 0-30
Plantarfleksi 0-30 0-30 0-30 0-30
Ankle
Eversi 0-50 0-50 0-50 0-50
Inversi 0-40 0-40 0-40 0-40

16. Manual Muscle Testing (MMT)


NECK
Fleksor M. Sternocleidomastoideum 5
Ekstensor M. Sternocleidomastoideum 5

TRUNK
Fleksor M. Rectus Abdominis 5
Thoracic group 5
Ektensor
Lumbal group 5
Rotator M. Obliquus Eksternus Abdominis 5
Pelvic Elevation M. Quadratus Lumbaris 5

Ektremitas Superior Dekstra Sinistra


M. Deltoideus anterior 5 5
Fleksor
M. Bisepss anterior 5 5
M. Deltoideu 5 5
Ekstensor
M. Teres Mayor 5 5
M. Deltoideus 5 5
Abduktor
M. Biseps 5 5
Shoulder M. Latissimus dorsi 5 5
Adduktor
M. Pectoralis mayor 5 5
M. Latissimus dorsi 5 5
Internal Rotasi
M. Pectoralis mayor 5 5
Eksternal M. Teres mayor 5 5
M. Infra supinatus 5 5
Rotasi
M. Biseps 5 5
Fleksor
M. Brachilais 5 5
Elbow Eksternsor M. Triseps 5 5
Supinator M. Supinatus 5 5
Pronator M. Pronator teres 5 5
Fleksor M. Fleksor carpi radialis 5 5
Ekstensor M. Ekstensor digitorum 5 5
Wrist
Abduktor M. Ekstensor carpi radialis 5 5
Adduktor M. Ekstensor carpi ulnaris 5 5
9

Fleksor M. Fleksor digitorum 5 5


Finger
Ekstensor M. Ekstensor digitorum 5 5

Ektremitas Inferior Dekstra Sinistra


Hip Fleksor M. Psoas mayor sde sde
Ekstensor M. Gluteus maksimus sde sde
Abduktor M. Gluteus medius sde sde
Adduktor M. Adduktor longus sde sde
Knee Fleksor Hamstring muscle 5 5
Ekstensor Quadriceps femoris 5 5
Ankle Fleksor M. Tibialis 5 5
Ekstensor M. Soleus 5 5

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium Darah
16/10/2009
Hb 13,3 g/dl
Hct 40%
AL 11,9 ribu/ul
AT 412 ribu/ul
GDS 99 mg/dl
ureum 51 mg/dl
Na 144 mmol/L
K 4,5 mmol/L
Cl 117 mmol/L

B. Pemeriksaan Radiografi
Foto Lumbo Sakral AP/ Lateral
1. Tampak batu radio opak di paravertebra kanan setinggi
VL IV
2. Osteofit ( + ) di VL I IV
3. Tampak VL IV bentuk baji

Kesan :
- Fractur compresi VL IV-V
- Spondilosis Lumbalis
10

IV. ASSESMENT
Klinis : Low back pain
Topis : Radik posterior VL IV-V
Etiologi : Fractur compresi VL IV-V d.d spondilitis ankilosa

V. DAFTAR MASALAH
Masalah Medis :
Low back pain
Hipertensi stage I (JNC VII)
Problem Rehabilitasi Medik
1. Fisioterapi : pasien sulit beraktivitas karena nyeri pada
punggung bawah
2. Speech Terapi : tidak ada
3. Okupasi Terapi : gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
(ADL)
4. Ortesa-protesa : pro korset untuk mengurangi nyeri dan stabilisasi
5. Psikologi : beban pikiran karena kesulitan melakukan kegiatan
sehari-hari dan tidak dapat bekerja.
11

VI. PENATALAKSANAAN
Terapi Non Medikamentosa
1. Bed rest tidak total
2. Diet TKTP 1700 kkal
Terapi Medikamentosa
1. Infus RL D 5% 15 tpm
2. Injeksi Ketorolac 1 amp/8 jam
3. Injeksi Ranitidin 1 amp/12 jam
4. Injeksi Vitamin B1 1 amp/8 jam
5. Captopril tab 2 x 25 mg
6. Meloxicam 2 x 1
7. Diazepam 0-0-1 (2 mg)
Rehabilitasi Medik
1. Edukasi pasien dan keluarga mengenai penyakinya tersebut
2. Fisioterapi :
Istirahat jangka pendek, mulai dianjurkan saat ini karena efek
samping lebih minimal
Exercise pasif dan aktif, mobilitas korset
3. Speech Terapi : tidak ada
4. Okupasi Terapi :
Membiasakan good body mechanism pada penderita
Melatih aktifitas kegiatan sehari-hari.
Rekreatif : melatih ketrampilan sesuai dengan hobi dan pekerjaan
mengisi waktu senggang, mengurangi stress pikiran, dsb.
5. Sosiomedik :
Memberi edukasi kepada penderita dan keluarga mengenai
penyakit penderita
Edukasi keluarga untuk merawat dan membantu penderita
6. Ortesa-protesa :
Diberikan lumbosacral korset
12

7. Psikologi :
Psikoterapi suportif
Mengurangi kecemasan penderita, meningkatkan kepercayaan
diri penderita, penguatan psikologis penderita dan keluarga
diharapkan senantiasa memberikan dukungan dan perhatian.

VII. IMPAIRMENT, DISABILITAS, dan HANDICAP


A. Impairment : Low back pain, Hipertensi stage I
B. Disabilitas : nyeri pada pinggang bawah yang menjalar sampai lutut
C. Handicap : keterbatasan kegiatan sehari-hari dan dalam melakukan
sosialisasi

VIII. GOAL
1. Mengurangi rasa nyeri
2. Perbaikan keadaan umum sehingga mempersingkat lama
perawatan
3. Memelihara dan meningkatkan luas gerak sendi
4. Meningkatkan kekuatan otot
5. Mengoptimalkan fungsi aktivitas kehidupan sehari-hari
6. Minimalisasi impairment, disabilitas, dan handicap pada pasien
7. Mencegah terjadinya komplikasi yang dapat memperburuk
keadaan penderita

IX. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad sanam : dubia
Ad fungsionam : dubia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
13

I. LOW BACK PAIN


a. Pendahuluan
Hampir semua orang pernah mengalami nyeri pinggang, hal ini
menunjukan seringnya gejala ini dijumpai pada sebagian besar penderita. Sakit
pinggang merupakan keluhan banyak penderita yang berkunjung ke dokter. Yang
dimaksud dengan istilah sakit pinggang bawah ialah nyeri, pegal linu, ngilu, atau
tidak enak didaerah lumbal berikut sacrum. Dalam bahasa inggris disebut dengan
istilah Low Back Pain (LBP).
Penyebab LBP bermacam-macam dan multifaktorial; banyak yang ringan,
namun ada juga yang berat yang harus ditanggulangi dengan cepat dan tepat.
Mengingat tingginya angka kejadian LBP, maka tidaklah bijaksana untuk
melakukan pemeriksaan laboratorium yang mendalam secara rutin pada tiap
penderita. Hal ini akan memakan waktu yang lama, dengan melakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisik yang seksama dan dibantu oleh pemeriksaan laboratorium
yang terarah, maka penyebab LBP dapat ditegakan pada sebagian terbesar
penderita
Untuk lebih mendalami tentang low back pain, sejenak perlu diketahui
dahulu fungsi dari tulang belakang. Tulang belakang merupakan daerah
penyokong terbanyak dalam fungsi tubuh. Tulang belakang terdiri atas 33 ruas
yang merupakan satu kesatuan fungsi dan bekerja bersama-sama melakukan
tugas-tugas seperti:
1. memperhatikan posisi tegak tubuh
2. menyangga berat badan
3. fungsi pergerakan tubuh
4. pelindung jaringan tubuh
Pada saat berdiri, tulang belakang memiliki fungsi sebagai penyangga
berat badan, sedangkan pada saat jongkok atau memutar, tulang belakang
memiliki fungsi sebagai penyokong pergerakan tersebut. Struktur dan peranan
yang kompleks dari tulang belakang inilah yang seringkali menyebabkan masalah.
b. Definisi
14

Nyeri pinggang bawah atau low back pain merupakan rasa nyeri, ngilu,
pegal yang terjadi di daerah pinggang bagian bawah. Nyeri pinggang bawah
bukanlah diagnosis tapi hanya gejala akibat dari penyebab yang sangat beragam.
Low Back Pain menurut perjalanan kliniknya dibedakan menjadi dua yaitu :
A. Acute low back pain
Rasa nyeri yang menyerang secara tiba-tiba, rentang waktunya hanya sebentar,
antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Rasa nyeri ini dapat hilang atau
sembuh. Acute low back pain dapat disebabkan karena luka traumatic seperti
kecelakaan mobil atau terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat kemudian.
Kejadian tersebut selain dapat merusak jaringan, juga dapat melukai otot,
ligamen dan tendon. Pada kecelakaan yang lebih serius, fraktur tulang pada
daerah lumbal dan spinal dapat masih sembuh sendiri. Sampai saat ini
penatalaksanan awal nyeri pinggang akut terfokus pada istirahat dan
pemakaian analgesik.
B. Chronic low back pain
Rasa nyeri yang menyerang lebih dari 3 bulan atau rasa nyeri yang berulang-
ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya memiliki onset yang berbahaya
dan sembuh pada waktu yang lama. Chronic low back pain dapat terjadi karena
osteoarthritis, rheumatoidarthritis, proses degenerasi discus intervertebralis
dan tumor. Disamping hal tersebut diatas terdapat juga klasifikasi patologi
yang klasik yang juga dapat dikaitkan LBP. Klasifikasi tersebut adalah :
1. Trauma
2. Infeksi
3. Neoplasma
4. Degenerasi
5. Kongenital

c. Epidemiologi
Nyeri pinggang merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting
pada semua negara. Besarnya masalah yang diakibatkan oleh nyeri pinggang
15

dapat dilihat dari ilustrasi data berikut. Pada usia kurang dari 45 tahun, nyeri
pinggang menjadi penyebab kemangkiran yang paling sering, penyebab tersering
kedua kunjungan ke dokter, urutan kelima masuk rumah sakit dan masuk 3 besar
tindakan pembedahan. Pada usia antara 19-45 tahun, yaitu periode usia yang
paling produktif, nyeri pinggang menjadi penyebab disabilitas yang paling tinggi.
Di Indonesia, LBP dijumpai pada golongan usia 40 tahun. Secara
keseluruhan, LBP merupakan keluhan yang paling banyak dijumpai (49 %). Pada
negara maju prevalensi orang terkena LBP adalah sekitar 70-80 %. Pada buruh di
Amerika, kelelahan LBP meningkat sebanyak 68 % antara thn 1971-1981.
Sekitar 80-90% pasien LBP menyatakan bahwa mereka tidak melakukan
usaha apapun untuk mengobati penyakitnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa LBP
meskipun mempunyai prevalensi yang tinggi namun penyakit ini dapat sembuh
dengan sendirinya.
d. Anatomi
Struktur utama dari tulang punggung adalah vertebrae, discus
invertebralis, ligamen antara spina, spinal cord, saraf, otot punggung, organ-organ
dalam di sekitar pelvis, abdomen dan kulit yang menutupi daerah punggung.
Columna vertebralis (tulang punggung) terdiri atas :
1. Vertebrae cervicales 7 buah
2. Vertebrae thoracalis 12 buah
3. Vertebrae lumbales 5 buah
4. Vertebrae sacrales 5 buah
5. Vertebrae coccygeus 4-5 buah
Vertebra cervicales, thoracalis dan lumbalis termasuk golongan true vertebrae.
Pada vertebrae juga terdapat otot-otot yang terdiri atas :
1. Musculus trapezius
2. Muskulus latissimus dorsi
3. Muskulus rhomboideus mayor
4. Muskulus rhomboideus minor
5. Muskulus levator scapulae
6. Muskulus serratus posterior superior
16

7. Muskulus serratus posterior inferior


8. Muskulus sacrospinalis
9. Muskulus erector spinae
10. Muskulus transversospinalis
11. Muskulus interspinalis
Otot-otot tersebut yang menghubungkan bagian punggung ke arah
ekstrremitas maupun yang terdapat pada bagian punggung itu sendiri.Otot pada
punggung memiliki fungsi sebagai pelindung dari columna spinalis, pelvis dan
ekstremitas. Otot punggung yang mengalami luka mungkin dapat menyebabkan
terjadinya low back pain.
17
18

e. Penyebab
Penyebab nyeri pinggang bawah bermacam-macam dan multifaktor. Antara lain:
1. Kelainan Kongenital
Kelainan kongenital tidak merupakan penyebab nyeri pinggang bawah yang
penting. Kelainan kongenital yang dapat menyebabkan nyeri pinggang
bawah adalah :
a) Spondilolisis dan spondilolistesis
Pada Spondilolisis tampak bahwa sewaktu pembentukan korpus
vertebrae itu ( in utero ) arkus vertebrae tidak bertemu dengan
korpus vertebraenya sendiri. Pada spondilolistesis korpus vertebrae itu
sendiri ( biasanya L5 ) tergeser ke depan.
Walaupun kejadian ini terjadi sewaktu bayi itu masih berada
dalam kandungan, namun ( oleh karena timbulnya kelinan-kelainan
degeneratif ) sesudah berumur 35 tahun, barulah timbul keluhan nyeri
pinggang. Nyeri pinggang ini berkurang / hilang bila penderita duduk
atau tidur. Dan akan bertambah, bila penderita itu berdiri atau
berjalan. Spondilolitesis dapat mengakibatkan tertekuknya radiks LV
sehingga timbul nyeri radikuler.
b) Spina Bifida
Bila di daerah lumbosakral terdapat suatu tumor kecil yang
ditutupi oleh kulit yang berbulu, maka hendaknya kita waspada bahwa
didaerah itu ada tersembunyi suatu spina bifida okulta.
Pada foto rontgen tampak bahwa terdapat suatu hiat pada arkus
spinosus di daerah lumbal atau sakral. Karena adanya defek tersebut
maka pada tempat itu tidak terbentuk suatu ligamentum
interspinosum.
Keadaan ini akan menimbulkan suatu lumbo-sakral sarain
yang oleh si penderita dirasakan sebagai nyeri pinggang.
19

c) Stenosis kanalis vertebralis


Diagnosis penyakit ini ditegakkan secara radiologis. Walaupun
penyakit telah ada sejak lahir, namun gejala-gejalanya baru tampak
setelah penderita berumur 35 tahun.
Gejala yang tampak adalah timbulnya nyeri radikuler bila si
penderita jalan dengan sikap tegak. Nyeri hilang begitu penderita
berhenti jalan atau bila ia duduk. Untuk menghilangkan rasa nyerinya
maka penderita lantas jalan sambil membungkuk.
d) Spondylosis lumbal
Penyakit sendi degeneratif yang mengenai vertebra lumbal dan
discus intervertebralis, yang menyebabkan nyeri dan kekakuan.
e) Spondylitis.
Suatu bentuk degeneratif sendi yang mengenai tulang belakang .
ini merupakan penyakit sistemik yang etiologinya tidak diketahui,
terutama mengenai orang muda dan menyebabkan rasa nyeri dan
kekakuan sebagai akibat peradangan sendi-sendi dengan osifikasi dan
ankilosing sendi tulang belakang.
2. Trauma dan Gangguan Mekanis
Trauma dan gangguan mekanis merupakan penyebab utama nyeri
pinggang bawah. Pada orang-orang yang tidak biasa melakukan pekerjaan
otot atau sudah lama tidak melakukan kegiatan ini dapat menderita nyeri
pinggang bawah yang akut. Cara bekerja di pabrik atau di kantor dengan
sikap yang salah lama-lama nenyebabkan nyeri pinggang bawah yang
kronis.
Patah tulang, pada orang yang umurnya sudah agak lanjut sering oleh
karena trauma kecil saja dapat menimbulkan fractur compresi pada korpus
vertebra. Hal ini banyak ditemukan pada kaum wanita terutama yang sudah
sering melahirkan. Dalam hal ini tidak jarang osteoporosis menjadi sebab
dasar daripada fractur compresi. Fraktur pada salah satu prosesus
transversus terutama ditemukan pada orang-orang lebih muda yang
melakukan kegiatan olahraga yang terlalu dipaksakan.
20

Pada penderita dengan obesitas mungkin perut yang besar dapat


menggangu keseimbangan statik dan kinetik dari tulang belakang sehingga
timbul nyeri pinggang.
Ketegangan mental terutama ketegangan dalam bidang seksual atau
frustasi seksual dapat ditransfer kepada daerah lumbal sehingga timbul
kontraksi otot-otot paraspinal secara terus menerus sehingga timbul rasa
nyeri pinggang.
3. Radang ( Inflamasi )
Artritis rematoid dapat melibatkan persendian sinovial pada vertebra.
Artritis rematoid merupakan suatu proses yang melibatkan jaringan ikat
mesenkimal.
Penyakit Marie-Strumpell, yang juga dikenal dengan nama spondilitis
ankilosa atau bamboo spine terutama mengenai pria dan teruta mengenai
kolum vertebra dan persendian sarkoiliaka. Gejala yang sering ditemukan
ialah nyeri lokal dan menyebar di daerah pnggang disertai kekakuan (
stiffness ) dan kelainan ini bersifat progresif.
4. Tumor ( Neoplasma )
Tumor vertebra dan medula spinalis dapat jinak atau ganas. Tumor
jinak dapat mengenai tulang atau jaringan lunak. Contoh gejala yang sering
dijumpai pada tumor vertebra ialah adanya nyeri yang menetap. Sifat nyeri
lebih hebat dari pada tumor ganas daripada tumor jinak. Contoh tumor
tulang jinak ialah osteoma osteoid, yang menyebabkan nyeri pinggang
terutama waktu malam hari. Tumor ini biasanya sebesar biji kacang, dapat
dijumpai di pedikel atau lamina vertebra. Hemangioma adalah contoh tumor
benigna di kanalis spinal yang dapat menyebabkan nyeri pinggang bawah.
Meningioma adalah tumor intradural dan ekstramedular yang jinak, namun
bila ia tumbuh membesar dapat mengakibatkan gejala yang besar seperti
kelumpuhan.
5. Gangguan Metabolik
Osteoporosis akibat gangguan metabolik yang merupakan penyebab
banyak keluhan nyeri pada pinggang dapat disebabkan oleh kekurangan
21

protein atau oleh gangguan hormonal (menopause,penyakit cushing). Sering


oleh karena trauma ringan timbul fractur compresi atau seluruh panjang
kolum vertebra berkurang karena kolaps korpus vertebra. penderita
menjadi bongkok dan pendek dengan nyeri difus di daerah pinggang.
6. Psikis
Banyak gangguan psikis yang dapat memberikan gejala nyeri
pinggang bawah. Misalnya anksietas dapat menyebabkan tegang otot yang
mengakibatkan rasa nyeri, misalnya di kuduk atau di pinggang; rasa nyeri
ini dapat pula kemudian menambah meningkatnya keadaan anksietas dan
diikuti oleh meningkatnya tegang otot dan rasa nyeri. Kelainan histeria
kadang-kadang juga mempunyai gejala nyeri pinggang bawah.
f. Faktor Resiko
Faktor resiko nyeri pinggang meliputi usia, jenis kelamin, berat badan, etnis,
merokok sigaret, pekerjaan, paparan getaran, angkat beban yang berat yang
berulang-ulang, membungkuk, duduk lama, geometri kanal lumbal spinal dan
faktor psikososial. Pada laki-laki resiko nyeri pinggang meningkat sampai usia 50
tahun kemudian menurun, tetapi pada wanita tetap terus meningkat. Peningkatan
insiden pada wanita lebih 50 tahun kemungkinan berkaitan dengan osteoporosis.
g. Lokasi
Lokasi untuk nyeri pinggang bawah adalah daerah lumbal bawah, biasanya
disertai penjalaran ke daerah-daerah lain, antara lain sakroiliaka, koksigeus,
bokong, kebawah lateral atau posterior paha, tungkai, dan kaki.
h. Diagnosa
1. Anamnesa
2. Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik secara komprehensif pada pasien dengan nyeri pinggang
meliputi evaluasi sistem neurologi dan muskuloskeltal. Pemeriksaan neurologi
meliputi evaluasi sensasi tubuh bawah, kekuatan dan refleks-refleks.
1. Motorik.
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi :
a. Berjalan dengan menggunakan tumit.
22

b. Berjalan dengan menggunakan jari atau berjinjit.


c. Jongkok dan gerakan bertahan ( seperti mendorong tembok )
2. Sensorik.
a. Nyeri dalam otot.
b. Rasa gerak.
3. Refleks.
Refleks yang harus di periksa adalah refleks di daerah Achilles dan Patella,
respon dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengetahui lokasi
terjadinya lesi pada saraf spinal.
4. Test-Test
a. Test Lasseque
Pada tes ini, pertama telapak kaki pasien ( dalam posisi 0 ) didorong ke
arah muka kemudian setelah itu tungkai pasien diangkat sejauh 40 dan
sejauh 90.

b. Test Patrick
Tes ini dilakukan untuk mendeteksi kelainan di pinggang dan pada sendi
sakro iliaka. Tindakan yang dilakukan adalah fleksi, abduksi, eksorotasi
dan ekstensi.
23

c. Test Kebalikan Patrick


Dilakukan gerakan gabungan dinamakan fleksi, abduksi, endorotasi, dan
ekstensi meregangkan sendi sakroiliaka. Test Kebalikan Patrick positif
menunjukkan kepada sumber nyeri di sakroiliaka.
Pemeriksaan Penunjang :
Foto
1. Plain
X-ray adalah gambaran radiologi yang mengevaluasi tulang, sendi,
dan luka degeneratif pada spinal.Gambaran X-ray sekarang sudah jarang
dilakukan, sebab sudah banyak peralatan lain yang dapat meminimalisir
waktu penyinaran sehingga efek radiasi dapat dikurangi. X-ray merupakan tes
yang sederhana, dan sangat membantu untuk menunjukan keabnormalan pada
tulang. Seringkali X-ray merupakan penunjang diagnosis pertama untuk
mengevaluasi nyeri punggung, dan biasanya dilakukan sebelum melakukan
tes penunjang lain seperti MRI atau CT scan. Foto X-ray dilakukan pada
posisi anteroposterior (AP), lateral, dan bila perlu oblique kanan dan kiri.

2. Myelografi
Myelografi adalah pemeriksan X-ray pada spinal cord dan canalis
spinal. Myelografi merupakan tindakan infasif, yaitu cairan yang berwarna
medium disuntikan ke kanalis spinalis, sehingga struktur bagian dalamnya
dapat terlihat pada layar fluoroskopi dan gambar X-ray. Myelogram
24

digunakan untuk diagnosa pada penyakit yang berhubungan dengan diskus


intervertebralis, tumor spinalis, atau untuk abses spinal.

3. Computed Tornografi Scan ( CT- scan ) dan Magnetic Resonance Imaging


(MRI)
CT-scan merupakan tes yang tidak berbahaya dan dapat digunakan
untuk pemeriksaan pada otak, bahu, abdomen, pelvis, spinal, dan ekstemitas.
Gambar CT-scan seperti gambaran X-ray 3 dimensi.
MRI dapat menunjukkan gambaran tulang belakang yang lebih jelas
daripada CT-scan. Selain itu MRI menjadi pilihan karena tidak mempunyai
efek radiasi. MRI dapat menunjukkan gambaran tulang secara sebagian sesuai
dengan yang dikehendaki. MRI dapat memperlihatkan diskus intervertebralis,
nerves, dan jaringan lainnya pada punggung.
25

4. Electro Miography ( EMG ) / Nerve Conduction Study ( NCS )


EMG / NCS merupakan tes yang aman dan non invasif yang
digunakan untuk pemeriksaan saraf pada lengan dan kaki.
EMG / NCS dapat memberikan informasi tentang :
1. Adanya kerusakan pada saraf
2. Lama terjadinya kerusakan saraf ( akut atau kronik )
3. Lokasi terjadinya kerusakan saraf ( bagian proksimalis atau distal )
4. Tingkat keparahan dari kerusakan saraf
5. Memantau proses penyembuhan dari kerusakan saraf
Hasil dari EMG dan MRI dapat digunakan untuk mengevaluasi
kondisi fisik pasien dimana mungkin perlu dilakukan tindakan selanjutnya
yaitu pambedahan.
i.Pengobatan
Obat
Obat-obat analgesik
Obat-obat analgesik umumya dibagi menjadi dua golongan besar :
- Analgetik narkotik
Obat-obat golongan ini terutama bekerja pada susunan saraf digunakan
untuk menghilangkan rasa sakit yang berasal dari organ viseral. Obat
golongan ini hampir tidak digunakan untuk pengobatan LBP karena
bahaya terjadinya adiksi pada penggunaan jangka panjang. Contohnya :
Morfin, heroin, dll.
- Analgetik antipiretik
Sangat bermanfat untuk menghilangkan rasa nyeri mempunyai khasiat
anti piretik, dan beberapa diantaranya juga berkhasiat antiinflamasi.
Kelompok obat-obat ini dibagi menjadi 4 golongan :
a) Golongan salisilat
Merupakan analgesik yang paling tua, selain khasiat analgesik juga
mempunyai khasiat antipiretik, antiinflamasi, dan antitrombotik.
Contohnya : Aspirin
Dosis Aspirin : Sebagai analgesik 600 900 mg, diberikan 4 x
26

sehari.
Sebagai antiinflamasi 750 1500 mg, diberikan
4 x sehari.
Kontraindikasi : - Penderita tukak lambung
- Resiko terjadinya pendarahan
- Gangguan faal ginjal
- Hipersensitifitas
Efek samping : - Gangguan saluran cerna
- Anemia defisiensi besi
- Serangan asma bronkial
b) Golongan Paraaminofenol
Paracetamol dianggap sebagai analgesik-antipiretik yang paling
aman untuk menghilangkan rasa nyeri tanpa disertai inflamasi.
Dosis terapi : 600 900 mg, diberikan 4 x sehari.
c) Golongan pirazolon
Dipiron mempunyai aceptabilitas yang sangat baik oleh penderita,
lebih kuat dari pada paracetamol, dan efek sampingnya sangat
jarang.
Dosis terapi : 0,5 1 gram, diberikan 3 x sehari.
d) Golongan asam organik yang lain
Derivat asam fenamat
Yang termasuk golongan ini misalnya asam mefenamt, asam
flufenamat, dan Na-meclofenamat. Golongan obat ini sering
menimbulkan efek samping terutama diare. Dosis asam
mefenamat sehari yaitu 4500 mg, sedangkan dosis Na-
meclofenamat sehari adalah 3-4 x 100 mg.
Derivat asam propionat
Golongan obat ini merupakan obat anti inflamasi non steroid
(AINS) yang relatif baru, yang juga mempunyai khasiat anal
getik dam antipiretik. Contoh obat golongan ini misalnya
ibuprofen, naproksen, ketoprofen, indoprofen dll.
27

Derifat asam asetat


Sebagai contoh golongan obat ini ialah Na Diklofenak. Selain
mempunyai efek anti inflamasi yang kuat, juga mempunyai
efek analgesik dan antipiretik.
Fisioterapi
a. Terapi Panas
Terapi menggunakan kantong dingin kantong panas. Dengan menaruh sebuah
kantong dingin di tempat daerah punggung yang terasa nyeri atau sakit selama
5-10 menit. Jika selama 2 hari atau 48 jam rasa nyeri masih terasa gunakan
heating pad (kantong hangat).
b. Elektro Stimulus
- Acupunture
Menggunakan jarum untuk memproduksi rangsangan yang ringan tetapi
cara ini tidak terlalu efisien karena ditakutkan resiko komplikasi akibat
ketidaksterilan jarum yang digunakan sehingga menyebabkan infeksi.
- Ultra Sound
Untuk menghangatkan

- Radiofrequency Lesioning
Dengan menggunakan impuls listrik untuk merangsang saraf
- Spinal Endoscopy
Dengan memasukkan endoskopi pada kanalis spinalis untuk memindahkan
atau menghilangkan jaringan scar.
- Percutaneous Electrical Nerve Stimulation (PENS)
- Elektro Thermal Disc Decompression
- Trans Cutaneous Electrical Nerve Stimulation ( TENS )
28

Menggunakan alat dengan tegangan kecil.


c. Traction
Helaan atau tarikan pada badan ( punggung ) untuk kontraksi otot.

d. Pemijatan atau massage


Dengan terapi ini bisa menghangatkan, merelaksasi otot belakang dan
melancarkan perdarahan.
Latihan Low Back Pain dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Lying supine hamstring stretch

b. Knee to chest stretch

c. Pelvic Tilt
29

d. Sitting leg stretch

e. Hip and quadriceps stretch

Alat Bantu
1. Back corsets.
Penggunaan penahan pada punggung sangat membantu untuk mengatasi
Low Back Pain yang dapat membungkus punggung dan perut.

2. Tongkat Jalan
Operasi
Tipe operasi yang dilakukan oleh dokter bedah tergantung pada tulang
belakang/punggung pasien. Biasanya prosedurnya menyangkut pada
LAMINECTOMY yang mana menghendaki bagian yang diangkat dari vertebral
arch untuk memperoleh kepastian apa penyebab dari LBP pasien. Jika disc
menonjol atau bermasalah, para ahli bedah akan melakukan bagian laminectomy
untuk mencari tahu vertebral kanal, mengidentisir ruptered disc ( disc yang
30

buruk ), dan mengambil atau memindahkan bagian yang baik dari disc yang
bergenerasi, khususnya kepingan atau potongan yang menindih saraf.
Ahli bedah mungkin mempertimbangkan prosedur kedua yaitu SPINAL
FUSION, jika si pasien merasa membutuhkan keseimbangan di bagian spinenya.
Spinal fusion merupakan operasi dengan menggabungkan vertebral dengan bone
grafts. Kadang graft tersebut dikombinasikan dengan metal plate atau dengan alat
yang lain.
Ada juga sebagian herniated disc ( disc yang menonjol ) yang dapat diobati
dengan teknik PERCUTANEOUS DISCECTOMY, yang mana discnya diperbaiki
menembus atau melewati kulit tanpa membedah dengan menggunakan X-ray
sebagai pemandu. Ada juga cara lain yaitu CHEMONEUCLOLYSIS, cara ini
menggunakan penyuntikan enzim-enzim ke dalam disc. Cara ini sudah jarang
digunakan.
k. Larangan
a. Berdiri terlalu lama tanpa diselingi gerakan seperti jongkok.
b. Membawa beban yang berat.
c. Duduk terlalu lama.
d. Memakai sepatu hak tinggi.
e. Menulis sambil membungkuk terlalu lama.
f. Tidur tanpa menggunakan alas di permukaan yang keras atau menggunakan
kasur yang terlalu empuk.
l. Anjuran
a. Posisikan kepala dititik tertinggi, bahu ditaruh sedikit kebelakang.
b. Duduk tegak 90 derajat.
c. Gunakanlah sepatu yang nyaman.
d. Jika ingin duduk dengan jangka waktu yang lama, istirahatkan kaki di lantai
atau apa saja yang menurut anda nyaman.
e. Jika mempunyai masalah dengan tidur, taruhlah bantal di bawah lutut atau jika
tidur menyamping, letakkanlah bantal diantara kedua lutut.
f. Hindari berat badan yang berlebihan.
31

FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA

Definisi
Fraktur kompresi vertebra terjadi jika berat beban melebihi kemampuan
vertebra dalam menopang beban tersebut, seperti pada kasus terjadinya
trauma.Pada osteoporosis, fraktur kompresi dapat terjadi gerakan yang sederhana,
seperti terjatuh pada kamar mandi, bersin atau mengangkat beban yang berat.
Etiologi
Penyebab terjadinya fraktur kompresi vertebra adalah sebagai berikut:
1. Trauma langsung ( direct )
Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan langsung pada jaringan tulang
seperti pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan benturan benda
keras oleh kekuatan langsung.

2.Trauma tidak langsung ( indirect )


Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan langsung, tapi lebih disebabkan
oleh adanya beban yang berlebihan pada jaringan tulang atau otot, contohnya
seperti pada olahragawan yang menggunakan hanya satu tangannya untuk
menumpu beban badannya.

3.Trauma tidak langsung ( indirect )


Fraktur yang disebabkan oleh proses penyakit seperti osteoporosis, penderita
tumor dan infeksi.
Jenis Fraktur Pada Vertebra
Tulang belakang merupakan satu kesatuan yang kuat yang diikat oleh
ligamen didepan dan dibelakang, serta dilengkapi diskus intervertebralis yang
mempunyai daya absorpsi terhadap tekanan atau trauma yang memberikan sifat
fleksibilitas dan elastis. Semua trauma tulang belakang harus dianggap suatu
trauma yang hebat, sehingga sejak awal pertolongan pertama dan transportasi
kerumah sakit penderita harus secara hati-hati. Trauma pada tulang belakang dapat
mengenai :
32

1. Jaringan lunak pada tulang belakang, yaitu ligamen, diskus dan faset.
2. Tulang belakang sendiri
3. Sumsum tulang belakang.
Mekanisme trauma pada tulang belakang
1. Fleksi
Trauma terjadi akibat fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi pada verttebra.
Vertebra mengalami tekanan terbentuk remuk yang dapat menyebabkan kerusakan
atau tanpa kerusakan ligamen posterior. Apabila terdapat kerusakan ligamen
posterior, maka fraktur bersifat tidak stabil dan dapat terjadi subluksasi.
2. Fleksi dan rotasi
Trauma jenis ini merupakan trauma fleksi yang bersama-sama dengan rotasi.
Terdapat strain dari ligamen dan kapsul, juga ditemukan fraktur faset. Pada
keadaan ini terjadi pergerakan ke depan/dislokasi vertebra diatasnya. Semua
fraktur dislokasi bersifat tidak stabil.
3. Kompresi vertikal (aksial)
Suatu trauma vertikal yang secara langsung mengenai vertebra yang akan
menyebabkan kompresi aksial. Nukleus piulposus akan memecahakan permukaan
serta badan vertebra secara vertikal. Material diskus akan masuk dalam badan
vertebra dan menyebabkan vertebra menjadi rekah (pecah). Pada trauma ini
elemen posterior masih intak sehingga fraktur yang terjadi bersifat stabil.
4. Hiperekstensi atau retrofleksi
Biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi kombinasi distraksi dan ekstensi.
Keadaan ini sering ditemukan pada vertebra servikal dan jarang pada vertebra
torakolumbal. Ligamen anterior dan diskus dapat mengalami kerusakan atau
terjadi fraktur pada arkus neuralis. Frkatur ini biasanya bersifat stabil.
5. Fleksi lateral
Kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan fleksi lateral akan
menyebabkan fraktur pada komponen lateral yaitu pedikel, foramen vertebra dan
sendi faset.

GEJALA
33

Hanya sepertiga kasus kompresi vertebra yang menunjukkan gejala. Pada


saat fraktur terasa nyeri, biasanya dirasakan seperti nyeri yang dalam pada sisi
fraktur. Jarang sekali menyebabkan kompresi pada medulla spinalis, tampilan
klinis menunjukkan mielopatik fraktur dengan tanda dan gejala nyeri radikuller
yang nyata. Rasa nyeri pada fraktur disebabkan oleh banyak gerak, dan pasien
biasanya merasa lebih nyaman dengan beristirahat.
Fraktur kompresi biasanya bersifat insidental, menunjukkan gejala nyeri
tulang belakang ringan sampai berat. Dapat mengakibatkan perubahan postur
tubuh karena terjadinya kiposis dan skoliosis. Pasien juga menunjukkan gejala-
gejala pada abdomen seperti rasa perut tertekan, rasa cepat kenyang, anoreksia
dan penurunan berat badan. Gejala pada sistem pernafasan dapat terjadi akibat
berkurangnya kapasitas paru.

PRINSIP PENATALAKSANAAN FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA


1. Nyeri akut fraktur kompresi vertebra
Jika pada pasien tidak ditemukan kelainan neurologis, pengobatan pada
pasien dengan akut fraktur harus menekankan pada pengurangan rasa nyeri,
dengan pembatasan bedrest, penggunaan analgetik, brancing dan latihan fisik.
a. Menghindari bedrest yang terlalu lama
Bahaya dari bedrest yang terlalu lama pada orang tua adalah, meningkatkan
kehilangan densitas tulang, deconditioning, thrombosis, pneumonia, ulkus
dekubitus, disorientasi dan depresi.
b. Analgetik
Analgetik digunakan untuk mengurangi rasa nyeri, biasa diberikan sebagai
terapi awal untuk menghindari dari beddrest yang terlalu lama.
c. Calcitonin, diberikan secara subkutan, intranasal, atau perrektal
mempunyai efek analgetik pada fraktur kompresi yang disebabkan oleh
osteoporosis dan pasien dengan nyeri tulang akibat metastasis.
d. Bracing
Bracing merupakan terapi yang biasa dilakukan pada manegemen akut non
operatif. Ortose membantu dalam mengontrol rasa nyeri dan membantu
34

penyembuhan dengan menstabilkan tulang belakang. Dengan


mengistirahatkan pada posisi fleksi, maka akan mengurangi takanan pada
kolumna anterior dan rangka tulang belakang.
Bracing dapat digunakan segera, tetapi hanya dapat digunakan untuk dua
sampai tiga bulan. Terdapat beberapa tipe ortose yang tersedia untuk
pengobatan.
e. Vertebroplasty
Vertebroplasty dilakukan dengan menempatkan jarum biopsy tulang belakang
kedalam vertebra yang mengalami kompresi dengan bimbingan fluoroscopy
atau computed tomography. Kemudian diinjeksikan Methylmethacrylate
kedalam tulang yang mengalami kompresi. Prosedur ini dapat menstabilkan
fraktur dan megurangi rasa nyeri dengan cepat yaitu pada 90% 100% pasien.
Tetapi prosedur ini tidak dapat memperbaiki deformitas yang terjadi pada
tulang belakang.
f. Kypoplasty
Prosedur ini dilakukan dengan menyuntikkan jarum yang berisikan tampon
kedalam tulang yang mengalami fraktur. Insersi jarum tersebut akan
membentuk suatu kavitas pada tulang vertebra. Kemudian kavitas tersebut
diisi dengan campuran methylmetacrylate dibawah tekanan rendah.
2. Penatalaksanaan nyeri kronis
Nyeri kronis umumnya biasa dialami oleh pasien dengan multipel fraktur,
penurun tinggi badan, dan kehilangan densitas tulang. Pada pasien-pasien ini,
sangat dianjurkan untuk tetap aktif melakukan pelemasan otot dan program
peregangan, seperti program yang berdampak ringan seperti berjalan dan
berenang. Sebagai tambahan obat penghilang rasa sakit, pemeriksaan
nonfarmakologis seperti stimulasi saraf listrik transkutaneus, aplikasi panas
dan dingin, atau penggunaan bracing, dapat menghilangkan rasa sakit
sementara. Aspek psikologis dari rasa nyeri yang kronis dan kehilangan
fungsi fisiologis harus diterangkan dalam konseling, jika perlu, dapat
diberikan antidepresan.
3. Pencegahan fraktur tambahan
35

a. Sebagian besar pasien dengan fraktur akibat osteoporosis akut harus


diberikan terapi osteoporosis secara agresif.
b. Pemeriksaan bone densitometry sebaiknya dilakukan pada pasien dengan
frkatur kompresi dan sebelumnya diguga mengalami kehilangan massa
tulang.
c. National Osteoporosis Foundation menganjurkan semua wanita yang
mengalami fraktur spiral dan densitas mineral tulang dengan T-score
kurang dari 15 harus diberikan terapi seperti osteoporosis.
d. Diet suplemen vitamin D dan kalsium harus optimal. Bisphosponates
(alendronate, risendronate) mengurangi insidensi terjadinya fraktur
vertebra baru sampai lebih dari 50%.
e. Raloxifene, merupakan modulator estrogen selektif, menunjukkan dapat
mengurangi terjadi fraktur vertebra 65% pada tahun pertama dan sekitar
50% pada tahun ketiga.
f. Kalsitonin menunjukkan penurunan resiko terjadinya fraktur vertebra baru
sekitar 1 dari 3 wanita yang mengalmi fraktur vetebra.
g. Teriparatide (fortoe), merupakan preparat hormon paratiroid rekombinan
diberikan secara subkutan. Obat ini juga menunjukkan rendahnya resiko
trjadinya fraktur vertebra dan meningkatkan densitas tulang pada wanita
postmenopause dengan osteoporosis. Obat ini bekerja pada osteoblast
untuk menstimulasi pembentukan tulang baru.

2. SPINAL CORD INJURY

Spinal cord Injury (SCI) mengacu pada setiap cedera sumsum tulang
belakang yang disebabkan oleh trauma. Gejalanya bervariasi tergantung dari
36

sumsum tulang dan saraf yg rusak, dapat berupa nyeri, paralysis, sampai
inkontinensia. SCI memiliki berbagai macam penyebab, yang tersering adalah
kecelekaan sepeda motor, kecelakaan kerja, sport injuries, dapat juga disebabkan
oleh proses penetrasi seperti luka tusuk atau luka tembak.
A. Klasifikasi

American Spinal Injury Association (ASIA) pertama kali


mempublikasikan klasifikasi SCI internasional pada tahun 1982 yang dikenal
dengan International Standards for Neurogical and Functional Classification
of Spinal Cord Injury (ISNCSCI). Pada saat ini digunakan ISNCSCI edisi ke
enam untuk mendeskripsikan kelemahan sensorik maupun motorik yang
disebabkan oleh SCI. Klasifikasi ini berdasarkan pada respon neurologis,
sentuhan, dan sensasi pinprcik. Pemeriksaan dilakukan dimasing-masing
dermatom dan juga dilakukan pemeriksaan kekuatan motorik pada otot.
Pemeriksaan ini termasuk hip flexion (L2), shoulder shrug (C4), elbow
flexion (C5), wrist extension (C6), dan elbow extension (C7). ASIA membagi
klasifikasi ini menjadi 5 :

Grade A mengindikasikan SCI komplit dimana tidak ada fungsi


motorik/ sensorik yg diinervasi oleh segmen sakral (S4-5)
Grade B mengindikasikan SCI Inkomplit dimana terjadi gangguan
fungsi sensorik dibawah tingkat lesi dan menjalar sampai segmen
sakral (S4-5) tetapi tidak demikian dengan fungsi motorik.
Grade C mengindikasikan SCI Inkomplit dimana terjadi gangguan
fungsi motorik di bawah tingkat lesi dan mayoritas otot-otot penting
dibawah tingkat lesi memiliki nilai kurang dari 3.
Grade D mengindikasikan SCI Inkomplit dimana terjadi gangguan
fungsi motorik dibawah tingkat lesi dan meyoritas otot-otot penting
memiliki nilai lebih dari 3.
Grade E Normal Fungsi motorik dan sensorik normal.

B. Gejala
37

Tanda dan gejala yang terjadi akan bervariasi tergantung di bagian


tulang belakang yang terluka dan luasnya cedera. Ini semua ditentukan oleh
daerah tubuh yang di inervasi oleh medula spinalis yang terluka. Bagian kulit
diinervasi melalui bagian tertentu dari tulang belakang disebut dermatom, dan
cedera tulang belakang dapat menyebabkan nyeri, mati rasa, atau hilangnya
sensasi di daerah yang bersangkutan. Sekelompok otot diinervasi melalui
bagian tertentu dari tulang belakang disebut myotome, dan cedera pada tulang
belakang dapat menyebabkan masalah dengan kontrol motorik. Otot-otot
berkontraksi mungkin tak terkendali, menjadi lemah, atau benar-benar tidak
responsif. Hilangnya fungsi otot dapat memiliki efek tambahan jika otot tidak
digunakan, termasuk atrofi otot dan degenerasi tulang.

Menentukan "level" yang tepat dari cedera sangat penting dalam


membuat prediksi yang akurat mengenai bagian-bagian tertentu dari tubuh
yang mungkin akan terpengaruh oleh kelumpuhan dan hilangnya fungsi.
Tingkat ini diberikan sesuai dengan lokasi cedera oleh vertebra tulang
belakang.

a. Cervikal
Cedera pada bagian cervikal biasanya mengakibatkan tetraplegia
penuh atau parsial (quadriplegia) namun, tergantung pada lokasi
tertentu dan tingkat keparahan trauma.
Cedera pada C-1/C-2 sering akan mengakibatkan hilangnya reflek
bernapas, sehingga memerlukan ventilator mekanik
Cedera pada C3 di atasnya biasanya mengakibatkan hilangnya fungsi
diafragma, mengharuskan penggunaan ventilator untuk bernafas.
Cedera pada C4 menyebabkan hilangnya fungsi yang signifikan pada
bisep dan bahu.
Cedera pada C5 menyebabkan hilangnya potensi fungsi pada bahu dan
bisep, dan hilangnya fungsi lengkap di pergelangan tangan dan tangan.
Cedera pada C6 menyebabkan kontrol pergelangan tangan yang
terbatas, dan kehilangan fungsi tangan lengkap.
38

Cedera pada C7 dan T1: menyebabkan berkurangnya ketangkasan di


tangan dan jari, Pasien dengan cedera lengkap diatas C7 biasanya
tidak dapat menangani aktivitas hidup sehari-hari dan tidak bisa
berfungsi secara independen.
Tanda-tanda dan gejala tambahan dari cedera serviks meliputi:
o Ketidakmampuan atau mengurangi kemampuan untuk mengatur
denyut jantung, tekanan darah, keringat dan karenanya suhu
tubuh.
o Dysreflexia otonom atau peningkatan abnormal pada tekanan
darah, berkeringat, dan rangsangan otonom lainnya untuk rasa
sakit atau gangguan sensorik.
b. Thorakal
Cedera lengkap pada atau di bawah tingkat vertebra thorak mengakibatkan
paraplegia. Fungsi dari tangan, lengan, leher, dan pernapasan biasanya
tidak terpengaruh.
Cedera T1-T8 menyebabkan ketidakmampuan untuk mengontrol otot-
otot perut. dengan demikian, stabilitas trunk terpengaruh.
Cedera T9-T12: menyebabkan hilangnya sebagian kontrol trunk dan
otot perut.
Biasanya lesi di atas tingkat sumsum tulang belakang T6 dapat
mengakibatkan dysreflexia otonom.
c. Lumbosakral

Efek dari cedera pada daerah lumbal atau sacral dari sumsum tulang
belakang mengalami penurunan kontrol dari kaki dan pinggul, sistem
kemih, dan anus. Usus dan kandung kemih fungsi diatur oleh daerah sacral
tulang belakang. Dalam cedera bagian sacral sangat mungkin untuk
mengalami disfungsi usus dan kandung kemih, termasuk infeksi kandung
kemih dan inkontinensia alvi, setelah cedera traumatis. Fungsi seksual juga
berhubungan dengan segmen tulang belakang sacral, dan sering
terpengaruh setelah cedera. Saraf yang mengontrol kemampuan pria untuk
memiliki ereksi refleks yang terletak di saraf sacral (S2-S4) dari sumsum
tulang belakang dan dapat terpengaruh setelah cedera tulang belakang
pada tingkat ini.
39

C. Penatalaksanaan pada kasus SCI akut


1. Untuk mengurangi keparahan dari SCI

Methylprednislone (High Dose Steroid)

Dapat diberikan langsung setelah cedera, berguna untuk


mengurangi keparahan dari SCI dan meningkatkan peluang
pemulihan
Harus diberikan dalam 8 jam paska cedera agar berfungsi efektif
Kadang menimbulkan efek samoing berupa ulcer gaster
2. Penatalaksanaan pada fraktur vertebra atau dislokasi
a. Terapi operatif
Tergantung dari tipe fraktur, terapi operatif dilakukan untuk
stabilisai dan membantu dalam proses penyembuhan tulang
Dapat mempercepat waktu penyembuhan sehingga pasien dapat
segera mendapat terapi rehabilitasi
b. Terapi konservatif
Tidak semua fraktur membutuhkan operasi. Kadang beberapa
periode bed rest merupakan terapi yang efektif
Hampir seluruh fraktur membutuhkan paling tidak 6 bulan untuk
sembuh, selama periode ini dibutuhkan bed rest.
3. General point

SCI tidak hanya mengenai leher dan medulla spinalis namun


mempengaruhi fungsi tubuh secara keseluruhan. Karena hal ini periode
akut setelah terjadi cedera sangatlah penting, ada banyak hal yang harus
selesai beberapa hari setelah cedera untuk memastikan ada atau tidaknya
komplikasi, antara lain: Tes darah rutin, foto X-ray dari bagian yang
fraktur, dada, dan cedera tubuh lainnya, CT-scan atau MRI bila memang
diperlukan.

4. Rehabilitasi
a. Fase Akut
40

Proses Rehabilitasi pada SCI dilakukan mulai fase akut. Fisioterapis,


ocupational terapist, social worker, psikologis, dan tenaga medis
profesional lainnya bekerja sama dalam mencapai tujuan untuk pasien dan
merencanakan program yang sesuai bagi pasien.

Pada fase ini, bagian fisioterapis fokus pada sistem pernapasan,


mencegah komplikasi tidak langsung, range of motion, dan menjaga agar
otot otot tetap aktif. Dibutuhkan perhatian lebih pada airway clearence
selama fase penyembuhan. Pada beberapa kasus SCI, otot-otot pernapasan
mengalami kelemahan dan pasien sulit untuk batuk. Hal ini akan
mengakibatkan akumulasi sekret di sistem pernapasan. Terapi fisioterapis
untuk airway clearence meliputi manual percussion dan vibrasi, drainase
postural, latihan otot pernapasan, dan latihan tekhnik batuk. Pada tekhnik
batuk, pasien dilatih untuk meningkatkan tekanan intra-abdominalnya.
Tekhnik quad cough dilakukan dengan cara pasien berbaring dan terapist
memberikan tekanan pada abdomen sesuai dengan irama batuk untuk
memaksimalkan arus ekspirasi dan mobilisasi sekret. Penekanan abdomen
secara manual merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan arus
ekspirasi yang berakibat meningkatnya frekuensi batuk.

b. Program Mobilisasi dan Ambulasi

Terhadap cedera daerah thoraks bagian atas dan pertengahan, dipakai


palstic body jacket hanya pada pasien yang mengalami fraktur iga dan
vertebrae yang multipel, sedangkan bagi yang tidak mengalami fraktur
multipel, tergantung pada beratnya fraktur pasien, dapat dimobilisasi tanpa
eksternal setelah bed rest selama 6-8 minggu.
41

Cedera pada thoraco-lumbal mengharuskan pasien menggunakan body


jacket jika mereak siap untuk mulai duduk, dipakai selama 3 bulan atau
lebih pada pasien fraktur berat dan dislokasi.

c. Perawatan pada SCI

1) Fase pre stabilisasi (akut 0-6 minggu, subakut 6-12 minggu)

2) Fase pasca stabilisasi

Dimula sewaktu memasuki program latihan duduk

Latihan dengan tilt table. Toleransi dengan posisi tegak sulit,


dapat dicoba perban elastis atau korset.

Jangan biarkan pasien dalam posisi setengah duduk lebih dari


20 menit untuk 1 waktu karena akan menimbulkan tekanan dan
gesekan pada sakrum.

Latihan transfer

Latihan berdiri dengan memakai bracer walaupun nantinya


pasien tidak dapat berjalan karena latihan ini perlu tetap
dilakukan setelah pasien pulang.

Latihan berjalan di paralel bar

Bladder dan bowel training

Untuk mengevaluasi status fungsional pasien setelah melewati proses


rehabilitasi dapat menggunakan skala Functional Independence Measure
(FIM).
3. FUNCTIONAL INDEPENDENCE MEASURE (FIM)
42

FIM merupakan skala untuk pengukuran dissability fisik dan kognitif,


skala ini berfokus pada beban perawatan, tingkat disabity mengindikasikan
beban perawatan untuk pasien. FIM juga sering dipandang sebagai gold standar
untuk menilai activity daily living (ADL). FIM tidaklah spesifik untuk
penderita dengan SCI. Skala ini memiliki keterbatasan dalam menilai
komponen kemampuan dalam melakukan aktivitas pada penderita dengan SCI.
Skala ini juga tidak mengukur aspek sosisal, psikologis, serta dampaknya bagi
penderita SCI.

Poin yang dinilai berdasarkan ketergantungan individu untuk


melakukan aktifitas sehari-hari. Skala ini berisi 18 poin, dimana 13 poin
merupakan bagian penilaian fisik berdasar pada Index Barthel dan poin
merupakan penilaian kognisi. Masing poin diberi nilai 1 sampai 7 berdasarkan
tingkat ketergantungan, nilai 1 menunjukan ketergantungan penuh/ total
dependence dan nilai 7 menunujukan kemandirian penuh/ complete
independence. Pengukuran ini dapat dilakukan oleh dokter, perawat, terapist,
atau orang awam.

13 poin penilaian fisik meliputi: makan, mandi,berias, berpakaian


bagian ekstremitas atas, berpakaian bagian ekstremitas bawah, manajemen
sistem pencernaan, manajemen sistem berkemih, berpindah ke tempat tidur,
kursi atau kursi roda, berpindah ke bak mandi, toilet dan menggunakan shower
atau bak mandi, berjalan atau menggunakan kursi roda dan memanjat tangga.
Penilaian kognitif meliputi 5 poin: pemahaman, ekspresi, interaksi sosial,
pemecahan masalah dan daya ingat.

Skor total FIM bervariasi antara 18 (ketergantungan penuh) sampai 126


(mandiri penuh); skor penilaian fisik antara 13 (ketergantungan penuh) sampai
91 (mandiri penuh). Sedangkan untuk skor kognitif antara 5 (ketergantungan
penuh) samapai 35 (mandiri penuh)

Contoh Form FIM


43

DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2009. Ankylosing Spondylitis


www.tanyadokter.com/disease.asp?id=1000386
44

Garisson, J. Susan. 2001. Dasar-Dasar Terapi dan Rehabilitasi Fisik. Jakarta :


Hipokrates. pp : 72.

Qittun. 2009. asuhan keperawatan dengan spondilitis. http://qittun.blogspot.com

Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata K.M., & Setiati S. (eds), 2007.
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen FK
UI.Hal : 599-604.

M. Alvin. H. , dkk. 2003. Guidance to Anatomy. Jilid II. Surakarta : Fakultas


Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Hal : 157-158.

Jefri S. dkk. 2008. Art of Terapi. Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press.


Hal : 248-252.

Sidartawan S., dkk. 2008. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta : Departeman Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hal : 168-171.

Bickley, Linn. S. 2008. Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates.


Jakarta : ECG. Hal : 275-285

Anda mungkin juga menyukai