Anda di halaman 1dari 88

PERBEDAAN DAYA HAMBAT KITOSAN BLANGKAS

(Lymulus polyphemus) BERMOLEKUL TINGGI DENGAN


PELARUT GLISERIN DAN VCO (Virgin Coconut Oil)
TERHADAP Fusobacterium nucleatum ATCC 25586
(PENELITIAN IN-VITRO)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

FANIA MAULANI RAHMY


NIM : 050600096

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI UNTUK DISEMINARKAN PADA


TANGGAL 19 MARET 2009

OLEH :

Pembimbing

Prof. Trimurni Abidin,drg.,M.Kes.,Sp.KG(K)


NIP : 130 702 230

Mengetahui
Ketua Departemen Ilmu konservasi Gigi
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
Prof. Trimurni Abidin,drg.,M.Kes.,Sp.KG(K)
NIP : 130 702 230

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi berjudul

PERBEDAAN DAYA HAMBAT KITOSAN BLANGKAS (Lymulus


polyphemus) BERMOLEKUL TINGGI DENGAN PELARUT GLISERIN DAN
VCO (Virgin Coconut Oil) TERHADAP Fusobacterium nucleatum ATCC 25586
(PENELITIAN IN-VITRO)

Yang dipersiapkan dan disusun oleh :

FANIA MAULANI RAHMY


NIM : 050600096

Telah dipertahankan didepan tim penguji


pada tanggal 19 Maret 2009
dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima

Susunan Tim Penguji Skripsi

Ketua Penguji

Prof. Trimurni Abidin,drg.,M.Kes.,Sp.KG(K)


NIP : 130 702 230

Anggota tim penguji lain

Cut Nurliza,drg.,M.Kes Wandania Farahanny,drg


NIP : 131 123 786 NIP : 132 306 493

Medan, 19 Maret 2009


Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ilmu Konservasi Gigi
Ketua,
Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
Prof. Trimurni Abidin,drg., M.Kes., Sp.KG(K)
NIP : 130 702 230
Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Konservasi Gigi

Tahun 2009

Fania Maulani Rahmy

Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus)

Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin dan VCO (Virgin Coconut Oil)

Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian In-Vitro)

xii + 70 halaman

Menurut Sundqvist (1992) Fusobacterium nucleatum merupakan salah satu

spesies yang paling umum diisolasi dari infeksi endodontik. Terapi endodontik

bertujuan untuk mengeliminasi mikroorganisme yang menginfeksi saluran akar.

Penggunaan bahan dressing yang semakin berkembang memberikan kesempatan

untuk mengaplikasikan material yang lebih aman dan tidak menimbulkan efek

samping terhadap jaringan. Karena itu, dikembangkan suatu material biologi sebagai

bahan dressing yang bersifat alami, biodegradabel, biokompatibel dan memiliki efek

antibakteri yakni kitosan blangkas.

Gomes et al., 2002 menyatakan bahwa peran pelarut viscous ketika

dimanipulasi dengan bahan dressing Ca(OH)2 diantaranya adalah gliserin lebih baik

dalam menciptakan konsistensi pasta sehingga lebih mudah dimasukkan ke dalam

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
saluran akar, sedangkan dengan pelarut oily lebih bermakna dalam membentuk zona

hambat terhadap bakteri. Atas dasar inilah peneliti mengaplikasikan pelarut gliserin

(viscous) dan VCO (oily) dengan kitosan blangkas untuk mengetahui efektifitas

keduanya sebagai antibakteri terhadap Fusobacterium nucleatum.

Penelitian ini dilakukan untuk membedakan daya hambat kitosan blangkas

dengan pelarut gliserin dan VCO pada konsentrasi yang sama yaitu 1%; 0,5% dan

0,25%. Metode yang digunakan ialah Drop Plate Miles Misra, yaitu dengan

menanam bahan coba pada media perbenihan sehingga dapat dihitung jumlah bakteri

yang hidup pada media tersebut. Sebanyak 40 sampel dari bahan coba kitosan

blangkas 1 gr; 0,5gr dan 0,25gr diencerkan dengan asam asetat 1%, lalu ditambahkan

dengan pelarut gliserin dan VCO. Selanjutnya, bahan tersebut dicampurkan bersama

biakkan murni Fusobacterium nucleatum. Bahan coba hasil pencampuran ditanam

pada media Mueller Hinton Agar dan diinkubasi pada inkubator CO2 dengan suhu

37oC selama 24 jam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya kitosan blangkas pada konsentrasi

1% dan 0,5% dengan pelarut gliserin yang memiliki daya hambat terhadap bakteri

F.nucleatum. Bahan ini terbukti lebih efektif dalam menghambat Fusobacterium

nucleatum daripada bahan coba kitosan blangkas dengan pelarut VCO yang tidak

mampu menghambat pertumbuhan bakteri pada ketiga konsentrasi yang diuji.

Daftar Rujukan : 50 ( 1986-2009 )

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

segala limpahan rahmat, karunia serta kekuatan bagi penulis sehingga skripsi ini telah

disusun dengan sebaik mungkin sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar

Sarjana Kedokteran Gigi.

Rasa terima kasih secara khusus penulis tujukan kepada kedua orang tua

tersayang yaitu Papa (H. Erry Achyar) dan Mama (Nelma) yang selalu mendoakan,

menyayangi, membimbing, memberi semangat serta motivasi dan mendukung secara

moril dan materil kepada penulis sehingga penulis dapat mengecap masa pendidikan

hingga selesai di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Medan dan

menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga yang telah banyak

membantu, baik moril maupun materil atas penyelesaian studi dan skripsi ini. Penulis

juga mengucapkan rasa terima kasih yang tidak terhingga atas dukungan, perhatian,

dan semangat dari kakakku Vidya Rahmy dan kedua adikku Rezky Muhammad Arief

dan Randi Wiranata.


Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
Dalam penulisan skripsi ini penulis juga telah mendapat banyak bimbingan,

pengarahan, saran-saran dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan

penuh ketulusan dan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Prof. H. Ismet D. Nasution, drg., Sp.Pros(K)., Ph.D selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Trimurni Abidin,drg.,M.Kes.,Sp.KG(K) selaku Ketua Departemen Ilmu

Konservasi Gigi dan dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga

dan pikiran untuk membimbing penulis baik dalam studi dan penulisan skripsi

ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

3. Seluruh staf pengajar dan pegawai khususnya di Depertemen Ilmu Konservasi

Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama

penyelesaian skripsi ini.

4. Ariyani, drg selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing

penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Sumatera Utara.

5. Dr. Wahyu Hidayatiningsih S.Si., M.Kes selaku peneliti pada Laboratorium

Tropical Disease Centre, Universitas Airlangga yang telah banyak membantu

peneliti terutama dalam kegiatan penelitian di laboratorium.

6. Dr. Harry Agusnar, drs., MSc., MPhil selaku Kepala Bagian Laboratorium

Pusat Penelitian FMIPA USU atas bimbingannya dalam penelitian ini.

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
7. Dr. Dwi Suryanto, M.Si selaku Kepala Bagian Laboratorium Biologi FMIPA

USU yang telah banyak membantu dan memberi masukan sehingga skripsi ini

dapat terselesaikan dengan baik

8. Teman-teman seperjuangan Jilly, Defrina, Anita, Mia, Anna, Roza, Lia, Riris,

Putri, Bunga, Sri, Anggun, Mira, Yulia, Ulfa, Nuni, Pipit, Ririn dan semua

teman-teman stambuk 05 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima

kasih atas segala motivasi, dorongan dan semangat persaudaraan yang telah

terjalin selama ini

9. Terkhusus untuk temen-teman U-36; Fresty, Darnita, Ninna, Onna, Tiwi,

Ratih, Iyang, Viska, Vina, Neysia, K.Jannah, K.zee, Huda, Syafiqa terima

kasih atas segala dukungan dan semangat yang telah diberikan selama ini.

10. Kepada senior penulis Feby SKG, Sanny SKG, drg. Rida, Arini SKG, drg.

Darmayanti dan senior-senior lainnya yang telah banyak membantu. Untuk

adik-adik junior stambuk 06, 07 dan 08 yang telah banyak memberi semangat

kepada penulis.

Akhirnya terima kasih penulis kepada semua pihak yang telah membantu baik

secara langsung maupun tidak, mudah-mudahan segala bantuannya menjadi amal

ibadah di sisi Allah SWT dan penulis memohon maaf jika selama proses penyelesaian

skripsi ini terdapat kesalahan baik yang disengaja maupun tidak.

Medan, 19 Maret 2009


Penulis,

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
(Fania Maulani Rahmy)
NIM : 050600096

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................... ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ....................................................... iii

KATA PENGANTAR ............................................................................... iv

DAFTAR ISI ............................................................................................. vii

DAFTAR TABEL ..................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. x

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................... 6
Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................. 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Mikrobiologi saluran akar ...................................................... 8
2.2 Fusobacterium nucleatum sebagai salah satu bakteri yang
terdapat pada infeksi endodontik ................................................. 10
2.3 Kitosan sebagai bahan dressing saluran akar .......................... 14
2.4 Pelarut (vehicle)..................................................................... 22

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN............................. 28

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN


4.1 Rancangan Penelitian............................................................. 32
4.2 Sampel dan besar sampel ....................................................... 32
4.3 Variabel Penelitian ............................................................... 33
4.4 Defenisi operasional .............................................................. 35
4.5 Alat dan Bahan Penelitian ...................................................... 37
4.6 Tempat dan waktu penelitian ................................................. 39
4.7 Prosedur pengambilan dan pengumpulan data ........................ 39

BAB 5 HASIL PENELITIAN ................................................................. 46

BAB 6 PEMBAHASAN ......................................................................... 52

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 58

DAFTAR RUJUKAN ................................................................................ 59

LAMPIRAN

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Bakteri yang diisolasi dari saluran akar gigi dengan lesi apikal.......... 10

2. Perhitungan jumlah bakteri untuk bahan coba kitosan blangkas


dengan pelarut gliserin ...................................................................... 48

3. Perhitungan jumlah bakteri untuk bahan coba kitosan blangkas


dengan pelarut VCO.......................................................................... 50

4. Perhitungan jumlah bakteri untuk kontrol gliserin 100% dan


VCO 100% ....................................................................................... 50

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Gambaran mikroskop elektron F. nucleatum tampak berbentuk batang


menyerupai filamen dengan tepi ujung yang tajam ............................... 12

2. Struktur bangun chitin dan kitosan .................................................... 16

3. Lymulus polyphemus ........................................................................ 18

4. Struktur kimia gliserin ....................................................................... 24

5. VCO (Virgin Coconut Oil) komersil .................................................. 25

6. Media Mueller Hinton Cair ............................................................... 38

7. Kitosan Blangkas (Trimurni et al.,2006)............................................ 38

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
8. VCO komersil (Laurica, Indonesia) ................................................... 38

9. Gliserin ............................................................................................. 38

10. Autoclave (Tomy, Japan)................................................................... 39

11. Mikropipet dan tips(Gilson, France) ................................................. 39

12. Inkubator CO2 (Sanyo, Japan)........................................................... 40

13. Kaca pembesar (Ootsuka ENV-CL, Japan) ........................................ 41

14. Tabung gas CO2 (Japan) .................................................................. 41

15. Biakan Fusobacterium nucleatum pada petri dish yang telah tumbuh
subur ................................................................................................. 41

16. Electronic balance (Ohyo JP2 6000, Japan) ...................................... 42

17. Vorteks (Iwaki TM-100, Japan)......................................................... 42

18. Lar. Kitosan Blangkas 0,5% .............................................................. 46

19. Hasil peletakkan tetesan kitosan blangkas 1% dan 0,5% dengan


pelarut gliserin pada media padat setelah diinkubasi selama 24 jam... 47

20. Hasil peletakkan tetesan kitosan blangkas 0,25% dengan


pelarut gliserin pada media padat setelah diinkubasi selama 24 jam... 47

21. Hasil penanaman bahan coba kitosan blangkas 1% dengan pelarut


VCO pada media MHA setelah diinkubasi 24 jam ............................. 49

22. Hasil peletakkan tetesan kitosan blangkas 1% dan 0,5% dengan


pelarut VCO pada media padat setelah diinkubasi selama 24 jam ...... 49

23. Hasil peletakkan tetesan kitosan blangkas 0,25% dengan


pelarut VCO pada media padat setelah diinkubasi selama 24 jam ...... 50

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Skema alur pikir............................................................................. 64

2. Skema alur penelitian..................................................................... 67

3. Data hasil perhitungan jumlah bakteri pada penentuan perbedaan


daya hambat kitosan blangkas 1%; 0,5% dan 0,25% dengan
pelarut gliserin dan VCO serta kontrol pelarut gliserin 100% dan
VCO 100%..................................................................................... 70

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Semua penyakit endodontik baik pada pulpa maupun periapeks berhubungan

langsung maupun tidak langsung terhadap keberadaan mikroorganisme. Pintu

gerbang bagi bakteri untuk memasuki pulpa paling sering terjadi melalui karies.1

Infeksi bakteri pada pulpa menyebabkan kerusakan pulpa dan selanjutnya akan

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
merangsang respon sel inflamasi serta penghancuran tulang pada bagian periapeks.

Beberapa bukti telah menunjukkan bahwa infeksi saluran akar merupakan infeksi

polimikroba yang didominasi oleh bakteri anaerob.2 Menurut Sundqvist (1992), pada

gigi yang mengalami nekrosis pulpa dan lesi periapikal, 90% bakteri yang diisolasi

merupakan bakteri anaerob dengan jenis spesies yang berbeda.3

Pada penelitian Sundqvist et al, (1989) dan Gomes et al, (2004) menunjukkan

bahwa Prevotella intermedia dan Fusobacterium nucleatum merupakan bakteri gram

negatif yang ditemukan pada penyakit pulpa dan periapikal.4 Begitu juga pada

penelitian Bolstad et al. (1996), Dahln dan Mller (1992) dan Moraes et al. (2002)

menyatakan bahwa Fusobacterium nucleatum merupakan bakteri yang sering

ditemukan pada infeksi endodonti.5

Selama proses infeksi, Fusobacterium nucleatum berperan sebagai penghasil

asam butirat dari proses metabolisme dan mengubah treonin menjadi asam

propionat.6 Asam butirat, propionat dan ion ammonium yang dihasilkan oleh

Fusobakterium nucleatum dapat menghambat proliferasi fibroblast gingiva. Selain

itu, asam butirat juga berperan sebagai bahan yang dapat mengiritasi jaringan.

F.nucleatum juga mampu mengakumulasi glukosa untuk membentuk glukan

interseluler yang berguna sebagai sumber energi ketika jumlah glukosa dalam

keadaan terbatas. Hal ini memungkinkan bakteri lain seperti Porphyromonas

gingivalis beragregasi dengan F. nucleatum untuk menghasilkan enzim proteolitik.7

Keberhasilan perawatan endodonti secara langsung dipengaruhi oleh

kemampuan untuk mengeliminasi miroorganisme yang terdapat pada saluran akar


Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
yang terinfeksi.8 Preparasi biomekanikal dan irigasi saluran akar sangat penting untuk

mengurangi jumlah bakteri selama perawatan endodonti. Hal ini juga perlu ditunjang

dengan pemberian bahan dressing karena akan sangat membantu untuk

mengeliminasi bakteri yang masih tertinggal setelah dilakukan preparasi atau

setidaknya menghambat infeksi berulang pada saluran akar diantara kunjungan.9

Bahan dressing yang paling umum digunakan saat ini ialah kalsium

hidroksida (Ca(OH2)). Bahan ini digunakan sebagai dressing selama kunjungan terapi

endodonti dan memiliki sifat antibakterial yang sangat baik. Sjogren et al., (1991)

menyatakan bahwa sifat antibakteri kalsium hidroksida ini disebabkan oleh

penguraian ion-ion Ca2+ dan OH-.10 Namun, menurut Tam et al., (1989) kalsium

hidroksida juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya kekuatan kompresif yang

rendah sehingga dapat berpengaruh pada kestabilan kalsium hidroksida terhadap

cairan di dalam saluran akar yang akhirnya dapat melarutkan bahan dressing.11 Selain

itu, Haapasalo et al dan Portenier et al melaporkan bahwa dentin dapat meng-

inaktifkan aktifitas antibakteri kalsium hidroksida. Begitu juga pada penelitian Peters

et al., 2002 menunjukkan jumlah saluran akar yang positif mengandung bakteri

meningkat setelah perawatan saluran akar dengan kalsium hidroksida.12 Oleh karena

itu, sangat diharapkan berkembangnya aplikasi bahan dressing yang berasal dari alam

dan lebih kompatibel terhadap jaringan, namun tetap memiliki kemampuan

antibakteri yang sama dengan bahan non-biologi.

Bahan alami yang sedang berkembang saat ini dan dapat digunakan sebagai

alternatif bahan dressing adalah kitosan blangkas. Kitosan (poly--1,4-glucosamine)


Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
merupakan biopolymer alami yang mempunyai rantai linier dengan rumus kimia

(C6H11NO4)n dan merupakan turunan utama kitin. Kitosan pertama kali ditemukan

oleh C. Rouget pada tahun 1859 dan merupakan produk dari proses deasetilasi kitin

yang berasal dari ekstrak kulit hewan laut yang keras seperti udang, rajungan,

kepiting dan ditemukan juga pada dinding sel jamur jenis Zygomycetes serta kulit

serangga.13-14

Kitosan blangkas merupakan hasil proses deasetilasi kitin yang diperoleh dari

cangkang udang blangkas. Berdasarkan penelitian Trimurni et al., 2006, kitosan

blangkas memiliki derajat deasetilisasi dan Berat Molekul (BM) yang tinggi yakni

84,20% dan 893.000. Kitosan mempunyai derajat kereaktifan yang tinggi disebabkan

adanya gugus amino bebas sebagai gugus fungsional. Sifat-sifat kitosan dihubungkan

dengan adanya gugus amino dan hidroksil yang terikat. Gugus-gugus tersebut

menyebabkan kitosan dapat berperan sebagai amino pengganti (amino exchanger).

Selain itu, kitosan juga dapat berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya, seperti

protein sehingga kitosan relatif banyak digunakan dalam bidang kesehatan. 13

Penggunaan kitosan di bidang kedokteran gigi telah diteliti oleh Sapeli et al.

(1986) dan Muzzarelli et al. (1989) yang menggunakan kitosan dalam bentuk powder

dan membran untuk perawatan saku gigi dengan poket periodontal infraboni yang

luas dan dalam prosedur bedah mukogingiva. Aplikasi kitosan berat molekul rendah

dilaporkan dalam penelitian Tarsi et al. (1997), dimana kitosan dengan berat molekul

rendah dapat menghambat aktivitas Streptococcus mutans yang berperan dalam

adsorpsi hidroksiapatit dan mengurangi jumlah kolonisasi Streptococcus mutans


Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
dalam rongga mulut. Trimurni et al., (2006) secara in-vivo pada tikus wistar berhasil

meneliti penggunaan kitosan blangkas (893.000 Mv) dan kitosan komersil (870.000)

sebagai bahan pembanding pada perawatan kaping pulpa. Dari hasil penelitian

tersebut menunjukkan keduanya lebih mampu menstimulasi pembentukan dentin

reparatif dan dengan jumlah sel-sel inflamasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan

kontrol yaitu kalsium hidroksida.13

Pelarut terbagi atas tiga jenis yaitu larutan aqueous, viscous dan oily.15 Pelarut

gliserin merupakan jenis pelarut viscous yang umum digunakan di bidang kedokteran

gigi, baik digunakan sendiri maupun dikombinasikan dengan bahan lain.16 Gliserin

ditemukan pada tahun 1779 oleh Schele, yang berasal dari proses saponifikasi minyak

zaitun. Gliserin merupakan jenis alkohol dengan rumus kimia C3H5[OH]3, bersatu

dengan asam lemak seperti palmitat, oleat, stearat untuk menghasilkan trigliserida

atau lemak. Gliserin sifatnya jernih, tidak berwarna, tidak berbau, cair seperti sirup,

manis, dapat larut dengan air dan alkohol dan akan sedikit panas jika dirasa.17

VCO (virgin coconut oil) merupakan minyak yang dihasilkan dari buah

kelapa segar. Berbeda dengan minyak kelapa biasa, VCO dihasilkan tidak melalui

penambahan bahan kimia ataupun proses yang melibatkan panas yang tinggi. VCO

mengandung banyak asam lemak rantai menengah (Medium Chain Fatty

Acid/MCFA). MCFA memiliki sifat yang mudah diserap oleh mitokondria sehingga

mampu meningkatkan metabolisme tubuh. MCFA yang paling banyak terkandung

dalam VCO adalah asam laurat (CH3(CH2)10COOH).18

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
Asam laurat yang terkandung pada VCO terbukti memiliki daya antibakteri,

antivirus, antijamur dan antiprotozoa. Asam laurat pertama kali ditemukan oleh John

J Kabra pada tahun 1960an. Asam laurat mampu membunuh berbagai macam jenis

mikroba yang membran selnya berasal dari asam lemak (lipid coated

microorganism). Sifat asam laurat dapat melarutkan membran virus berupa lipid

sehingga akan mengganggu kekebalan virus dan membuat virus inaktivasi.19

Pada penelitian Banurea dan Trimurni (2008) kitosan blangkas bermolekul

tinggi yang digunakan ialah dalam bentuk powder20, namun pemakaian bahan powder

di klinik sulit dalam manipulasi ke dalam saluran akar secara klinis. Oleh karena itu,

dalam penelitian ini akan diuji daya hambat kitosan blangkas yang dimanipulasi

dengan pelarut gliserin dan VCO pada konsentrasi yang sama yaitu 1%; 0,5% dan

0,25%.

Pemilihan konsentrasi ini didasarkan oleh beberapa penelitian sebelumnya

yang menunjukkan bahwa kitosan sudah memiliki efek antibakteri pada konsentrasi

yang cukup rendah. Pada penelitian Fernandes et al., 2008 yang menggunakan

kitosan bermolekul tinggi dan sedang pada konsentrasi 0,5% terbukti efektif

membunuh bakteri Staphylococcus aureus dan E. Coli.21 Begitu pula pada penelitian

Sano et al., 2003 yang membuktikan bahwa pada konsentrasi 0,5%, kitosan mampu

mengurangi jumlah pembentukan plak dan kandungan bakteri Streptococcus mutans

alam saliva.22 Pada penelitian lainnya, menurut Ramisz et al., 2005 kitosan mampu

menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli pada konsentrasi 1%.23

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
Pada penelitian ini bahan coba dan kultur bakteri diinkubasi pada suhu 37o C

karena pada suhu tersebut adalah suhu optimal untuk pertumbuhan F.nucleatum dan

dilakukan selama 24 jam karena merupakan waktu yang optimal untuk pertumbuhan

F.nucleatum. 24

1.2 Perumusan Masalah

Hingga saat ini belum dilakukan penelitian untuk melihat perbedaan daya

hambat kitosan blangkas bermolekul tinggi dengan pelarut gliserin dan VCO terhadap

Fusobacterium nucleatum sebagai bakteri yang paling sering ditemukan dalam

saluran akar gigi yang terinfeksi. Oleh karena itu, timbul permasalahan sebagai

berikut :

1. Apakah kitosan blangkas bermolekul tinggi dengan pelarut gliserin dan VCO

memiliki daya hambat terhadap Fusobacterium nucleatum jika akan

digunakan sebagai pengembangan bahan dressing saluran akar?

2. Apakah terdapat perbedaan daya hambat kitosan blangkas dengan pelarut

gliserin dan kitosan blangkas dengan pelarut VCO terhadap Fusobacterium

nucleatum?

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui daya hambat kitosan blangkas bermolekul tinggi dengan

pelarut gliserin dan VCO terhadap Fusobacterium nucleatum jika akan

digunakan sebagai pengembangan bahan dressing saluran akar

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
2. Untuk melihat perbedaan daya hambat kitosan blangkas dengan pelarut

gliserin dan kitosan blangkas dengan pelarut VCO terhadap pertumbuhan

Fusobacterium nucleatum

Manfaat Penelitian

1. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan penggunaan

kitosan blangkas sebagai bahan dressing di bidang endodonti.

2. Meningkatkan pemanfaatan bahan alami yang bersifat biokompatibel dan

biodegradable terhadap jaringan periapikal sebagai material kedokteran gigi

3. Sebagai informasi bagi dokter gigi dalam memilih vehicle (pelarut) bahan

dressing yang tepat

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mikrobiologi Endodonti

Keberadaan mikroorganisme erat kaitannya dengan penyakit endodonti yang

meliputi pulpa dan periradikular baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam

penelitian Miller (1890) menemukan hubungan antara mikroorganisme dengan

penyakit pulpa dan periapikal yang menunjukkan adanya perbedaan antara bakteri

yang ditemukan pada kamar pulpa dengan bakteri di saluran akar.1 Hubungan ini juga

diteliti oleh Kakehashi et al, (1965) 1,2 yang menunjukkan bahwa bakteri merupakan

agent penyebab terjadinya infeksi pulpa dan berkembangnya lesi periapikal.1

Invasi bakteri ke dalam kamar pulpa sering dihubungkan dengan terjadinya

karies dan penyebaran bakteri ke sistem saluran akar merupakan penyebab utama

terjadinya lesi pulpa dan periapikal. Tahap perkembangan infeksi saluran akar

dimulai dengan invasi bakteri, multiplikasi dan adanya aktivitas patogen. Kebanyakan

aktivitas patogen dipengaruhi oleh respon host. Bakteri akan memasuki dan

memperbanyak diri di dalam tubulus dentin, hal ini dikarenakan diameter tubulus

dentin sekitar 1-4 m sedangkan sebagian besar diameter bakteri lebih kecil dari 1

m. Selain itu, jika enamel atau sementum hilang, maka bakteri dapat masuk ke pulpa

melalui dentin yang terpapar. Pergerakan bakteri pada tubulus dentin dibatasi oleh

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
proses odontoblastik, mineralisasi kristal dan berbagai makromolekul yang terdapat

di dalam tubulus.25

Pada infeksi polimikroba peranan bakteri dalam proses infeksi ini tidak

terlepas dari keberadaan fili (fimbriae) dalam berinteraksi dan berikatan dengan

permukaan bakteri lain. Lipopolisakarida yang ditemukan pada permukaan bakteri

gram negatif memiliki sejumlah efek biologi ketika dilepaskan dari sel dalam bentuk

endotoksin. Endotoksin dihubungkan dengan terjadinya inflamasi periapikal dan

aktivasi komplemen. Enzim yang dihasilkan oleh bakteri dapat menyebarkan faktor

penyebab infeksi. Enzim pada neutrofil yang berubah dan pecah membentuk eksudat

juga memiliki efek yang merugikan bagi jaringan sekitarnya. Ini menunjukkan bahwa

bakteri dan produknya memiliki efek langsung terhadap jaringan pulpa walaupun

tanpa berkontak secara langsung.25

Sebagian besar bakteri yang ditemukan pada infeksi endodontik merupakan

jenis bakteri anaerob.1-3,8,9,25,26 Seperti yang ditemukan oleh Sundqvist et al., (1989)

saat mengkultur saluran akar yang utuh, menyatakan bahwa 91% mikroba yang

berhasil diisolasi merupakan jenis anaerob. Bakteri anaerob hanya tumbuh di

lingkungan yang tidak ada oksigen tetapi sensitifitasnya terhadap oksigen dapat

berubah.25 Baumgartner et al (1991) yang mengkultur gigi pada bagian 5 mm apikal

saluran akar dan sudah mengalami karies, menemukan 68% bakteri anaerob dari total

50 bakteri yang diisolasi.26

Bakteri anaerob umumnya menghasilkan ikatan asam lemak rantai pendek

termasuk propionate, butirat dan asam isobutirat. Asam-asam ini dapat


Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
mempengaruhi neutrophil chemotaxis, degranulasi, chemiluminens dan fagositosis.

Asam butirat telah menunjukkan daya hambat yang besar terhadap blastogenesis T-

sel dan merangsang pembentukan interleukin-1, yang berhubungan dengan

penyerapan tulang. Tabel 1. menunjukkan persentase jumlah bakteri yang berhasil

diisolasi dari saluran akar secara utuh yang diambil dari Sundqvist (1994). 25

Tabel 1. Bakteri yang dikultur dan diidentifikasi dari saluran akar gigi dengan lesi apikal25

Bakteri Insiden bakteri (%)

Fusobacterium nucleatum 48
Streptococcus sp 40
Bacteroides sp 35
Prevotella intermedia 34
Peptostreptococcus micros 34
Eubacterium alactolyticum 34
Peptostreptococcus anaerobius 31
Lactobacillus sp 32
Eubacterium lentum 31
Fusobacterium sp 29
Campylobacter sp 25
Peptostreptococcus sp 15
Actinomyces sp 15
Eubacterium timidum 11
Capnocytophaga ochracea 11
Eubacterium brachy 9
Selenomonas sputigena 9
Veillonella parvula 9
Porphyromonas endodontalis 9
Prevotella buccae 9
Prevotella oralis 8
Proprionibacterium propionicum 8
Prevotella denticola 6
Prevotella loescheii 6
Eubacterium nodatum 6

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
2.2 Fusobacterium nucleatum sebagai salah satu bakteri yang terdapat pada

infeksi endodonti

Fusobacterium nucleatum merupakan tipe spesies dari genus Fusobacterium,

yang berasal dari famili Bacteroidaceae. Bakteri ini normal ditemukan di rongga

mulut manusia yang sehat maupun sakit.7,27,28 Secara morfologi F. nucleatum ialah

bakteri berbentuk batang yang panjangnya 5-10 m dengan kedua ujung yang tajam.7

Bakteri ini dikelompokkan ke dalam jenis gram negatif yang hidup pada suasana

anaerob namun masih dapat tumbuh sampai kadar oksigen 6%. Fusobacterium

nucleatum tidak dapat membentuk spora dan tidak bergerak.7,27,.28

Menurut Sundqvist (1992) Fusobacterium nucleatum merupakan salah satu

spesies yang paling umum diisolasi dari infeksi endodontik. Baumgartner dan Falkler

(1991) dalam penelitiannya pada 5 mm apikal gigi yang mengalami infeksi saluran

akar menemukan 30% Fusobacterium nucleatum dari sampel yang diambil.

Penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil yang didapatkan oleh Siqueira et al.,

(2004) yang menemukan F.nucleatum sebanyak 26% dari sampel apikal saluran

akar.26

Fusobacterium nucleatum merupakan salah satu bakteri yang sering

ditemukan pada plak subgingival baik dalam bentuk inaktif maupun aktif dari

gingivitis maupun periodontitis.28,29 Tidak hanya itu, bakteri ini juga banyak

ditemukan di luar rongga mulut dan bersama bakteri lain menjadi penyebab infeksi

polimikroba. Fusobacterium nucleatum dapat dibagi menjadi beberapa subspesies,

diantaranya subspesies nucleatum, vincentii, polymorphum, fusiforme dan animalis.


Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
Subspesies nucleatum dan vincentii dipercaya berhubungan dengan penyakit

periodontal.29

Fusobacterium nucleatum memiliki karakteristik membran luar bakteri gram

negatif. Pelindung sel terdiri atas lapisan luar dan lapisan dalam (sitoplasma) yang

dipisahkan oleh ruang periplasma yang terdiri atas lapisan peptidoglikan. Pada

umumnya, lapisan dalam bakteri gram negatif mengandung lapisan fosfolipid yang

simetris dengan kadar fosfolipid dan protein dalam jumlah yang sama. Lapisan luar

membran berfungsi sebagai penyaring molekul dan merupakan membran asimetris

yang terdiri atas fosfolipid, lipopolisakarida (LPS), lipoprotein, dan protein. Maka,

sepertiga dari massa lapisan luar fusobacterium ialah protein.7

Gambar 1. (A) F.nucleatum dilihat melalui mikroskop electron, (B dan C) Melalui mikroskop
elektron terlihat Outer membran (OM), Periplasmik (P) dan Cell membrane (CM)7

Dalam pertumbuhannya Fusobacterium memerlukan suatu media yang baik

dan biasanya akan tumbuh subur pada media yang mengandung trypticase, peptone,

atau ekstrak ragi.7,28 Fusobacterium nucleatum merupakan salah satu spesies bakteri

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
anaerob nonspora yang menggunakan asam amino dalam proses katabolisme untuk

menghasilkan energi dan beberapa strain F.nucleatum memerlukan peptida untuk

proses pertumbuhan. F.nucleatum memerlukan glukosa untuk proses biosintesis

molekul intraselular tetapi bukan untuk metabolisme energi. 7,27,28

Produk utama dari hasil metabolisme pepton atau karbohidrat ialah butirat

tetapi ditemukan juga produk lain yaitu asetat, laktat, dan sedikit propionat. Butirat,

propionate dan ion amoniun yang dihasilkan oleh F.nucleatum dapat menghambat

proliferasi fibroblast gingiva,7,29 mampu menembus epitel gingival dan keberadaanya

dapat meningkatkan jumlah plak sehingga berperan sebagai penyebab periodontitis.7

F.nucleatum berperan dalam desulfurasi sistein dan methionin sehingga

menghasilkan ammonia, hydrogen sulfida, asam butirat dan methyl mercapthan.7

Bakteri ini menunjukkan aktivitas biologis yang berhubungan dengan penyebab

inflamasi gingiva, penyakit mulut, bau nafas, menghasilkan asam butirat dan bahan

sulfur yang mudah menguap (Kostelc et al., 1980).30

Kemampuan patogenesis F.nucletum tidak hanya sebagai bakteri tunggal

namun dapat dikaitkan dengan keberadaan bakteri lain. Adanya interaksi F.nucleatum

dengan jenis bakteri lain berhubungan dengan beberapa hal, diantaranya ialah

kemampuan mengumpulkan glukosa dalam bentuk glukan intraseluler yang dapat

digunakan sebagai sumber energi. Apabila jumlah glukosa berkurang, maka glukosa

yang ada dapat diekskresikan dari sel bakteri. Hal ini memungkinkan bakteri lain

mendekati permukaan Fusobacterium dan selanjutnya berikatan dengan dinding sel

Fusobacterium (Kolenbrander et al., 1992).7,28


Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
Kemampuan koagregasi F.nucleatum dengan Candida albicans terjadi

melalui ikatan protein permukaan sel bakteri dengan residu karbohidrat pada

permukaan C.albicans (Bagg., 1986). Selain itu, F.nucleatum mampu berkoagregasi

dengan P.gingivalis karena adanya ikatan karbohidrat yaitu galaktosa pada

permukaan P.gingivalis dan protein lapisan luar pada F.nucleatum. (Kinder et al.,

1983).7

Kombinasi antara F.nucleatum dengan bakteri berpigmen hitam Prevotella

intermedia dan Porphyromonas gingivalis menghasilkan virulensi yang lebih tinggi

dibandingkan jika bakteri tersebut dikultur secara murni (Baumgartner., 1992).

Kombinasi ini mampu melawan fagositosis, mendegradasi immunoglobulin dan

meningkatkan kemampuan patogenesis (Sundqvist et al., 1985). Kemampuan

patogenesis dihubungkan dengan adanya lipopolisakarida (LPS) pada membran luar

bakteri gram negatif. Dengan adanya LPS pada saluran akar dan jaringan

periradikular dikaitkan dengan keparahan penyakit (Horiba et al., 1991). LPS

(endotoksin) dilepaskan selama proses multiplikasi dan kematian sel. Ketika

melepaskan endotoksin maka akan terjadi biological effect yang menyebabkan

inflamasi dan terjadinya resorpsi tulang periapikal (Nelson-filho et al., 2002 dan

Yamasaki et al., 1992).1

2.3 Kitosan sebagai bahan dressing saluran akar

Terapi endodontik atau perawatan saluran akar bertujuan untuk mengeliminasi

mikroorganisme yang menginfeksi saluran akar. Namun, pada banyak kasus

walaupun telah dilakukan instrumentasi secara mekanik dan desinfeksi saluran akar,
Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
mikroorganisme masih dapat kembali (Gomes et al., 1996; Molander et al., 1998)4

dan beberapa bakteri masih tertinggal di dalam tubulus dentin (Bystrm et al.,

1985)31. Kembali atau masih tertinggalnya bakteri di saluran akar karena didukung

oleh adanya ramifikasi dan tubulus dentin radikuler, karena itu penggunaan dressing

saluran akar diindikasikan untuk mengeliminasi bakteri yang tidak hilang atau

setidaknya menghambat terjadinya infeksi berulang pada saluran akar (Siqueira.,

1997).3,9

Penggunaan bahan dressing yang semakin berkembang memberikan

kesempatan untuk mengaplikasikan material atau bahan lain yang lebih aman dan

dapat diterima oleh jaringan tanpa menimbulkan efek samping. Seperti yang

diketahui bahwa material non-biologi yang biasa digunakan sebagai bahan dressing

diantaranya kalsium hidroksida (Ca(OH)2), cyanoacrylate, semen zinc-oxide dan

fosfat. Walaupun memiliki kemampuan antibakterial yang baik namun bahan-bahan

ini masih memiliki efek samping bagi jaringan tubuh yang perlu dipertimbangkan.13

Sehubungan dengan itu, dikembangkan suatu material biologi sebagai bahan dressing

yang bersifat alami, biodegradabel, biokompatibel dan memiliki efek antibakteri

yakni kitosan blangkas.20

2.3.1 Definisi dan komposisi Kitosan

Kitosan (poly--1,4-glucosamine) merupakan biopolymer karbohidrat

(polisakarida) dari glukosamin yang dihasilkan dari proses N-deasetilasi kitin. Bahan

ini pertama kali ditemukan oleh Rouget (1859). Kitosan merupakan polimer alam

yang memiliki rantai linear dengan rumus struktur (C6H11NO4)n. Kitosan dapat
Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
diperoleh dari hewan berkulit keras terutama yang berasal dari laut seperti kulit

udang, rajungan, kepiting, cumi-cumi (Allan et al., 1979), dari jenis serangga (insect)

dan jamur (fungi). 13,32-36 Kitosan hanya dapat larut dalam pelarut asam seperti asam

asetat, asam formiat, asam laktat, asam sitrat dan asam hidroklorat. Kitosan tidak

larut dalam air, alkali dan asam mineral encer kecuali dibawah kondisi tertentu yaitu

dengan adanya sejumlah pelarut asam sehingga dapat larut dalam air, methanol,

aseton dan campuran lainnya.13,36 Salah satu pelarut asam ialah asam asetat yang

memiliki struktur kimia CH3COOH. Sifat kelarutannya disebabkan oleh kemampuan

disosiasi menjadi ion H+ dan CH3COO- sehingga berperan sebagai salah satu pereaksi

kimia dan bahan baku industri yang penting. 37

Kitosan merupakan polymer alami terbesar kedua setelah selulosa (Ruiz-

Herra, 1978) dan struktur keduanya juga hampir sama. Perbedaannya hanya pada

gugus rantai C-2 pada selulosa mengandung gugus hidroksida (OH) sedangkan pada

kitosan diganti dengan gugus amina (NH2).33,34,36

CHITIN CHITOSAN

n n

Gambar 2. Struktur Chitin dan Chitosan36

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
Berdasarkan struktur kimianya, kitin dan kitosan memiliki susunan yang

sama. Kitin terbentuk dari ikatan linear asetilglukosamin sedangkan kitosan

dihasilkan dari perpindahan gugus asetil (CH3-CO) agar molekul dapat larut pada

sebagian besar pelarut asam, proses ini disebut deasetilasi. Perbedaan yang nyata

antara kitin dan kitosan ialah kandungan asetil dari polimer tersebut. Faktanya,

terdapat dua kelebihan kitosan dibandingkan kitin. Dalam proses melarutkan, kitin

memerlukan pelarut toksik seperti lithium chloride dan dimethylacetamide sedangkan

kitosan cepat larut dalam pelarut asam asetat. Kelebihan yang kedua ialah kitosan

memiliki gugus amino bebas yang merupakan bagian aktif yang dapat berikatan

dalam banyak reaksi kimia (Knaul et al., 1999)36

Kitosan memiliki muatan molekul positif (NH3+) yang dapat berikatan secara

kimia dengan muatan negatif yang dimiliki oleh lemak, lipid, kolesterol, ion-ion

metal, protein dan makromolekul (Li et al., 1992). Kitin dan kitosan mengalami

peningkatan secara komersial sehingga sesuai digunakan sebagai sumber material

karena memiliki sifat yang sangat baik yakni biokompatibilitas, biodegradabilitas,

kemampuan adsorpsi, dapat membentuk film dan sebagai chelating agent ion metal

(Rout, 2001).36

Menurut viskositasnya, berat molekul kitosan dibagi atas tiga yaitu kitosan

bermolekul tinggi, sedang dan rendah. Kitosan bermolekul tinggi biasanya berasal

dari hewan laut bercangkang keras misalnya kepiting, kerang dan blangkas dengan

berat molekul 800.000-1.100.000 Mv sedangkan kitosan bermolekul sedang dengan

berat molekul 400.000-800.000 Mv dan bermolekul rendah dengan berat molekul


Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
dibawah 400.000 Mv berasal dari hewan laut dengan cangkang atau kulit yang lunak

misalnya udang, cumi-cumi dan rajungan.20

2.3.2 Kitosan blangkas

Kitosan blangkas merupakan kitosan yang diperoleh dari kulit blangkas

(Limulus Polyphemus). Kitin yang diproses dari kulit blangkas didapat dengan hasil

30,60%. Kitosan dihasilkan melalui proses deasetilasi kitin dengan menggunakan

larutan alkali (NaOH). Proses pembuatan kitosan blangkas dilakukan dengan 2 (dua)

tahap yaitu proses deproteinasi dengan pemberian NaOH 2 M untuk mengurangi

protein pada kulit udang dan proses demineralisasi dengan pemberian HCl 2 M

sehingga kandungan mineral CaCO3 hilang dari kulit udang.13

(a) (b)
Gambar 3. Limulus polyphemus (a) dilihat dari atas (b) dilihat dari bawah38

Olsen et al (1992) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kitosan dengan

berat molekul tinggi akan menghasilkan koagulan yang padat dibandingkan dengan

kitosan berat molekul rendah. Kitosan bermolekul tinggi juga memiliki sifat yang

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
mudah berdifusi sehingga mampu menstimulasi regenerasi sel-sel jaringan lunak

(Muzzarelli et al., 1986) dan pada situasi khusus seperti terbukanya pulpa, bahan ini

mampu mengadakan regenerasi jaringan dentin. Keadaan ini dibuktikan oleh Pang et

al (2005) dalam penelitiannya yang memperlihatkan bahwa kitosan dapat

mengadakan regenerasi jaringan tulang.13

2.3.3 Kitosan sebagai antibakterial

Studi terbaru mengenai aktifitas antibakterial kitosan menyatakan bahwa

kitosan efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Sifat antibakterial kitosan

tergantung pada berat molekul dan jenis bakterinya. Menurut Chen et al., (2002)

antibakteri kitosan lebih efektif terhadap bakteri gram negatif daripada bakteri gram

positif. Begitu juga dengan Chung et al., (2004) yang menyatakan bahwa penyerapan

kitosan oleh bakteri gram negatif lebih besar daripada bakteri gram positif. Menurut

penelitian tersebut, penyerapan kitosan juga berhubungan dengan lingkungan sekitar

yaitu nilai pH dan derajat deasetilisasi. Ini terbukti pada suasana yang lebih asam (pH

4) dan derajat deasetilasi yang tinggi (95%) kitosan akan bermuatan lebih positif dan

lebih mudah mengangkut gugus amino (NH3+) yang akan mempermudah penyerapan

bakteri terhadap kitosan dibandingkan dengan suasana pH 5 dan derajat deasetilasi

yang rendah (75%).35

Berdasarkan penelitian Banurea dan Trimurni (2008) kitosan blangkas dan

kitosan komersil (Harry, 2005) yang memiliki berat molekul tinggi, mampu

menghambat pertumbuhan bakteri Fusobacterium nucleatum pada konsentrasi 10%.20

Dalam sebuah penelitian untuk melihat aktivitas antimikroba kitosan terhadap bakteri
Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
E.coli, Tsai dan Su (1999) menggunakan kitosan yang diambil dari kulit udang dan

menemukan bahwa temperatur yang tinggi serta pH asam pada makanan dapat

meningkatkan aktivitas antibakteri kitosan. Mereka menerangkan bahwa mekanisme

antibakteri kitosan ini melibatkan ikatan silang antara polikation dari kitosan dan

anion yang terdapat pada permukaan bakteri yang mengalami perubahan

permeabilitas.36 Berdasarkan penelitian Cheng dan Li (2000) kekuatan kitin, kitosan

atau pada keseluruhan kulit udang tidak efektif dalam beberapa test tapi larutan

kitosan dalam asam asetat mampu menghambat bakteri dan jamur. Allan dan

Hadwiger (1974) menemukan bahwa larutan 1% kitosan dalam 1% asam asetat dapat

menghambat pertumbuhan Candida tropicalis. 23

2.3.4 Mekanisme antibakterial kitosan

Sifat-sifat kitosan berhubungan dengan adanya gugus-gugus amino dan

hidroksil yang terikat. Gugus-gugus ini menyebabkan kitosan mempunyai reaktifitas

kimia yang tinggi dan menyumbangkan sifat polielektrolit kation sehingga berperan

sebagai amino pengganti (amino exchanger).13 Keberadaan kation yang dimiliki oleh

kitosan (pKa=6,3) disebabkan oleh adanya muatan positif NH3+ yang merupakan grup

glukosamin yang menjadi faktor utama dalam proses interaksi dengan muatan negatif

permukaan sel bakteri sehingga dapat mengganggu aktivitas bakteri (Je et al., 2006;

Zakrzewska et al., 2005; Halender et al 2001; Muzzarelli et al., 1990)14, menekan


Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
pertumbuhan bakteri dengan merusak proses pertukaran dengan media, kemampuan

berikatan dengan ion metal dan menghambat enzim (Aleksandra et al., 2005).23,34

Sehubungan dengan kemampuan interaksi kitosan dengan DNA mikroba,

mekanisme antibakteri kitosan terjadi karena kitosan mampu berikatan dengan DNA

yang selanjutnya akan merusak mRNA dan mengganggu sintesa protein. Kitosan

akan bereaksi langsung dengan membran sel sehingga mengganggu permeabilitas

membran dan menyebabkan kebocoran materi protein sel (Hardjito, 2006).33

Menurut Chung et al., 2000 daya antibakteri kitosan dapat diperoleh dengan

menciptakan suasana asam dengan derajat deasetilasi tinggi yang dapat menyebabkan

jumlah ion NH3+ yang bebas menjadi lebih banyak sehingga memudahkan

penyerapan bakteri terhadap kitosan. Hal ini berdampak pada perubahan struktur

permukaan sel dan gangguan permeabilitas membran sehingga berlanjut menjadi

kematian sel bakteri.35

2.3.5 Aplikasi kitosan di bidang Kedokteran Gigi

Multiguna kitosan tidak terlepas dari sifat alaminya, terutama sifat kimia

kitosan yaitu polimer poliamin berbentuk linear dan mempunyai gugus amino dan

hidroksil yang aktif.13 Kitosan dianggap sebagai polisakarida yang potensial karena

memiliki gugus amino bebas yang berperan sebagai polikation, chelating agent, dan

sebagai bahan dispersi jika telah dilarutkan terlebih dahulu dalam pelarut asam asetat.

Kitosan memiliki kualitas kimia dan biologi sangat baik yang dapat digunakan secara

luas dibidang industri maupun bidang kesehatan.36


Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
Menurut Howling et al., (2001) kitosan dapat bermanfaat dalam

menyembuhkan luka karena memberi efek terhadap proliferasi sel fibroblast kulit

manusia dan sel keratinosit secara in-vitro. Efek stimulasi dalam proliferasi sel

fibroblast ini tergantung pada derajat deasetilasi kitosan yang lebih tinggi. Tidak

hanya berperan secara tunggal, kitosan juga dapat bermanfaat jika digabungkan

dengan bahan lain. Diantaranya ialah gabungan kitosan dengan alginat sebagai

pembalut luka dengan membentuk kompleks membran polielektrolit yang akan

mempercepat penyembuhan luka pada binatang percobaan dibandingkan pembalut

luka konvensional (Paul et al., 2004), gabungan semen kalsium fosfat dengan kitosan

dan asam sitrat sebagai material pengganti tulang (Yokoyama et al., 2002), kitosan

dan asam poliakrilat dengan polimer sebagai mucoadhesive dapat menghantarkan

obat secara transmukosa yang telah diteliti secara in-vitro (Ahn et al., 2002).32

Aplikasi kitosan di bidang kedokteran gigi dapat berpotensi dalam proses

differensiasi sel osteoprogenitor dan dapat memfasilitasi pembentukan tulang (Lee et

al., 2000a). Sebagai faktor pertumbuhan, khususnya sel T yang dapat meningkatkan

regenerasi periodontal apabila digabungkan dengan bahan yang bersifat biodegradasi

sehingga mampu membentuk konsentrasi therapeutik selama proses reaksinya (Lee at

al., 2000b). Sedangkan menurut Ikinci et al., (2002) yang meneliti kitosan dalam

bentuk gel maupun film, mampu melawan periodontal patogen yakni Porphiromonas

gingivalis.39 Dalam penelitian Trimurni et al., (2006) kitosan berperan dalam

dentinogenesis, dimana kitosan yang digunakan ialah kitosan blangkas bermolekul

tinggi dan kitosan komersial sebagai bahan kaping pulpa direk pada gigi tikus wistar
Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
secara in-vivo. Dengan keadaan pulpa terbuka dan mengalami inflamasi reversible,

kitosan mampu membentuk jaringan keras osteotipic irregular yang terlihat pada

peletakan kitosan selama 14 hari dan 1 bulan dan dapat dilihat sel-sel pulpa

dentinoblast tersusun bersekatan dengan bahan coba.13

2.4 Pelarut (Vehicle)

Berdasarkan penelitian Fava dan Saunders (1999), pelarut memegang peranan

penting dalam aktifitas antibakteri bahan dressing.15 Jenis pelarut yang digunakan

untuk suatu bahan dressing akan menghasilkan perbedaan kecepatan disosiasi ion

sesuai dengan jenis pelarutnya. Berdasarkan pelarut yang digunakan, bahan dressing

juga akan menghasilkan kekentalan berbeda yang menggambarkan besar gesekan

dalam cairan. Daya alir suatu larutan sangat baik apabila tingkat kekentalannya

rendah.31

Pelarut umumnya terbagi atas tiga yaitu : 15,31

a. Pelarut aqueous, yaitu sterile distilled water, sterile water, larutan anestesi,

larutan Ringer, methylcellulose dan carboxymethylcellulose dan larutan anorganik

detergent seperti sodium lauryl diethyleneglycol atau sodium lauryl sulfate. 15

Pelarut aqueous bersama Ca(OH)2 cepat berdisosiasi sehingga meningkatkan

kelarutan ketika berkontak dengan cairan dan lebih mudah direabsorbsi oleh

makrofag.31

b. Pelarut viscous, yaitu gliserin, polyethyleneglycol dan propyleneglycol. 15

Beberapa pelarut jenis ini dapat larut dalam air tetapi kemampuan disosiasinya lebih

lambat daripada pelarut aqueous. Karena itu pelarut ini cocok digunakan bersama
Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
bahan dressing karena dapat bertahan dan terikat dengan baik dengan bahan

dressing.15,31

c. Pelarut oily, yaitu camphorated paramonochlorophenol (CMCP), olive oil,

metacresylacetat dan eugenol. 15

Pelarut ini tidak larut dalam air sehingga menyebabkan kemampuan dissosiasi ion

dan daya larutnya sangat rendah, karena itu aplikasi pelarut oily bersama bahan

dressing sangat terbatas.15,31 Namun pada penelitian Gomes et al., (2002), Ca(OH)2

bersama pelarut oily (CMCP) memiliki zona hambat yang sangat baik terhadap

bakteri dibandingkan pelarut lainnya, namun penggunaannya tidak disarankan karena

berpotensi mengiritasi jaringan. 15

2.4.1 Gliserin

Gliserin ditemukan oleh Scheele pada tahun 1779 dari hasil saponifikasi

minyak zaitun dan dikenal dengan sebutan lemak dasar yang manis. Kemudian

diteliti lagi oleh Chevreul dan memberi nama glyserin. Selanjutnya mulai

digunakan dalam bidang pengobatan dan farmasi sekitar tahun 1846.40 Gliserin

memiliki rumus kimia C3H5[OH]3.16,17,40,41 Gliserin merupakan trihidrik alkohol yang

memiliki 2 primer dan 1 sekunder gugus hidroksil (OH) yang berpotensi untuk

berikatan dengan zat-zat lain.41 Sifatnya jernih, tidak berwarna, konsistensi seperti

sirup, berupa minyak jika disentuh, tidak berbau, sangat manis dan sedikit panas jika

dirasa.16,17,40

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
Gambar 4. Struktur kimia Gliserin42

Pemanfaatan gliserin sebagai humectant, plastisizer, solvent dan agen tonisity-

adjusting (Anon, 2003). Gliserin juga digunakan sebagai emulsifier dan pelarut untuk

bahan bubuk, lebih baik daripada ethanol karena tidak mudah menguap.40 Pelarut

gliserin jika dicampur dengan bahan dressing (Ca(OH)2) tidak memiliki efek

antimikroba. Gliserin sangat baik sebagai pelarut bahan dressing, hal ini terbukti pada

penelitian Gomes et al., (2002) gliserin dicampur dengan Ca(OH)2 menghasilkan

zona hambat yang lebih besar daripada pelarut aqueous. Ini disebabkan karena

kemampuan disosiasi gliserin terhadap ion Ca+ dan OH- lebih lambat daripada pelarut

aqueous sehingga dapat bertahan lebih lama di saluran akar.15

2.4.2 VCO (virgin coconut oil)

Virgin coconut oil atau yang lebih dikenal dengan sebutan minyak kelapa

murni merupakan hasil dari buah kelapa segar. Berbeda dengan minyak kelapa biasa,

VCO dihasilkan tidak melalui penambahan bahan kimia ataupun proses yang

melibatkan panas yang tinggi. Penyebutan nama pada minyak kelapa jenis ini dengan

penambahan atribut murni mengindikasikan terdapat beberapa perbedaan pada

penampakan, sifat fisik dan prinsip proses pengolahan VCO dengan jenis minyak

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
kelapa biasa. Warna minyak kelapa murni ini relatif lebih bening dan tidak berwarna.

Kadar air dalam minyak kelapa murni yang rendah menyebabkan minyak ini tidak

mudah berbau tengik. Kelebihan lainnya ialah kandungan kimiawi yang berbeda

dengan minyak kelapa biasa, dimana VCO mengandung asam lemak jenuh yang

tinggi ( 90%). Asam lemak jenuh ini memiliki potensi kegunaan yang sangat besar

baik bagi dunia kesehatan, industri farmasi, kosmetika maupun sebagai pendukung

industri pangan. 18

Zat yang dominan pada VCO ialah asam laurat, kandungannya mencapai

50,33%, dan kandungan lainnya berupa 14,32% asam kaproat, 10,25% asam kaprat,

12,91% asam miristat dan 4,92% asam palmitat.43 Kandungan ini dapat berbeda

tergantung VCO yang dihasilkan.

Gambar 5. VCO (Virgin Coconut Oil) komersil (Laurica, Indonesia)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
Asam laurat dalam tubuh manusia akan dipecah menjadi monolaurin. 18,19,44-46

Menurut beberapa penelitian, monolaurin terbukti sebagai antibakteri, antivirus,


18,19,43-47
antiprotozoa dan anti jamur VCO menjadi populer karena manfaatnya untuk

kesehatan tubuh. Hal ini disebabkan karena banyaknya kandungan asam lemak rantai

menengah (Medium Chain Fatty Acid). MCVC yang paling banyak terkandung dalam

VCO ialah asam laurat. Sifat MCFC yang mudah diserap sampai ke mitokondria akan

meningkatkan metabolisme tubuh. Manfaat lain dari VCO adalah mampu

meningkatkan daya tahan terhadap penyakit serta mempercepat proses penyembuhan.

Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan proses metabolisme tubuh sehingga

menyebabkan sel-sel tubuh bekerja lebih efisien.18,45

Mekanisme kerja antibakteri VCO berasal dari asam laurat yang dipecah

menjadi monolaurin. Monolaurin ini ditubuh akan berperan aktif menembus dinding

sel mikroorganisme sehingga cairan akan disedot keluar dan terjadilah pengerutan sel

yang mengakibatkan matinya mikroorganisme.43-47 Menurut Holland et al., (1994)

monolaurin mampu menurunkan pertumbuhan Staphylococcus aureus dan produksi

toksin dari syndrom shok toksin-l. Terhadap jamur, monolaurin juga mempengaruhi

pertumbuhan Candida albicans (Issacs et al., 1991).47

Proses pengolahan VCO dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya

ialah dengan pengolahan VCO konvensional dan aplikasi teknologi membran. Untuk

pengolahan VCO konvensional dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : 18

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
a. Fermentasi

Cara pengolahan VCO dengan metode fermentasi ialah dengan menambahkan

mikroba dalam proses pengolahan yang bertujuan untuk membantu penggumpalan

protein agar terpisah dengan minyak.

b. Sentrifugasi

Pengolahan ini awalnya tidak berbeda dengan cara fermentasi, hanya berbeda

dalam teknik pengambilan minyaknya. Sentrifugasi memanfaatkan beda berat jenis

komponen dalam santan. Dengan melakukan sentrifugasi santan akan membentuk 3

lapisan, dimana lapisan atas berupa minyak merupakan produk hasil yang diinginkan

yaitu VCO.

Perkembangan teknologi membran menjadi alternatif proses lain dari produksi

VCO. VCO yang dihasilkan dengan melibat teknologi membran ini diharapkan dapat

mempermudah produksi VCO dengan spesifikasi produksi yang berkualitas sangat

tinggi. Pengolahan VCO ini dilakukan dengan memanfaatkan perbedaan berat

molekul. Prosesnya terdiri atas pemisahan daging buah dan tempurung, pemarutan,

pemerasan, penyaringan dan pemisahan. Prosedur yang berbeda ialah pada tahap

pemisahan dimana terbagi atas 2 (dua) bagian yaitu : 18

Ultrafiltrasi, untuk memisahkan protein dari air dan minyak

Reverse osmosi, untuk memisahkan minyak dari air

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Dressing intrakanal

Kitosan blangkas

Kitosan + Gliserin Kitosan + VCO

Kitosan derajat deasetilasi dan Kitosan derajat deasetilasi dan


suasana asam gugus amino (NH3+) >> suasana asam gugus amino (NH3+)
penyerapan kitosan oleh bakteri >> penyerapan kitosan oleh bakteri
permeabilitas membran sel terganggu dan permeabilitas membran sel terganggu
terjadi kebocoran materi bakteri sel lisis dan terjadi kebocoran materi bakteri
Daya antibakteri (+) sel lisis Daya antibakteri (+)
Gliserin pelarut viscous memiliki VCO pelarut oily mengandung as.
gugus hydroksil (-OH) mudah berikatan Laurat Monolaurin menembus
dengan bahan lain tetapi Daya dinding sel bakteri cairan sel keluar
antibakteri (-) sel lisis Daya antibacteria (+)
Kitosan + gliserin membentuk Kitosan + VCO membentuk campuran
campuran yang tidak meningkatkan daya dengan daya antibakteri (++) dan dapat
antibakteri kitosan, namun dapat mempermudah manipulasi bahan ke
mempermudah proses manipulasi bahan ke dalam saluran akar
dalam saluran akar Hasil reaksi kitosan (C6H11NO4)n dan
Hasil reaksi (C6H11NO4)n dan C3H5[OH]3 asam laurat (CH3(CH2)10COOH)
membentuk Lar. Kitosan Gliserin yang membentuk Lar. Kitosan VCO yang
merupakan interaksi antara gugus hidroksil merupakan interaksi antara gugus
kitosan dengan gugus karbonil gliserin hidroksil kitosan dengan gugus karbonil
asam laurat

(??)
Fusobacterium nucleatum

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
Sel lisis

Diagram diatas menunjukkan mekanisme kitosan bermolekul tinggi yakni


Sel mati
kitosan blangkas yang dimanipulasi dengan bahan pelarut (vehicle) gliserin dan VCO

(virgin coconut oil) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Fusobacterium

nucleatum sebagai bakteri penyebab infeksi intrakanal. Kitosan bermolekul tinggi

yang digunakan pada penelitian ini ialah kitosan blangkas (Trimurni et al., 2006)

yang mengandung gugus amino (NH2) dengan derajat deasetilisasi dan Berat Molekul

(BM) yang tinggi yakni 84,20% dan 893.000. Kitosan akan bermuatan positif (NH3+)

dan secara ionik akan reaktif terhadap muatan negatif dinding sel bakteri.

Gugus glukosa secara langsung akan merangsang bakteri untuk menyerap

kitosan dalam metabolisme membran interseluler dan kitosan akan semakin

merangsang penyerapan yang kuat dari bakteri. Hal ini menyebabkan seluruh

permukaan membran sel F.nucleatum dilapisi oleh kitosan sehingga F.nucleatum

tidak dapat berkontak dengan lingkungan luar sel (fungsi pengkelat). Selanjutnya

ikatan ionik yang terbentuk antara kitosan dan membran sel F.nucleatum akan

mengganggu permeabilitas membran dan menyebabkan kitosan mampu menembus

membran sel F.nucleatum. Kitosan akan dibawa masuk ke ruang interseluler dan

berikatan dengan DNA F.nucleatum yang kemudian akan mengganggu mRNA dan

sintesa protein. Selanjutnya akan terjadi gangguan fungsi sel, diikuti dengan

kebocoran protein sel karena kitosan memenuhi ruang interseluler, diikuti lisisnya

F.nucletum dan kematian F.nucleatum.


Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
Pada penelitian sebelumnya oleh Banurea dan Trimurni (2008), bentuk

sediaan bahan dressing intrakanal yang digunakan berupa bubuk, sehingga

manipulasinya ke dalam saluran akar sulit untuk dilakukan. Karena itu, pada

penelitian ini akan digunakan bahan pelarut yaitu gliserin dan VCO (virgin coconut

oil). Selain untuk mempermudah manipulasi, penggunaan pelarut ini juga untuk

mengetahui daya hambat kitosan blangkas jika dimanipulasi dengan pelarut dan

perbedaan efek kedua pelarut ini terhadap daya hambat kitosan blangkas sebagai

antibakteri Fusobacterium nucleatum.

Gliserin merupakan jenis pelarut viscous yang umum digunakan di bidang

kedokteran gigi terutama endodonti. Campuran bahan dressing Ca(OH)2 dengan

pelarut gliserin lebih baik dalam membentuk konsistensi pasta daripada pelarut

aqueous sehingga mempermudah penempatan pada saluran akar. Campuran kitosan

dan gliserin sebagai bahan dressing saluran akar belum pernah dicobakan.

Berdasarkan uraian diatas, kemungkinan campuran kitosan dengan pelarut gliserin

tidak akan meningkatkan daya hambat kitosan sebagai antibakteri, namun dapat

mempermudah manipulasi kitosan ke dalam saluran akar. Hasil pencampuran

keduanya membentuk larutan kitosan gliserin yang merupakan hasil interaksi antara

gugus hidroksil (-OH) kitosan ([C6H11NO4]n) dengan gugus karbonil gliserin

(C3H5[OH]3).

Pada penelitian ini juga digunakan pelarut jenis oily yakni VCO (virgin

coconut oil). VCO merupakan minyak kelapa murni yang sebagian besar terdiri dari

asam laurat (CH3(CH2)10COOH) dengan efek antibakterial yang baik. Asam laurat ini
Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
akan dipecah menjadi monolaurin sehingga dapat dengan mudah menembus dinding

sel bakteri yang terdiri atas lemak, selanjutnya cairan akan tersedot keluar dan terjadi

pengerutan sel sehingga akhirnya bakteri lisis.

Aplikasi pelarut oily sebagai pelarut bahan dressing saluran akar masih

terbatas penggunaannya. Salah satunya ialah CMCP (camphorated

monochlorophenol) yang penggunaannya tidak direkomendasikan karena dapat

menyebabkan iritasi jaringan. Campuran kitosan dengan pelarut VCO sebagai bahan

dressing juga belum pernah dicobakan sehingga belum diketahui daya hambatnya

terhadap bakteri F.nucleatum.

Pada beberapa penelitian kandungan asam laurat pada VCO terbukti memiliki

sifat antibakteri, karena itu penggunaannya sebagai pelarut oily diharapkan dapat

meningkatkan daya hambat kitosan terhadap bakteri F.nucleatum dan membantu

manipulasi bahan dressing ke dalam saluran akar. Hasil pencampuran kedua bahan

ini akan membentuk larutan kitosan VCO yang merupakan hasil interaksi antara

gugus hidroksil (-OH) kitosan ([C6H11NO4]n) dengan gugus karbonil asam laurat

(CH3(CH2)10COOH) sebagai kandungan utama pada VCO.

3.2 HIPOTESIS PENELITIAN

Dari uraian tersebut diatas maka dapat ditegakkan hipotesa :

1. Kitosan blangkas bermolekul tinggi dengan pelarut gliserin dan VCO

memiliki daya hambat terhadap Fusobacterium nucleatum jika akan

digunakan sebagai pengembangan bahan dressing saluran akar.


Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
2. Terdapat perbedaan daya hambat antara kitosan blangkas dan pelarut gliserin

dengan kitosan blangkas dan pelarut VCO terhadap pertumbuhan

Fusobacterium nucleatum.

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan penelitian : Posttest Only Control Group Design

Jenis penelitian : Eksperimental murni laboratorium

4.2 Sampel dan besar sample

4.2.1 Sampel : Koloni bakteri Fusobacterium nucleatum

ATCC 25586 yang telah dibiakkan pada

petri dish yang berisi Mueller Hinton Agar

(MHA).

4.2.2 Besar sample

Penentuan besar sampel didasarkan pada penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Banurea dan Trimurni (2008). Dalam penelitian ini bahan yang

digunakan dibagi atas 3 kelompok yaitu 2 (dua) kelompok bahan coba dan 1 (satu)

kelompok kontrol, dimana masing-masing konsentrasi terdiri atas 5 (lima) sampel.

Kelompok I : Kitosan blangkas 1gr; 0,5gr dan 0,25gr ditambahkan 100

ml asam asetat 1% dan 1 ml pelarut gliserin 100%

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
Kelompok II : Kitosan blangkas 1gr, 0,5gr dan 0,25gr ditambahkan 100

ml asam asetat 1% dan 1 ml pelarut VCO 100%

Kelompok III : Kontrol Gliserin 100% dan VCO 100%

Sehingga jumlah keseluruhan sampel adalah 40 sampel.

Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) yang ada di Laboratorium

Tropical Disease Centre, Universitas Airlangga, penentuan perbedaan daya hambat

kitosan blangkas dengan pelarut gliserin dan kitosan blangkas dengan pelarut VCO

pada konsentrasi yang sama, dilakukan dengan Metode Drop Plate Miles Misra

dengan 5 (lima) kali pengulangan untuk mendapatkan hasil yang representatif dalam

menghitung jumlah koloni yang tumbuh pada media pembiakan.

4.3 Variabel Penelitian

VARIABEL BEBAS VARIABEL TERGANTUNG

Kitosan blangkas bermolekul tinggi Jumlah bakteri Fusobacterium


(Trimurni et al., 2006) nucleatum yang hidup pada
Lar. Kitosan 1%;0,5%;0,25% + gliserin setiap konsentrasi bahan coba
Lar. Kitosan 1%;0,5%;0,25% + VCO (1%; 0,5% dan 0,25%)
Gliserin 100%
VCO komersil 100% (Laurica,
Indonesia)

VARIABEL KENDALI VARIABEL TAK TERKENDALI


Media pertumbuhan (MHA)
Cara penyimpanan bahan
F. nucleatum ATCC 25586
pelarut gliserin dan VCO serta
yang diisolasi
lamanya penyimpanan sebelum
Konsentrasi lar. kitosan
bahan diperoleh
blangkas 1%; 0,5% dan 0,25%
Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus Komposisi pelarut
polyphemus) gliserin
Bermolekul Tinggidan
Dengan Pelarut Perbandingan
Gliserin lar.Coconut
Dan VCO (Virgin kitosan
Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009. blangkas dengan pelarut
VCO komersil yang digunakan
USU Repository 2009 Kandungan bahan lain yang
Suhu inkubasi (37 C)
terdapat pada VCO komersil
Waktu pembiakan F. nucleatum
(24 jam)
Teknik pengisolasian dan
pengkulturan
4.3.1 Variabel bebas

a. Kitosan blangkas bermolekul tinggi dengan berat 1gr; 0,5 gr dan 0,25 gr

(Trimurni et al., 2006)

b. Larutan kitosan blangkas dengan konsentrasi 1%; 0,5% dan 0,25% yang

dicampur dengan pelarut gliserin 100%

c. Larutan kitosan blangkas dengan konsentrasi 1%; 0,5% dan 0,25% yang

dicampur dengan pelarut VCO 100%

d. Pelarut yaitu gliserin 100% dan VCO komersil 100% (Laurica, Indonesia)

4.3.2 Variabel tergantung

Jumlah bakteri Fusobacterium nucleatum yang hidup pada setiap konsentrasi

bahan coba dengan pelarut yaitu pada konsentrasi 1%; 0,5% dan 0,25%.

4.3.3 Variabel kendali

a. Media pertumbuhan yang digunakan yaitu Mueller Hinton Agar (MHA).

b. F. nucleatum yang diisolasi merupakan stem cell F.nucleatum ATCC

25586
Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
c. Konsentrasi larutan kitosan blangkas sebesar 1%; 0,5% dan 0,25%

d. Perbandingan Lar. Kitosan Blangkas 1%; 0,5% dan 0,25% dengan pelarut

gliserin 100% dan VCO 100%

e. Suhu inkubasi bakteri F. nucleatum yaitu 37C.

f. Waktu pembiakan F. nucleatum yaitu selama 24 jam.

g. Teknik pengisolasian dan pengkulturan F. nucleatum pada inkubator CO2

h. Sterilisasi alat, bahan coba dan media

4.3.4 Variabel tak terkendali

a. Cara penyimpanan bahan pelarut gliserin dan VCO serta lamanya

penyimpanan sebelum bahan diperoleh

b. Komposisi pelarut gliserin dan VCO komersil yang digunakan

c. Kandungan bahan lain yang terdapat pada VCO komersil

4.4. Definisi opersional

4.4.1 Bakteri Fusobacterium nucleatum yang berasal dari stem cell F. nucleatum

ATCC 25586 (MediMarkEurope, France) dikultur pada media Mueller

Hinton Agar (MHA) kemudian dicampurkan dengan bahan coba kitosan

blangkas 1%; 0,5% dan 0,25% dengan pelarut gliserin dan VCO lalu

diinkubasi dalam inkubator CO2 (Sanyo, Japan) dengan suhu 37C selama 24

jam untuk menciptakan suasana anaerob sehingga dapat ditentukan perbedaan

daya hambat antara kitosan blangkas dengan pelarut gliserin dan kitosan

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
blangkas dengan pelarut VCO pada konsentrasi yang sama terhadap

pertumbuhan bakteri Fusobacterium nucleatum.

4.4.2 Kitosan blangkas (Trimurni et al., 2006) merupakan kitosan yang diperoleh

dari kulit udang blangkas, dimana sebanyak 1 gr; 0,5 gr dan 0,25 gr bubuk

kitosan blangkas dilarutkan dalam 100 ml asam asetat 1% dan selanjutnya

ditambahkan 1 ml pelarut gliserin 100% dan VCO 100%.

4.4.3 Gliserin merupakan pelarut jenis viscous yang dicampurkan dengan larutan

kitosan blangkas 1%; 0,5% dan 0,25%, masing-masing sebanyak 1 ml.

4.4.4 VCO (virgin coconut oil) komersil dengan merk Laurica, Indonesia

merupakan pelarut jenis oily, sebanyak 1 ml dicampurkan dengan larutan

kitosan blangkas 1%; 0,5% dan 0,25%.

4.4.5 Kitosan blangkas + gliserin merupakan campuran 9 ml larutan kitosan

blangkas pada konsentrasi 1%; 0,5% dan 0,25% dengan 1 ml pelarut gliserin

100% yang akan dilihat daya hambatnya terhadap penambahan 1 ml suspensi

bakteri Fusobacterium nucleatum yang telah sesuai dengan kekeruahan 0,5

Mc Farland dalam suasana anaerob.

4.4.6 Kitosan blangkas + VCO merupakan campuran 9 ml larutan kitosan blangkas

pada konsentrasi 1%, 0,5% dan 0,25% dengan 1 ml pelarut VCO 100% yang

akan dilihat daya hambatnya terhadap penambahan 1 ml suspensi bakteri

Fusobacterium nucleatum yang telah sesuai dengan kekeruhan 0,5 Mc

Farland dalam suasana anaerob.

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
4.4.7 Penentuan perbedaan daya hambat kitosan blangkas dengan pelarut gliserin

dan VCO pada konsentrasi yang sama merupakan uji yang dilakukan untuk

membandingkan daya hambat campuran kitosan blangkas dengan pelarut

gliserin dan daya hambat kitosan blangkas dengan pelarut VCO terhadap

bakteri Fusobacterium nucleatum pada konsentrasi yang sama yaitu 1%; 0,5%

dan 0,25%. Penentuan ini dilakukan dengan menggunakan metode Drop Plate

Miles Misra yakni dengan menghitung jumlah koloni bakteri yang tumbuh

pada media padat (MHA) setelah bahan coba diinkubasi dalam inkubator CO2

(Sanyo, Japan) dengan suhu 37C selama 24 jam untuk menciptakan suasana

anaerob.

4.5. Alat dan bahan penelitian

4.5.1 Alat penelitian

1. Inkubator CO2 (Sanyo, Japan)

2. Electronic balance (Ohyo JP2 6000, Japan)

3. Kaca pembesar (Ootsuka ENV-CL, Japan)

4. Vorteks (Iwaki TM-100, Japan)

5. Autoclave (Tomy, Japan)

6. Tabung gas CO2 (Japan)

7. Tabung reaksi dan rak

8. Petri dish

9. Mikropipet dan tips (Gilson, France)

10. Kabin cabinet


Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
11. Lampu spiritus

12. Ose

13. Kapas

4.5.2 Bahan penelitian

1. Kitosan blangkas bermolekul tinggi dengan berat 1gr; 0,5 gr dan 0,25 gr

(Trimurni et al., 2006)

2. Gliserin 100% sebanyak 1 ml

3. VCO komersil 100% (Laurica, Indonesia) sebanyak 1 ml

4. Asam asetat 1% sebanyak 100 ml (Lab. Tropical Disease Centre, UNAIR)

5. Stem cell F. nucleatum ATCC 25586 (MediMarkEurope, France) sesuai

dengan kekeruhan 0,5 Mac Farland (1 x 108)

6. Mueller Hinton Cair (Difco, USA)

7. NaCl 0,9% (Lab. Tropical Disease Centre, UNAIR)

Gambar 6. Media Mueller Hinton Cair


(Difco, USA)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9.
Kitosan blangkas VCO komersil Gliserin
(Trimurni et al., 2006) (Laurica, Indonesia)

4.6. Tempat dan waktu penelitian

4.6.1 Tempat penelitian : Laboratorium Tropical Disease Centre,

Universitas Airlangga

4.6.2 Waktu penelitian : 5 (lima bulan)

4.7 Prosedur pengambilan dan pengumpulan data

4.7.1 Pembuatan media

Sebelum spesimen dibiakkan, dilakukan pembuatan media Mueller Hinton

Agar (MHA), sebanyak 12 gram dilarutkan ke dalam 240 ml aquadest, lalu

dipanaskan di atas tungku pemanas magnetik sampai mendidih. Media yang telah

masak, disterilkan di dalam autoklaf (Tomy, Japan) selama 15-20 menit dengan

tekanan udara 2 atm suhu 121C. Lalu dituangkan dalam petri steril, setiap satu petri

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
akan diambil sebanyak 20-25 ml. Setelah memadat, media diinkubasi untuk

memeriksa sterilitasnya. Jika dalam 24 jam tidak terdapat pertumbuhan bakteri maka

media dianggap steril dan siap untuk digunakan.

Gambar 10. Autoclave (Tomy, Gambar 11. Mikropipet dan tips


Japan) (Gilson, France)

Gambar 12.
Inkubator CO2 (Sanyo, Japan)

4.7.2 Pembiakan spesimen

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
Proses pembiakan spesimen diambil dari biakan murni Fusobakterium

nucleatum yang dilakukan dalam suasana anaerob pada inkubator CO2 (Sanyo,

Japan). Fusobacterium nucleatum yang digunakan ialah spesimen stem-cell

Fusobacterium nucleatum ATCC 25586. Dengan menggunakan ose, biakan murni

bakteri tersebut digoreskan zig-zag dan rapat pada media padat Mueller Hinton Agar

(MHA) yang telah disiapkan pada prosedur sebelumnya. Biakan bakteri diinkubasi

dalam suasana anaerob pada suhu 37C selama 24 jam, setelah itu diamati koloni

bakteri yang tumbuh.

Gambar 13. Kaca pembesar (Ootsuka, Gambar 14. Tabung gas CO2
ENV-CL, Japan) (Japan)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
Gambar 15 . Biakan Fusobacterium nucleatum pada petri dish yang telah tumbuh subur,
terlihat dibawah mikroskop, pembesaran 100gpi

Pada hasil pengkulturan dilihat apakah telah didapatkan biakan bakteri

Fusobacterium nucleatum subur dan murni tanpa terjadi mutasi atau kematian.

Apabila pertumbuhan bakteri tidak subur dan terjadi kontaminasi bakteri lain,

prosedur pembiakan dan pengamatan diulang kembali. Setelah hasil didapat, diambil

beberapa koloni bakteri lalu diencerkan dengan larutan isotonis (NaCl 0,9% atau

Phosphat Buffer Saline) hingga didapatkan kekeruhan yang sama dengan standard 0,5

Mac Farland atau sebanding dengan konsentrasi bakteri 1 x 108 CFU/ml.

4.7.3 Persiapan bahan coba

Pada penelitian ini, pembuatan suspensi bahan coba dilakukan pada

konsentrasi yang sama dengan penambahan asam asetat 1% lalu dicampurkan dengan

bahan pelarut (vehicle). Konsentrasi yang digunakan ialah 1%, 0,5% dan 0,25%.

Sejumlah bahan coba yaitu 1 gr bubuk kitosan untuk konsentrasi 1%, 0,5 gr bubuk

kitosan untuk konsentrasi 0,5% dan 0,25 gr bubuk kitosan untuk konsentrasi 0,25%

dicampur dengan 100ml asam asetat 1%, lalu dicampur merata (divortex). Hasil
Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
pencampuran ini dari setiap konsentrasi tersebut diambil sebanyak 9 ml dan

dimasukkan ke dalam tabung sesuai label, lalu ditambahkan dengan bahan pelarut

yakni gliserin dan VCO sebanyak 1 ml sesuai dengan konsentrasinya. Untuk kontrol

yakni gliserin 100% dan VCO 100%, pada setiap tabung reaksi hanya diberi 1 ml

bahan pelarut saja tanpa penambahan larutan kitosan blangkas. Masing-masing

konsentrasi bahan coba dibuat dalam 5 tabung.

Gambar 16. Electronic Gambar 17. Vorteks


balance (Ohyo JP2 6000, (Iwaki TM-100, Japan)
)
4.7.4 Penentuan perbedaan daya hambat kitosan blangkas dengan pelarut

gliserin dan VCO pada konsentrasi yang sama

Dalam penelitian ini bahan coba dibagi atas 3 kelompok yaitu:

1. Larutan kitosan blangkas 1%, 0,5% dan 0,25% dengan 1 ml pelarut gliserin

100%

2. Larutan kitosan blangkas 1%, 0,5% dan 0,25% dengan 1 ml pelarut VCO

100%

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
3. Gliserin 100% dan VCO 100% sebagai kontrol

Bahan coba yang telah dipersiapkan sebelumnya didalam tabung reaksi diberi

label sesuai dengan konsentrasinya. Suspensi bakteri yang telah dibuat sesuai dengan

kekeruhan 0,5 Mac Farland diambil sebanyak 1 ml, lalu dimasukkan ke masing-

masing tabung sesuai konsentrasi bahan coba, begitu juga pada kontrol gliserin 100%

dan VCO 100%. Selanjutnya diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator CO2 dengan

suhu 37C.

Prosedur penentuan perbedaan daya hambat kitosan blangkas dengan pelarut

gliserin dan kitosan blangkas dengan pelarut VCO pada konsentrasi yang sama

dilakukan dengan metode Drop Plate Miles Misra yang digunakan pada modifikasi

metode dilusi untuk verifikasi hasil dan menentukan apakah kekeruhan yang terjadi

disebabkan oleh pertumbuhan bakteri atau karena suspensi bahan coba. Pada bahan

coba ini tidak dilakukan pengenceran karena kondisi pelarut yang tidak

memungkinkan.

Prosedur Drop Plate Miles Misra dimulai dengan mengambil sebanyak 50l

bahan coba yang telah diinkubasi dengan mikropipet, lalu ditanam ke dalam media

padat yakni Mueller Hinton Agar (MHA). Setiap satu petri media tanam dibagi atas 5

bagian, dimana setiap tetes bahan coba memiliki konsentrasi yang sama tetapi berasal

dari tabung yang berbeda. Dalam prosedur ini dilakukan 5 kali replikasi pada media

yang berbeda sehingga diperoleh 5 petri untuk setiap konsentrasi. Setelah diteteskan,

media didiamkan sekitar 15-20 menit agar mengering lalu dimasukkan ke dalam

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
inkubator CO2 dengan suhu 37C selama 24 jam. Selanjutnya koloni kuman yang

tumbuh pada media agar dapat dihitung.

Prinsip perhitungan jumlah bakteri adalah setiap satu sel bakteri hidup bila

dibiakkan pada media padat akan tumbuh menjadi satu koloni kuman. Bila bentuk

koloni melebar dianggap berasal dari satu koloni, bila bentuk 2 koloni bersinggungan

dianggap sebagai 2 koloni, satuan yang dipakai adalah CFU (Colony Forming Unit) /

ml cairan (suspensi). Apabila pada petri dish mengandung banyak koloni, dimana

terlihat pertumbuhan bakteri yang sulit untuk dihitung, maka pada konsentrasi

tersebut dianggap tidak bisa untuk dihitung (TBUD).

Setelah dihitung jumlah koloni kuman pada masing-masing tetesan, lalu

dibuat jumlah rata-rata dan dikalikan dengan faktor pengenceran dan faktor pengali

untuk tiap petri. Oleh karena bahan coba pada penelitian tidak dilakukan pengenceran

maka faktor pengenceran dikali 1, selain itu karena penanaman bahan coba pada

media padat sebanyak 50l, maka koloni bakteri dikali faktor pengali 20 untuk

mendapatkan satuan CFU/ml (satuan standar).

Misalnya :

*Hasil perhitungan koloni rata-rata tiap petri :

a. Petri 1 = 2

b. Petri 2 = 2
Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
c. Petri 3 = 3

d. Petri 4 = 4

e. Petri 5 = 5

Dirata-ratakan (x) = n/5

*Faktor pengenceran = 1 (karena bahan coba tidak diencerkan maka nilainya sama

dengan 1)

*Faktor pengali = 20 (karena bahan coba yg diteteskan sebanyak 50l)

Maka, jumlah bakteri yang tumbuh = jumlah rata-rata koloni x faktor pengencer x

faktor pengali

= n/5 x 1 x 20

= X (CFU/ml)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
Semua bahan coba dikondisikan dalam suasana anaerob pada inkubator CO2

dengan suhu 37C selama 24 jam untuk menentukan perbedaan daya hambat kitosan

blangkas dengan pelarut gliserin dan VCO pada konsentrasi yang sama yakni 1%;

0,5% dan 0,25% terhadap bakteri Fusobacterium nucleatum. Hal ini ditentukan

dengan melihat jumlah pertumbuhan bakteri yang terdapat pada media pertumbuhan

MHA. Dalam proses pencampuran bahan coba kitosan blangkas pada konsentrasi 1%;

0,5% dan 0,25% dengan pelarut gliserin dan VCO serta kontrol gliserin 100% dan

VCO 100% menunjukkan kekeruhan yang sulit ditentukan. Ini dikarenakan kondisi

bahan coba sebelum pencampuran suspensi bakteri sudah menunjukkan kekeruhan

sehingga sulit dibedakan apakah keadaan tersebut disebabkan oleh pertumbuhan

kuman atau bahan coba. Karena itu, pada ketiga konsentrasi ini dilakukan metode

Drop Plate Miles Misra untuk melihat pertumbuhan bakteri pada media agar.

Gambar 18. Lar. Kitosan Blangkas 0,5%

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
(a) (b)

Gambar 19. Hasil peletakan tetesan Kitosan Blangkas 1% (a) dan 0,5% (b) dengan pelarut
Gliserin pada media padat setelah diinkubasi 24 jam terlihat tidak ada pertumbuhan (Steril)

Gambar 20. Hasil peletakan Kitosan Blangkas 0,25% dengan pelarut Gliserin pada media
padat setelah diinkubasi 24 jam terlihat sedikit pertumbuhan bakteri

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
Tabel 2. Perhitungan jumlah bakteri untuk bahan coba kitosan blangkas dengan pelarut
gliserin

Bahan Uji Replikasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Bahan Uji 3


Bahan Uji 1 Bahan Uji 2 (0,25%)
(1%) (0,5%)
Blangkas + 1 0 0 8.101CFU/ml *
gliserin 2 0 0 2,2. 102CFU/ml*
3 0 0 1,8. 102CFU/ml*
4 0 0 3,6. 102CFU/ml*
5 0 0 1,2. 102CFU/ml*
X = 0 0 1,92. 102 96 CFU/ml*
* = sudah dikali faktor pengencer 20
0 = steril, tidak didapati pertumbuhan kuman
TBUD = Tidak bisa untuk dhitung, karena pertumbuhan bakteri masih subur (jumlah koloni >300)
ditandai dengan bentuk koloni yang tumpang tindih sehingga sukar untuk dihitung.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop (Gambar

19(a) dan (b)) tidak terlihat adanya pertumbuhan bakteri pada media perbenihan

untuk bahan coba kitosan blangkas pada konsentrasi 1% dan 0,5% dengan pelarut

gliserin 100%. Sedangkan pada Gambar 20, kitosan blangkas pada konsentrasi yang

lebih kecil yaitu 0,25% terlihat ada beberapa koloni yang tumbuh di atas media

perbenihan. Pada perhitungan yang terlampir pada tabel 2 menunjukkan bahwa

jumlah bakteri yang tumbuh pada konsentrasi 1% dan 0,5% adalah 0 (nol) atau steril

sedangkan pada konsentrasi 0,25% ditemukan sedikit pertumbuhan bakteri

F.nucleatum dengan rata-rata 1,92. 102 96 CFU/ml. Dari hasil ini dapat disimpulkan

bahwa daya hambat bahan coba kitosan blangkas 1% dan 0,5% dengan pelarut

gliserin lebih efektif dalam membunuh Fusobacterium nucleatum..

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
Gambar 21. Hasil penanaman bahan coba kitosan blangkas 1% dengan pelarut VCO pada
media MHA setelah diinkubasi 24 jam

(a) (b)

Gambar 22. Hasil peletakan Kitosan Blangkas 1% (a) dan 0,5% (b) dengan pelarut VCO
terlihat pertumbuhan bakteri yang masih subur (TBUD)
Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
Gambar 23. Hasil peletakan Kitosan Blangkas 0,25% dengan pelarut VCO terlihat
pertumbuhan bakteri yang masih subur (TBUD)

Tabel 3. Perhitungan jumlah bakteri untuk bahan coba kitosan blangkas dengan pelarut VCO
(virgin cocnut oil)

Bahan Uji Replikasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi


Bahan Uji 1 Bahan Uji 2 Bahan Uji 3
(1%) (0,5%) (0,25%)
Blangkas + VCO 1 TBUD TBUD TBUD
2 TBUD TBUD TBUD
3 TBUD TBUD TBUD
4 TBUD TBUD TBUD
5 TBUD TBUD TBUD
X = TBUD TBUD TBUD

Tabel 4. Perhitungan jumlah bakteri untuk kontrol gliserin 100% dan VCO 100%

Bahan Uji Replikasi Gliserin 100% VCO 100%


Kontrol 1 TBUD TBUD
2 TBUD TBUD
3 TBUD TBUD
4 TBUD TBUD
Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
5 TBUD TBUD
X = TBUD TBUD
Campuran kitosan blangkas dengan pelarut VCO dari pemeriksaan

mikroskopis terlihat pada Gambar 22 (a) dan (b) serta Gambar 23. Pada gambar

tersebut menunjukkan bahwa bahan coba kitosan blangkas pada konsentrasi 1%;

0,5% dan 0,25% dengan pelarut VCO terlihat adanya pertumbuhan koloni bakteri

yang masih subur sehingga tidak bisa untuk dihitung (TBUD). Gambaran tersebut

diperkuat oleh hasil perhitungan pada tabel 3. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga

konsentrasi bahan coba tersebut tidak memiliki daya hambat terhadap bakteri

F.nucleatum. Begitu juga dengan kontrol gliserin 100% dan VCO 100% yang

terlampir pada tabel 4, menunjukkan pertumbuhan bakteri F.nucleatum yang masih

subur dan tidak bisa untuk dihitung (TBUD).

Data hasil penelitian ini tidak dilakukan uji beda bahan coba secara statistik

karena hasil perhitungan koloni bakteri terdapat nilai 0 (nol) dan TBUD (tidak bisa

untuk dihitung). Artinya, nilai 0 (nol) menunjukkan tidak terdapat pertumbuhan

bakteri pada media perbenihan atau semua bakteri yang berkontak dengan bahan coba

100% mengalami kematian sehingga dikatakan bahwa bahan coba memiliki daya

hambat terhadap bakteri. Sedangkan TBUD (tidak bisa untuk dihitung) menunjukkan

pertumbuhan koloni bakteri yang masih subur pada media perbenihan sehingga sulit

untuk dihitung. Berdasarkan hasil ini, maka nilai yang diperoleh tidak memenuhi

kriteria dalam pengujian statistik.

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
BAB 6

PEMBAHASAN

Penelitian tentang daya hambat kitosan blangkas bermolekul tinggi dengan

pelarut gliserin dan VCO terhadap Fusobacterium nucleatum adalah untuk

membuktikan bahwa kitosan blangkas bermolekul tinggi yang diaplikasikan dengan

pelarut memiliki daya hambat terhadap Fusobacterium nucleatum jika digunakan

sebagai pengembangan bahan dressing saluran akar. Selain itu, penelitian ini juga

untuk mengetahui perbedaan daya hambat kitosan blangkas pada kedua jenis pelarut

terhadap bakteri Fusobacterium nucleatum sehingga diketahui jenis pelarut yang

lebih baik diantara keduanya.

Dalam penelitian ini, konsentrasi bahan yang digunakan untuk menguji daya

hambat kitosan blangkas yang dimanipulasi dengan pelarut gliserin dan VCO adalah

sama yaitu 1%; 0,5% dan 0,25%. Penggunaan konsentrasi yang sama disesuaikan

dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui perbedaan pengaruh aplikasi kedua

pelarut ini terhadap efek antibakteri kitosan blangkas sehingga dengan memberikan

perlakuan yang sama pada bahan coba kitosan blangkas maka perbedaan mekanisme

keduanya sebagai pelarut dapat diketahui, apakah mampu meningkatkan daya hambat

kitosan terhadap bakteri atau bahkan menurunkan kemampuan antibakteri kitosan

blangkas sehingga membuat bakteri semakin tumbuh subur.


Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
Pemilihan konsentrasi bahan coba didasarkan oleh beberapa penelitian

terdahulu, diantaranya adalah Bae et al., 2006 yang meneliti efek kitosan terhadap

Prevotella gingivalis, Fusobacterium nucleatum dan halitosis, hasilnya menunjukkan

bahwa kemampuan antibakteri kitosan terhadap Prevotella gingivalis dan

Fusobacterium nucleatum ialah pada konsentrasi 0,31% dan 0,08%.48 Pada penelitian

lainnya seperti Sano et al., 2003 yang membuktikan bahwa pada konsentrasi 0,5%,

kitosan mampu mengurangi jumlah pembentukan plak dan kandungan bakteri

Streptococcus mutans dalam saliva.22 Begitu juga pada penelitian Ramisz et al., 2005

yang mendapatkan nilai MIC kitosan terhadap bakteri Escherichia coli ialah pada

konsentrasi 1%.23 Hal ini menunjukkan bahwa kitosan sudah memiliki efek

antibakteri pada konsentrasi yang cukup rendah. Atas dasar inilah peneliti

menggunakan bahan coba dengan konsentrasi 1%; 0,5% dan 0,25% sama pada kedua

jenis bahan pelarut.

Berdasarkan penelitian Vianna et al., 2005 yang mengaplikasikan kalsium

hidroksida dengan beberapa pelarut yang berbeda, salah satunya ialah gliserin,

menyatakan bahwa kalsium hidroksida jika dikombinasikan dengan gliserin menjadi

lebih efektif dalam melawan target patogennya.31 Sedangkan menurut Gomes et al.,

2002, gliserin lebih baik dalam menciptakan konsistensi seperti pasta sehingga lebih

mudah dimasukkan ke dalam saluran akar dan pada penelitian tersebut juga terbukti

bahwa kalsium hidroksida pasta dengan pelarut jenis oily (CMCP) lebih signifikan

dalam membentuk zona hambat terhadap bakteri. 15

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
Saat ini sedang berkembang penggunan VCO (Virgin Coconut Oil) atau

minyak kelapa murni sebagai pengobatan berbagai macam penyakit, untuk penjagaan
18,19,42,44,45
kesehatan dan kosmetik.45 Banyaknya manfaat VCO disebabkan oleh

tingginya kandungan asam lemak jenuh rantai sedang (MCFA/ Medium Chain Fatty

Acid). Salah satu jenis MCFA ialah asam laurat yang memiliki sifat antimikroba dan

dapat menunjang sistem kekebalan tubuh, dimana asam laurat akan dipecah menjadi

monolaurin sehingga dapat berperan sebagai antivirus, antibakteri dan antiprotozoa.


18,19,42,44,45
Hal inilah yang mendasari pemilihan gliserin dan VCO sebagai pelarut

kitosan blangkas yang nantinya akan digunakan sebagai pengembangan bahan

dressing saluran akar.

Dalam pencampuran kitosan blangkas dengan kedua pelarut ini terlebih

dahulu ditambahkan larutan asam asetat 1%, hal ini disebabkan oleh sifat kitosan

yang hanya dapat larut dalam asam encer seperti asam asetat, asam formiat dan asam

sitrat.13,36,49 Menurut penelitian Dunn et al., 1997 adanya gugus karboksil dalam asam

asetat akan memudahkan pelarutan, karena terjadinya interaksi hidrogen antara gugus

karboksil dengan gugus amina dari kitosan. Dalam larutan asam, gugus amina bebas

sangat cocok sebagai polikationik untuk mengkelat logam atau membentuk dispersi.

Hal ini didukung oleh Sanford (1989) dalam suasana asam, gugus amina bebas dari

kitosan akan terprotonisasi membentuk gugus amino kationik (NH3+). Kation dalam

kitosan tersebut jika bereaksi dengan polimer anionik akan membentuk kompleks

elektrolit.50 Pada penelitian lain yaitu Chung et al., 2004 yang menyatakan bahwa

pada suasana yang lebih asam, kitosan lebih mudah untuk membawa gugus amino
Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
(NH3+) sehingga kitosan lebih mudah diserap oleh dinding bakteri dan merubah

permeabilitas membran sel dan bakteri menjadi lebih cepat mati. 33

Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya hambat kitosan blangkas dengan

pelarut gliserin lebih efektif terhadap bakteri Fusobacterium nucleatum daripada

pelarut VCO, dimana pada bahan coba kitosan blangkas 0,5% dan 1% dengan pelarut

gliserin tidak terlihat lagi pertumbuhan bakteri pada media agar sedangkan kitosan

blangkas dengan pelarut VCO tidak mampu menghambat pertumbuhan bakteri pada

ketiga konsentrasi yang diuji.

Hasil ini kemungkinan karena gliserin dapat larut dengan baik pada kitosan

yang sebelumnya telah dicampur dengan asam asetat 1%. Mekanismenya

kemungkinan karena adanya interaksi antara gugus amina (NH2) kitosan dengan ion

(H+) pada asam asetat sehingga gugus amino berubah menjadi gugus amino kationik

(NH3+), perubahan ini membuat kitosan menjadi lebih aktif berikatan dengan bahan

lain. Dalam proses pencampuran gliserin, interaksi kedua bahan terjadi pada gugus

hidroksil kitosan ([C6H11NO4]n) dan gugus karbonil pada gliserin (C3H5[OH]3).

Sedangkan gugus amino kationik (NH3+) kitosan akan berikatan dengan gugus

anionik dinding bakteri yang dapat menyebabkan perubahan permeabilitas membran

sel dan kematian bakteri.

Kemungkinan lain yang dapat menyebabkan kitosan blangkas dengan pelarut

gliserin memiliki daya hambat yang baik ialah karena dengan penambahan asam

asetat 1% menciptakan lingkungan asam yang dapat merubah struktur dinding sel

bakteri dan terganggunya permeabilitas membran F.nucleatum sehingga lebih banyak


Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
kitosan blangkas yang diserap oleh bakteri. Perubahan inilah yang dapat

menyebabkan kematian bakteri F.nucleatum. 35

Ketidakmampuan bahan coba kitosan blangkas dengan pelarut VCO dalam

menghambat pertumbuhan bakteri Fusobacterium nucleatum kemungkinan dapat

disebabkan karena bakteri ini mampu memetabolisme lemak yang terkandung dalam

VCO dengan adanya enzim fab yang berperan dalam proses sintesis asam lemak

sehingga bakteri Fusobacterium nucleatum dapat memanfaatkan hasil metabolisme

lemak sebagai sumber makanan. Diduga bakteri ini hanya mampu mensintesis asam

lemak jenuh27 sedangkan komposisi VCO sendiri lebih dari 90% ialah asam lemak

jenuh.51 Fakta ini membuktikan bahwa pelarut VCO tidak mampu menekan

pertumbuhan bakteri Fusobacterium nucleatum bahkan makin meningkatkan

pertumbuhan sel bakteri karena dapat menyediakan makanan bagi bakteri itu

sendiri.27

Berdasarkan penelitian ini juga terbukti bahwa bahan pelarut yang digunakan

sebagai kontrol tidak memiliki efek antibakteri terhadap F.nucletum (Tabel 4). Hasil

ini sesuai dengan penelitian Gomes et al., 2002 yang menyatakan pelarut aqueous

dan viscous yang digunakannya tidak memiliki efek antibakteri, salah satunya adalah

gliserin.15 Sedangkan pelarut VCO tidak memiliki efek antibakteri terhadap

F.nucletum karena bakteri ini mampu mensintesis lemak yang terdapat di dalam VCO

menjadi makanan sehingga jumlah pertumbuhan bakteri semakin meningkat.

Dalam aktivitasnya sebagai antibakteri, kitosan memiliki beberapa mekanisme

dalam membunuh mikroorganisme diantaranya ialah dengan menggunakan kation


Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
(NH3+) yang terdapat pada gugus glukosamin yang berperan dalam interaksi dengan

gugus anion permukaan sel bakteri. Kitosan mengikat dan mengganggu fungsi

normal membran yang akhirnya merusak aktivitas vital bakteri, 13,50 misalnya dengan

meningkatkan kebocoran komponen intraseluler dan menghambat transport nutrisi ke


50
dalam sel. Menurut Rabea et al., (2003) perkembangan kitosan dapat disebabkan

karena kemampuannya berikatan dengan DNA.13 Pengikatan kitosan dengan DNA

dan terhambatnya sintesis mRNA terjadi karena kemampuan kitosan menembus inti

sel mikroorganisme lalu mengganggu sintesis mRNA serta protein sel sehingga

pertumbuhan bakteri menjadi terhambat.47 Selain kondisi lingkungan yang asam,

menurut Liu et al., (2004) aktifitas antimikroba kitosan meningkat sejalan dengan

semakin tingginya derajat deasetilasi karena akan semakin banyak jumlah gugus ion

amino yang dimilikinya.36,50

Sebagai pemikiran, dengan melihat hasil penelitian ini bahan coba kitosan

blangkas pada konsentrasi 1% dan 0,5% dengan pelarut gliserin lebih efektif

menghambat pertumbuhan bakteri Fusobacterium nucleatum daripada bahan coba

kitosan blangkas pada konsentrasi 1%; 0,5% dan 0,25% dengan pelarut VCO dimana

terlihat adanya pertumbuhan bakteri yang masih subur. Peneliti berasumsi bahwa

gliserin sebagai pelarut dapat dipertimbangkan untuk digunakan bersama kitosan

blangkas sebagai bahan dressing, namun untuk penggunaan VCO perlu dilakukan

penelitian yang lebih lanjut dengan menggunakan asam laurat murni sebagai

komposisi utama pada VCO komersil. Hal ini dikarenakan asam laurat murni yang

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
mengandung monolaurin sudah terbukti memiliki kemampuan antibakteri pada

penelitian terdahulu.

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Aplikasi kitosan blangkas bermolekul tinggi pada konsentrasi 1% dan 0,5%

dengan pelarut gliserin lebih baik dalam menghambat pertumbuhan bakteri

Fusobakterium nucleatum daripada kitosan blangkas bermolekul tinggi dengan

pelarut VCO (Virgin coconut oil) pada ketiga konsentrasinya yakni 1%; 0,5% dan

0,25%. Ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan antara aplikasi gliserin dan VCO

sebagai pelarut kitosan blangkas jika akan dikembangkan sebagai bahan dressing dan

terlihat bahwa pelarut gliserin lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan

Fusobakterium nucleatum daripada penggunaan VCO komersil.

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
7.2 Saran

7.2.1 Sebaiknya digunakan bahan murni dari produk VCO komersial yaitu asam

laurat untuk membuktikan efektifitasnya dalam meningkatkan daya hambat

kitosan blangkas bermolekul tinggi terhadap Fusobacterium nucleatum.

7.2.2 Sebaiknya digunakan pelarut oily yang tidak mengandung bahan yang dapat

dimetabolisme oleh bakteri Fusobacterium nucleatum namun tetap memiliki

daya antibakteri.

7.2.3 Sebaiknya dilakukan uji antibakteri kitosan blangkas dengan pelarut VCO

terhadap bakteri lain yang tidak mampu memetabolisme asam lemak yang

terkandung di dalam VCO

DAFTAR PUSTAKA

1. Baumgartner JC, Microbiologic Aspects of Endodontic Infections. CDA Journal


2004; 32(6): 459-68.

2. Rani A, Chopra A. Isolation and Identification of Root Canal Bacteria from


Symptomatic Nonvital Teeth with Periapical Pathosis. Endodontology: 12-7.

3. Ferreira CM, Rosa OP, Torres SA, Ferreira FB, Bernardinelli N. Activity of
Endodontic Antibacterial Agents Against Selected Anaerob Bacteria. Braz Dent
J 2002; 13(2): 118-22.

4. Thaweboon B, Thaweboon S, Choonharuangdej S, Suppakpatana P. Effect of


Sonicated Prevotella intermedia, Fusobacterium nucleatum and Lactobacillus
casei Extracts on Interleukin-8 Production by Human Dental Pulp Cells.
Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public Health 2006; 37(3):
523-7.

5. Haraldsson G. Oral Commensal Prevotella species and Fusobacterium


nucleatum: Identification and Potential Pathogenic Role. Dissertation. Helsinki:
Faculty of Medicine of The University of Helsinki, 2005: 16-7, 23-5.
Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
6. Jawatz E, Melnick JL, Adelberg EA. Mikrobiologi Kedokteran. Alih Bahasa.
Edi Nugroho, RF Maulany. Jakarta: EGC, 1996: 290.

7. Boldstad AI, Jensen HB, Bakken V. Taxonomy, Biology and Periodontal


Aspects of Fusobacterium nucleatum. Clinical Microbiology Reviews 1996;
9(1): 55-71.

8. Ercan E, Dalli M, Yavuz I, Ozekinci T. Investigation Microorganisms in


Infected Dental Root Canals. Biotechnol and Biotechnol Eq 2006; 20(2): 166-
72.

9. Rosa OP, Torres SA, Ferreira CM, Ferreira FB. In vitro Effect of Intracanal
Medicaments on Strict Anaerobes by Means of The Broth Dilution Method.
Pesqui Odontol Bras 2002; 16(1): 31-6.

10. Mickel AK, Sharma P, Chogle S. Effectiveness of Stannous Fluoride and


Calcium Hydroxide Against Enterococcus faecalis. J Endodon 2003; 29(4):
259-60.

11. Leswari MI. Peranan Kalsium Hidroksida Sebagai Bahan Pelindung Pulpa
Gigi. M.I.Kedokt. Gigi FKG Usakti 1997; 12(34): 45-50.

12. Kudiyirickal MG, Ivancakova R. Antimicrobial agents used in Emdodontic


Treatment. Acta Medica 2008; 51(1): 3-12.

13. Trimurni A, Harry A, Wandania F. Laporan Akhir Penelitian Riset Pembinaan


Iptek Kedokteran 2006/2007. Medan. Fakultas Kedokteran Gigi USU, 2006: 16-
8, 27-30, 37-9.

14. Raafat D, Bargen K, Haas A, Sahl HG. Chitosan as an antibacterial compound:


Insights into its mode of action. Appl Environ Microbiol 2008; 74(12): 3764-73.

15. Gomes BPF, Ferraz CCR, Vianna ME, Rosalen PL, Zaia AA, Teixeira FB,
Souza-Filho FJ. Invitro antimicrobial activity of calcium hydroxide pastes and
their vehicle against selected microorganisms. Braz Dent J 2002; 13(3): 155-61.

16. Anonymous. Glycerinum-Glycerin. http://chestofbooks.com/health/materia-


medica-drugs/Manual-Of-Dental-Materia-Medica-And-
Therapeutics/Glycerinum-Glycerin.html (16 September 2008).

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
17. Anonymous. What is Glycerin?.
<http://www.gaiagarden.com/details/glycerin_extracts.php> (8 September
2008).

18. Timoti H. Aplikasi Teknonologi Membran pada Pembuatan Virgin Coconut Oil.
Nawapanca Adhi Cipta 2005; 1-4.

19. Arif A. Minyak VCO (Virgin Coconut Oil) bersifat Antibakteri, Antivirus dan
Antiprotozoa. <http://www.minyak-kelapa.com/artikel/antibakteri.php> (13
September 2008).

20. Banurea FE, Trimurni A. Antibckterial Effect of High Molecul Chitosan


Blangkas (Lymulus polyphemus) against Fusobacterium nucleatum. Arch
Orofasial Sc Kelantan, Malaysia. 2008; 3(2): 73.

21. Fernandes JC, Tavaria FK, Soares JC, Ramos OS, Monteiro MJ, Pintado ME,
Malcata FX. Antimicrobial effects of chitosans and chitooligosaccharides, upon
Staphylococcus aureus and Escherichia coli, in food model system. Food
Microbiol 2008; 25(7): 922-8. (Abstract).

22. Sano H, Shibasaki KI, Matsukubo T, Takaesu Y. Effect of Chitosan rinsing on


reduction of dental plaque formation. Bull Tokyo Dent Coll 2003; 44(1): 9-16.

23. Ramisz AB, Pajk AW, Pilarczyk B, Ramisz A, Laurans L. Antibacterial and
Antifungal Activity of Chitosan. In: Animal and Environment Proceedings vol.
2. Eds. Kryski A., Wrzesie R. Warszawa. ISAH, 2005: 406-8.

24. Zilm PS, Bagley CJ, Rogers AH, Milne IR, Gully NJ. The proteomic profile of
Fusobacterium nucleatum is regulated by growth pH. Microbiol 2007; 153:
148-59.

25. Baumgartner JC, Bakland LK, Sugita EI. Microbiology Of Endodontics And
Asepsis In Endodontic Practice. In: Ingle JI, Bakland LK, eds. Endodontics
Fifth Edition. Kanada: BC Decker, 2002: 63-74.

26. Siqueira JF, Rocas IN, Alves FRF, Santos KRN. Selected Endodontic
Pathogens in the Apical Third of Infected Root Canals: A Molecular
Investigation. J Endodon 2004; 30(9): 638-43.

27. Kapatral V, Anderson I, Ivanova N, et al. Genome Sequence and Analysis of the
Oral Bacterium Fusobacterium nucleatum Strain ATCC 25586. J Bacteriol
2002; 184(7): 2005-18.

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
28. Avila-Campos MJ, Nakano V. Pathogenecity of Fusobacterium nucleatum:
General Aspects of Its Virulence. Probiotics and Prebiotics Int J 2006; 1(2):
105-12.

29. Rogers AH. Studies on Fusobacteria associated with periodontal disease.


Australian Dent J 1998; 43(2): 105-9.

30. Pianotti R, Lachette S, Dills S. Desulfuration of Cysteine and Methionine by


Fusobacterium nucleatum. J Dent Res 1986; 65(6): 913-17.

31. Vianna ME, Gomes BP, Sena NT, Zaia AA, Ferraz CC, Fihlo FJ. In vitro
evaluation of the susceptibility of endodontic pathogens to calcium hydroxide
combined with diffrent vehicle. Braz Dent J 2005; 16(3): 175-80.

32. Irawan B. Chitosan dan Aplikasi Klinisnya sebagai Biomaterial. Indonesian J


Dent 2005; 12(3): 146-51.

33. Hardjito L, Chitosan sebagai bahan pengawet pengganti formalin. Majalah


Pangan: Media Komunikasi dan Informasi 2006; 15(46): 80-84.

34. Anonymous. Chitin and Chitosan.


<http://www.de.sgs.com/de/cts_safeguards_02307_chitosan.pdf > (12
September 2008).

35. Chung YC, Su YP, Chen CC, Jia G, Wang HL, Wu JCG, Lin JG. Relationship
between antibacterial activity of chitosan and surface characteriscs of cell wall.
Acta Pharmacol Sin 2004; 25(7): 932-6.

36. Sun-Ok FK. Physicochemical and Functional Properties of Crawfish Chitosan


as Affected by Different Processing Protocols. Thesis. Seoul: Seoul National
University, 1991:1-31.

37. Anonymous. Asam asetat. <http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_asetat.> (9


Februari 2009).

38. Anonymous. Creature of the Month. <http://www.no-


pest.com/HorseShoeCrab.htm> (8 Oktober 2008).

39. Prashanth KVH, Tharanathan RN. Chitin/Chitosan: Modification and their


unlimited application potential-an overview. J Trends in Food Science &
Technol 2007; 18 (3): 117-31.

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
40. Allen LV. Compounding with glycerin and Propylene glycol. Secundun Artem;
12(3):1-6.

41. Anonymous. Why Glycerin Usp?. The Soap and Detergent Association. 2000:
1-3.

42. Anonymous. Rain lamp fluids.


<http://www.simnia.com/rain_lamps/fluids/fluids.htm> (9 September 2008).

43. Anonymous. Cara mengolah VCO Berkualitas. <http://virgin-


oilww.blogspot.com/2007/09/cara-mengolah-vco-berkualitas.html> ( 9
September 2008).

44. Dufour M, Manson JM, Bremer PJ, Dufour JP, Cook GM, Simmonds RS.
Characterization of Monolaurin Resistance in Enterococcus faecalis. Applied
and Environmental Microbiology 2007; 73(17): 5507-15.

45. Warta Penelitian dan Pengembangan Penelitian Pasca Panen Pertanian. Minyak
Kelapa Murni: Harapan Nilai Tambah yang Menjanjikan. Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Indonesia 2005; 27(2): 1-4.

46. Anonymous. What is good and advantage of Virgin Coconut Oil to Your
Health? <http://www.bio-asli.com/pro/e_pro/e_kebaikan.asp> (29 Desember
2008).

47. Anonymous. Technical information on Monolaurin.


<http://www.monoclean.com/MonoLaurin_Technical_Info.pdf > (14 Oktober
2008).

48. Bae KH, Jun EJ, Lee SM, Kim JB, Paik DI. Effect of chitosan on Prevotella
gingivalis, Fusobacterium nucleatum and halitosis. Oral Health, Therapeutics.
2006.<http://adr.confex.com/iadr/2006Orld/techprogram/abstract_72623.htm>.
(2 Februari 2009).

49. Rochima E. Karakterisasi Kitin dan Kitosan Asal Limbah Rajungan Cirebon
Jawa Barat. <http://resources.unpad.ac.id/unpad-
content/uploads/publikasi_dosen/Makalah-5.Karakterisasi%20kitin.pdf.> (4
Februari 2009).

50. Eldin MS, Soliman EA, Hashem AI, Tamer TM. Antibacterial Activity of
Chitosan Modified with New Technique. Trends Biomater Artif Organs 2008;
22(3): 121-33.

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
Lampiran 1. Skema Alur Pikir

Antibakteri Mikrobiologi Endodonti


Kitosan ditemukan Routget (1859) Perkembangan teknologi
biopolymer alami polisakarida turunan pemeriksaan mikroflora saluran akar
utama kitin deasetilasi kitin + lar.NaOH teknik aerob metode anaerob
pekat asal : kulit hewan laut, insektisida dan Miller, 1894 Penyebab utama
jamur inflamasi pulpa bakteri bakteri
Struktur poly--1,4-glucosamine kamar pulpa berbeda dengan saluran
Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
Kitosan molekul rendah akar
molekul tinggi Moller, 1981 cit Grossman, 1998
mengisolasi 74% bakteri anaerob
gugus amino bebas sebagai gugus fungsional Oguntebi et al, 1982 mengisolasi
Sifat khas : bioaktifitas, biodegradasi, tidak beracun 48% bakteri F. nucleatum, S.mitis dan
Aplikasi & kegunaan medis, industri pangan, kokus fakultatif gram (+)
pengawet makanan dan kedokteran gigi kitosan Sobiston et al, 1976 mengisolasi
blangkas (Trimurni et al., 2006) bahan pulp 66% Bacteroides dan Fusobacteria di
capping jaringan periapikal
Daya antibaktrial : Sundqvist, 1994 mengisolasi 48%
Chung et al., 2000 suasana derajat deasetilasi bakteri anaerob F.nucleatum
Jacinto et al, 2003 mengisolasi
& asam NH 3+ bebas >> memudahkan
74,77% bakteri obligat anaerob
penyerapan bakteri terhadap kitosan >> kitosan
Bakteri yang mendominasi hasil
diserap bakteri >> perubahan permeabilitas
penelitian :
bakteri
F. necrophorum (15 kasus)
Hardjito, 2006 afinitas kuat dengan DNA
A.prevotii (14 kasus)
bakteri, interaksi dengan membran sel bakteri
Peptostreptococcus (13 kasus)
gangguan permeabilitas membran kebocoran
F.nucleatum (11 kasus)
materi protein, pengkelat
S.sanguis (11 kasus)
Dalam penggunaan bahan-bahan dressing saluran akar Fusobacterium nucleatum
seperti Ca(OH)2 diperlukan vehicle, hal ini bertujuan Menggunakan a. amino (energi) dan
untuk memudahkan bahan tersebut untuk glukosa (reaksi biosintesis molekul
dimanipulasikan ke dalam saluran akar : interseluler)
Dahlen & Hosfad, 1997
Vehicle :
Membran luar sel LPS zat
a) Larutan aqueous : sterile distilled water, sterile
endotoksin biological effect
saline, lar. Anestesi, methylcellulose,
potent antigen antibodi host
carboxymethylcellulose, lar.anionic detergent,
chlorhexidin Moore et al, 1991 cit Boldstad et
al., 1996 Penyebab penyakit
b) Larutan viscous : gliserin, polyethyleneglycol,
periapikal produk metabolisme
propyleneglycol
butirat, propionate ion
Gliserin
ammonium menghambat
- ditemukan oleh Scheele (1779)
proliferasi fibroblast gingival
- saponifikasi dari minyak zaitun (olive oil)
mengiritasi jaringan penetrasi
- Formula C3H5[OH]3 , tipe dari alkohol
- Aplikasi bid. Kedokteran sebagai bahan pelarut bakteri epitel gingival plak
c) Larutan oily : camphorated periodontitis apikalis
paramonochlorophenol (CMCP), olive oil Sifat F.nucleatum berkaitan dengan
bakteri lain :
VCO (Virgin Coconut Oil) Memecah glukosa interseluler
- minyak kelapa murni teknik konvensional energi bagi bakteri lain
(fermentasi dan sentrifugasi) dan aplikasi Hubungan sinergis F.nucleatum
teknologi membrane
Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
- Kandungan 93% asam lemak jenuh 47- dengan faktor virulensi
53% a.lemak rantai sedang zat dominan
efek patogenik bakteri pigmen
asam laurat 50.33%
hitam
- Sifat mudah dicerna, tidak dirubah menjadi
kolesterol, tidak tertimbun di dalam tubuh Kemampuan beragregasi
- Aplikasi bid. kesehatan antibodi, melalui ikatan protein dinding
penyembuhan, mengganti sel sel rusak, sel, residu karbohidrat
antibakteri, antivirus dan jamur (C.albicans), interaksi protein
- Daya antibacterial (Eubacterium sp), ikatan asam
VCO as. Laurat monolaurin lipoteichoic (S.sanguis), ikatan
menembus dinding sel bakteri yang karbohidrat (galaktosa:
mengandung lipid cairan sel tersedot keluar p.ginggivalis dan lektin:
sel mengerut bakteri lisis F.nucleatum)
- Patogen yang mampu diatasi VCO Strep.
agalactiae, Strep. aureus dan bermacam virus
(herpes, sarcoma, HIV, leukemia dan
cytomegalovirus)

Pada penelitian Banurea dan Trimurni (2008) menunjukkan bubuk kitosan blangkas
bermolekul tinggi bereaksi positif sebagai antibakteri terhadap Fusobacterium nucleatum,
namun sulit untuk dimanipulasikan ke dalam saluran akar

Karena itu timbul pemikiran untuk mengaplikasikan bahan vehicle (pelarut) berupa
gliserin dan VCO (Virgin Coconut Oil) bersama kitosan blangkas untuk mempermudah
proses manipulasi

Dalam aplikasi klinis di bidang kedokteran gigi, bubuk kitosan blangkas


bermolekut tinggi memiliki efek antibakteri terhadap Fusobacterium
nucleatum, namun belum diketahui efek antibakterial kitosan blangkas
bermolekul tinggi jika diaplikasikan dengan pelarut gliserin dan VCO
(virgin coconut oil) dan apakah kedua bahan ini memiliki perbedaan daya
hambat terhadap Fusobacterium nucleatum

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
Dari uraian diatas timbul pemikiran untuk mengetahui efek antibakterial
bahan kitosan blangkas bermolekul tinggi jika diaplikasikan dengan bahan
pelarut gliserin dan VCO (virgin coconut oil) dan mengetahui perbedaan
daya hambat keduanya terhadap Fusobacterium nucleatum.

Judul penelitian
Tujuan penelitian
PERBEDAAN DAYA HAMBAT
Mengetahui perbedaan daya hambat kitosanKITOSAN
blangkasBLANGKAS
bermolekul tinggi
BERMOLEKUL
dengan TINGGI
aplikasi pelarut DENGAN
gliserin dan PELARUT
VCO terhadapGLISERIN DAN
pertumbuhan
VCO TERHADAP
Fusobacterium nucleatum FUSOBACTERIUM NUCLEATUM

Lampiran 2. Skema alur penelitian

1.1 Pembuatan media pertumbuhan

MHA 12 gram + aquadest 240 ml



Dipanaskan hingga mendidih

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
Disterilkan dengan autoklaf selama 15-20 menit dengan tekanan udara 2 atm suhu
121C

Dituangkan ke dalam Petri (20-25 ml/petri)

Diinkubasi sehingga dipeoleh media yang steril dan siap untuk digunakan

1.2 Pembiakan spesimen

Stem cell Fusobacterium nucleatum ATCC 25586



dibiakkan pada media pertumbuhan (MHA)

1-2 ose koloni disuspensikan dengan larutan NaCl 0,9%

Kekeruhan 0,5 Mac Farland / 1.108 CFU/ml

1.3 Persiapan bahan coba

Lar. Kitosan Lar. Kitosan Lar. Kitosan


blangkas 1% blangkas 0,5% blangkas 0,25%
(1gr + 100ml (0,5gr + 100ml (0,25gr + 100ml
a.asetat 1%) a.asetat 1%) a.asetat 1%)
Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
Dicampur merata (divortex)

Diambil sebanyak 9 ml + 1ml pelarut gliserin/VCO

K
9 ml 9 ml 9 ml 9 ml 9 ml 9 ml
KB 1% KB KB KB 1% KB KB
+ 1ml 0,5% + 0,25% + 1ml 0,5% + 0,25%
Gli 1ml + 1ml VCO 1ml + 1ml
Gli Gli VCO VCO

(5x) (5x) (5x) (5x) (5x) (5x)

Kontrol Kontrol
1ml 1ml
Gliserin VCO
100% 100%

(5x) (5x)

1.4 Penentuan perbedaan daya hambat kitosan blangkas dengan pelarut


gliserin dan VCO pada konsentrasi yang sama

Lar.Kitosan Blangkas 1% Lar Kitosan Blangkas 0,5% Lar.Kitosan Blangkas 0,25%


(1gr + 100ml a.asetat 1%) (0,5gr + 100ml a.asetat 1%) (0,25gr + 100ml a.asetat 1%)
(9 ml) (9 ml) (9 ml)
+ + +
Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
Pelarut (Gliserin/VCO) Pelarut (Gliserin/VCO) Pelarut (Gliserin/VCO)
(1ml) (1ml) (1ml)
+ + +
Suspensi bakteri (1ml) Suspensi bakteri (1ml) Suspensi bakteri(1ml)
(MacF 0,5) (MacF 0,5) (MacF 0,5)

Inkubasi 37C, 24 jam pada inkubator CO2

Bahan coba ketiga konsentrasi dengan pelarut glisein & VCO + Suspensi bakteri

Diteteskan ke media pertumbuhan MHA sebanyak 50l


(Metode Drop Plate Miles Misra)
Setiap satu petri diisi 5 tetes bahan coba dengan konsentrasi yang sama dari tabung
yang berbeda

50 l 50 l

50 l 50 l

50 l

Dilakukan 5 kali pengulangan dengan petri yg berbeda


( ada 5 petri untuk setiap konsentrasi )

Inkubasi 37C, 24 jam pada inkubator CO2

Dihitung jumlah koloni bakteri yang tumbuh diatas media

Lampiran 3. Data hasil perhitungan jumlah bakteri pada penentuan perbedaan


daya hambat kitosan blangkas 1%; 0,5% dan 0,25% dengan pelarut gliserin
dan VCO serta kontrol pelarut gliserin 100% dan VCO 100%

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009
Bahan Uji Replikasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Bahan Uji 3
Bahan Uji 1 Bahan Uji 2 (0,25%)
(1%) (0,5%)
Blangkas + 1 0 0 8.101CFU/ml *
gliserin 2 0 0 2,2. 102CFU/ml*
3 0 0 1,8. 102CFU/ml*
4 0 0 3,6. 102CFU/ml*
5 0 0 1,2. 102CFU/ml*
X = 0= Steril, tidak didapati pertumbuhan kuman
20 = faktor pengali (yang ditanam 50ul)

Bahan Uji Replikasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi


Bahan Uji 1 Bahan Uji 2 Bahan Uji 3
(1%) (0,5%) (0,25%)
Blangkas + VCO 1 TBUD TBUD TBUD
2 TBUD TBUD TBUD
3 TBUD TBUD TBUD
4 TBUD TBUD TBUD
5 TBUD TBUD TBUD
X = TBUD= Tidak bisa untuk dhitung, karena pertumbuhan bakteri
masih subur (jumlah koloni >300) ditandai dengan
bentuk koloni yang tumpang tindih sehingga sukar untuk
dihitung.

Bahan Uji Replikasi Gliserin 100% VCO 100%


Kontrol 1 TBUD TBUD
2 TBUD TBUD
3 TBUD TBUD
4 TBUD TBUD
5 TBUD TBUD
X = TBUD TBUD

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi
Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian
IN-VITRO), 2009.
USU Repository 2009

Anda mungkin juga menyukai