Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : An. R.R
Alamat : Perum TNI AL 19 No.8, Sugiharas, Sidoarjo
Usia / Tgl. Lahir : 11 tahun / 23-03-2006
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SD
Status marital : Belum Kawin
Tanggal MRS : 24-03-2017
No. Rekam Medis : 1840215
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
- Nyeri pergelangan tangan kanan

2. Riwayat Penyakit Sekarang


- Nyeri pergelangan tangan kanan
- Nyeri bertambah saat aktifitas
- Lokasi di pergelangan tangan kanan
- Tidak pusing
- Tidak mual
- Tidak muntah

3. Riwayat Penyakit Dahulu


-
4. Riwayat Penyakit Keluarga
-
5. Riwayat Pengobatan
-
6. Riwayat Kebiasaan / Sosioekonomi / Psikososial
-
7. Riwayat Alergi Obat

1
C. Pemeriksaan fisik
1. Status Generalis
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. GCS : 4-5-6
d. Vital sign
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 82 x/menit
- RR : 20 x/menit
- Suhu : 36,8 oC
e. Ekstremitas :-

2. Status Lokalis
- Vulnus appertum pada regio antebrachii dextra +/- 5 cm
- Deformitas +
- Nyeri +
- Luka +
- ROM menurun

D. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Lab
- WBC : 17,8 x 103 uL
- RBC : 4,71 x 106 uL
- HB : 14,2 g/dl
- HCT : 40,4%
- PLT : 343 x 103 uL

Hasil Lab
- Na : 129 mmol/L
-K : 4,3 mmol/L
- Cl : 95 mmol/L
- BUN : 10,9 mg/dL
- Kreatinin : 0,8 mg/dL
- Albumin : 3,8 mg/dL
- Bilirubin direk : 0,22 mg/dL
- Bilirubin total : 0,46 mg/dL
- SGOT : 24 U/L
- SGPT : 10 U/L

E. Diagnosis
Close fraktur os radius 1/3 distal dextra

2
F. Planning
- Rawat luka + Hecting
- IUFD D5 NS 1500 cc/24 jam
- Inj. Tetagam IM 1 ml (250 IU)
- Inj. Antrain 3 x 500 mg
- Inj. Ranitidin 2 x 25 mg

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Fraktur didefinisikan sebagai gangguan pada kontinuitas tulang, tulang rawan

(sendi), dan lempeng epifisis. (Sjamsyuhidayat, 2010)

B. Klasifikasi

Berdasarkan fragmen tulang yang terpisah, fraktur dapat digolongkan

menjadi fraktur komplet, dan fraktur inkomplet. Pada fraktur komplet, tulang

terpisah menjadi dua fragmen atau lebih.

Berdasarkan garis frakturnya, fraktur komplet dapat digolongkan

sebagai berikut.

1. Fratur transversal

2. Fraktur oblik atau spiral

3. Fraktur segmental

4. Fraktur impaksi

5. Fraktur komunitif

Fraktur dikatakan inkomplet apabila tulang tidak terpisah seluruhnya dan

periosteum tetap intak. Fraktur inkomplet dapat digolognkan menjadi

1. Fraktur buckle atau torus

2. Fraktur greenstick (pada anak-anak)

3. Fraktur kompresi

Fraktur menyebabkan perubahan pada arsitektur tulang terutama pada

fraktur komplet. Perubahan yang sering terjadi disebut displacement.

4
Displacement harus dideskripsikan secara lengkap dengan menyebutkan

unsur-unsur berikut

1. Translasi, pergerseran ke samping, depan, atau belakang

2. Angulasi, perubahan sudut antara fragmen dengan bagian proksimalnya

3. Rotasi, perputaran tulang, sepintas tulang tetap tampak lurus namun pada

bagian distal tampak deformitas rotasional

4. Panjang, fragmen tulang dapat menjauh atau memendek karena spasme otot

(Sjamsyuhidayat, 2010)

C. Deskripsi fraktur

Deskripsi fraktur yang baik harus menyebutkan lokasi, eksten,

konfigurasi, hubungan antar fragmen, hubungan antara fraktur dengan dunia

luar, dan ada tidaknya komplikasi sesuai dengan urutan berikut.

1. Lokasi, diafisis, metafisis, epifisis, intrarttikular, fraktur-dislokasi (selain

fraktur juga terdapat dislokasi pada sendi yang bersangkutan)

2. Nama tulang berserta posisi (kiri atau kanan) jika terjadi pada tulang

ekstremitas.

3. Ekstensi, komplet atau inkomplet sesuai klasifikasi diatas

4. Konfigurasi, transversal, oblik, spiral, komunitif.

5. Hubungan antar fragmen yang satu dengan yang lainnya : sesuai

nomenklatur displacement diatas.

6. Hubungan antara fraktur dengan dunia luar : fraktur terbuka atau fraktur

tertutup

5
7. Komplikasi : baik lokal maupun sistemik, diakibatkan oleh cedera itu

sendiri ataupun iatrogenik.

(Sjamsyuhidayat, 2010)

D. Gejala Klinis

Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri, dan

bengkak di bagian tulang yang patah, deformitas, angulasi, rotasi,

diskrepansi, nyeri tekan, krepitasi, gangguan fungsi muskuloskeletal akibat

nyeri, diskontinuitas tulang, dan gangguan neurologis. Apabila gejala klasik

itu ada, secara klinis diagnosis fraktur dapat ditegakan walaupun jenis

konfigurasi frakturnya belum ditentukan. (Tanto dkk, 2014)

E. Diagnosis

1. Anamnesis

Mekanisme terjadinya cedera harus selalu ditanyakan pada pasien

secara rinci. Gejala yang dirasakan seperti nyeri dan bengkak harus

diperhatikan. Perlu diingat bahwa daerah yang mengalami trauma tidak

selalu merupakan daerah fraktur. Selain itu jangan hanya terpaku pada

satu cedera utama, perlu diperhatikan apakah ada trauma atau keluhan

didaerah lainnya. (Tanto dkk, 2014)

2. Pemeriksaan fisik

Pada kasus fraktur, penanganan selalu dimula dari surveri primer

(ABC) yang dilanjutkan dengan survei sekunder secra menyeluruh.

Pemeriksaan fisik muskuloskeletal yang lengkap harus mencakup

inspeksi (look), palpasi (feel), dan lingkup gerak (move). Selan itu

6
pemeriksaan arteri, vena, dan nervus (AVN) juga penting untuk

dilakukan (Tanto dkk, 2014)

3. Pemeriksaan penunjang

Pada fraktur, pemeriksaan penunjang dasar berupa roentgen sangatlah

penting. Foto yang baik harus mengikuti aturan dua

Dua sisi

Dua sendi

Dua ekstremitas (terutama untuk pasien anak)

Dua jejas (dipagian proksimal jejas)

Dua waktu (foto serial)

(Tanto dkk, 2014)

F. Tata laksana

1. Fraktur tertutup

Tujuan dari penatalaksanaan fraktur adah untuk menyatukan fragmen

tulang yang terpisah. Secara umum, prinsip dari tata laksana fraktur

adalah reduksi, fiksasi, dah rehabilitasi. Reduksi tidak perlu dilakukan

apabila :

Fraktur tidak disertai atau hanya terjadi sedikit displacement.

Pergeseran yang terjadi tidak bermakna (misalnya pada klavikula)

atau

Reduksi tidak dapat dilakukan (misalnya pada fraktur kompresi dada)

Reduksi tertutup harus dilakukan dengan anastesi dan relaksasi otot.

Manuver reduksi tertutup dilakukan secara spesifik untuk masing-masing

7
lokasi, namun pada prinsipnya. Reduksi tertutup dilakukan dengan tiga

langkah berikut :

Menarik bagian distal searah dengan sumbu tulang

Reposisi fragmen ke tempat semula, dengan gaya berlawanan dari

gaya penyebab trauma

Menyusun agar fragmen terletak secara tepat di masing-masing

bidang.

Reduksi terbuka pada fraktur tertutup diindikasikan pada kondisi

berikut.

Ketika reduksi tertutup gagal

Terdapat fragmen artikular yang besar

Untuk traksi pada fraktur dengan fragmen yang terpisah. (Tanto dkk,

2014)

2. Fraktur terbuka

Tata laksana fraktur terbuka bergantung pada derajat fraktur.

Klasifikasi derajat fraktur terbuka yang banyak digunakan adalah

klasifikasi Gustilo.

Tipe I : luka kecil, bersih, pin point, atau kurang dari 1 cm. Cedera

jaringan lunak minimal tanpa remuk. Fraktur yang terjadi bukan

fraktur komunitif.

Tipe II : luka dengan panjang > 1 cm tanpa hilangnya kulit penutup

luka. Cedera jaringan lunak tidak banyak. Remuk dan komunion yang

terjadi sedang.

8
Tipe III : laserasi luas, kerusakan kulit dan jaringan lunak yang hebat,

hingga kerusakan vaskuler.

IIIA : laserasi luas namun tulang yang fraktur masih dapat ditutup

oleh jaringan lunak

IIIB : periosteal stripping ekstensif dan fraktur tidak dapat ditutup

tanpa flap.

IIIC : terdapat cedera arteri yang memerlukan penanganan khusus

(repair) dengan atau tanpa cedera jaringan lunak.

Berdasarkan standar manajeme fraktur terbuka pada ekstremitas

bawah oleh Britsh Orthipaedic Association dan British Association of

Plastic, Reconstructive and Aesthetic Surgeons 2009, Fraktur terbuka

semua derajat harus mendapatkan antibiotik dalam 3 jam setelah trauma.

Antibiotik yang menjadi pilihan adalah ko-amoksiklav atau sefrofuksin,

apabila pasien alergi obat golongan penisilin, dapat diberikan

klindamisin. Pada saat debridement, antibiotik gentamisin ditambahkan

pada regimen tersebut. (Tanto dkk, 2014)

9
DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3, Jakarta : EGC

Tanto, dkk. 2014. Kapita Selekta kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

10

Anda mungkin juga menyukai