Anda di halaman 1dari 5

EVALUASI KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA: KUALITAS FISIK LINGKUNGAN DI

RUMAH SAKIT ORTOPEDI PROF. DR. R SOEHARSO SURAKARTA

Wahyu Dewi Yantini1 dan Mayrina Firdayati2


Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Jalan Ganesha No.10 Bandung 40132
1
why.dewiyantini@gmail.com dan 2firdayati@yahoo.com

Abstrak: Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R Soeharso Surakarta merupakan salah satu rumah sakit ortopedi
dan rehabilitasi medik yang ditunjuk sebagai Pusat Rujukan Nasional untuk ortopedi. Kegiatan pelayanan
dan penunjang pelayanan di tiap instalasi rumah memiliki potensi dan resiko bahaya bagi manusia dan
lingkungan sekitarnya. Tingkat bahayanya tergantung pada alur kegiatan, alat dan bahan yang digunakan.
Faktor bahaya fisik, kimia, biologi, psikologi, ergonomi menjadi penyebab terjadinya kecelakaan akibat kerja
dan penularan penyakit akibat kerja. Terdapat Instalasi Kesehatan Lingkungan dan K3 yang mengontrol dan
mengawasi pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja. Evaluasi dilakukan dengan pengamatan secara
langsung pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja termasuk pemantauan kualitas lingkungan fisik. Hasil
pengukuran dibandingkan dengan peraturan yang berlaku. Evaluasi dapat menjadi acuan untuk
pengembangan pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R
Soeharso Surakarta.
Kata Kunci: Rumah Sakit Ortopedi, Kesehatan dan Keselamatan Kerja, K3, identifikasi bahaya, temperatur,
kebisingan dan pencahayaan.

Abstract: Orthopedic Hospital Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta is one orthopedic hospital and medical
rehabilitation designated as the National Reference Centre for orthopedics. Service and support activities at
each installation Orthopedic Hospital Prof. Dr. R Soeharso Surakarta has potential hazards that causes a
risk to workers or hospital employees and environment. It depends on the flow of activities, tools and
materials used. Physical, chemical, biological, psychological, and ergonomics factor causes of occupational
accidents and occupational disease transmission. Health and Safety Environment Installation controls the
implementation of occupational health and safety. Evaluation is done by direct observation of health and
safety implementation including monitoring the quality of the physical environment. The measurement results
compared with the prevailing regulations. Evaluation can be a reference for the development of the
implementation of the health and safety at Orthopedic Hospital Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta.
Keywords: Orthopaedic Hospital, Occupational Health and Safety, hazard identification, temperature, noise
and lighting.

PENDAHULUAN
Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R Soeharso Surakarta merupakan salah satu rumah sakit ortopedi dan
rehabilitasi medik besar di Indonesia dan menjadi rumah sakit rujukan nasional. Selain pelayanan terhadap
pasien rumah sakit juga mengelola lingkungannya seperti pengelolaan limbah, pengelolaan sanitasi serta
pengembangan dan penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit (K3RS). Pengelolaan
lingkungan dan K3RS dilaksanakan di bawah pengawasan Instalasi Kesehatan Lingkungan dan K3.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) sudah diterapkan di Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R Soeharso
Surakarta. Hal ini dilakukan sebagai bentuk pencegahan terhadap potensi bahaya yang terdapat di rumah
sakit yang menimbulkan resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja bagi pekerja. Kesehatan dan
Keselamatan Kerja sendiri merupakan salah satu upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan
meningkatkan derajat kesehatan pekerja. Selain itu kualitas lingkungan serta kesehatan dan keselamatan kerja
di rumah sakit salah satunya diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No 1204 tahun 2004
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
PENGUKURAN KUALITAS FISIK LINGKUNGAN
Faktor bahaya fisik terdiri dari beberapa parameter seperti temperatur, kelembaban, kebisingan, pencahayaan,
tekanan dan lainnya. Namun, untuk pemantauan di rumah sakit, dilakukan pengukuran terhadap temperatur,
kelembaban, kebisingan dan pencahayaan ruangan. Pengukuran dilakukan beberapa unit atau instalasi yang
ada di Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso. Dengan menggunakan alat ukur tertentu, didapatkan
hasil pengukuran yang ditunjukkan tabel berikut:
Tabel Hasil Pengukuran Kualitas Fisik Lingkungan

Temperatur (oC) Kelembaban (%) Kebisingan (dB) Pencahayaan (lux)


No Lokasi
NAB Hasil NAB Hasil NAB Hasil NAB Hasil
1 Instalasi Rajal Reguler 22-26 28,6 45-60 68,5 45 72,75 Min 100 57
2 Poli Gigi 22-26 27,2 45-60 59,9 80 66,62 Min 100 70
3 Pavilliun WK Lt. 1 22-26 28,7 45-60 68,4 45 58,17 Min 100 42
4 ICU 22-23 26 35-60 59,1 45 64,09 Min 100 115
5 OK 19-24 23,8 35-60 47 45 67,63 300-500 89
6 CSSD 22-30 26,3 35-60 43,3 80 66,97 Min 100 226
7 IGD 19-24 27,3 45-60 66,7 80 59,27 300-500 131
8 Radiologi 22-16 28,6 45-60 50,8 40 65,64 Min 60 77
9 Laboratorium 22-26 25 35-60 68 65 61,01 75-100 124
10 SIRS 19-24 24 45-60 60 80 48,73 Min 100 116
11 Bangsal: Ceplok Kembang 24-26 28,8 45-60 69,9 45 65,20 Min 100 137
12 Ceplok Sriwedari 24-26 28,7 45-60 67,5 45 60,55 Min 100 15
13 Sekar Jagad 24-26 29,4 45-60 65,8 45 66,33 Min 100 343
14 Parang Kusumo 24-26 30,9 45-60 65,25 45 64,62 Min 100 43
15 Parang Keling 24-26 30,7 45-60 57,9 45 66,20 Min 100 81
16 Ortotik 21-30 30,9 35-60 62 80 50,22 Min 200 218
17 Protase 21-30 29,5 35-60 67,8 80 68,23 Min 200 106
18 Ruang Kulit 21-30 30,9 35-60 60,4 80 65,55 Min 200 127
19 Instalasi Logistik 21-30 29,8 35-60 70 45 60,65 Min 200 191
20 ULP 21-26 31,1 45-60 63,65 45 63,83 Min 100 182
21 Instalasi Gizi 22-30 31,3 35-60 65,4 78 61,62 Min 100 46
22 Instalasi Laundry 22-30 27,8 35-60 72,8 78 65,12 Min 100 240
23 Poli Rehabilitasi Medik 22-30 29,6 35-60 70 80 60,22 Min 100 813
24 Genset IPSRS 22-30 30,5 45-60 67,9 80 61,81 Min 100 106
25 Incinerator 22-30 28,7 45-60 75 80 59,11 Min 100 81
26 IPAL 22-30 32,1 45-60 64,6 80 57,96 Min 200 800
27 R. Gas 22-30 31,5 45-60 60,2 80 61,77 Min 200 843
28 Ruang Sanitasi 21-26 27 35-60 69,2 45 73,09 Min 100 30,5
*NAB = Nilai Ambang Batas dalam Keputusan Menteri Kesehatan No 1204 Tahun 2004 tentang Persyaratan Kualitas
Fisik Lingkungan Rumah Sakit

ANALISIS DAN PEMBAHASAN


Pemantauan kualitas fisik lingkungan rumah sakit, untuk pengukuran temperatur dan kelembaban dilakukan
dengan alat ukur Thermometer and Humiditymeter yang dapat membaca dua parameter sekaligus, yakni
temperatur dan kelembaban. Sementara pengukuran kebisingan dilakukan dengan alat Sound Level Meter dan
alat ukur Luxmeter untuk pengukur tingkat pencahayaan. Pengukuran dilakukan di hampir semua instalasi di
Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta.
Pengukuran temperatur dan kelembaban dilakukan dengan mengangkat cukup tinggi dan mengarahkan sling
Thermometer and Humiditymeter ke udara dalam ruangan, kemudian akan terbaca nilai pengukuran pada
monitor alat, nilai diambil ketika nilai di monitor telah stabil atau tidak berubah-ubah. Didapatkan hasil
pengukuran seperti yang terlihat pada tabel hasil pengukuran kualitas fisik lingkungan rumah sakit. Jika nilai
pengukuran dibandingkan dengan Nilai Ambang Batas temperatur dan kelembaban dalam Kepmenkes No
1204 tahun 2004 terlihat bahwa masih banyak ruangan memiliki nilai temperatur yang lebih tinggi daripada
Nilai Ambang Batas (NAB) yang telah ditetapkan. Namun hasil tersebut belum tentu representative (sesuai
kondisi sesungguhnya). Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor, misalnya faktor dari alat ukur, kesalahan
pengukuran, faktor cuaca, dan faktor waktu pengukuran. Pengukuran temperatur dan kelembaban hanya
dilakukan satu kali dalam satu bulan untuk setiap instalasi, dan pada waktu yang berbeda-beda. Ruangan
akan menerima banyak panas ketika siang hari, saat matahari tengah berada tepat di atas, radiasi panas yang
dipancarkan jauh lebih besar daripada saat matahari naik di pagi hari atau saat matahari tenggelam di sore
hari. Panas yang dihasilkan oleh suatu mesin juga dapat mempengaruhi panas dalam ruangan. Suatu mesin
yang sedang bekerja biasanya menghasilkan panas hasil dari proses kegiatan mesin tersebut. Seperti yang
terlihat di ruang insinerator dan ruang genset. Adanya mesin insinerator dan genset yang dihidupkan atau
dioperasikan membuat panas dalam ruangan bertambah, kondisi berbeda terjadi jika kedua mesin tersebut
dalam keadaan mati atau tidak sedang dioperasikan. Alat ukur juga pernah mengalami kerusakan dan
menyebabkan hasil pengukuran tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.

Gambar 1. Pengukuran Pencahayaan Gambar 2. Pengukuran kebisingan


Pengukuran kebisingan dilakukan dengn mengarahkan Sound Level Meter dalam posisi 60-70 dari sumber
bising (SNI 7231: 2009). Pengukuran dilakukan dengan mencatat hasil bacaan pada monitor setiap 5 detik
dalam waktu 10 menit. Didapatkan hasil pengukuran seperti yang terlihat pada tabel hasil pengukuran
kualitas fisik ruangan. Jika nilai hasil pengukuran kebisingan dibandingkan dengan Nilai Ambang Batas
(NAB) kebisingan dalam Kepmenkes No 1204 tahun 2004 terlihat bahwa masih banyak ruangan memiliki
nilai kebisingan lebih tinggi daripada NAB yang telah ditetapkan. Ketidaksesuaian nilai dapat terjadi karena
kesalahan dalam pengukuran, aktivitas mesin dalam ruangan, aktivitas pembangunan gedung baru, kondisi
ruangan yang banyak pengunjung. Kondisi ruangan pada saat pengukuran sangat mempengaruhi nilai
kebisingan yang didapatkan. Beberapa ruangan memiliki mesin yang jika dioperasikan menghasilkan bising,
sehingga suara orang dalam ruangan tersebut harus lebih keras yang menyebabkan nilai kebisingan menjadi
lebih besar, contohnya terlihat dalam ruangan gas, ruang genset, ruang sterilisasi yang memiliki mesin steam
untuk proses sterilisasi, mesin gerindra pada Instalasi Ortotik Prostetik, mesin-mesin di area proyek
pembangunan gedung baru dan lainnya. Pengukuran yang hanya dilakukan pada satu waktu juga membuat
nilai kebisingan kurang representative. Kondisi bising ruang pagi dan siang cenderung lebih besar karena
adanya aktivitas pegawai dan mesin namun berbeda pada sore hari, aktivitas bising sudah mulai berkurang.
Hasil pengukuran akan representative jika pengukuran kebisingan di suatu titik tempat kerja disesuaikan
dengan durasi kerja tempat kerja, terbagi menjadi beberapa level (Leq). Jika jam kerja 8 jam maka dibuat
pengukuran setiap 2 jam untuk mewakili 6 jam seharinya. Namun hal itu tidak dilakukan karena pengukuran
di suatu unit membutuhkan ijin khusus yang berkaitan dengan proses pelayanan pasien dan pengunjung
dalam instalasi tersebut. Penggunaan alat pelindung diri untuk mengurangi kebisingan (ear plug dan ear
muff) belum diterapkan dengan baik, hal ini disebabkan karena pegawai kurang terbiasa dan merasa kurang
nyaman ketika menggunakan ear plug dan ear muff ketika bekerja.

Pengukuran tingkat pencahayaan dilakukan dengan mengarahkan Luxmeter kearah sumber cahaya, alat akan
menangkap tingkat cahaya yang ditunjukkan pada layar monitor. Didapatkan hasil pengukuran seperti yang
terlihat pada tabel hasil pengukuran kualitas fisik lingkungan rumah sakit. Jika nilai pengukuran pencahayaan
dibandingkan dengan Nilai Ambang Batas (NAB) pencahayaan dalam Kepmenkes No 1204 tahun 2004
terlihat masih ada beberapa ruangan yang memiliki nilai pencahayaan lebih kecil daripada NAB yang
ditetapkan. Ketidaksesuaian nilai pengukuran dapat terjadi karena jumlah lampu yang menerangi ruangan
tidak cukup untuk menyebarkan cahaya secara merata ke seluruh ruangan, jenis lampu yang digunakan juga
akan mempengaruhi kualitas cahaya yang dipancarkan. Akses masuknya cahaya dari luar ke dalam juga akan
mempengaruhi jumlah cahaya dalam ruangan. Kaca jendela atau ventilasi dalam ruangan yang sengaja
ditutup atau dihalangi untuk membuat cahaya matahari tidak masuk menyebabkan cahaya dalam ruangan
dapat berkurang. Cahaya yang masuk dipagi, siang dan sore hari berbeda-beda. Cahaya matahari di pagi hari
bersifat hangat sehingga tidak menimbulkan masalah, namun ketika sudah menjelang siang, cahaya yang
masuk sudah bersifat panas sehingga pekerja biasanya menutup tirai pada kaca jendela untuk mengurangi
silau dan panas yang masuk. Cuaca yang cerah juga membuat cahaya matahari yang masuk optimal namun
berbeda jika cuaca sedang mendung atau hujan, cahaya yang masuk berkurang karena cahaya matahari
terhalang oleh awan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Pemantauan dan pengukuran kualitas fisik lingkungan untuk parameter temperatur, kelembaban, kebisingan
dan pencahayaan yang dilakukan di beberapa unit satuan kerja atau instalasi menunjukkan masih terdapat
ruangan atau instalasi yang memiliki nilai temperatur, kelembaban, kebisingan dan pencahayaan tidak
memenuhi standar dari Keputusan Menteri Kesehatan No 1204 Tahun 2004 tentang Persyaratan Kualitas
Lingkungan Rumah Sakit. Untuk mengatasinya, berikut saran yang dapat diterapkan:
1. Temperatur dan Kelembaban: Optimalisasi penggunaan kipas angin maupun Air Condition (AC),
mengurangi penggunaan mesin dalam ruangan dan panas yang dirasakan orang bersifat subyektif,
sehingga untuk mencegah kelelahan karena panas seperti minum yang cukup, istirahat cukup dan
memakai pakaian yang nyaman.
2. Kebisingan: subtitusi sumber bising seperti penggantian mesin, memasang media penghalang dari
sumber bising ke manusia seperti adanya tanaman dan dinding absorpsi, membiasakan pemakaian ear
plug / ear muff secara rutin, sosialisasi bahaya, efek dan pengendalian kebisingan
3. Pencahayaan: mengganti lampu dengan jenis lampu LED atau Fluoresen yang memiliki kualitas nyala
lebih baik dan hangat, pemerataan cahaya lampu, optimalisasi fungsi ventilasi dan jendela, pemilihan dan
pemasangan amatur yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1024/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Dirjen
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. 2004
Standar Nasional Indonesia. SNI 7231:2009 Metoda Pengukuran Intensitas Kebisingan d Tempat Kerja. Badan
Standarisasi Nasional. 2009
Sumamur. Higeane Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Haji Masagung, 1998

Anda mungkin juga menyukai